Anda di halaman 1dari 12

(TUGAS RESUME)

PAJAK PENGHASILAN FINAL


Pajak penghasilan (PPh) dikelompokkan menjdi PPh bersifat final dan tidak final. Pajak
penghasilan bersifat final adalah pajak penghasilan yang pengenaannya sudah final (berakhir)
sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun
pajak. Pajak penghasilan bersifat final dikelompokkan, yaitu:

1. PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima/diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu.

2. PPh Pasal 15 UU PPh untuk usaha tertentu. 3. PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh.

Beberapa jenis penghasilan yang PPhnya bersifat final dalam jenis pajak lain adalah:

1. PPh atas uang pesangon yang diterima sekaligus; uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua, dan sejenisnya yang diterima sekaligus; honorarium yang diterima pejabat
negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pensiunannya atas beban APBN/APBD, selanjutnya
diuraikan dalam PPh Pasal 21,

2. PPh atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas kepada penyalur atau agen
oleh produsen atau importirnya, selanjutnya diuraikan dalam PPh Pasal 22,

3. PPh atas penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap dan lain-lain.

 PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA /


DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Bersifat final yaitu untuk memberi kemudahan bagi Wajib Pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu dapat melakukan penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan tersebut dituang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.03/2018 ( PPh bersifat final 0,5%).

Objek Pajak, atas PPh bersifat final 0,5% adalah penghasilan usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri dengan penghasilan tertentu (peredaran bruto usaha tidak melebili Rp4,8
miliar dalam setahun).

Bukan Objek Pajak

Berikut penghasilan dari usaha yang tidak dikenai PPh bersifat final 0,5%:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, yaitu:

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron. bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan atau peragawati, pemain drama, dan penari.
c. Olah ragawan. Dan lain sebagainya.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang pajaknya terutang atau telah
dibayar di luar negeri.

3. Penghasilan yang telah dikenai PPh bersifat final.

4. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.


Wajib Pajak, yang dikenakan PPh bersifat final 0,5% adalah:

1. Wajib Pajak orang pribadi,


2. Wajib Pajak berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas yang
menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak.

Bukan Wajib Pajak, dari pengenaan PPh Final 0,5% adalah:

1. Wajib Pajak memilih untuk dikenai PPh secara umum (dikenai pajak berdasarkan tarif) Pasal
17 ayat (1) huruf a (orang pribadi), Pasal 17 ayat (2a) (badan dan bentuk usaha tetap) atau
Pasal 31E UU PPh (Wajib Pajak badan) dan wajib pajak, wajib menyampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak
2. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma, dibentuk oleh beberapa
Wajib Pajak orang pribadi (memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dan jasa
sehubungan pekerjaan bebas.
3. Wajib Pajak badan yang memperoleh fasilitas PPh berdasarkan:
a. Pasal 31A UU PPh (Wajib Pajak melakukan penanaman modal di bidang usaha atau
daerah tertentu),
b. Peraturan Pemerintah No. 94 tahun 2010 (penghitungan penghasilan kena pajak dan
pelunasan PPh dalam tahun berjalan).
4. Wajib Pajak berbentuk usaha tetap.

Jangka Waktu Pengenaan PPh Bersifat Final 0,5%

No. Jenis Wajib Pajak Jangka Waktu Paling Lama

1 Wajib pajak orang pribadi 7 Tahun

2 Wajib pajak badan (koperasi, persekutuan 4 Tahun


komanditer, firma)

3 Wajib pajak badan perseroan terbatas 3 Tahun

Peredaran Bruto Usaha

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pengenaan PPh bersifat final 0,5% berdasarkan jumlah peredaran
bruto usaha, yaitu tidak melebihi Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak. Jumlah tersebut memiliki
ketentuan:

1. Jumlah peredaran bruto dari tahun terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan.
2. Jumlah peredaran bruto merupakan penjualan bruto semua cabang.
3. Jumlah peredaran bruto merupakan penggabungan peredaran bruto usaha suami dan istri
apabila suami-istri menghendaki perjanjian pemisahan harga dan penghasilan secara tertulis
dan istrinya menghendaki memilih menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sendiri.
4. Jumlah peredaran bruto tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan
bebas.
5. Jumlah peredaran bruto tidak termasuk penghasilan diterima atau diperoleh di luar negeri
yang telah dibayar atau terutang di luar negeri.
6. Jumlah peredaran bruto tidak termasuk penghasilan yang telah dikenai PPh bersifat final.
7. Jumlah peredaran bruto tidak termasuk penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
8. Jumlah peredaran bruto usaha tahun ini digunakan untuk menentukan pengenaan PPh bersifat
final 0,5% tahun berikutnya.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Besar Tarif pajak, bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah 0,5%.

Dasar Pengenaan Pajak, yang digunakan untuk menghitung PPh bersifat final 0,5% adalah
peredaran bruto usaha setiap bulan (imbalan atau nilai berupa uang yang diterima atau diperoleh dari
usaha sebulan sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, atau potongan sejenis).

 TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN

Penyetoran PPh bersifat final 0,5% dapat dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak atau melalui
pemotongan /pemungutan yang telah ditunjuk sebagai Pemotong / Pemungut.

Penyetoran dan Pelaporan Pajak oleh Wajib Pajak Sendiri

1. Dilakukan setiap bulan sebesar 0,5% x peredaran bruto sebulan.


2. Penyetoran dilakukan pada setiap tempat usaha.
3. Penyetoran dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir. Melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
menggunakan surat setoran pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang sama dengan SSP
dan telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
4. Pelaporan pajak dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh paling lambat 20 hari
setelah masa pajak berakhir.
a. Wajib Pajak yang menyetor pajak dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh sesuai
dengan tanggal validasi NTPN yang tercantun.
b. Wajib Pajak yang telah menyetor pajak, tetapi di dalam SSP tidak mendapat validasi
NTPN wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak
sesuai tempat kegiatan usaha terdaftar.
5. Wajib Pajak orang pribadi atau badan akan melaporkan PPh tahunan (setiap tahun) dengan
menyampaikan SPT Tahunan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak. Atas penghasilan dari usaha
yang dikenai PPh bersifat final 0,5%:
a. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, dimasukkan pada Formulir 1770-III (lampiran III)
Bagian A Nomor 16 ("Penghasilan lain yang dikenakan pajak final/atau bersifat final").
b. Bagi Wajib Pajak badan, dimasukkan pada formulir 1771-IV (lampiran IV) Bagian A
Nomor 14... dengan menuliskan "Penghasilan usaha Wajib Pajak dengan peredaran bruto
tertentu.

Penyetoran dan Pelaporan Pajak Melalui Pemotongan / Pemungutan oleh Pemungut /


Pemotong

1.Penyetoran/pelunasan/pembayaran PPh bersifat final 0,5% dapat dilakukan melalui dan oleh
pemotongan/pemungutan Pajak.
2. Besarnya pajak yang dipotong adalah 0,5% dikalikan peredaran bruto setiap transaksi.
3. Pemotong/Pemungut tidak melakukan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 terhadap
Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan yang melakukan transaksi impor atau
pembelian barang selama Wajib Pajak yang bersangkutan menyerahkan fotokopi Surat
Keterangan.
4. Penyetoran pajak yang telah dipotong atau dipungut dilakukan paling lambat pada tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SSP atau sarana
administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP.
5. SSP (pada nomor 4) adalah bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang diberikan oleh
Pemotong/Pemungut kepada Wajib Pajak bersangkutan.
6. Pelaporan pajak dilakukan oleh Pemotong/Pemungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh
ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong/Pemungut Pajak terdaftar paling lambat 20 hari
setelah masa pajak berakhir.
 PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 15
Yang menyebutkan tentang penetapan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung penghasilan
neto bagi Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung dengan ketentuan umum sebagaimana diatur
dalam Pasal 16 UU PPh (cara penghitungan PPh secara umum).

Norma penghitungan khusus untuk Wajib Pajak tertentu dalam Pasal 15 UU PPh adalah:

1. perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional,


2. perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi;
perusahaan dagang asing,
3. perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and
transfer).

Pelaporan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15, yaitu:

1. imbalan yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dalam negeri.


2. imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang
termasuk penyewaan kapal laut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri.
3. Imbalan carter (sewa) kapal laut dan/atau pesawat udara yang dibayarkan/terutang kepada
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri.
4. imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang
termasuk carter (sewa) kapal laut dan/atau udara oleh perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan luar negeri.
5. imbalan carter (sewa) pesawat udara yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan
penerbangan dalam negeri.

Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan / Terutang kepada Perusahaan Pelayaran
Dalam Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen Pajak
Nomor SE-29/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib Pajak adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia dan melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan
baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.
Objek Pajak adalah penghasilan berupa imbalan yang diterima atau diperoleh
perusahaan pelayaran dalam negeri, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, baik dari
pengangkutan orang dan atau barang termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan
dari:
a. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia.
b. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia.
c. pelabuhan di luar Indonesia ke an di Indonesia.
d. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
2. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh adalah 1,2%.
Dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto (semua imbalan atau nilai pengganti
berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana diuraikan
dalam objek pajak).
3. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pelunasan PPh terutang dilakukan sebagai berikut:
a. Jika penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter dengan
pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib:
1) memotong PPh terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti,
2) memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran dalam
negeri (final) kepada pihak penerima atau memperoleh penghasilan menggunakan
bukti pemotongan PPh yang tersedia,
3) menyetor PPh yang dipotong tersebut ke kas negara melalui kantor pos atau bank
persepsi paling lambat 10 hari bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dengan menggunakan SSP.
4) melaporkan pajak yang telah dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15
dilampiri SSP dan Bukti Pemotongan PPh pelayaran dalam negeri (final).
b. Jika penghasilan diperoleh selain dari huruf a, Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam
negeri wajib:
1) menyetor PPh terutang ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling
lambat 15 hari bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan
dengan menggunakan SSP,
2) melaporkan pajak yang disetor ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 dilampiri SSP.

Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/ Terutang kepada Perusahaan Pelayaran
dan Penerbangan Luar Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/ KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak

Wajib Pajak adalah perusahaan pelayaran dan penerbangan yang berkedudukan di


luar negeri dan melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di indonesia.

Objek pajak adalah penghasilan berupa imbalan yang diterima atau diperoleh
perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri terkait pengangkutan orang dan atau barang
termasuk carter kapal laut dan atau udara.

2. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Tarif PPh adalah 2,64% .

Dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak perusahaan pelayaran dan atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan
atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

3. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan

Pelunasan PPh terutang, yaitu:

a. Penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carter, pihak yang membayar atau pihak
yang mencarter wajib:

1) memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/
nilai pengganti,

2) memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran


dan/atau penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan,
3) menyetor PPh yang terutang ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dengan menggunakan SSP,

4) melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal
15, dilampiri dengan SSP dan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri (final).

b. Penghasilan diperoleh selain dari perjanjian carter, Wajib Pajak perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan luar negeri wajib:

1) menyetor PPh yang terutang ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan SSP.

2) melaporkan PPh yang telah disetor tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak paling
lambat tanggal 20 setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15, dilampiri SSP.

Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/ Terutang kepada Perusahaan Penerbangan
Dalam Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen Pajak
Nomor SE-35/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak

Wajib Pajak adalah perusahaan penerbangan yang berkedudukan di Indonesia yang memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian carter. Sedangkan Objek Pajak adalah penghasilan berupa
imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan penerbangan dalam negeri berdasarkan
perjanjian carter.

2. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Tarif PPh adalah 1,8% .

Dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/ atau dari pelabuhan di Indonesia
ke pelabuhan di luar negeri.

3. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan

Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter sepanjang
pencarter adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri. Atas pemotongan tersebut pencarter
wajib:

a. memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan dengan menggunakan Bukti Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang
kepada perusahaan penerbangan dalam negeri,

b. menyetor PPh yang telah dipotong ke kas negara melalui Kantor Pos atau bankpersepsi
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya
imbalan atau nilai penggantian dengan menggunakan SSP.
c. melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15.

 PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 4 AYAT (2)


UU PPh

Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) yaitu:

1. penghasilan bunga deposito/tabungan yang ditempatkan di dalam negeri dan yang ditempatkan di
luar negeri, diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan jasa giro,

2. transaksi penjualan saham pendiri dan bukan saham pendiri,

3. bunga/diskonto obligasi dan surat berharga negara

4. hadiah undian

5. persewaan tanah dan/atau bangunan

6. jasa konstruksi, meliputi perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan


konstruksi

7. Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

8. bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota Wajib pajak orang pribadi

9. dividen yang diterima/diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan nomor
51/KMK.04/2001.

Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan "deposit on call", baik dalam mata uang rupiah atau asing (valuta
asing), yang ditempatkan atau diterbitkan oleh bank. Sedangkan Tabungan adalah simpanan pada
bank dengan nama apa pun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan berdasarkan syarat-syarat
tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank.

Wajib Pajak PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri serta
bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto
sertifikat Bank Indonesia.

Objek Pajak PPh ini adalah penghasilan berupa bunga atas deposito dan tabungan serta
diskonto SBI. Termasuk bunga adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan
yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia. Diskonto SBI adalah selisih antara nilai nominal dan harga jual
SBI yang dilakukan oleh Dana Pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Infonesia
kepada pihak lain yang bukan bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan
oleh Menteri Keuangan. Jika pihak lain menjual kembali SBI tersebut maka keuntungan yang
diperoleh diakui sebagai pengalihan harta yang tidak perlu dipotong PPh, tetapi wajib dilaporkan di
SPT Tahunan.

Tarif dan Dasar Pengenaan


Wajib Pajak Tarif Daftar Pengenaan Pajak

Jumlah bruto bunga deposito


Dalam negeri dan BUT 20% dan tabuangan serta diskonto
sertifikat bank indonesia.

20% atau sesuai tarif Jumlah bruto bunga deposito


Luar negeri selain BUT berdasarkan persetujuan dan tabuangan serta diskonto
penghindaran pajak berganda sertifikat bank indonesia.

Pemotong PPh

Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI adalah:

a. Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia.

b. Cabang bank luar negeri di Indonesia.

c. Bank Indonesia.

d. Dana Pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang
bukan bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri
Keuangan.

Dikecualikan dari Pemotongan PPh

Pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI tidak dilakukan terhadap:

a. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlahnya tidak
melebihi Rp7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)

b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri di Indonesia

c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan
sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah
susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dihuni sendiri.

Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 dan keputusan Menteri Keuangan Nomor
282/ KMK.04/1997.

Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan harga kurang dari 90%
dari harga saham pada saat penawaran umum perdana. Termasuk dalam pengertian saham pendiri
adalah:

a. saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum
perdana.
b. saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.

Tidak termasuk saham pendiri adalah:

a. saham yang diperoleh pendiri dari pembagian dividen dalam bentuk saham.

b. saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana yang berasal dari pelaksanaan hak
pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi, konversi, dan efek konversi lainnya.

c. saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksa dana.

Wajib Pajak dan Objek Pajak

Objek pengenaan pajak ini adalah transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia. Subjek pajak
ini adalah orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.

Tarif dan Dasar Pengenaan

Jenis transaksi Tarif Dasar pengenaan pajak

Semua transaksi penjualan saham 0,1 % Jumlah bruto nilai transaksi penjualan

Jumlah bruto nilai transaksi penjuakan,


kecuali penjualan saham sendiri oleh
0,1% dan +
Transaksi pemilik saham pendiri perusahaan modal ventura atas penyertaan
0,5%
modal kepada perusahaan pasangan
usahanya.

Tata cara pelunasan

Pelunasan pajak atas transaksi penjualan saham di bursa efek dilakukan dengan
pemungutan/pemotongan oleh penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat
pelunasan transaksi penjualan saham.

Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
07/PMK.011/2012.

Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan. Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi
dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.

Wajib Pajak PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri serta bentuk
usaha tetap yang menerima bunga obligasi termasuk diskonto obligasi. Objek pajak ini adalah
penghasilan berupa bunga obligasi termasuk diskonto obligasi.

Pemotong PPh

a. penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk atas bunga dan/atau
diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi,
dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi, dan
atau

b. perusahaan efek, diler, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga dan
diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.
Dikecualikan dari Pemotongan PPh

a. Wajib Pajak dana pensiun yang pendiriannya atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Penghasilan bunga obligasi yang diterima tidak dikenai PPh.

b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Penghasilan bunga obligasi yang diterima dikenai PPh umum, diatur dalam UU PPh.

Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2002 dan Keputusan Dirjen Pajak

Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau
diperoleh melalui undian.

Wajib Pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima hadiah undian. Objek
pajak ini adalah penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apa pun (dapat
berupa uang, barang, atau kenikmatan.

Tarif dan Dasar Pengenaan

Besarnya tarif PPh ini adalah 25% . Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto hadiah undian. PPh
terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.

Pemungut atau Pemotong

Pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian, baik orang pribadi atau badan,
kepanitiaan, organisasi maupun penyelenggara dalam bentuk apa pun yang telah mendapatkan izin
dari pihak yang berwenang termasuk pengusaha yang menjual barang/jasa yang memberikan hadiah
dengan cara diundi.

Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002, Keputusan Menteri Keuangan No.
120/KMK.03/2002, Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-227/PJ/2002.

Sewa atas tanah dan bangunanadalah persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko,
gudang, dan industri.

Wajib Pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan. Objek pajak ini adalah penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan industri.

Tarif dan Dasar Pengenaan Besarnya tarif 10%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan.

Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan

a. Atas penghasilan berupa sewa tanah dan bangunan yang diterima atau diperoleh dari penyewa
yang bertindak atau ditunjuk sebagai pemotong pajak, wajib dipotong pajak oleh penyewa.

b. Apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak, PPh yang terutang wajib dibayar sendiri oleh
orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan.

Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi


Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah disempurnakan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
187/PMK.03/2008.

Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Wajib Pajak ini adalah penyedia jasa konstruksi, yaitu orang pribadi atau badan termasuk bentuk
usaha tetap yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi, baik sebagai perencana
konstruksi, pelaksana konstruksi, pengawas konstruksi maupun sub-subnya. Objek pajak adalah jasa
berupa jasa perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.

Pajak Penghasilan atas Pengalihan Harta berupa Tanah dan/atau Bangunan

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, meliputi: penjualan, tukar-menukar, pelepasan
hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak yang
terkait.

Wajib Pajak PPh ini adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual bell atas tanah dan/atau bangunan.
Objek pajak PPh ini adalah penghasilan yang diperoleh/diterima orang pribadi atau badan karena
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau
bangunan.

Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
112 Tahun 2010.

Penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima
anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi
tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota.

Wajib Pajak adalah orang pribadi sebagai anggota koperasi yang mempunyai simpanan di koperasi
dan memperoleh/menerima bunga atas simpanannya. Objek Pajak adalah bunga simpanan yang
diterima oleh anggotanya. Tidak termasuk dalam bunga simpanan ini adalah bunga simpanan yang
diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari sisa hasil usaha.

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

a. sebesar 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000 (dua ratus empat
puluh ribu rupiah) per bulan,

b. sebesar 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari
Rp240.000 per bulan.

Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
111 Tahun 2010.

Dividen merupakan bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima oleh
pemegang saham atas kepemilikan saham dalam sebuah perseroan. Termasuk dividen dalam hal ini
adalah dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
Wajib Pajak adalah orang pribadi dalam negeri yang bertindak sebagai pemegang saham suatu
perseroan, pemegang polis suatu perusahaan asuransi, dan anggota koperasi yang menerima sisa hasil
usaha. Objek Pajak adalah dividen sebagaimana dijelaskan pada pengertian.

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Besarnya Pajak Penghasilan atas dividen yang diterima adalah 10%. Dasar pengenaan pajak ini adalah
jumlah bruto dividen.

Anda mungkin juga menyukai