Anda di halaman 1dari 4

BAB 11

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK


Perlawanan terhadap pajak(resistensi pajak) yang dilakukan oleh Wajib Pajak merupakan
hambatan dalam pemungutan pajak baik yang disebabkan oleh kondisi negara dan rakyatnya
maupun disebabkan oleh usaha Wajib Pajak yang disadari ataupun tidak yang mempersulit
pemasukan pajak sebagai sumber penerimaan Negara.
Terdapat 2 perlawanan pajak yang dilakukan oleh Warga Negara menurut
Brotodihardjo(1993:13-14),yakni:
1. Perlawanan Aktif
Semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiscus dengan tujuan
menghindari pajak, baik secara legal atau illegal maupun dengan cara penghematan pajak.

Cara yang dilakukan:

a. Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)


Upaya penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi Wajib Pajak tanpa
bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku (not contrary to the law) di mana
metode yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam
UU dan Peraturan Perpajakan itu sendiri untuk mengecilkan jumlah pajak yang terutang.

b. Tax Evasion (Penyelundupan/Penggelapan Pajak)


Upaya Wajib Pajak dengan penghindaran pajak terutang secara illegal dengan cara
menyembunyikan keadaan sebenarnya. Cara ini tidak aman bagi Wajib Pajak karena metode
yang digunakan tidak dalam koridor UU dan Peraturan Pajak itu sendiri. Cara yang ditempuh
berisiko tinggi terkena sanksi pelanggaran hukum fiskal. Contoh : melakukan pembulatan
ganda (memanipulasi dokumen-dokumen pembukuan).

c. Tax Saving (Penghematan Pajak)


Upaya Wajib Pajak mengelakkan utang pajaknya dengan jalan menahan diri tidak membeli
produk-produk yang kena pajak pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam
kerja sehingga penghasilan menjadi kecil dan terhindar pengenaan pajak penghasilan besar.

Jadi kalau berbicara mengenai tax planning, kita harus berusaha untuk mencapai suatu efisiensi
pajak yang dicapai dalam tiap transaksi kegiatan perusahaan selama tindakan tersebut tidak
menyimpang dari peraturan yang berlaku.

2. Perlawanan Pasif
Hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur
ekonomi suatu Negara, perkembangan intelektual, dan moral penduduk serta system dan cara
pemungutan pajak itu sendiri.

Masyarakat bertindak pasif karena ada keengganan untuk membayar pajak yang disebabkan oleh:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang sulit dipahami masyarakat .
c. Sistem pengawasan tidak dilaksanakan dengan baik.
BAB 12
TARIF PAJAK
A. Tarif Marginal (Marginal Tax Rate)
Persentase tarif pajak yang berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak. Untuk
lebih jelas, berikut disajikan struktur tarif PPh Pasal 17 yang berlaku untuk Wajib Pajak
Orang Pribadi (WPOP) sebagaimana termaktub dalam UU PPh No. 42 Tahun 2008.
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
1 Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
2 Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15%
3 Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25%
4 Diatas Rp 500.000.000 30%

B. Tarif Efektif
Besarnya persentase tarif pajak yang berlaku atau harus diterapkan atas dasar pengenaan
pajak tertentu. Dalam hal pajak penghasilan, dasar pengenaan pajak yang dipergunakan
lazimnya adalah penghasilan netto. Penghasilan netto untuk Wajib Pajak badan menjadi
penghasilan kena pajak, sedangkan untuk Wajib Pajak perorangan penghasilan, netto
dikurangi dulu dengan penghasilan tidak kena pajak, dan sisanya baru merupakan
penghasilan kena pajak.

Dalam ketentuan yang lain,tarif efektif diterapkan pada PPN dan PPh Final seperti,
a. PPN yang terutang atas jasa pengiriman paket adalah sebesar 10%10% jumlah
tagihan/yang seharusnya ditagih,sehingga tarif efektif adalah 1% jumlah tagihan/yang
harus ditagih.
b. PPN yang terutang jasa penyerahan jasa biro perjalanan/biro pariwisata adalah sebesar
10%10% jumlah tagihan/yang seharusnya ditagih,sehingga tarif efektif adalah 1%
jumlah tagihan/yang harus ditagih.
c. PPN yang terutang atas penyerahan jasa pengurusan transportasi adalah sebesar
10%10% jumlah tagihan /yang seharusnya ditagih,sehingga tarif efektif adalah 1%
jumlah tagihan/yang harus ditagih.
d. PPN yang terutang atas penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jasa
perbaikan adalah sebesar 10%20%, sehingga tarif efektif adalah 2% harga jual emas
perhiasaan/nilai penggantian.
e. Menurut Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 tentang PPh Final 1%. Penghasilan
dari usaha yang diterima Wajib Pajak orang pribadi/badan tidak termasuk bentuk usaha
tetap. Jika peredaran bruto tidak melebihi 4,8 miliar dalam 1 Tahun Pajak, maka akan
dikenai Pajak Final dengan tarif sebesar 1% dari peredaran bruto.

C. Tarif Pajak Proporsional/Sebanding


Tarif pajak berupa persentase tetap terhadap jumlah berapaun yang menjadi dasar
pengenaan pajak. Kenaikan pajak sebandinf dengan kenaikan dasar pengenaan pajak.

Contoh:
• Dikenakan PPN 10% atas penyerahan Barang/jasa Kena Pajak.
• Dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) atas pembayaran penghasilan berupa bunga kepada
Wajib Pajak luar negeri dengan tarif 20%.

D. Tarif Pajak Progresif


Tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila pengenaan pajak semakin besar.
Contoh : Tarif Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi di Pasal 17 UU PPh No. 36 Tahun
2008 yang berlaku di Indonesia.

Berdasarkan kenaikan tarif, dibagi menjadi 3 , yakni :

a. Tarif Progresif-Proporsional (1984-1994)


Tarif dalam persentase tertentu yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
dasar pengenaan pajak dan kenaikan persentase tarif tersebut bersifat tetap.

No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan %


Tarif
1 Sampai dengan 10 juta 15% -
2 Di atas 10 juta s/d 25 juta 25% 10%
3 Di atas 25 juta 35% 10%

b. Tarif Progresif-Progresif (1995-2000)


Tarif berupa presentase tertentu yang meningkat seiring dengan meningkatnya dasar
pengenaan pajak, dan kenaikan presentase tarif tersebut juga semakin meningkat.

No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan % Tarif


1 Sampai dengan 50 juta 10% -
2 Di atas 50 juta s/d 100 juta 15% 5%
3 Di atas 100 juta 30% 15%

c. Tarif Progresif-Defensif
Tarif berupa presentase tertentu yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
dasar pengenaan pajak,tetapi kenaikan presentase tersebut semakin menurun.

No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan % Tarif


1 Rp.50.000.000 10% -
2 Rp.100.000.000 15% 5%
3 Rp.200.000.000 18% 3%

E. Tarif Pajak Regresif


Presentase tarif pajak yang semakinr rendah apabila dasar pengenaan pajak semakin besar.
Tarif efektif yang menggunakan sifat regresif selalu memakai penghasilan sebagai dasar
untuk menentukan sifat dari pola presentase tarif tersebut.

F. Tarif Pajak Tetap


Tarif berupa jumlah yang tetap/sama besarnya terhadap berapa pun jumlah yang menjadi
dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terutang adalah tetap. Contoh :
tarif bea materai.
G. Tarif Pajak Degresif
Semakin tinggi pengenaan pajak maka kenaikan progresifnya bisa semakin besar.
Kenaikan persentase tarif progresif itu bisa juga semakin kecil, di samping kenaikan
persentase tarif dan struktur tarif yang progresif juga bisa tetap. Apabila kenaikan tarif
progresif semakin kecil, maka struktur tarif progresit yang demikian disebut sebagai
degresif.

PROGRESIF STRUKTUR TARIF PAJAK 1984


Pernah dipakai untuk menerangkan keadilan dari struktur tarif pajak yang progresif
menggunakan teori the law of diminishing marginal utility of income dalam ilmu ekonomi.
Ukuran keadilan berdasarkan teori ini adalah kepuasan psikologis yang didapat dengan
mengkomsumsikan penghasilan yang didapatkan semakin berkurang. Semakin besar
penghasilan,semakin berkurang kepuasan oleh orang tersebut dengan mengomsumsikan
penghasilannya yang semakin besar. Oleh karena manfaatnya yang semakin berkurang itu
adil apabila tambahan penghasilan yang semakin besar itu dikenakan pajak dengan tarif
yang semakin lebih besar. Pengenaan pajak dengan tarif yang semakin besar itu harus
dilakukan sedemikian rupa supaya pengorbanan yang diberikan semua Wajib Pajak sama
besarnya. Namun demikian, oleh karena tambahan kepuasan yang bertambah tidak dapat
diukur pula berapa pengurangan kepuasan yang diakibatkan oleh pengurangan sejumlah
tertentu berbentuk pajak atas penghasilan. Dengan perkataan lain, berapa jumlah
penghasilan yang ahrus diambil dalam bentuk pajak yang harus diambil supaya sisa
penghasilan pada semua Wajib Pajak sesudah dikurangi pajak memberikan manfaat yang
sama kepada masing-masing Wajib Pajak itu tidak dapat ditentukan karena manfaat dari
penghasilan kepada orang-orang yang menerima penghasilan itu justru tidak dapat diukur.

Berdasarkan teori diatas, PPh tahun 1994 lebih adil daripada tahun 1983.

Anda mungkin juga menyukai