Anda di halaman 1dari 24

MODUL 6

PAJAK PENGHASILAN DAN PAJAK INTERNASIONAL

Kelompok 1 :

Asdi Supriatno

Isak Panamuan
Kegiatan Belajar 1
PAJAK PENGHASILAN (PPh)

A. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN


Dalam Pajak Penghasilan yang menjadi Subjek Pajak adalah Orang Pribadi dan Badan
yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan disebut
sebagai Wajib Pajak. Subjek Pajak ini wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) setempat untuk memperoleh No. Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan memiliki
kewajiban membayar Pajak Penghasilan.
Menurut Pasal 2 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1983, Subjek Pajak terdiri atas berikut ini.
1. Orang pribadi.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
3. Badan.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
1. Subjek Pajak Dalam Negeri

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (3) UU PPh yang termasuk subjek pajak dalam negeri adalah
sebagai berikut.
a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.
b. Yang dimaksud adalah seseorang bertempat tinggal di Indonesia dan secara formalitas
dibuktikan berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
c. Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, maka orang pribadi tersebut termasuk sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
d. Orang Pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
e. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
f. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Pemajakan Subjek Pajak Dalam Negeri


Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPh dijelaskan bahwa Subjek Pajak dalam negeri:
a. dikenakan Pajak Penghasilan atas seluruh penghasilan, baik yang diterima dari dalam
negeri maupun luar negeri;
b. pada prinsipnya dikenakan atas dasar penghasilan neto dengan tarif umum;
c. wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Subjek Pajak Luar Negeri

Dalam Pasal 2 ayat (3) UU PPh yang termasuk dalam Subjek Pajak luar negeri adalah
sebagai berikut.
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
b. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

a. Objek pajak penghasilan


Penghasilan yang dimaksud dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apa pun.

b. Bukan objek pajak penghasilan

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2000, terhadap penghasilan-
penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikecualikan dari
pengenaan Pajak Penghasilan (bukan merupakan Objek Pajak).
Dikecualikan dari Pajak Penghasilan menurut ketentuan tersebut adalah
B. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh)

1. Jumlah Penghasilan yang menjadi Dasar Penghitungan Pajak


Yang dimaksud dengan jumlah penghasilan yang menjadi dasar penghitungan pajak
adalah jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam 1 tahun
pajak. Tahun pajak sesuai penjelasan Pasal 1 UU PPh adalah tahun takwim yang dimulai
dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
2. Tarif Pajak Penghasilan
Dalam upaya mencapai tingkat keadilan bagi Wajib Pajak, mereka yang mempunyai
kekuatan lebih akan dikenakan beban yang tinggi pula. Oleh karenanya, tarif yang
progresif merupakan tarif yang dapat diberlakukan terhadap upaya mencapai keadilan
pemungutan pajak.
C. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (Personal Exemption) dari seorang pegawai
dihitung berdasarkan penghasilan Netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Besarnya PTKP berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
137/KMK.03/2005 tanggal 30 Desember 2005 dan berlaku mulai tahun pajak 2006.
Ketentuan mengenai PTKP diatur dalam Pasal 7 UU PPh yang salah satunya adalah
memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan besarnya PTKP
dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi, moneter, dan kebutuhan pokok
setiap tahunnya.

D. PENGHASILAN KENA PAJAK


Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibedakan menjadi 5 kelompok sesuai dengan jenis Wajib
Pajak yang dikenai pajak, yaitu:
1. Wajib Pajak Badan
Wajib Pajak Badan diwajibkan untuk melakukan pembukuan dengan cara yang telah
ditetapkan dalam KUP. Oleh karena itu, setiap Wajib Pajak badan harus menghitung
Penghasilan Kena Pajak dengan metode Pembukuan. Penghasilan Kena Pajak untuk
Wajib Pajak ini sama dengan penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan
dikurangi dengan pengurang yang diperkenankan (sesuai Pasal 6 Ayat (1) UU PPh) dan
kompensasi kerugian (sesuai Pasal 6 Ayat (2) UU PPh).
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menyelenggarakan Pembukuan
Untuk wajib pajak orang pribadi yang menggunakan pembukuan, penghitungan Pajak
Penghasilannya sama dengan wajib pajak badan, tetapi masih dikurangi lagi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya PTKP yang boleh dikurangkan dari
penghasilan neto sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menggunakan Norma Penghitungan
Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran tertentu maka oleh Direktur Jenderal Pajak
diperkenankan menggunakan Norma Penghitungan sesuai pedoman. Pedoman ini
menentukan besarnya peredaran bruto dan besarnya penghasilan neto. Penggunaan
pedoman ini pada dasarnya dilakukan apabila:
a. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap;
b. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan
secara tidak benar.
c. Wajib Pajak orang pribadi tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan tentang
peredaran bruto sebagaimana diatur dalam UU KUP.
4. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha, yaitu melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia sama dengan
cara menghitung Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dalam negeri. Oleh
karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan maka
Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan perhitungan berdasarkan pembukuan.
Penghasilan Kena Pajak dihitung dengan penghasilan yang merupakan Objek Pajak
(sesuai Pasal 5 ayat (1) dikurangi dengan pengurang yang diperbolehkan (sesuai Pasal 6
ayat (1) dan (2)).
5. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Kewajiban Pajak Subjektifnya Hanya Meliputi
Sebagian Tahun Pajak
Dapat terjadi kemungkinan bahwa orang pribadi menjadi subjek pajak tidak dalam
jangka waktu satu tahun pajak penuh, misalnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak
pada pertengahan tahun pajak atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
pada pertengahan tahun pajak. Jangka waktu kurang dari satu tahun pajak tersebut
dinamakan bagian tahun pajak yang menggantikan tahun pajak.
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang
pajak dalam suatu bagian tahun pajak tersebut, dihitung berdasarkan penghasilan neto
yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang disetahunkan.
E. PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN
1. Pemotongan atau Pemungutan oleh Pihak yang Memberi/ Membayar Penghasilan
Bagi pihak penerima penghasilan, Pajak Penghasilan yang dipotong pihak lain merupakan
pajak pendahuluan (kecuali pajak final), dan dapat diperhitungkan dengan Kewajiban
Wajib Pajak sebagai pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan, antara lain berikut ini.
a. Pemotong PPh Pasal 21 UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran gaji,
upah, dan sejenis dalam hubungan kerja kepada orang pribadi.
b. Pemotong/pemungut PPh Pasal 22 UU PPh: apabila Wajib Pajak tertentu (termasuk
bendaharawan) melakukan penjualan atau pembelian barang.
c. Pemotong PPh Pasal 23 UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran bunga,
dividen, royalti (pasive income), sewa harta dan jasa kepada Wajib Pajak dalam
negeri.
d. Pemotong PPh Pasal 26 UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran
penghasilan kepada Wajib Pajak luar negeri.
e. Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran
penghasilan tertentu.
f. Pemotong PPh Pasal 15 UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran
penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu.
2. Pembayaran yang Dilakukan Sendiri oleh Wajib Pajak
Pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak merupakan pembayaran
pendahuluan atas Pajak Penghasilan yang terutang pada tahun yang bersangkutan. Adapun
yang termasuk dalam pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak antara lain berikut ini.
a. PPh Pasal 25 yang merupakan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan yang dilakukan
tiap-tiap bulan.
b. Pembayaran fiskal luar negeri.
c. PPh Pasal 29 yang terjadi apabila Pajak Penghasilan terutang 1 tahun pajak lebih besar
dai Pajak Penghasilan yang dipotong pihak lain dan pembayaran PPh Pasal 25 serta
fiskal luar negeri.
3. Pelaporan Pajak Penghasilan
Apabila subjek pajak, objek pajak, dan besarnya pajak penghasilan yang terutang telah
diketahui maka kewajiban perpajakan berikutnya adalah melaporkan penghitungan dan
pembayaran pajak penghasilan tersebut ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak
terdaftar. Adapun sarana untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran PPh tersebut
adalah Surat Pemberitahuan (SPT) yang terdiri dari Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) dan
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan).
Kegiatan Belajar 2
MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN

A. MEKANISME PEMBAYARAN PAJAK DALAM TAHUN


Pembayaran angsuran, pembayaran cicilan, atau pembayaran pendahuluan, oleh UU No. 7
Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan UU No. 38 Tahun
2009 ditetapkan istilahnya menjadi pembayaran pajak dalam tahun berjalan. Agar
pembayaran pajak dalam tahun berjalan mendekati jumlah pajak yang akan terutang untuk
tahun yang bersangkutan, maka pelunasan pajak dapat dilaksanakan melalui berikut ini.
1. Pembayaran Pajak dalam Tahun Berjalan Melalui Pihak lain
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pajak penghasilan terdapat beragam jenis pajak yang
harus dipotong yang memerlukan pemahaman yang cermat atas setiap jenis pajak agar tidak
terjadi salah penerapan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pihak lain adalah PPh
Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, dan PPh Pasal 4 ayat (2). Oleh karena itu,
perlu diperhatikan secara seksama bagaimana mekanisme pelunasannya.
a. Mekanisme pemungutan PPh Pasal 21
Pemotongan pajak oleh pihak lain dalam hal diperolehnya penghasilan oleh Wajib Pajak
dari pekerjaan, jasa atau kegiatan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU PPh ini
terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
b. Mekanisme pemungutan PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 pada prinsipnya merupakan penjualan atau pembelian
barang yang terkait dengan Badan Pemungut PPh Pasal 22 yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
c. Mekanisme pemungutan PPh Pasal 23
UU PPh1983 Pasal 23 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000
meminta kepada subjek pajak badan dalam negeri dan penyelenggara kegiatan untuk
memotong pajak penghasilan atas pembayaran yang berupa dividen, bunga, royalti, hadiah,
sewa, dan imbalan atas jasa.
d. Mekanisme pemungutan PPh Pasal 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. Untuk
meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari luar negeri maka besarnya pajak atas penghasilan wajib
pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dapat dikreditkan
terhadap total pada terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.
e. Mekanisme pemungutan PPh Pasal 26
Beberapa penghasilan yang terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan, yaitu sebagai
berikut.
1) Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium,
diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti,
sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, penghasilan sehubungan
dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
3) Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri
2. Pembayaran Pajak dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri
a. Pajak penghasilan Pasal 25
Pembayaran dalam tahun berjalan yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri melalui angsuran
setiap bulan dalam tahun pajak berjalan adalah pembayaran PPh Pasal 25 UU No. 7 Tahun 1983
sebagaimana telah kerap kali diubah dan terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000. Tujuan
pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksud untuk meringankan beban wajib pajak
dalam membayar pajak terutang.
b. Pajak penghasilan Pasal 21
Pembayaran pajak oleh wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan dari badan-badan yang tidak wajib melakukan pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh. Wajib
pajak ini, wajib memiliki NPWP dan melaksanakan sendiri penghitungan dan pembayaran
pajak penghasilan terutang dalam tahun pajak berjalan serta melaporkannya dalam SPT.
B. PEMBAYARAN PAJAK PADA AKHIR TAHUN
Pelunasan pajak pada akhir tahun yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Membayar pajak yang kurang disetor dengan menghitung sendiri jumlah pajak penghasilan
yang terutang untuk satu tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang
bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU PPh. Untuk pajak penghasilan Pasal 29
paling lambat disetor tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya, misalnya SPT Tahun 2006
terdapat PPh Pasal 21 kurang bayar sebesar Rp1.000.000,00, maka harus disetor paling lambat
tanggal 25 Maret 2007 ke bank persepsi atau kantor pos.
2. Membayar pajak yang kurang disetor karena menerima surat ketetapan pajak (SKPKB)
ataupun Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Mekanisme Pemungutan Pajak Akhir Tahun
Setiap berakhirnya tahun takwim (pajak), tepatnya tanggal 31 Desember, pada wajib pajak
melekat kewajiban untuk mengambil SPT PPh di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat
pendaftaran. Setelah SPT PPh diisi kepada wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
C. PAJAK PENGHASILAN FINAL
Pajak Penghasilan final sesuai Pasal 4 ayat (2) ini terdiri atas berikut ini.
1. Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2000 mengenai Pajak Penghasilan
atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
Pajak Penghasilan atas bunga deposito/tabungan, diskonto, SBI, dan Jasa Giro adalah Pajak
Penghasilan yang dikenakan terhadap perolehan penghasilan dari bunga deposito, tabungan,
dan diskonto SBI.
a. Besarnya pengenaan pajak penghasilan
Berikut adalah besarnya pengenaan pajak penghasilan.
1. Atas bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI dikenakan pajak sebesar 20% dari jumlah
bruto dan bersifat final. Pengenaan pajak ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap.
2. Atas bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI untuk Wajib Pajak luar negeri dikenakan
pajak sebesar 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku dan bersifat final.
b. Pengecualian
Dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan adalah sebagai berikut.
1. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan
tabungan serta diskonto SBI tersebut tidak melebihi Rp7.500.000,00 dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
2. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang
dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
Undang-undang No. Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kapling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
c. Surat Keterangan Bebas Pemotongan
Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak Penghasilan dapat diberikan atas bunga
deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan. Surat Keterangan Bebas pemotongan ini
diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Dana Pensiun tersebut terdaftar.
Permohonan SKB tersebut dapat diberikan untuk setiap deposito dan tabungan serta
diskonto SBI.
2. Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000 mengenai Pajak Penghasilan atas Hadiah
Undian
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari hadiah undian dengan nama dan dalam
bentuk apapun merupakan Objek Pajak Penghasilan. Dengan demikian apabila orang
pribadi atau badan menerima atau memperoleh penghasilan dari hadiah undian,
penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian penghasilan sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf b tertera “hadiah undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan”.

Besarnya pengenaan pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas
penghasilan berupa hadiah undian adalah sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah
undian. Adapun pertimbangan dikenakan sebesar 25% adalah dalam rangka
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak penghasilan berupa hadiah
undian dengan nama dan dalam bentuk apapun.

3. Peraturan Pemerintah No. 140 Tahun 2000 mengenai Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
Adapun pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Pengertian jasa
konstruksi ini juga berlaku bagi wajib pajak dengan status sebagai kontraktor maupun
sebagai subkontraktor.
a. Pelunasan pajak penghasilan
Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari jasa konstruksi dilunasi dengan:
1. dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan oleh pengguna
jasa.
2. dikenakan berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang- undang Pajak Penghasilan,
dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain pengguna jasa lainnya
3. dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada usaha kecil besertifikat dengan ketentuan
besarnya pajak penghasilan yang harus dipotong oleh pengguna jasa seperti badan pemerintah
4. dikenakan pajak yang bersifat final pada usaha kecil besertifikat sesuai dengan ketentuan besarnya
Pajak Penghasilan yang harus disetor sendiri,
b. Pengenaan pajak
Besarnya pengenaan pajak penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau
disetor sendiri oleh wajib pajak penyedia jasa yang bersangkutan ditetapkan seperti di bawah ini.
1. Sebesar 4% dari jumlah bruto yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan
konstruksi.
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan
konstruksi.
3. Sebesar 4% dari jumlah bruto yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pengawasan
konstruksi.
4. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2002 mengenai Pajak Penghasilan atas Bunga dan
Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan di Bursa Efek

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak penghasilan berupa bunga dan
diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek
dikenakan pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final kecuali bagi wajib pajak tertentu.
a. Pengenaan pajak
Besarnya pengenaan pemotongan Pajak Penghasilan ditentukan seperti di bawah ini.
1) Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bong)
2) Atas diskonto obligasi dengan kupon
3) Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupond bond)
b. Pengecualian
Adapun pihak-pihak yang menerima penghasilan berupa bunga dan diskonto obligasi
yang tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final.
c. Mekanisme pemungutan
Apabila wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang seluruh penghasilannya termasuk
penghasilan berupa bunga dan diskonto obligasi dalam suatu tahun pajak ternyata tidak
melebihi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), wajib pajak yang bersangkutan dapat
mengajukan permohonan pengembalian jumlah pajak yang telah dipotong (restitusi).
5. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2002 mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan
PPh atas sewa tanah dan/atau bangunan diatur dalam PP No. 29 Tahun 1996 jo. PP No. 5
Tahun 2002 tanggal 23 Maret 2002 dan KMK- 120/KMK.03/1/2002 tanggal 1 April 2002 dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Atas penghasilan sewa tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh Wajib Pajak orang
pribadi atau Wajib Pajak badan dikenakan tarif 10% dari Nilai Bruto Persewaan dan
bersifat final.
b. Pajak Penghasilan tersebut wajib dipotong oleh penyewa yang bertindak atau ditunjuk
sebagi Pemotong Pajak.
c. Dalam hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka PPh terutang wajib dibayar
sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan.
d. Nilai Bruto Penyewaan Tanah dan/atau bangunan termasuk biaya perawatan, biaya
pemeliharaan, biaya keamanan/fasilitas lain dan “service charge”, baik perjanjiannya
dipisah maupun disatukan dengan perjanjian sewa menyewa.
e. Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 adalah sewa tanah dan/atau bangunan
dengan cara sewa guna usaha dengan hak opsi (Capital Lease).
6. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2000 mengenai Pajak Penghasilan Perusahaan
Modal Ventura dari Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada
Perusahaan Pasangan Usahanya
Dalam rangka mendorong perkembangan perusahaan modal ventura dan sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 maka dipandang perlu untuk mengatur
ketentuan tersendiri tentang pajak penghasilan atas penghasilan perusahaan modal ventura
yang merupakan keuntungan karena transaksi penjualan saham atau pengalihan modal pada
perusahaan pasangan usahanya.
Adapun yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah perusahaan modal ventura, dan objek
pajaknya adalah penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan
sahan atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya yang memenuhi
syarat sebagai berikut.
a. Perusahaan kecil, menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, antara lain:
b. Perusahaan yang sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek.
Atas penghasilan perusahaan ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya sesuai tarif pada Pasal 4 ayat (2) adalah
0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal.
7. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1999 mengenai Pembayaran Pajak Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
Mekanisme Pembayaran.
Pembayaran Pajak Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dilakukan melalui
berikut ini.
1. Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah:
a. Badan Pemerintah;
b. subjek pajak badan dalam negeri;
c. penyelenggara kegiatan;
d. bentuk usaha tetap;
e. kerja sama operasi;
f. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; dan
g. orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. penyetoran dilakukan sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang
pribadi atau bukan Subjek Pajak.
8. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1997 mengenai Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
Dalam rangka mendorong perkembangan pasar modal dan untuk meningkatkan kepatuhan
wajib pajak maka atas penghasilan dari penjualan dalam di bursa efek yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final.
Mekanisme.
Adapun besarnya tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek di pungut sebesar 0.01% dari
nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996.
Penyetoran tambahan pajak penghasilan atas saham pendiri sebesar 0.05% dilakukan oleh saham
pendiri:
1. selambat-lambatnya 6 bulan setelah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1997,
apabila saham perusahaan telah diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah
ditetapkan;
2. selambat-lambatnya 1 bulan setelah saham tersebut di perdagangkan di bursa, apabila saham
perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek pada saat atau setelah Peraturan Pemerintah
ini ditetapkan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai