Anda di halaman 1dari 12

1.

pajk peghasilan badan (pph badan)


A. pengertian

Pajak penghasian badan merupakan pajak yang dikenakan atas suatu perusahaan di mana
penghaslan yang dimaksud adalah setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh oleh wajip pajak badan ,baik dari dalam maupun luar negri,denagn keperluan apapun
termasuk misalnya menambah kekayaan ,komsumsi ,investasi dan lain sebagainya.

B. Subjek Pajak Badan

Subjek pajak baadn adalh setiap badan usaha yang kewajiban untuk membayar pajak, baik dalam
periode bulan maupun tahun dan disetor ke kas negara.

Berdasarkan undang undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KUP), yang termasuk dalam
pengertian Badan adalah sebagai berikut:

1. Perseroan terbatas
2. Peseroan lainya
3. Badan usaha milik neagara (BUMN)
4. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
5. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
6. Firma
7. Kongsi
8. Koperasi
9. dll

C. Objek PPh Badan

objek pajak badan adalh penghasilan yang diterima atau diperoleh badan .Bagi Subjek Badan dalam
negeri yang menjadi objek PPh adalah semua penghasilan baik dari dalam maupun dari luar negeri
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang PPh yang meliputi:

1. hadiah dari kegiatan dan penghargaan


2. LABA USAHA
3. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta (selain tanah dan bangunan).
4. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
5. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
6. Dividen.
7. dll

D. jenis Pajak Penghasilan Badan

Secara umum ada 2 jenis pajak yang harus di bayar dan dilaporkan oleh wajip pajak badan, yakni Pajak
Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
E. Peraturan Tentang Pajak Penghasilan Badan

Ada beberapa aturan yang berlaku mengenai pajak badan, antara lain:

1. UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Badan.

2. UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan.

3. peraturan pemerintah No. 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha
yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran Bruto tertentu.

F. Ketentuan Tarif PPh Badan

Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima ,baik orang pribadi maupun badan .Jika wajib
pajak memilih untuk tidak melakukan pembukuan, pkp akan dihitung berdasarkan nprma perhitungan
neto. Sebaliknya, jika wajib pajak melakukan pembukuan yang benar, penghitungan PKP dilakukan
berdasarkan catatan yang tertulis di pembukuan.

Normal perhitungan penghasilan neto yang dimaksud dapat anda lihat pada pasal 14 UU No. 36 Tahun
2008 tentang PPh. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, Norma Penghitungan Penghasilan
Neto dibagi dalam 2 jenis berdasarkan jumlah peredaran bruto, yaitu:

a. Peredaran Bruto hingga Rp50 Miliar

-penghasilan kotor (Bruto) Kurang dari Rp4,8 Miliar maka=50% x 25% x penghasilan kena pajak

-pengasilan kotor (Bruto) Lebih dari Rp4.8 Miliar s/d Rp50 Miliar maka =[(50%x25%) x penghasilan kena
pajak yang memperoleh fasilitas] + (25% x Penghasilan Kena Pajak tidak meperoleh fasilitas

b. Peredaran Bruto di atas Rp50 miliar

pph badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan dihitung berdasarkan ketentuan
umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Jadi dapat disimpulkan bahwa besar PPh badan tetap
adalah 25% x penghasilan kena pajak.

2.pajak peghasilan pasal 21


A.pengertian

Pph pasal 21 adalah pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasialan yang diterima oleh seorang
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya.

Perlakuan atas pph 21 sangat berpariasi tergantung pada jenis penghasilannya. Ada berbagai kategori
jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21, seperti:

1. Penghasilan bagi pegawai tetap


2. Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap
3. Penghasilan bagi bukan pegawai
4. Penghasilan yang dikenakan PPh 21 Final
5. Penghasilan Lainnya

B.Undang-Undang PPh 21

Hokum yang berlaku untuk pph pasal 21 dengan mengacu pada aturan-aturan yang terkait sebagai
berikut:

1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sampai Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan.
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 ttentang petunjuk pelaksanaan
pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan Orang
Pribadi.
3. Peraturan dirje pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan Orang Pribadi.
4. dll

C. Wajib Pajak PPh 21 (Peraturan Pajak Pasal 21)

Waajip pajak atas pph pasal 21 adalah pegawai ,penerima uang perseorangan, , tunjangan hari tua,
jaminan hari tua, ahli waris dan Wajib Pajak kategori bukan pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa. Wajib pajak yang dimaksud tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari akuntan, arsitek, pengacara,
dokter, konsultan, aktuaris, penilai, dan notaris.
2. Bintang film, pemain musik, penyanyi, pembawa acara, bintang iklan, bintang sinetron,
peragawan, kru film, sutradara, foto model, pelukis, pemain drama, penari, pemahat, dan
seniman lainnya.
3. olahragawan,pelatih, penyuluh, pengajar, penasihat, moderator, dan penceramah.
4. Peneliti, pengarang dan penerjemah.
5. DLL

D. Objek Pajak PPh Pasal 21

a. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

1. Penghasilan yang diterima pegawai tetap atau diperoleh ,baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima
pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
2. Penghasilan sehubung dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan
dengan pensiun yang diterima secara sekaligus uang perseorangan, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
3. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
4. DLL

E. Tarif PPh 21

Tariff pajak yang dimuat pada pph pasal 21 dibebankan kepada wajip pajak yang telah berpenghasialan.
Namun, sebelumnya Anda harus mengetahui terlebih dahulu tentang besaran Penghasilan Kena Pajak
(PKP) PPh Pasal 21 yang diatur dalam peraturan Direktorat Jenderal Pajak sebagai berikut.

1. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pendapatan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan
seperti yang termuat dalam PPh Pasal 21. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar Wajib Pajak beserta
keluarga, dalam satu tahun. Maka tidak termasuk dalam PPh Pasal 21.

Berdasarkan PMK No. 101/PMK. 010/2016, Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan apabila
penghasilan Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih dari Rp54.000.000,-. Objek Penghasilan Tidak
Kena Pajak dipaparkan sebagai berikut.

1. Rp54.000.000= untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi.


2. Rp4.500.000= tambahan untuk wajip pajak kawin.
3. Rp54.000.000= untuk istri yang memiliki jumlah penghasilan tersebut telah digabung dengan
penghasilan suami.
4. Rp4. 500.000= tambahan untuk setiap keluarga kandung serta keluarga dalam garis keturunan
serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap
keluarga.

F.Tarif Progresif PPh 21

Baerdasarkan pasal 17 Ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif
sebagai berikut:

1. Penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 = 5%.


2. Penghasilan Rp50.000.000 - Rp250.000.000 = 15%.
3. Penghasilan Rp250.000.000,- Rp500.000.000= 25%.
4. Penghasilan di atas Rp500.000.000= 30%.
Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif sebesar 20% lebih tinggi
daripada Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP.

3. Pajak Pengahasilan pasal 22


A. pengertian

Menurut uu pajak penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajakyang dilakukan satu pihak terhadap wajip pajak dan
berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

C.Tarif PPh Pasal 22

1. atas impor:
 yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
 non-API = 7,5% x nilai impor;
 yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5%
x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, karena itu PPh
Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.

Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar antara 0,25%-1,5%.

4.Pjaak penghasilan pasal 23


A. Pengertian

Pajak penghasilan pasal 23 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak penhasilan yang dikenakan atas
modal ,penyerahan jasa ,atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21

Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara pihak yang menerima penghasilan
(penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan.

B. Tarif PPh 23 dan Objeknya

Tariff pph pasal 23 dikenakan atas dasar pengenaan pajak (DPP)atau jumlah bruto dari penghasilan . Ada
dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh pasal 23
tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23 :

1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :

 Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti
 Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta
kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.

4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015.

5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.

C. Jenis Objek PPh 23

Objek pph pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya seperti
yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015. Berikut ini adalah daftar objek PPh Pasal 23, tarif
dan cara buat hitung,

Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut:

1. Penilai (appraisal)
2. aktuaris
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
4. HUKUM
5. arsitektur
6. perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7. DLL

5. Pajak pengahsilan pasal 24 (kredit pajak luar negri)


A. Pengertian

Pph pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak wajip pajak untuk
memfaatkan kredit pajak mereka diluar negri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di
Indonesia.

Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah
mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang
ingin dibayar di Indonesia.

Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak Indonesia adalah
sebagai berikut:

1. pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham
dan surat berharga lainnya.
2. Penghasilan berupa bungan, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda
bergerak.
3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.
4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.

B. Persyaratan Administratif Pengkreditan Pajak Luar Negeri

Seperti yang dikatakan pada pon sebelumnya, wajip pajak yang telah membayarkan pajaknya di luar
negeri, kemudian ingin mengkreditkanya diindonesia, terlebih dahulu harus menyampaikan
permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Permohonan kemudian dilaporkan bersamaan pada saat pelaporan SPT Tahunan dengan melampirkan
sejumlah dokumen yakni:

 Laporan keuangan dari luar negri


 Fotokopi spt (Tax Return) yang dilaporkan di luar negeri.
 Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Demi meringankan beban pajak penghasilan yang diperoleh di luar negeri, maka penghasilan yang
diterima di luar negeri bisa dikreditkan terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak
dalam negeri.

D.Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayarkan di Luar Negeri

Berikut ini poin-poin yang perlu Anda ketahui tentang mekanisme pengkreditan PPh yang dibayarkan di
luar negeri:

1. Pajak penghasilan yang terutang di luar negeri dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang di
Indonesia.
2. Pengkreditan pph yang dibayar di luar negri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia
3. Jumlah pph pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di
antara PPh yang dibayar atau terutang di luar negri dan jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh penghasilan kena pajak, atau
maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam
negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari luar negeri lebih besar dari jumlah Penghasilan
Kena Pajak)

6. Pajak penghasilan pasal 26


A. Pengertian

Menurut uu nomer 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap di (BUT) di
Indonesia.
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri
adalah:

1. Seorang individu yang tiadk bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau
berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. seorang individu yang tidak bertempat tinggaldi indonesia, individu yang tinggal di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau
berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak
melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya)
kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajipkan memotong pajak penghasilan Pasal 26 atas transaksi
tersebut.

B. tariff untuk pajak penghasilan pasal 26 (PPh Pasal 26)

Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:

1. deviden
2. bunga,termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman
3. ryolaliti,sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala
7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya
8. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:

1. Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.


2. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.

7. Pajak pertambahan nilai


A. Pengertian

Ppn adalah pajak yang dikenakan dalam setiap proses produksi maupun distribusi/pungutan terhadap
konsumsi Barang Kena Pajak/Jasa Kena pajak di dalam daerah Daerah Pabean. Itulah sebabnya kita
sering bersingungan dengan ppn dalam kehiduppan sehari-hari. Dalam PPN, pihak yang menanggung
beban pajak adalah konsumen akhir/pihak pembeli. Contohnya adalah pengenaan ppn saat berbelanja
di supermarket, Anda akan menemukan tulisan PPN dalam rincian angka struknya.

B. Tarif Pajak PPN


1. Tariff umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
2. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15%
sebagaimana diatur oleh pemerintah.

C. Rumus & Cara Perhitungan PPN

Perhitungan ppn yg terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan
Pajak (DPP). Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Contoh Kasus:

Seorang PKP bernama Gaby menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp25.000.000.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000

Ppn sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
Gaby.

8. Pajak penjualan atas baranf mewah (ppnbm)


A. Pengertian

Berdasarkan uu yang berlaku di, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang
dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barng tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

B. Prinsip dan Pertimbangan Pemungutan PPnBM / Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Berikut beberapa pertimbangan mengapa pemerintah Indonesia menganggap bahwa PPnBM sangatlah
penting untuk diterapkan:

1. Agar terciptakan keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan


rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
2. Untuk mengendalikan pola komsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
3. Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
4. Mengamankan penerimanaan negara

Prinsip Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ialah hanya 1 (satu) kali saja, yaitu pada saat:

1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah
Pemungutan pajak barang meawa ini sama sekali tidak memperhatikan siapa yang mengimpor maupun
seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor tersebut (lebih dari sekali atau hanya sekali
saja)

C.Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:

1. Barang yang merupakan barang kebutuhan pokok


2. Barang yang hanya dikomsumsi oleh masyarakat tertentu
3. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
4. Barang yang dikomsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial
5. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

D. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Menurut pasal uu nomer 42 Tahun 2009, tarif pajak penjualan atas banrang mewah ditetapkan paling
rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200% (dua ratus persen). Jika pengusaha
melakukan ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif
sebesar 0% (nol persen).

9.PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)


A.pengertian

Pajak bumi dan banguna adalah pemungtan atas tanah dan bangunan yang muncul karena adanya
keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan yang memiliki suatu hak
atasnya,atau memperoleh manfaat dari padanya

Jika dilihat dari sipatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Artinya,
besarab pajak terutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan
keadaan subjeknya tidak ikut menentukan besarnya barang.

B. Contoh objek bumi

1. sawah
2. Ladang.
3. Kebun.
4. tanah
5. pekarangan
6. Tambang.

Contoh objek bangunan:

1. Rumah tinggal
2. Bangunan usaha.
3. Gedung bertingkat
4. Pusat pembelanjaan
5. Pagar mewah.
6. Kolam renang.
7. Jalan tol.

C. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal berikut ini:

1. Mempunya ha katas bumi


2. Memperoleh manfaat atas bumi.
3. Memiliki bangunan
4. Menguasai bangunan
5. Memperoleh manfaat atas bangunan.

CONTOH LAPORAN KEUANG PERUSAHAAN DAGANG

Anda mungkin juga menyukai