Anda di halaman 1dari 5

Nama : Maely Mayza

Kelas : XI AKL 1
NO : 17
PP No.46 tahun 2013 berisi tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang
Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Dalam PP ini dipaparkan poin-poin sebagai berikut.
1. Besar penghasilan Wajib Pajak yang diperoleh dari usaha memiliki peredaran bruto
dibawah 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.
2. Omzet atau peredaran bruto yang dimaksud merupakan jumlah peredaran bruto semua
gerai, outlet, maupun counter atau semacamnya baik itu pusat ataupun cabang.
3. Ketentuan pembayaran pajak terutang harus dibayar sebesar 1% dari jumlah peredaran
bruto.
PP No.23 tahun 2018 berisi tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang
Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Adapun poin penting dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 ini adalah:

Perubahan Tarif PPh Final dari 1% menjadi


1. 0,5% Pasal 2 ayat (2)

Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final


sebesar 0,5% atas penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Sebelumnya tarifnya adalah sebesar 1% dari
peredaran bruto atau omset sesuai PP No. 46
Tahun 2013

2. PPh Final 0,5% Bersifat Pilihan Pasal 3 ayat (2)

Dalam PP Nomor 23 Tahun 2018, tariff PPh


Final ditentukan sebesar 0,5% dari peredaran
bruto atau omset. Dalam peraturan ini diberikan
pilihan atau opsional yaitu Wajib Pajak dapat
memilih apakah ingin dikenakan PPh Final tariff
0,5% dari Omset ataukah dikenakan PPh dengan
tariff sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17
ayat (2a), atau Pasal 31E UU No. 36 Tahun
2008.
 

Diberikannya opsi kepada Wajib Pajak untuk


memilih tariff yang akan dikenakan untuk
memberikan rasa keadilan bagi Wajib Pajak
yaitu:

a.     Bagi wajib pajak pribadi dan badan yang


belum dapat menyelenggarakan pembukuan
dengan tertib, pengenaan tarif PPh Final 0,5%
memberikan kemudahan bagi mereka untuk
melaksanakan kewajiban perpajakan.
Perhitungan pajak menjadi sederhana yakni
0,5% dari peredaran bruto/omzet. Namun,
penerapan PPh Final memiliki konsekuensi
yakni Wajib Pajak tetap harus membayar pajak
meski sedang dalam perusahaannya mengalami
kerugian.

b.     Sementara Wajib Pajak yang telah


melakukan pembukuan dengan baik dapat
memilih untuk dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E UU
No. 36 Tahun 2008 Konsekuensinya, pajak yang
harus disetorkan lebih besar dibandingkan
penyetoran pajak menggunakan tariff 0,5%.
Keuntungannya adalah apabila Perusahaan
mengalami kerugian, maka wajib pajak tidak
membayar pajak atau Nihil

Apabila Wajib Pajak memilih untuk dikenakan


pajak menggunakan tarif umum UU PPh, wajib
menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur
Jenderal Pajak dan untuk Tahun Pajak-Tahun
Pajak berikutnya tidak dapat dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini.

Pengenaan Tarif PPh Final 0,5% Berbatas


3. Waktu Pasal 5 ayat (1)

Bagi Wajib Pajak yang memilih dikenakan


Pajak Final dengan tariff 0,5% ini tetapkan batas
waktu dalam pengenaan pajaknya. Adapun
jangka waktu yang diberikan yaitu:

a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang


pribadi

b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak


badan berbentuk koperasi, persekutuan
komanditer, atau firma; dan

c. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan


berbentuk perseroan terbatas.

Apabila batas waktu tersebut telah berakhir,


maka Wajib Pajak dalam menghitung pajaknya
harus menggunakan tarif sesuai dengan Pasal 17
dan/atau Pasal 31E UU No. 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan

Wajib Pajak yang Dapat Memanfaatkan PPh


4. Final 0,5% Pasal 3 ayat (1)

Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan tariff


pph final 0,5% ini adalah wajib pajak yang
memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak yaitu:

a.     Wajib Pajak orang pribadi;

b.     Wajib Pajak badan berbentuk koperasi,


persekutuan komanditer, firma, atau perseroan
terbatas

Wajib Pajak yang Tidak Dapat Memanfaatkan


5. PPh Final 0,5% Pasal 2 ayat (3)

Adapun Wajib Pajak yang tidak dapat


memenfaatkan PPh Final 0,5% ini adalah :

a.     Wajib Pajak yang penghasilan yang


diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan
bebas, baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun
Wajib Pajak Badan.

b.     Wajib Pajak yang penghasilan yang


diterima atau diperoleh di luar negeri yang
pajaknya terutang atau telah dibayar di luar
negeri;

c.     Wajib Pajak yang penghasilan yang telah


dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan tersendiri

d.     Wajib Pajak yang penghasilan yang


dikecualikan sebagai objek pajak.

Wajib Pajak Suami Istri yang Pelaporan SPTnya


terpisah, Omsetnya Wajib Digabung terlebih
dahulu untuk mementukan apakah dapat
memanfaatkan PPh Final 0,5% ini atau tidak.
6. Apabila setelah digab Pasal 4 ayat (2)

Omset yang dilaporkan berdasarkan keseluruhan


omset dari USAHA termasuk omset dari
7. cabang-cabang. Paal 4 ayat (1)

Dasar Pengenaan Pajak adalah dari Omset


sebelum dikurangi potongan penjualan,
8. potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. Pasal 6 ayat (2)

1. Apa itu Laporan Keuangan Komersial?


Jawaban: Laporan keuangan komersial merupakan laporan yang disusun berdasarkan
standar-standar yang telah ditetapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang bersifat
netral atau tidak memihak.
2. Apa yang dimaksud Laporan Keuangan Fiskal?
Jawaban: Laporan keuangan fiskal merupakan laporan informasi akuntansi yang
dibuat untuk kepentingan perpajakan, penyajiannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku beserta aturan
pelaksanaannya.
3. Jelaskan pengertian dari Rekonsiliasi Fiskal.
Jawaban: Rekonsiliasi fiskal dapat didefinisikan sebagai salah satu cara untuk
mencocokkan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial yang
disusun berdasarkan sistem keuangan akuntansi dengan laporan keuangan yang
disusun berdasarkan sistem fiskal.
4. Apa yang dimaksud Koreksi Fiskal Positif?
Koreksi fiskal positif merupakan koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah
atau rugi fiskal berkurang, sehingga laba fiskal lebih besar dari laba komersial atau
rugi fiskal lebih kecil dari rugi komersial.
5. Apa yang dimaksud dengan Koreksi Fiskal Negatif?
Jawaban: Koreksi fiskal negatif merupakan koreksi fiskal yang mengakibatkan laba
fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah, sehingga laba fiskal lebih kecil dari laba
komersial atau rugi fiskal lebih besar dari rugi komersial.

Anda mungkin juga menyukai