Anda di halaman 1dari 42

TARIF PAJAK

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah iuran kepada negara yang dipungut berdasarkan UU perpajakan. Pajak merupakan bagian
dari kehidupan kita tak mungkin bisa kita hindari, mulai dari penghasilan, kepemilikan motor, sampai
dengan makan makanan di restoran juga dikenai pajak. Disetiap daerah menerapkan besaran pajak yang
berbeda, mulai dari besaran yang kecil sampai dengan yang besar. Semua itu tergantung dengan
masyarakat potensi daerah yang ada dalam daerah tersebut.

Dasar hukum bagi berlakunya pajak di Indonesia adalah Pasal 23A UUD 1945 amandemen ke-4 “Pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur oleh Undang-Undang” dari
pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah suatu kewajiban bagi setiap warga
negara Indonesia. Tarif pajak juga disesuaikan oleh pemerintah agar setiap masyarakat membayar pajak.

Pemungutan pajak tidak terlepas dari unsur keadilan. Keadilan disini dapat diartikan dalam prinsip
(undang-undang), maupun adil dalam pelaksaannya sehingga dapat menciptakan keseimbangan sosial
untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam pengenaan tarif pajak, dinyatakan dalam presentase. Persentase pengenaan tarif pajak tersebut
ada yang tetap dan ada juga yang berubah sesuai dengan jenis pajak yang harus dibayar wajib pajak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tarif pajak?

2. Apa saja jenis-jenis tarif pajak?

II. PEMBAHASAN

A. Tarif Pajak

Pemungutan pajak tidak terlepas dari unsur keadilan. Keadilan disini dapat diartikan dalam prinsip
(undang-undang), maupun adil dalam pelaksaannya sehingga dapat menciptakan keseimbangan sosial
untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu unsur dalam mencapai keadilan melalui penetapan tarif
pajak, yaitu dengan memberikan tekanan yang sama kepada wajib pajak. Tarif pajak adalah besarnya
nilai yang digunakan untuk menentukan pajak terutang yang harus dibayar wajib pajak kepada
pemerintah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

B. Jenis-jenis Tarif Pajak

Dalam melakukan pungutan pajak terdapat beberapa macam cara atau sistem pemungutan pajak,
yaitu :

1. Tarif Pajak Proporsional (Proportional Flat Tax Rate)

Adalah pengenaan pajak dengan tarif dalam persentase tertentu, dengan tidak melihat perubahan
pendapatan individu dengan kata lain berapa pun jumlah kemampuan seorang wajib pajak, jumlah
pengenaan tarif pajaknya sama. Misalnya, jika pendapatan seseorang naik sebesar 100% maka jumlah
pajak yag terutang akan naik menjadi 100% dari pajak semula. Beberpa pajak yang menggunkan tarif
pajak proporsional menurut UU no 36 tahun 2000 pasal 26 adalah :

a. Untuk PPh sebesar 20%

b. Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tarif 10%

Jumlah Penjualan Tarif Pajak

Rp. 500.000,- 10% Rp. 50.000,-

Rp. 1.000.000,- 10% Rp. 100.000,-

Rp. 5.000.000,- 10% Rp. 500.000,-

Rp. 10.000.000,- 10% Rp. 1.000.000,-

c. Untuk PBB mengunakan tarif 0.5%

d. Untuk BPHTB menggunakan tarif 5%

2. Tarif Pajak Progresif (Progressive Tax Rate)

Adalah pengenaan pajak dengan tarif meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan individu.
Dengan kata lain, jumlah pendapatan yang lebih besar yang diterima oleh wajib pajak, akan diterima
tarif yang lebih besar pula. Sebagai ilustrasi, jika kemampuan membayar seorang wajib pajak naik
sebesar 100% jumlah pajak yang terutang menjadi naik melebihi 100%.

Tarif pajak progresif sendiri terbagi menjadi 3, yaitu:

a. Tarif Pajak Progresif Progresif


Adalah tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang
digunakan sebagai dasar pengenaan pajak dan kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu setiap
kali naik.

b. Tarif Pajak Progresif Proporsional

Adalah tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naek dengan semakin besarnya jumlah yang
digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu
tetap.

c. Tarif Pajak Progresif Degresif

Adalah tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naek dengan semakin besarnya jumlah yang
digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu
setiap kali menurun.

Tabel Pajak Progresi

Pendapatan Nominal Tarif % Pajak

Rp. 1.000.000,- 10,0 100.000

Rp. 2.000.000,- 15,0 300.000

Rp. 3.000.000,- 20,0 600.000

3. Tarif Pajak Tetap

Adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak. Sistem pemungutan dengan tarif tetap adalah tarif dengan jumlah
atau angka tetap berapapun yang menjadi dasar pengenaan angka pajak. Penerapan pada sistem
perpajakan nasional dilakukan pada bea materai.

4. Tarif Pajak Degresif (Degressive Tax Rate)

Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang
terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan
perpajakan.
Sistem pemungutan degresif adalah menaikkan persentase pajak yang kena dan harus dibayar sesuai
kenaikan objek pajak, namun besarnya persentase kenaikan pajak semakin menurun dari tingkat ke
tingkat. Sistem ini mirip dengan sistem progresif, namun kenaikan prosentase akan semakin kecil
walaupun prosentasenya naik. (10 - 18 - 24 - 28).

Contoh:

Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%

Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25%

Di atas Rp. 50.000.000 15%

Tarif Pajak yang berlaku untuk Pajak Penghasilan di Indonesia adalah tarif progressif sebagaimana diatur
dalam Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan. Pada bea materai dikenakan sistem pemungutan tarif
tetap. Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai berlaku tarif pajak pr

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Tarif pajak ialah ketentuan besar kecilnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak terhadap objek
pajak yang menjadi tertanggungannya.

Tarif pajak dibedakan menjadi 4 macam yaitu:

a)

Tarif Sebanding (Proporsional)

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap jumlah uang yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak
yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

Contoh: tarif PBB adalah sama 0,5

b)

Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar apabila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Contoh: tarif pajak penghasilan untuk pendapatan kena pajak (PKP)


1. Rp. 0,00 s.d. Rp. 25.000.000,00 = 10%

2. Rp. 25.000.000,00 s.d. Rp. 50.000.000,00 = 15%

3. Rp. 50.000.000,00 ke atas = 30%

c)

Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapa pun jumlah yang dikenai pajak.

Contoh: besarnya tarif materai Rp. 6.000,-

d)

Tarif Degresif

Semakin besar pendapatan semakin kecil pula pajaknya, persentase lebih kecil dari persentase kenaikan
pendapatan.

Contoh:

Rp. 1.000.000 (4%) = Rp. 40.000

Rp. 2.000.000 (3,8%) = Rp. 76.000

Rp. 3.000.000 (3,5%) = Rp. 105.000

Untuk memudahkan pemahaman dari Penetapan tarif pajak di atas, di bawah ini disajikan tabel yang
merangkum penetapan tarif sebagai berikut:

Jumlah Pendapatan Yang Kena Pajak

Persentase Pajak (%)

Proporsional

Progresif

Regresif

Degresif

1.000.000

2.000.000

3.000.000
4.000.000

3,2

2,6

2,2

3,8

3,5

3,3

Bila diperhitungkan dengan nilai uangnya, maka besar pajak yang harus dibayar dalam rupiah, adalah
sebagai berikut:

Jumlah Pendapatan Yang Kena Pajak

Persentase Pajak (%)

Proporsional

Progresif

Regresif

Degresif

1.000.000
2.000.000

3.000.000

4.000.000

40.000

80.000

120.000

160.000

40.000

100.000

180.000

280.000

40.000

64.000

78.000

88.000

40.000

76.000

105.000

132.000

Dari penetapan tarif pajak di atas maka kita dapat menyimpulkan besar jumlah pajak yang dibayarkan
tergantung pada penggunaan sistem tarif pajaknya.

B. Penutup

Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi
perbaikan selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk
kita semua. Amiiinn..
DAFTAR PUSTAKA

1. http://septikomariyah.blogspot.com/2012/11/makalah-perpajakan-tarif-pajak.html

2. http://kabarpajak.blogspot.com/2013/07/makalah-pajak-tarif-pajak.html

3. http://elhasani.blogspot.com/2008/11/tarif-pajak.html

4. http://110.138.206.53/bahan-ajar/modul_online/ekonomi/MO_8/EKO204_22.htm

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata pajak. Dimana pada pemungutannya tidak
semua orang mengerti dasar dari tarif besar pajak yang dikenakan. Penentuan mengenai pajak yang
terutang sangat ditentukan oleh tarif pajak dari berbagai jenis pajak, baik pajak pusat maupun pajak
daerah. Sebenarnya tarif pajak masih tergolong dalam ketentuan materiil dalam hukum pajak bersama
sama wajib pajak dan objek pajak. Keberadaan tarif pajak diperuntukkan untuk digunakan dalam rangka
menghitung pajak yang terutang. Sekalipun tarif pajak digunakan untuk mengetahui jumlah pajak yang
terutang, tidak berarti mengesampingkan fungsi hukum pajak berupa keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum.

Tarif pajak dalam berbagai jenis pajak tidak selalu sama, bergantung pada konteks pengaturannnya
dalam undang-undang pajak masing-masing. Dasar ini menyebabkan tercipta pula berbagai jenis tarif
pajak yang terkandung dalam hukum pajak, kadangkala tidak dapat dibedakan satu dengan lainnya. Oleh
karena itu, kami menyusun makalah ini untuk memberikan penjelasan mengenai tarif pajak pada
pembaca disamping untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum pajak.

B. Rumusan Masalah

1.) Apa pengertian dan fungsi dari tarif pajak?


2.) Apa jenis dari tarif pajak dan cara penghitungannya?

C. Tujuan Penulisan makalah

1.) Untuk mengetahui pengertian serta fungsi dari tarif pajak.

2.) Untuk mengetahui tarif serta cara penghitungan dari tarif pajak.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Fungsi

Tarif Pajak merupakan pranata hukum pajak sebagai alat kebijakan pemerintah pusat atau daerah untuk
mengatasi atau mencegah suatu perbuatan hukum yang dapat menimbulkan kerugian dalam
melaksanakan pemerintahan.

Tarif pajak yang tercantum dalam Undang-Undang Pajak memiliki empat fungsi bergantung pada situasi
dan kondisi penerapannya sebagi berikut.

1. Alat Politis

Tarif pajak dengan fungsi sebagai alat politis, kadang kala digunakan dalam kampanye pilihan umum
dalam bentuk janji-janji politikus bila terpilih menjadi presiden. Berupaya untuk menurunkan atau
memberikan keringanan pajak kepada warga negara atau penduduk dalam negara dalam masa
pemerintahannya. Hal ini kerap kali terjadi pada negara-negara maju yang menjadikan pajak sebagi
salah satu materi kampanye dari calon Presiden. Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Jepang.

2. Alat Pendorong Perekonomian

Tarif pajak yang berfungsi sebagaia alat pendorong di bidang perekonomian berupaya agar wajib pajak
dapat secara bebas melakukan ekspor keluar negeri agar mampu bersaing dengan pengusaha di luar
negeri. Misalnya, pengenaan tarif pajak PPN sebesar nol persen kepada pengusaha yang melakukan
ekspor barang kena pajak atau jasa kena pajak.

3. Alat Penunjang Pembangunan


Pembangunan yang diadakan selama ini tidak hanya terfokus pada kota-kota maju melainkan
dilaksanakan pula pada daerah-daerah terpencil, kepadanya diberikan fasilitas perpajakan dalam jangka
waktu tertentu. Dalam arti, pengusaha itu tidak dikenakan pajak sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang Pajak. Sebagai contoh, pengusaha yang melakukan investasi di daerah-daerah terpencil
tidak dikenakan pajak penghasilan dan atau pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.

4. Alat Pencegahan

Pemerintah pusat atau pemerintah daerah berupaya untuk memberi kenyamanan kepada warganya
dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan suatu tarif pajak yang bersifat
tinggi untuk mencegah perbuatan yang dapat merugikan. Sebagai contoh, pengenaan tarif tinggi kepada
kendaraan bermotor dengan tarif progresif agar konsumsi masyarakat dalam kepemilikan kendaraan
bermotor dapat dibatasi agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas.

Keempat fungsi tarif pajak tersebut, dalam perkembangannya dapat berubah berdasarkan
kemanfaatan pada saat itu. Hal ini bergantung pada kebijakan pemerintah pusat atau daerah untuk
memberi keadilan kepada warganya. Perubahan itu harus dilakukan berdasarkan Undang-Undang Pajak
sebagai bentuk perwujudan dari kepastian hukum.

B. Jenis Tarif Pajak

Salah satu unsur yang menetukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi Wajib Pajak adalah tarif
pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam Undang-Undang Pajak. Besarnya tarif dalam Undang-
Undang Pajak tidak selalu ditentukan secara nilai persentase, tetapi bisa dengan nilai nominal, seperti
diuraikan sebagai berikut

1.Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya
berbeda atau berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang selalu tetap.

Tarif ini diterapkan dalam UU No.13 tahun 1985 tentang Bea Materai (BM). Dalam undang-undang bea
materai, tarif yang digunakan adalah bea materai dengan nominal sebesar Rp500 dan Rp1000. Nilai
nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah. Berdasarkan PP No.7 Tahun 1995, tarif bea
materai tersebut dinaikkan menjadi Rp1000 dan Rp2000 yang selanjutanya dengan PP No.24 Tahun
2000 tarifnya dinaikkan lagi menjadi Rp3000 dan Rp6000.
Dasar Pengenaan Pajak

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

Rp 1.000

Rp 1.000

Rp 1.000

Rp 1.000

2.Tarif Proporsional Atau Sebanding

Tarif proporsional atau sebanding adalah tarif pajak yang merupakan persentase yang tetap, tetapi
jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional atau sebanding dengan dasar pengenaan
pajaknya. Contoh: Tarif PPN 10%.

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000
10%

10%

10%

10%

Rp 1.000.000

Rp 2.000.000

Rp 3.000.000

Rp 4.000.000

3.Tarif Progresif

Tarif progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajak
meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahaan
dasar pengenaan pajaknya. Tarif progresif ini dapat dibedakan menjadi tiga, adalah sebagai berikut:

1.Tarif progresif-proporsional.

2.Tarif progresif-progresif.

3.Tarif progresif-degresif.

a.Tarif Progresif-Proporsional

Tarif progresif-proporsional adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan dan tarifnya sama besar. Jumlah pajak yang
terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya. Tarif
progresif-proporsional masih dapat dibagi menjadi dua, yaitu tarif progresif-proporsional absolut dan
tarif progresif-proporsional berlapisan.

Contoh: Tarif Progresif-Proporsional Absolut

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak

Peningkatan Tarif

Jumlah Pajak
Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000= 10%

s.d. Rp 20.000.000= 15%

s.d. Rp 30.000.000= 20%

di atas Rp 30.000.000= 25%

5%

5%

5%

Rp 1.000.000 (10.000.000 x 10%)

Rp 3.000.000 (20.000.000 x 15%)

Rp 6.00.000 (30.000.000 x 20%)

Rp 10.000.000 (40.000.000 x 25%)

Contoh Tarif Progresif-Proporsional Berlapisan.

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Peningkatan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000
Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000 = 10%

di atas Rp 10.000.000 s.d. Rp 20.000.000 = 15%

di atas Rp 20.000.000 s.d. Rp 30.000.000 = 20%

di atas Rp 30.000.000 = 25%

5%

5%

5%

Rp 1.000.000 (10.000.000 x 10%)

Rp 2.500.000 (10.000.000 x 10% + 10.000.000 x 15%)

Rp 4.500.000 (10.000.000 x 10% +

10.000.000 x15%+10.000.000 x 20%)

Rp 7.000.000 (10.000.000 x 10% +

10.000.000 x15%+10.000.000 x 20% + 10.000.000 x 25%)

b. Tarif Progresif-Progresif

Tarif Progresif-Progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan tarifnya semakin besar. Jumlah pajak yang terutang akan
berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya. Tarif progresif-
progresif masih dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tarif progresif-progresif absolut dan tarif
progresif-progresif berlapisan.

Contoh: Tarif Progresif-Progresif Absolut


Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak

Peningkatan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000= 10%

s.d. Rp 20.000.000= 15%

s.d. Rp 30.000.000= 25%

di atas Rp 30.000.000= 40%

5%

10%

15%

Rp 1.000.000 (10.000.000 x 10%)

Rp 3.000.000 (20.000.000 x 15%)

Rp 7.500.000 (30.000.000 x 25%)

Rp 16.000.000 (40.000.000 x 40%)

Contoh Tarif Progresif-Progresif Berlapisan.

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Peningkatan Tarif

Jumlah Pajak
Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000 = 10%

di atas Rp 10.000.000 s.d.

Rp 20.000.000 = 15%

di atas Rp 20.000.000 s.d.

Rp 30.000.000 = 25%

di atas Rp 30.000.000 = 40%

5%

10%

15%

Rp 1.000.000 (10.000.000 x 10%)

Rp 2.500.000 (10.000.000 x 10% + 10.000.000 x 15%)

Rp 5.000.000 (10.000.000 x 10% +

10.000.000 x15%+10.000.000 x 25%)

Rp 9.000.000 (10.000.000 x 10% +

10.000.000 x15%+10.000.000 x 25% + 10.000.000 x 40%)


c. Tarif Progresif Degresif

Tarif Progresif Degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan tarifnya semakin kecil . Jumlah pajak yang terutang akan
berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya. Tarif progresif-
degresif dapat dibagi dua, yaitu tarif progresif-degresif absolut dan tarif progresif-degresif berlapisan.

Contoh: Tarif Progresif-Degresif Absolut

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak

Peningkatan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000= 10%

s.d. Rp 20.000.000= 25%

s.d. Rp 30.000.000= 35%

di atas Rp 30.000.000= 40%

15%

10%

5%

Rp 1.000.000 (10.000.000 x 10%)

Rp 5.000.000 (20.000.000 x 25%)

Rp 10.500.000 (30.000.000 x 35%)

Rp 16.000.000 (40.000.000 x 40%)

Contoh Tarif Progresif-Degresif Berlapisan.


Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Peningkatan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000 = 10%

di atas Rp 10.000.000 s.d. Rp 20.000.000 = 25%

di atas Rp 20.000.000 s.d. Rp 30.000.000 = 35%

di atas Rp 30.000.000 = 40%

15%

10%

5%

Rp 1.000.000 (10.000.000 x 10%)

Rp 3.500.000 (10.000.000 x 10% + 10.000.000 x 25%)

Rp 7.000.000 (10.000.000 x 10% +

10.000.000 x25%+10.000.000 x 35%)


Rp 11.00.000 (10.000.000 x 10% +

10.000.000 x25%+10.000.000 x 35% + 10.000.000 x 40%)

4.Tarif Degresif

Tarif Degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajakanya
meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan
dasar pengenaan pajaknya.

Tarif degeresif ini dapat dibedakan menjadi 3, adalah sebagai berikut:

1.Tarif degresif-proporsional.

2.Tarif degresif -progresif.

3.Tarif degresif -degresif.

a. Tarif Degeresif Proporsional

Tarif degresif proporsional adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya sama besar. Jumlah pajak yang terutang
akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya. Tarif degresif –
proporsional masih dapat dibagi menjadi dua, yaitu tarif degresif-proporsional absolut dan tarif degresif-
proporsional berlapisan. Dalam praktiknya tarif degresif ini tidak digunakan karena tidak memenuhi
asas keadilan.

Contoh: Tarif Degresif-Proporsional Absolut

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak

Penurunan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000
Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000= 25%

s.d. Rp 20.000.000= 20%

s.d. Rp 30.000.000= 15%

di atas Rp 30.000.000= 10%

5%

5%

5%

Rp 2.500.000 (10.000.000 x 25%)

Rp 4.000.000 (20.000.000 x 20%)

Rp 4.500.000 (30.000.000 x 15%)

Rp 4.000.000 (40.000.000 x 10%)


Contoh: Tarif Degresif-Proporsional Berlapisan

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Penurunan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000 = 25%

di atas Rp 10.000.000 s.d. Rp 20.000.000 = 20%

di atas Rp 20.000.000 s.d. Rp 30.000.000 = 15%

di atas Rp 30.000.000 = 10%

5%

5%

5%

Rp 2.500.000 (10.000.000 x 25%)

Rp 4.500.000 (10.000.000 x 25% + 10.000.000 x 20%)

Rp 6.000.000 (10.000.000 x 25% +


10.000.000 x20%+10.000.000 x 15%)

Rp 7.000.000 (10.000.000 x 25% +

10.000.000 x20%+10.000.000 x 15% + 10.000.000 x 10%)

b. Tarif Degresif Progresif

Tarif degresif progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya semakin besar. Jumlah pajak yang terutang
akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.Tarif degeresif-
progresif masih dapat dibagi menjadi dua yaitu tarif degresif proporsional absolut dan tarif degresif
progresif berlapisan.

Contoh: Tarif Degresif-Progresif Absolut

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak

Penurunan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000= 40%

s.d. Rp 20.000.000= 35%

s.d. Rp 30.000.000= 25%

di atas Rp 30.000.000= 10%

5%

10%
15%

Rp 4.000.000 (10.000.000 x 40%)

Rp 7.000.000 (20.000.000 x 35%)

Rp 7.500.000 (30.000.000 x 25%)

Rp 4.000.000 (40.000.000 x 10%)

Contoh: Tarif Degresif-Progresif Berlapisan

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Penurunan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000 = 40%

di atas Rp 10.000.000 s.d. Rp 20.000.000 = 35%

di atas Rp 20.000.000 s.d. Rp 30.000.000 = 25%

di atas Rp 30.000.000 = 10%

5%

10%
15%

Rp 4.000.000 (10.000.000 x 40%)

Rp 7.500.000 (10.000.000 x 40% + 10.000.000 x 35%)

Rp 10.000.000 (10.000.000 x 40% +

10.000.000 x35%+10.000.000 x 25%)

Rp 11.000.000 (10.000.000 x 40% +

10.000.000 x35%+10.000.000 x 25% + 10.000.000 x 10%)

b. Tarif Degresif Degresif

Tarif degresif degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya semakin kecil. Jumlah pajak terutang akan
berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya. Tarif degresif-
degresif masih dapat dibagi menjadi dua, yaitu tarif degresif-degresif absolut dan tarif degresif degresif
berlapisan.

Contoh: Tarif Degresif-Degresif Absolut

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak

Penurunan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000= 40%

s.d. Rp 20.000.000= 25%

s.d. Rp 30.000.000= 15%

di atas Rp 30.000.000= 10%


-

15%

10%

5%

Rp 4.000.000 (10.000.000 x 40%)

Rp 5.000.000 (20.000.000 x 25%)

Rp 4.500.000 (30.000.000 x 15%)

Rp 4.000.000 (40.000.000 x 10%)

Contoh: Tarif Degresif-Degresif Berlapisan

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Penurunan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

s.d. Rp 10.000.000 = 40%

di atas Rp 10.000.000 s.d. Rp 20.000.000 = 25%

di atas Rp 20.000.000 s.d. Rp 30.000.000 = 15%

di atas Rp 30.000.000 = 10%


-

15%

10%

5%

Rp 4.000.000 (10.000.000x 40%)

Rp 6.500.000 (10.000.000 x 40% + 10.000.000 x 25%)

Rp 8.000.000 (10.000.000 x 40% +

10.000.000 x25%+10.000.000 x 15%)

Rp 9.000.000 (10.000.000 x 40% +

10.000.000 x25%+10.000.000 x 15% + 10.000.000 x 10%)

Disamping tarif-tarif diatas, masih ada yang disebut tarif bentham atau sistem bentham yaitu tarif pajak
yang memodifikasi tarif proporsional dengan memberikan jumlah tertentu sebagai batas tidak kena
pajak yang dikenakan pajak, pajak hanya dikenakan atas jumlah yang melebihi batas tidak kena pajak.
Kalau diperhatikan secara saksama tarif ini akan menghasilkan tarif efektif yang berbeda-beda. Tarif
efektif tidak pernah mencapai tarif pajak yang ditentukan tetapi semakin mendekati kalau objek
pajaknya semakin besar.

Contoh: Tarif Bentham

Objek Pajak

Batas TidakKena Pajak

Dasar Pengenaan pajak

Tarif pajak

Jumlah Pajak

Tarif Efektif

Rp 5.000.000
Rp 10.000.000

Rp 20.000.000

Rp 30.000.000

Rp 40.000.000

Rp 5.000.000

Rp 5.000.000

Rp 5.000.000

Rp 5.000.000

Rp 5.000.000

Rp 5.000.000

Rp 15.000.000

Rp 25.000.000

Rp 35.000.000

10%

10%

10%

10%

10%

Rp 500.000

Rp 1.500.000

Rp 2.500.000

Rp 3.500.000

0%
5%

7,5%

8,33%

8,75%

Sistem ini di indonesia diadaptasi dalam pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan atas tanah dan
bangunan.

C.Sistem Tarif

Setiap negara akan menentukan sendiri sistem tarif pajak yang akan diterapkan di negaranya masing-
masing, di Indonesia, untuk Pajak Penghasilan menggunakan tarif progresif, Pajak Pertambahan Nilai
menggunakan tarif proporsional, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan menggunakan tarif bentham, dan lain lain.

Dalam bea cukai diterapkan tarif tetap atau tarif priporsional. Ada tarif yang disebut tarif ad valorem
dan tarif spesifik. Di samping itu, tarif bea masuk juga terikat pada perjanjian GATT ( General Agreement
and Trade and Tariffs), suatu konvensi internasional. Di atas tarif yang ditentukan dalam GATT itu masih
ada tambahan tambahan yang ditentukan oleh pemerintah misalnya bea masuk tambahan. Tarif ad
valorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang ditetapkan pada harga atau nilai barang.

Contoh: PT ABC mengimpor barang "Y" sebanyak 150 unit dengan harga per unit Rp2.000.000, jika tarif
bea masuk atas impor barang tersebut 20%, maka besarnya bea masuk yang harus dibayar adalah
sebagai berikut.

Nilai barang impor = 150 x Rp2.000.000. = Rp300.000.000

Tarif = 20℅

Bea masuk yang harus dibayar = Rp60.000.000

Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau satuan
jenis barang tertentu.
Contoh: PT ABC mengimpor barang "Y" sebanyak 150 unit dengan dan harga per unit Rp2.000.000, jika
tarif bea masuk atas impor barang tersebut Rp2.000 per unit, maka besarnya bea masuk yang harus
dibayar adalah sebagai berikut.

Jumlah barang impor = 150 unit

Tarif. = Rp2.000

Bea masuk yang harus dibayar = Rp300.000

D.Kebijakan Tarif

Text Box: 11Kebijakan Tarif pajak mempunyai hubungan erat dengan fungsi pajak dalam masyarakat,
yaitu fungsi budgeter dan fungsi mangatur ( regulerend ). Untuk menentukan hal ini kebijaksanaan
pemerintah memegang peranan yang sangat penting. Sudah barang tentu pajak adalah alat utama untuk
memasukkan uang ke dalam kas negara yang sangat diperlukan untuk membiayai pengeluaran negara.
Undang-undang pajak dibuat terutama dengan maksud untuk memasukkan uang dalam kas negara.
Tujuan untuk mengatur biasanya merupakan tujuan sampingan. Tujuan sampingan ini berdasarkan
alasan dan mempunyai berbagai maksud yang ingin dicapai oleh pemerintah, seperti umpamanya untuk
menarik investasi baik berupa penanaman modal asing atau modal dalam negeri, untuk
mengembangkan pasar modal, untuk menghambat penggunaan alkohol, atau melindungi (proteksi)
produksi dalam negeri dan lain lain.

Pemerintah untuk mecapai tujuannnya, baik yang bersifat politis maupun yang bukan politis,
menggunakan kebijakan tarif dengan mengkombinasikan penggunaan tarif pajak tinggi dan tarif rendah
(atau 0%). Walaupun itu merupakan kebijaksanaan, tetapi karena tarif termasuk ketentuan material,
maka tarif harus dimuat dalam undang-undang, kecuali jika undang-undang memberi kuasa kepada
pemerintah atau Menteri Keuangan ( delegation of aothority ).

Besarnya tarif menentukan besarnya jumlah pajak yang menjadi beban Wajib Pajak sekaligus jumlah
penerimaan negara dari pajak. Tapi besarnya pajak tidak selalu menjadi beban Wajib Pajak, karena
dalam pajak tidak langsung, beban pajak dapat dilimpahkan/ digeserkan kepada orang lain ( tax shifting).
Pelimpahan/ pergeseran pajak ( tax shifting) dapat dibagi menjadi dua yaitu pergeseran ke depan
( forward shifting) dan pergeseran ke belakang ( backward shifting ).

Pergeseran ke depan (forward shifting) adalah pergeseran yang searah dengan arus barang yaitu dari
hulu ke hilir ( produsen ke konsumen), pergeseran ini bersifat menaikkan harga barang, sehingga pajak
yang telah dibayar oleh produsen digeserkan ke konsumen ( contohnya PPN ). Pergeseran ke belakang
(backward shifting) adalah pergeseran yang berlawanan dengan arus pergeseran ini bersifat tidak
menaikkan harga barang, sehingga pajak yang telah dibayar oleh produsen digeserkan kepada penjual
bahan yang digunakan dalam produksi atau melakukan efisiensi termasuk efisiensi tenaga kerja.
Tarif pajak juga dapat digunakan untuk tujuan politis misalnya digunakan dalam rangka pemilihan umum
oleh partai partai partai politik peserta pemilihan umum dengan memberikan janji-janji jika terpilih
nantinya ( terutama di negara negar maju). Di samping itu, dalam perjanjian-perjanjian pajak bilateral
maupun multilateral ada kalanya juga mengandung muatan politis

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tarif pajak digunakan dalam penentuan besarnya pajak yang terutang guna menentukan rasa keadilan
dalam pemungutan pajak bagi Wajib Pajak sesuai yang tercantum dalam undang-undang yang berlaku.
Di samping itu, tarif pajak juga digunakan sebagai alat politis, alat pendorong ekonomi, alat penunjang
pembangunan, serta alat pencegahan. Tarif Pajak dibedakan sesuai dengan jenis-jenis pajaknya, jadi
setiap jenis pajak juga memiliki tarifnya sendiri.

B. Saran

Berikut ini saran untuk Tarif Pajak yang berlaku, khususnya tarif pajak di Indonesia, antara lain :

1. Diharapakan penentuan tarif dan pembuatan tarif pajak lebih berdasar pada rasa keadilan.

2. Diharapkan dalam prakteknya penetuan serta penghitungan jumlah pajak yang terutang, tidak
mengesampingkan fungsi hukum pajak berupa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
DAFTAR RUJUKAN

B.Ilyas, Wirawan dan richarcd Burton. 2013. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Suandy, Erly. 2014. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Supramonoi. 2010. Perpajakan Indonesia – Mekanisme dan Perhitungan. Penerbit Andi.

Masyahrul, Tony. 2005. Pengantar Perpajakan. Grasindo

Makalah Perpajakan "TARIF DAN HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK"

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Realita pemungutan pajak pasti akan menemui berbagai hambatan. Bagi sebagian orang dan pelaku
dunia usaha, pajak merupakan sebuah beban yang akan mengurangi pendapatan mereka. Penghindaran
dan perlawanan terhadap pemungutan pajak merupakan suatu bentuk hambatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas Negara. Bentuk perlawanan terhadap pajak terdiri dari
dua yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif. Besarnya utang pajak ditentukan oleh dua komponen
utama, yaitu jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak atau jumlah yang dikenai pajak (tax base) dan
tarif yang diteapkan terhadapnya (tax rates). Terlepas dari kesadaran kewargaan dan solideritas
nasional, juga terlepas dari pengertiannya tenyang kewajibannya terhadap negara, pada sebagian
terbesar diantara rakyat tidak akan pernah meresapkewajibannya membayar pajak sedemikian rupa,
sehingga memenuhinya tanpa merasa terpaksa. Bahkan bila ada kemungkinan sedikit saja, maka pada
umumnya mereka cenderung untuk meloloskan diri dari setiap pajak. Hal ini ternyata terjadi di setiap
negara dan sepanjang masa.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengenaan Tarif Pajak


Menurut Rismawati Sudirman, SE., M.SA. dan Antong Amiruddin, SE., M.Si di bukunya yang berjudul
Perpajakan Pendekatan Teori dan Praktik di Indonesia (Salemba Empat dua Media) mengemukakan
pengertian tarif pajak yaitu:Tarif pajak adalah ketentuan persentase (%) atau jumlah (rupiah) pajak yang
harus dibayar oleh Wajib Pajak sesuai dengan dasar pajak atau objek pajak. (2012:9)

Besarnya utang pajak ditentukan oleh dua komponen utama, yaitu jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak atau jumlah yang dikenai pajak (tax base) dan tarif yang diteapkan terhadapnya (tax
rates). Oleh karena itu, untuk menentukan besarnya pajak dapat digunakan rumus :

T = Tb X Tr

T adalah besarnya utang pajak (tax)

Tb adalah dasar pengenaan pajak (tax base)

Tr adalah tarif pajak (tax rates)

Dengan demikian, terhadap suatu obyek pajak yang nilai dasar pengenaannya sama akan dikenakan
utang pajak yang berbeda apabila tarif pajaknya berbeda, atau suatu obyek pajak yang nilai dasar
pengenaannya berbeda, dapat menghasilkan jumlah utang pajak yang sama apabila tarif yang
diterapkan berbeda pula. Ada beberapa macam tarif pajak, yaitu :

1. Tarif sebanding/proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah dikenai pajak sehingga besarnya pajak
yang terhutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Tarif Pajak yang berlaku untuk
Pajak Penghasilan di Indonesia adalah tarif progressif sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-
undang Pajak Penghasilan. Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai berlaku tarif pajak proporsional
yaitu 10%.

Contoh : Untuk pewnyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10%.

2. Tarif tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga
besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh :Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah
Rp.6.000,00

3. Tarif Progresif

Adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasar
pengenaan pajak.

Contoh :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

- sampai dengan Rp.25.000.000,00 5%

- di atas 25 juta sampai dengan 50 juta 10%

- di atas 50 juta sampai dengan 100 juta 15%

- di atas 100 juta sampai dengan 200 juta 25%

- di atas 200 juta 35%

Tarif progresif dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Tarif Progresif-Proporsional, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat
dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap.

· Contoh:

No.

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Kenaikan % Tarif

sampai dengan Rp10.000.000,00

15%

Di atas Rp10.000.000,00 s/d Rp25.000.000,00

25%
10%

di atas Rp25.000.000,00

35%

10%

Tarif Progresif-Proporsional pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung Pajak Penghasilan. Tarif
ini diberlakukan mulai tahun 1984 sampai dengan tahun 1994., dan diatur dalam Pasal 17 UU N0. 7
Tahun 1983.

b. Tarif Progresif-Progresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat
dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut juga semakin
meningkat.

· Contoh:

No.

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Kenaikan % Tarif

sampai dengan Rp25.000.000,00

10%

Di atas Rp25.000.000,00 s/d Rp50.000.000,00

15%

5%

di atas Rp50.000.000,00
30%

15%

Tarif Progresif-Progresif pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung Pajak Penghasilan. Tarif ini
diberlakukan mulai tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, dan diatur dalam Pasal 17 UU No. Tahun
1994. Mulai tahun 2001, tarif ini masih diberlakukan tetapi hanya untuk Wajib Pajak badan dan bentuk
usaha tetap, dengan perubahan pada dasar pengenaan pajak sebagai berikut:

No.

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Kenaikan % Tarif

sampai dengan Rp50.000.000,00

10%

Di atas Rp50.000.000,00 s/d Rp100.000.000,00

15%

5%

di atas Rp100.000.000,00

30%

15%

c. Tarif Progresif-Degresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat
denag meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut semakin menurun.

· Contoh:
No.

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Kenaikan % Tarif

Rp50.000.000,00

10%

Rp100.000.000, 00

15%

5%

Rp200.000.000,00

18%

3%

4. Tarif Decresif

Tarif Pajak DegresifTarif pajak degresif adalah persentase tarif pemungutan pajak yang
menggunakan persentase yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak
menjadi semakin besar.

Contoh : Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak

Penghasilan

Tariff pajak

s/d Rp 10,000,000.00

30%
Diatas Rp 10,000,000,00 s/d Rp. 50,000,000,00

28%

Diatas Rp. 50,000,000.00 s/d 100,000,000,00

26%

Diatas 100,000,000,00

24%

Tarif Degresif ( menurun ) terdiri dari 3 macam yaitu :

1. Degresif-Proporsional

2. Degresif-Degresif

3. Degresif-Progresf.

1. Degresif-Proporsional

Adalah tarif yang prosentasenya semakin menurun (kecil ) jika dasar pengenaan pajaknya meningkat,
dan besarnya penurunan dari tarifnya adalah sama besar.

Contoh:

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan Tarif Pajak yang terhutang

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Penurunan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

s.d Rp 10.000.000 = 25%

Rp 2.500.000

Rp 20.000.000
s.d Rp 20.000.000 = 20%

5%

Rp 4.000.000

Rp 30.000.000

s.d Rp 30.000.000 = 15%

5%

Rp 4.500.000

Rp 40.000.000

Diatas Rp 30.000.000 = 10%

5%

Rp 4.000.000

2. Degresif-Degresif

Adalah tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat, dan
besarnya penurunan tarifnya semakin kecil.

Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan Tarif Pajak yang terhutang

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

Penurunan Tarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

s.d Rp 10.000.000 = 40%

Rp 4.000.000

Rp 20.000.000

s.d Rp 20.000.000 = 25%


15%

Rp 5.000.000

Rp 30.000.000

s.d Rp 30.000.000 = 15%

10%

Rp 4.500.000

Rp 40.000.000

Diatas Rp 30.000.000 = 10%

5%

Rp 4.000.000

3. Degresif-Progresif

Adalah tarif pajak yang prosentasenya semakin kecil, jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan
besarnya penurunan tarifnya semakin besar.

Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan

Tarif Pajak yang terhutang

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak

PenurunanTarif

Jumlah Pajak

Rp 10.000.000

s.d Rp 10.000.000 = 40%

Rp 4.000.000

Rp 20.000.000

s.d Rp 20.000.000 = 35%


5%

Rp 7.000.000

Rp 30.000.000

s.d Rp 30.000.000 = 25%

10%

Rp 7.500.000

Rp 40.000.000

Diatas Rp 30.000.000 = 10%

15%

Rp 4.000.000

2.2 Perlawanan terhadap Pajak

Realita pemungutan pajak pasti akan menemui berbagai hambatan. Bagi sebagian orang dan pelaku
dunia usaha, pajak merupakan sebuah beban yang akan mengurangi pendapatan mereka. Penghindaran
dan perlawanan terhadap pemungutan pajak merupakan suatu bentuk hambatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas Negara.

Dari sisi ekonomi, pajak dapat dipandang sebagai sesuatu yang membebani, sesuatu yang dapat
mengurangi kemampuan atau daya beli masyarakat. Apabila pajak dipandang dari sudut ini saja, maka
pajak dapat dipandang sabagai sesuatu yang tidak menguntungkan. Sesuatu yang tidak menguntungkan
biasanya selalu ada upaya untuk menghindarinya. Banyak orang yang lebih mementingkan kepentingan
individu daripada kepentingan bersama, oleh karena itu menyebabkan kecenderungan seeorang merasa
berat memenuhi kewajiban pajaknya dan melakukan perlawanan. Perlawanan terhadap pajak dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Perlawanan Pasif

Perlawanan pajak jenis ini terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak.
Perlawanan ini tidak dilakukan secara aktif ataupun agresif oleh wajib pajak, melainkan sebaliknya.
Hambatan tersebut erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara. Perkembangan
intelektualitas dan pendidikan serta moral dari rakyat dan adanya sistem perpajakan yang tidak mudah
untuk diterapkan pada masyarakat yang bersangkutan. Sebagai contoh ada seorang wajib pajak yang
aktif membayar pajak sesuai ketentuan, akan tetapi wajib pajak tersebut melihat ada wajib pajak lain
yang tidak mau membayar pajak dan tidak ada tindakan atau sangsi yang dijatuhkan. Hal ini kemudian
menyebabkan keraguan dan keengganan wajib pajak yang lain untuk membayar pajak.

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus
dengan tujuan untuk menghindari pajak. Ada beberapa macam perlawanan aktif, yaitu :

A. Penghindaran diri dari pajak (misal, produk kosmetik dikenankan PPN dan PPn BM, maka orang
dapat menghindari pajak dengan tidak membeli atau memakainya)

B. Mengelakkan pajak (misal, agar tidak terkena bea masuk yang tinggi termasuk juga PPN dan PPn.
BM maka impor terhadap mobil mewah dilaporkan di dalam dokumen sebagai impor spareparts mobil
bekas, sehingga pajaknya rendah).

C. Melalaikan pajak (misal, tidak membayar pajak sebagaimana mestinya).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ada beberapa macam tarif pajak, yaitu :

1. Tarif yang sebanding (Proporsional)

Tarif dengan prosentase tunggal yang dikenakan terhadap suatu obyek pajak berapapun nilainya
(prosentase pajak tetap)

2. Tarif pajak yang meningkat (Progresif)

Tarif yang prosentase pengenaan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus dikenakan pajak.

Tarif progresif ini dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Tarif Proporsional Progresif

Jika prosentase pungutan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus dikenakan pajak.
Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu (kenaikan marginal) adalah tetap.

b. Tarif Degresif Progresif


Jika prosentase pemungutan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus dikenakan pajak.
Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu (kenaikan marginal) semakin menurun.

c. Tarif Progresif – Progresif

Tarif yang prosentase pemungutannya semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus dikenakan
pajak. Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu (kenaikan marginal), setiap kali selalu naik.

3. Tarif yang Tetap

Tarif yang besarnya tetap, tidak tergantung kepada suatu jumlah tertentu. Sebagai contoh adalah Bea
Materai untuk kwitansi setiap pembayaran yang berjumlah lima ribu rupiah atau lebih dikenakan bea
materai sepuluh rupiah.

Perlawanan terhadap pajak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Perlawanan Pasif

Perlawanan pajak jenis ini terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak.
Perlawanan ini tidak dilakukan secara aktif ataupun agresif oleh wajib pajak, melainkan sebaliknya.
Hambatan tersebut erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara.

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus
dengan tujuan untuk menghindari pajak.

DAFTAR PUSTAKA

http://elhasani.blogspot.com/2008/11/tarif-pajak.html

file.upi.edu/Direktori/.../HO_4_PAJAK.docx

http://ziajaljayo.blogspot.com/2012/02/tarif-pajak-degresif.html

Anda mungkin juga menyukai