Anda di halaman 1dari 6

Pajak Penghasilan (PPh) UMKM

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian di
Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2021, jumlah UMKM di
Indonesia mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai
Rp8.573,89 triliun. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan
menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total
investasi.

Pemerintah terus berupaya menjaga dan mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia. Salah
satu langkah yang diambil pemerintah adalah dengan memberikan insentif pajak kepada UMKM
dengan penurunan tarif PPh Final 1% menjadi 0,5% dan pembebasan PPh Final bagi pengusaha
dengan omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun.
Pajak UMKM sejatinya adalah PPh Pasal 4 ayat (2), yang praktiknya diatur lebih lanjut melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018). Berdasarkan peraturan tersebut,
pengusaha dengan peredaran bruto tertentu (UMKM) dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar
per tahun dikenakan tarif sebesar 0,5%. Berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan
(UU HPP) tahun 2021, diperjelas dengan PP No. 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan
di Bidang Pajak Penghasilan.

UMKM orang pribadi dengan omzet per tahun tidak melebihi Rp500 juta tidak dikenakan pajak
penghasilan final UMKM. Sebelumnya, fasilitas tersebut hanya dinikmati oleh wajib pajak orang
pribadi serta wajib pajak badan yang berbentuk koperasi, persekutuan comanditer (CV), dan
perseroan terbatas (PT), dengan omzet maksimal Rp 4,8 miliar. Kini, fasilitas ini bisa dinikmati
juga oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Badan Usaha Milik Desa Bersama
(BUMDesma). PP Nomor 55 Tahun 2022 merupakan salah satu aturan turunan atau aturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (UU HPP).

Rincian fasilitas PPh final UMKM Sebelumnya, ketentuan terkait pengenaan PPh final 0,5
persen untuk wajib pajak orang pribadi dan badan yang memiliki usaha dengan omzet maksimal
Rp 4,8 miliar sudah diatur pula dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
99/PMK.03/2018. PMK Nomor 99/PMK.03/2018 merupakan aturan pelaksanaan dari PP Nomor
23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Selain mengatur soal perluasan
penerima fasilitas PPh final 0,5 persen, PP Nomor 55 Tahun 2022 yang berlaku sejak
diundangkan pada 20 Desember 2022 ini juga mempertegas pemberian insentif tambahan bagi
wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha dengan omzet maksimal Rp 4,8 miliar.
Berdasarkan PP Nomor 55 Tahun 2022, wajib pajak orang pribadi yang memiliki omzet usaha
maksimal Rp 4,8 miliar juga bisa mendapat insentif tambahan berupa pembebasan PPh, yaitu
bagi mereka yang omzet usahanya maksimal Rp 500 juta dalam satu tahun pajak. Insentif ini
termaktub dalam Pasal 60 ayat (2) PP Nomor 55 Tahun 2022. Dengan demikian, fasilitas tarif
PPh final 0,5 persen hanya dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha
dengan omzet dalam satu tahun lebih dari Rp 500 juta dan maksimal Rp 4,8 miliar. Adapun
terkait pemberian fasilitas PPh final 0,5 persen bagi wajib pajak badan, PP Nomor 55 Tahun
2022 menetapkan besaran omzet maksimal Rp 4,8 miliar sudah mencakup peredaran bruto dari
cabang perusahaan. Dengan kata lain, besaran omzet dihitung secara konsolidasi. Sementara itu,
untuk wajib pajak orang pribadi yang telah menikah tetapi menghendaki perjanjian pisah harta
secara tertulis atau pasangannya memilih menjalankan sendiri hak dan kewajiban perpajakan,
besaran peredaran bruto untuk perhitungan fasilitas PPh final 0,5 persen dihitung berdasarkan
total penghasilan istri ditambah suami.
Pengecualian Tidak semua wajib pajak dengan omzet usaha maksimal Rp 4,8 miliar
mendapatkan fasilitas PPh final 0,5 persen ini. Beberapa jenis penghasilan dikecualikan dari
perhitungan akumulasi peredaran bruto (omzet). Beberapa penghasilan yang dikecualikan itu
antara lain:
a. Penghasilan yang diperoleh wajib pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas seperti tenaga ahli, pengacara, notaris, pemain musik, dan olahragawan.
b. Penghasilan dari luar negeri yang pajaknya telah dibayar di luar negeri.
c. Penghasilan yang telah dikenai PPh final sesuai ketentuan pajak tersendiri; dan
d. Penghasilan yang bukan objek pajak

Selain itu, tidak semua wajib pajak dengan peredaran bruto maksimal Rp 4,8 miliar bisa
mendapatkan fasilitas PPh final 0,5 persen. Mereka yang masuk pengecualian ini adalah: Wajib
pajak yang memilih menggunakan PPh berdasarkan Pasal 17 UU PPh. Wajib pajak badan
berbentuk CV atau firma yang dibentuk wajib pajak dengan keahlian khusus yang menyerahkan
pekerjaan bebas. Wajib pajak badan yang memperoleh fasilitas berdasarkan Pasal 31E UU PPh,
PP Nomor 94 Tahun 2010, serta Pasal 75 dan 78 PP Nomor 40 Tahun 2021. Khusus untuk wajib
pajak yang memilih dikenai PPh berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh, diharuskan menyampaikan
pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tentang
pilihannya ini. Untuk tahun-tahun pajak berikutnya, wajib pajak yang memilih dikenai PPh
berdasarkan Pasal 17 UU PPh tidak dapat beralih menggunakan fasilitas PPh final 0,5 persen
berdasarkan PP Nomor 55 Tahun 2022.
Waktu berlaku fasilitas Penggunaan fasilitas PPh final 0,5 persen bagi wajib pajak orang pribadi
dan wajib pajak badan beromzet maksimal Rp 4,8 miliar sesuai PP Nomor 55 Tahun 2022 ini
berlaku sementara. Ada jangka waktu berlaku. Untuk wajib pajak pribadi, jangka waktu berlaku
fasilitas ini adalah tujuh tahun sejak terdaftar. Adapun untuk wajib pajak badan
berbentuk koperasi, CV, Firma, BUMDes, dan BUMDesma, berlaku selama empat tahun.
Sementara itu, jangka waktu fasilitas untuk wajib pajak badan berbentuk PT hanya tiga tahun.
Seperti halnya bagi wajib pajak orang pribadi, masa berlaku fasilitas PPh final 0,5 persen untuk
wajib pajak badan beromzet maksimal Rp 4,8 miliar ini berlaku sejak terdaftar, kecuali bagi
wajib pajak BUMDes, BUMDesma, dan PT. Untuk BUMDes, BUMDesma, dan PT beromzet
maksimal Rp 4,8 miliar, fasilitas tetap dapat dinikmati sekalipun badan usaha ini sudah terdaftar
sejak sebelum terbit PP Nomor 55 Tahun 2022, terhitung sejak aturan berlaku. Jika jangka waktu
berlakunya fasilitas habis, penghitungan PPh terutang berikutnya akan kembali mengacu
ketentuan umum, yaitu Pasal 17 UU PPh. Cara pelunasan pajak Menggunakan fasilitas dari PP
Nomor 55 Tahun 2022, pembayaran PPh final 0,5 persen terutang untuk wajib pajak dengan
omzet di atas Rp 500 juta dapat dilakukan lewat dua pilihan cara, yaitu: Disetor sendiri setiap
bulan oleh wajib pajak yang memiliki usaha dengan omzet satu tahun maksimal Rp 4,8 miliar.
Dipotong atau dipungut setiap kali wajib pajak melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk
memungut atau memotong PPh final. Ketentuan lebih rinci mengenai mekanisme penyetoran
PPh final tidak diatur di dalam PP Nomor 55 Tahun 2022. Rinciannya akan dituangkan dalam
aturan teknis berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Untuk bisa dipotong atau dipungut
PPh final, wajib pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan kepada DJP. Nantinya,
DJP akan menerbitkan surat keterangan bahwa wajib pajak dikenai PPh final sesuai aturan ini.
Tata cara pengajuan permohonan surat keterangan juga akan diatur lebih detail di dalam PMK.
Ketentuan pengenaan PPh final 0,5% ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022
sebagai perubahan dari PP 23/2018. Bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang sudah
memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak 2018, masih punya kesempatan untuk
menggunakan skema ini hingga 2024.

WP Badan PT Tak Bisa Pakai PPh Final 0,5% Mulai 2021


Bagi Anda Wajib Pajak (WP) Badan atau perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) tidak
bisa lagi menggunakan perhitungan tarif PPh Final 0,5% untuk UMKM ini mulai 2021.
Hal ini dikarenakan masa berlaku penggunaan Pajak Penghasilan (PPh) Final dengan tarif 0,5%
untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bagi WP Badan berbentuk PT telah berakhir.
PPh Final untuk WP Badan PT Berakhir 2020
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Pengumuman Nomor PENG-10/PJ.09/2020 tentang
Batas Waktu Penerapan PPh Final Berdasarkan PP No. 23/2018 bagi WP Badan, mengingatkan
berakhirnya bagi WP Badan Perseroan Terbatas untuk bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5%.
Sesuai dengan Pasal 2 PP 23/2018, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP
dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final dalam
jangka waktu tertentu.
Salah satunya, WP Badan berbentuk PT MULYA MAKMURng sudah harus mengakhiri
menggunakan tarif PPh Final 0,5% ini hingga akhir 2020.
Sesuai Pasal 5 ayat (1) PP 23/2018 ini, jangka waktu tertentu pengenaan PPh bersifat final
dengan tarif 0,5% ini paling lama:
• 7 tahun bagi WP Orang Pribadi
• 4 tahun bagi WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
• 3 tahun bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5 persen bagi WP tersebut terhitung sejak:
• Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP tersebut
• Tahun Pajak berlakunya PP tersebut, bagi WP yang telah terdaftar sebelum berlakunya PP
ini
Dari ketentuan pasal yang mengatur jangka waktu pengenaan PPh Final dengan tarif 0,5 persen
yang dimulai sejak 2018, maka untuk WP Perseroan Terbatas sudah harus mengakhiri
penggunaan kemudahan tarif ini.
Lalu, setelah habisnya masa berlaku penggunaan tarif PPh Final ini WP Badan Perseroan
Terbatas akan dikenakan tarif PPh apa?
WP Badan Perseroan Terbatas akan Dikenakan Tarif ini
Dengan berakhirnya kemudahan penggunaan tarif PPh Final 0,5% bagi WP Badan Perseroan
Terbatas, maka Perusahaan PT harus mengikuti ketentuan tarif PPh normal.
Berapa tarif PPh Badan normal?
Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf b, UU No. 36/2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No.
7/1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), WP Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
(BUT) dikenakan tarif PPh sebesar 28%.
Dengan berakhirnya penggunaan tarif PPh Final di 2020, maka WP Badan akan dikenakan tarif
PPh normal yakni 25% dari Penghasilan Kena Pajak mulai 2021.

Contoh:
Perusahaan AAA milik Pak Kelik pada 2021 memiliki peredaran bruto Rp75.000.000.000
dengan jumlah penghasilan kena pajak sebesar Rp10.000.000.000.
Maka PPh Badan terutang Perusahaan AAA milik Pak Kelik ini adalah:
= (Tarif PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak)
= 25% x Rp10.000.000.000
= Rp2.500.000.000

Cara Hitung Pajak UMKM Berdasarkan Aturan Terbaru 2022


PP No. 23 tahun 2018 sebagai fasilitas pajak yang mendukung pelaku UMKM saat ini sudah
tidak berlaku (dicabut), namun PP 23 tahun 2018 ini dilakukan penyesuaian pajak untuk UMKM
dengan update ketentuan hingga tarif pajak yang berlaku bagi UMKM dan diatur
dalam Undang-undang No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan diperjelas
dengan PP No. 55 tahun 2022.

Contoh perhitungan dan penjelasan sesuai PP No. 55 Tahun 2022


Contoh Perhitungan UMKM untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya
tidak melebihi Rp4.800.000.000
Umumnya Wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha menghitung pajaknya
menggunakan UU PPH pasal 17 ayat (1) huruf a yang tentunya wajib pajak mencari opsi
lain/fasilitas bagi UMKM untuk meminimalisir beban pajak yang harus dibayar. PP No. 23 tahun
2018 yang saat ini telah dicabut dan digantikan dengan PP No. 55 Tahun 2022 adalah solusi
untuk wajib pajak yang melakukan kewajiban perpajakan. PP No. 55 tahun 2022 ini diperjelas
dan diperbarui untuk WP OP dalam UU HPP Bab III bagian pajak penghasilan pasal 7 ayat (2a),
yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.

Contoh Perhitungan
Tuan Luffi terdaftar di KPP Cilandak dan mempunyai kegiatan usaha berupa toko baju dengan
omzet bruto sepanjang tahun 2021 dicontohkan dalam tabel berikut serta perhitungan
pembayaran PPh final sebesar 0,5%.
Pembayaran
No Bulan Omzet peredaran usaha Bruto Pph final 0,5%
omzet
1. Januari 100.000.000 0
2. Februari 50.000.000 0
3. Maret 100.000.000 0
4. April 150.000.000 0
5. Mei 100.000.000 0
6. Juni 200.000.000 1.000.000
7. Juli 150.000.000 750.000
8. Agustus 20.000.000 100.000
9. September 80.000.000 400.000
10. Oktober 100.000.000 500.000
11. November 150.000.000 750.000
12. Desember 50.000.000 250.000
Jumlah 1.250.000.000 3.750.000

Contoh Perhitungan untuk Wajib Pajak Badan yang penghasilannya tidak melebihi
Rp4.800.000.000
Wajib Pajak Badan yang telah memenuhi kriteria juga bisa memanfaatkan PP No. 55 Tahun
2022, namun tidak ada pembebasan pajak atau batas penghasilan yang tidak dikenai pajak seperti
yang didapatkan oleh orang pribadi dengan penjelasan dalam aturan UU HPP Bab III bagian
pajak penghasilan pasal 7 ayat (2a). Hal ini menjadi opsi kedua selain UU Pph pasal 17 ayat (1)
huruf b dengan besaran tarif sebesar 22%.

Contoh Perhitungan
PT MULYA MAKMUR terdaftar menjadi wajib pajak badan tahun 2022 dan menjalankan
kegiatan usaha berupa jasa periklanan dan pemasaran. Peredaran usaha PT MULYA MAKMUR
pada tahun tersebut sebesar Rp4,500.000.000
Berikut perhitungan untuk pembayaran PPh Final sebesar 0,5%, yaitu:
No Bulan Omzet peredaran usaha Bruto Pembayaran Pph final 0,5% omzet
1. Januari 270.000.000 1.350.000
2. Februari 315.000.000 1.575.000
3. Maret 295.000.000 1.475.000
4. April 370.000.000 1.850.000
5. Mei 440.000.000 2.200.000
6. Juni 490.000.000 2.450.000
7. Juli 330.000.000 1.650.000
8. Agustus 360.000.000 1.800.000
9. September 375.000.000 1.875.000
10. Oktober 420.000.000 2.100.000
11. November 385.000.000 1.925.000
12. Desember 450.000.000 2.250.000
Jumlah 4.500.000.000 22.500.000

Anda mungkin juga menyukai