Anda di halaman 1dari 13



Sejak suaminya Ny.Ani ( TK/1 ) meningggal di tahun 2020, la
mulai berwirausaha dalam bidang konveksi dengan omzet
sekitar 15 juta perbulan. Konveksi yang dirintis merupakan
usaha perseorangan, dengan 5 pekerja, termasuk Ny. Ani dan
putranya.
Kategori UMKM didasarkan dari berapa besar jumlah omzet yang didapatkan
setiap tahunnya tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
UMKM

Skala Usaha Mikro Skala Usaha Kecil Skala Usaha Menengah


Kekayaan bersih/aset (tidak Kekayaan bersih/aset (tidak Kekayaan bersih/aset (tidak
termasuk tanah dan bangunan termasuk tanah dan bangunan termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha) maksimal tempat usaha) maksimal tempat usaha) maksimal
Rp.50.000.000 setahun >Rp.50.000.000–Rp.500.000.000. >Rp.500.000.000 –
Rp.10.000.000.000
Hasil penjualan/omzet maksimal Hasil penjualan/omzet maksimal Hasil penjualan/omzet maksimal
Rp.300.000.000 setahun >Rp.300.000.000 – >Rp.2.500.000.000 –
Rp.2.500.000.000 Rp.50.000.000.000
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, penggolongan UMKM
dibedakan berdasarkan jumlah aset dan total omzet penjualan, sedangkan menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) Indonesia, penggolongan tersebut termasuk jumlah karyawan.
Dalam Kasus Usaha Ny. Ani termasuk ke dalam Skala Usaha Mikro karena usaha
produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan.
Kriteria Usaha Mikro adalah:
• Memiliki karyawan kurang dari 4 orang.
• Kekayaan bersih/aset (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) maksimal
Rp.50.000.000 setahun.
• Hasil penjualan/omzet maksimal Rp.300.000.000 setahun
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto
tertentu. Pengusaha UMKM dikenakan PPh Final.
Awalnya Tarif PPh Final UMKM sesuai PP 46 Tahun 2013 adalah 1% dari omzet atau
peredaran bruto. Dengan munculnya jenis pajak UMKM yang diatur dalam PP 23/2018, maka
mencabut PP 46/2013. Dalam PP 23 Tahun 2018 ini, besar tarif PPh Final UMKM jadi lebih
rendah atau turun separuhnya dibanding PP 46 Tahun 2013.
Jadi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, UMKM dengan omzet
bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun dapat menggunakan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5%
dari penghasilan bruto.
Dari penjelasan di atas, maka pajak UMKM adalah pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan atau omzet/peredaran bruto usaha.

OBJEK PAJAK UMKM SUBJEK PAJAK UMKM


.
• Penghasilan dari usaha. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PP 23/2018, WP yang masih

• Peredaran bruto (omzet) setahun tidak boleh menikmati PPh Final 0,5% :
 WP Orang Pribadi
melebihi Rp. 4,8 miliar setahun, Omzet ditotal
 WP Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer,
dari seluruh gerai/outlet, baik pusat/cabang
CV, Firma dan PT yang memiliki/memperoleh penghasilan
tidak lebih dari Rp.4,8 miliar setahun.
dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 4,8 miliar
dalam satu tahun pajak (setahun).
Dalam aturan Pajak UMKM PPh Final PP No 23 Tahun 2018 ini dipungut/dipotong terhadap WP yang
sudah memiliki Surat Keterangan PP No 23 Tahun 2018. UMKM dapat menikmati tarif PPh Final 0,5% dari
omzet bruto sesuai dengan ketentuan penggunaan tarif PPh Final UMKM 0,5% PP 23/2018 adalah :
• 7 tahun untuk WP Orang Pribadi.
• 4 tahun untuk WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma.
• 3 tahun untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5% tersebut terhitung sejak:
• Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP 23/2018.
• Tahun Pajak berlakunya PP 23/2018, bagi WP yang terdaftar sebelum berlakunya PP ini.
Dalam peraturan terbaru mengenai PPh Final UMKM yang tertuang dalam Undang-Undang No. 7
Tahun 2021, UMKM dengan kriteria tertentu tidak dikenakan PPh Final artinya UMKM WP Pribadi yang
memiliki peredaran bruto tidak mencapai Rp. 500.000.000 atau di bawah Rp. 500.000.000 tidak
dikenakan PPh Final UMKM atau PPh Final PP 23 tahun 2018.
Melalui UU HPP ini, maka pemerintah meningkatkan jumlah peredaran bruto kena pajak.
Sehingga WP Pribadi pelaku usaha kelas menengah yang menggunakan tarif PPh Final PP 23 tahun
2018 akan membayar pajak penghasilan lebih kecil. Syarat pengenaan pajak usaha kecil menengah
tidak dikenai PPh Final UMKM sesuai UU HPP adalah :
 Jumlah peredaran bruto atau omzet bruto tidak sampai Rp. 500.000.000.
 Menghitung pajak penghasilan dengan menggunakan tarif PPh Final PP 23/2018.
Peredaran Bruto = Omzet
\ X 12 Bulan

= Rp. 15.000.000 X 12
= Rp. 180.000.000

PPh Final = Tarif PPh Final X Peredaran Bruto


= 0,5% x Rp. 180.000.000
= Rp. 900.000 setahun
atau
= Rp. 900.000 : 12 bulan
= Rp. 75.000 sebulan
Karena dalam UU HPP ditetapkan peredaran bruto Tidak Kena Pajak sebesar Rp. 500.000.000 maka
Ny. Ani tidak perlu membayar PPh Final sebesar Rp. 75.000 tersebut.
Ny.Ani telah memiliki NPWP sejak tahun 2018 dengan tujuan usaha, dan tercatat
di KPP Cibenying, karena rencana usaha belum terealisasi dan tidak memiliki
penghasilan, maka Ny.Ani tidak pernah melaksanakan kewajiban perpajakan.
Saat ini beliau berniat melaksanakan kewajiban perpajakan, untuk itu beliau
meminta saran saudara sebagai rekan yang dianggap ahli dalam bidang
perpajakan.
Kami akan mengecek terlebih dahulu, apakah NPWP Ny. Ani berstatus aktif atau Non –
Efektif.
• Jika WP yang tidak memiliki pekerjaan atau berpenghasilan di bawah PTKP tetapi NPWP
berstatus Non-Efektif, Ny. Ani tidak perlu melaporkan SPT Tahunan. Pasalnya, Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) telah dinonaktifkan sementara, sehingga tidak berkewajiban
melaporkan SPT Tahunan.
• Sebaliknya, jika WP tersebut tidak punya status Non-Efektif, maka ia tetap berkewajiban
menyampaikan SPT Tahunan. Jika tidak disampaikan, maka WP bisa saja mendapat
surat teguran, surat tagihan pajak (STP), atau terkena sanksi administrasi.

Anda mungkin juga menyukai