Anda di halaman 1dari 5

PPh final UMKM dan Perseroan Terbatas (PT)

A. PPh Final Perseroan Terbatas (PT)


1. PPh Final WP Badan PT Berakhir 2020
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Pengumuman Nomor PENG-10/PJ.09/2020
tentang Batas Waktu Penerapan PPh Final Berdasarkan PP No. 23/2018 bagi WP
Badan, mengingatkan berakhirnya bagi WP Badan Perseroan Terbatas untuk bisa
menggunakan tarif PPh Final 0,5%.
Dengan berakhirnya kemudahan penggunaan tarif PPh Final 0,5% bagi WP Badan
Perseroan Terbatas, maka Perusahaan PT harus mengikuti ketentuan tarif PPh normal.
2. Tarif PPh Badan normal
Dengan berakhirnya penggunaan tarif PPh Final di 2020, maka WP Badan akan
dikenakan tarif PPh normal yakni 25% dari Penghasilan Kena Pajak mulai 2021.
3. Contoh:
Perusahaan AAA milik Pak Kelik pada 2021 memiliki peredaran bruto
Rp75.000.000.000 dengan jumlah penghasilan kena pajak sebesar Rp10.000.000.000.
Maka PPh Badan terutang Perusahaan AAA milik Pak Kelik ini adalah:
Jawab:
= (Tarif PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak)
= 25% x Rp10.000.000.000
= Rp2.500.000.000

B. PPh Final UMKM


1. Definisi
Ada tiga jenis usaha yang dikategorikan dalam UMKM yakni usaha mikro, kecil dan juga
menengah.
1) Usaha Mikro
Suatu usaha digolongkan sebagai usaha mikro jika memiliki kekayaan bersih sebesar
50 juta rupiah. Nominal tersebut tidak termasuk dalam perhitungan bangunan dan
tanah yang ditempatinya. Hasil penjualan usaha mikro pun mesti mencapai minimal
300 juta rupiah per-tahunnya.
2) Usaha Kecil
Suatu usaha dikatakan termasuk usaha kecil jika mempunyai kekayaan bersih sebesar
50 juta rupiah namun kebutuhan yang digunakan maksimal mencapai 500 juta rupiah.
Hasil penjualannya pun harus mencapai minimal 300 juta rupiah dan maksimal 2,5
milyar rupiah per-tahunnya.
3) Usaha Menengah
Usaha kategori menengah, kekayaan yang dimiliki harus sudah mencapai 500 juta
rupiah hingga 10 milyar rupiah belum termasuk dalam harga tanah dan bangunan.
Hasil penjualan produk usaha-nya pun harus mencapai 2,5 milyar hingga 50 milyar
rupiah per-tahunnya.

2. Ciri-ciri usaha tergolong UMKM:


a) Modal usahanya tidak bersumber dari kreditor atau bank
b) Cakupan usaha masih terbilang kecil
c) Jumlah karyawan hanya lima hingga dua puluh orang
d) SDM karyawannya memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah
e) Usaha belum memiliki NPWP, legalitas izin usaha, dan sebagainya
f) Lokasi usaha tidak strategis
g) Sistem manajemen masih dilakukan dengan cara sederhana
h) Sistem manajemen keuangannya belum lengkap
i) Belum memiliki kegiatan ekspor atau impor. Jika ada, jumlahnya masih sangat kecil
Pada bulan Oktober 2021 lalu, Pemerintah telah mengesahkan undang-undang
baru terkait perpajakan yaitu Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU
HPP). Salah satu kebijakan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan tersebut
menyebutkan adanya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi WP OP UMKM.
Kebijakan ini berlaku  per tahun pajak 2022, PTKP ini tidak hanya untuk wajib
pajak Orang Pribadi saja, tapi WP OP UMKM juga ada PTKPnya yaitu sebesar Rp 500
juta dalam satu tahun. Artinya, penghasilan UMKM OP dengan penghasilan kurang dari
atau sama dengan Rp500 juta setahun tidak perlu membayar PPh final sebesar 0,5%.
Tetapi, peredaran bruto yang diperoleh WP OP UMKM akan dikenakan tarif PPh
Final UMKM sebesar 0,5% setiap bulannya dengan jangka waktu paling lama 7 tahun
karena tarif tersebut tidak dapat digunakan selamanya.

3. Cara Menghitung PPh Final UMKM


Per Tahun 2022, UU HPP terkait Pajak Penghasilan sudah mulai diberlakukan.
Sehingga perhitungan PPh Final UMKM bagi WP OP sudah dapat dikurangkan dengan
PTKP. Pelaku UMKM harus mengetahui apabila omzetnya telah melebihi Rp 500 juta
dalam satu tahun, baru akan dikenakan tarif PPh Final UMKM.
Apabila omzet dalam satu tahun kurang dari Rp 500 juta, maka dalam UU HPP
omzet tersebut tidak dikenakan PPh Final UMKM. Berikut merupakan contoh
perhitungan PPh Final UMKM dalam UU HPP:

(Source: Paparan Menkeu UU HPP)


 Dapat disimpulkan, pada bulan Januari sampai bulan Mei, omzet kumulatif toko
kelontong Tuan A sebesar Rp 500 juta, sehingga pada bulan Januari sampai bulan
Mei, Tuan A tidak dikenakan PPh Final UMKM.
 Tuan A akan dikenakan PPh Final UMKM setelah omzet kumulatif yang diperoleh
melebihi Rp 500 juta, yaitu pada bulan Juni hingga bulan Desember. Omzet tersebut
akan dikenakan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari omzet setiap bulannya.
 Maka, total PPh Final UMKM yang dibayarkan oleh Tuan A selama tahun 2022
semenjak diberlakukannya UU HPP yaitu sebesar Rp 3,5 juta. Dimana sebelum
diberlakukannya UU HPP, PPh Final UMKM yang dibayarkan Tuan A sebesar Rp 6
juta karena belum ada pengurangan PTKP bagi WP OP UMKM.

4. Aturan Pajak bagi UMKM dan Pengusaha Online Shop (Olshop)


Setiap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) termasuk di dalamnya
pengusaha online shop (olshop) memiliki kewajiban untuk membayar pajak ketika
mereka mendapatkan keuntungan ratusan hingga miliaran rupiah setiap tahunnya.
Hal ini ditentukan secara resmi dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2018.
Besar pajak yang diberikan adalah sebesar 0,5 persen dari penghasilan bruto yang
didapatkan. Syaratnya adalah jika penghasilan bruto yang dimilikinya tidak melebihi 4,8
miliar rupiah per-tahun. Secara umum, besar nominal pajak tersebut berlaku untuk
berbagai bentuk UMKM baik itu toko ritel maupun e-commerce. Maksimal pajak dibayar
setiap tanggal 10 per-bulannya.
Namun, ada juga ketentuan tambahan mengenai alokasi waktu yang berbeda bagi
tiap UMKM untuk menggunakan tarif ini sesuai dengan jenis usaha mereka
jalankan. Tujuan alokasi waktu ini adalah agar tiap UMKM dapat belajar cara pembukuan
serta pelaporan keuangan yang harus dibuat.
Besar alokasi waktu untuk tiap jenis UMKM antara lain:
1) Untuk wajib pajak (WP) perorangan dapat menikmati tarif PPh final sebesar 0,5
persen dalam jangka waktu 7 tahun
2) Untuk WP badan usaha yang berbentuk Persekutuan Komanditer (CV), Firma, dan
Koperasi diberi jangka waktu 4 tahun 
3) Untuk WP Perseroan Terbatas (PT) hanya bisa menikmati tarif 0,5 persen dalam
waktu 3 tahun

5. Contoh Perhitungan Pajak UMKM


1) Bila Penghasilan UMKM Sebesar 50 Juta Rupiah Per-Bulan
Kasus pertama adalah UMKM yang penghasilannya sebesar 40 juta rupiah per-bulan. 
Maka perhitungan penghasilan bruto-nya dalam satu tahun adalah:
= Rp. 40 juta × 12 bulan = Rp. 480 juta per-tahun
Oleh karena dibawah 500 juta rupiah per-tahunnya maka UMKM tersebut tidak akan
dikenakan pajak UMKM. 
2) Bila Penghasilan UMKM Sebesar 100 Juta Rupiah Per-Bulan
Kasus kedua adalah UMKM yang mendapatkan penghasilan sebesar 100 juta rupiah
per-bulannya.
Dari hasil perhitungan bruto-nya, maka dalam satu tahun didapatkan:
= Rp. 100 juta × 12 bulan = Rp. 1,2 miliar per-tahun. 
Oleh karena penghasilannya sebesar 1,2 miliar rupiah per-tahun, berarti penghasilan
tersebut sudah masuk dalam syarat Penghasilan Kena Pajak (PKP). UMKM tersebut
akan dikenakan PPh final sebesar 0,5 persen dengan rincian 5 bulan pertama bebas
pajak karena adanya ketentuan batas peredaran bruto 500 juta rupiah seperti yang
telah ditetapkan. 
Sementara itu, untuk enam hingga dua belas bulan berikutnya (selama 7 bulan) baru
dikenai pajak sebesar 0,5 persen. Maka jumlah pajak UMKM yang harus dibayarkan
adalah:
= Penghasilan bruto dalam 7 bulan yang dikenakan pajak × 0,5 persen 
= Rp. 700 juta × 0,5 persen = Rp 3,5 juta

Anda mungkin juga menyukai