Anda di halaman 1dari 10

MODUL PERKULIAHAN

Manajemen Perpajakan

Perkuliahan ke 2:

Pemilihan Bentuk Usaha

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

02
Sekolah Pendidikan Profesi MK Tim Dosen
Pascasarjana Akuntansi

Abstract Kompetensi
Terkait ketentuan perpajakan yang Mahasiswa memiliki kemampuan
berlaku, investor/pengusaha juga memahami Pemilihan Bentuk
harus menentukan bentuk usaha Usaha
yang mana yang memberikan
kontribusi profit yang paling besar
namun dengan beban pajak yang
paling kecil, dan yang paling
penting dari pemilihan bentuk
usaha adalah tentu saja untuk
mempertimbangkan
keberlangsungan usaha dalam
jangka panjang.
Pemilihan Bentuk Usaha
Memilih bentuk usaha/business vehicle yang tepat merupakan hal pertama yang
harus diperhatikan oleh investor/pengusaha, selain untuk menentukan bentuk usaha apa
yang dapat memberikan kontribusi profit paling besar dengan tingkat risiko yang paling
rendah. Terkait ketentuan perpajakan yang berlaku, investor/pengusaha juga harus
menentukan bentuk usaha yang mana yang memberikan kontribusi profit yang paling
besar namun dengan beban pajak yang paling kecil, dan yang paling penting dari
pemilihan bentuk usaha adalah tentu saja untuk mempertimbangkan keberlangsungan
usaha dalam jangka panjang.
Pohan (Zain, 2003:97) memberikan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
dalam pemilihan bentuk usaha, antara lain :
1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak
penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu
2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun
penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya
3. Kesempatan untuk menunda pembayaran pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak
penghasilan dari akumulasi penghasilan perusahaan
4. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan
kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu
5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak
atas penghasilan personal, holding company, dan seterusnya
6. Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.
Secara umum terdapat empat bentuk usaha yang legal, sebagaimana diuraikan
oleh Santoso dan Rahayu (2013:89), yaitu :
1. Partnership yang berupa persekutuan perdata (maatschap), persekutuan komanditer
(commanditaire vennootschap = CV), dan firma;
2. Perseroan Terbatas (PT)
3. Koperasi, Asosiasi, Yayasan, dan Badan Usaha lain
4. Usaha Orang Pribadi/Individual Basis

Bentuk Usaha
Perusahaan Perseorangan
Warga Negara Indonesia diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk berusaha
selama tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Untuk melakukan

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


2 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
usaha secara pribadi, seseorang tidak memerlukan izin khusus dalam pendiriannya,
karena bukan berupa badan usaha atau badan hukum. Usaha perseorangan ini bisa
dijalankan dengan membuat usaha dagang (UD) atau usaha lainnya, tanpa harus
memiliki nama usaha. Contoh usaha yang dijalankan pun bisa beragam, dari berdagang,
manufaktur skala kecil, jasa, dan sebagainya.
Dalam melaksanakan hak dan menjalankan kewajiban perpajakannya, usaha
perseorangan:
1. Menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi, yaitu pemilik yang
sebenarnya dari usaha tersebut untuk keperluan perpajakan.
2. Pengusaha wajib menjalankan pembukuan dalam menjalankan kegiatan usahanya,
namun dalam hal peredaran usaha pengusaha dalam satu tahun pajak tidak melebihi
Rp4,8 miliar, pengusaha boleh tidak melakukan pembukuan, namun wajib membuat
pencatatan. Dalam menghitung penghasilan neto untuk keperluan perpajakan,
pengusaha menggunakan norma. Ketentuan mengenai pembukuan diatur dalam
Pasal 28 UU KUP, ketentuan mengenai norma penghitungan penghasilan neto diatur
dalam Pasal 14 UU PPh dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-
17/PJ/2015.
3. Selain boleh dikurangkan dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai
ketentuan UU PPh, pengusaha juga boleh mengurangkan penghasilan netonya
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dihitung berdasarkan
keadaan/status perkawinan Wajib Pajak dan jumlah tanggungannya. Ketentuan
mengenai biaya yang dapat dikurangkan diatur dalam Pasal 6 UU PPh, ketentuan
mengenai PTKP diatur dalam Pasal 7 UU PPh.
4. Dalam penghitungan pajak terutang, berlaku tarif pajak progresif, yaitu tarif pajak yang
semakin meningkat seiring besarnya penghasilan kena pajak. Ketentuan mengenai
tarif pajak diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
5. Apabila usaha yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah nomor 46/2013, bagi pengusaha yang dalam satu tahun pajak
peredaran usahanya tidak lebih dari Rp4,8 miliar, pengusaha wajib menghitung
pajaknya secara final dengan tariff 1% dari peredaran usaha setiap bulannya. Dan
sekarang ini tariffnya berubah menjadi 0,5% berdasarkan Peraturan Pemerintah
nomor 23/2018.

Contoh 1
Tuan Anas memiliki usaha perdagangan bahan-bahan bangunan. Selama tahun 2015
laporan laba/rugi usaha tuan Anas tersebut adalah :

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


3 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
Peredaran usaha Rp 5.200.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 3.700.000.000,-
Laba Bruto Rp 1.500.000.000,-
Biaya Operasi Rp 850.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp 650.000.000,-

Maka penghitungan besarnya PPh terutang Tuan Anas selama tahun 2015 adalah
sebagai berikut:
Laba Usaha Rp 650.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2) Rp 45.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 605.000.000,-
PPh Terutang :
5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
15% x Rp 200.000.000,- = Rp30.000.000,-
25% x Rp 250.000.000,- = Rp62.500.000,-
30% x Rp 105.000.000,- = Rp31.500.000,- Rp 126.500.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha 19,46%

Contoh 2
Tuan Anas memiliki usaha perdagangan bahan-bahan bangunan. Peredaran usaha pada
tahun 2014 tidak melebihi Rp4,8 miliar. Selama tahun 2015 laporan laba/rugi usaha tuan
Anas tersebut adalah :
Peredaran usaha Rp 5.200.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 3.700.000.000,-
Laba Bruto Rp 1.500.000.000,-
Biaya Operasi Rp 850.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp 650.000.000,-

Karena peredaran usaha Tuan Anas pada tahun 2014 tidak melebihi Rp4,8 miliar, sesuai
ketentuan PP No 46/2013 pada tahun 2015 Tuan Anas harus menghitung PPh nya
sebesar 1% dari peredaran usaha, sehingga besarnya PPh terutang Tuan Anas dihitung
dengan cara :

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


4 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
Peredaran usaha Rp 5.200.000.000,-
PPh Terutang (1% x peredaran usaha) Rp 52.000.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha 8%

Persekutuan
CV merupakan salah satu bentuk partnership yang paling umum di Indonesia. CV
merupakan suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang
mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang
menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin. Dalam pendiriannya, CV
cukup didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara RI, namun tidak perlu disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Kelebihan dan kekurangan bentuk usaha CV, sebagaimana diuraikan Santoso
dan Rahayu, (2013:91) antara lain :
Kelebihan :
 Relatif mudah dalam proses pendiriannya
 Kebutuhan akan modal dapat lebih dipenuhi
 Cenderung lebih mudah memperoleh kredit
 Dari segi kepemimpinan, CV relatif lebih baik
 Lebih fleksibel karena bagi sekutu pasif akan lebih mudah untuk
menginvestasikan maupun mencairkan kembali modalnya
 Tidak ada ketentuan memakai nama CV seperti halnya dengan PT
 Anggaran dasar tidak perlu mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan
HAM
Kekurangan :
 Kelangsungan hidup tidak menentu karena banyak tergantung dari sekutu aktif
yang bertindak sebagai sekutu pemimpin CV
 Tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas dapat berpengaruh
terhadap semangat untuk memajukan perusahaan
 Kewajiban sekutu yang tidak terbatas
 Perlindungan hukumnya masih dianggap minim

Secara umum ketentuan perpajakan terkait CV diantaranya :


1. CV merupakan subjek pajak badan dalam negeri. Dalam UU PPh dijelaskan
pengertian subjek pajak badan, bahwa subjek pajak badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


5 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap
2. Karena CV merupakan subjek pajak badan, maka CV harus mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
3. Selain harus mendaftarkan NPWP dan/atau PKP atas nama CV, CV juga harus
menyelenggarakan pembukuan.
4. Laba yang didistribusikan kepada sekutu tidak dikenai pajak. Hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh yang menyebutkan bahwa bagian laba yang
diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif dikecualikan sebagai objek pajak
5. Gaji yang dibebankan oleh CV kepada para sekutu tidak dapat menjadi pengurang
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh
6. Dalam mengitung PPh nya CV menggunakan tarif tunggal 25% atau 12,5% apabila
memenuhi ketentuan Pasal 31E UU PPh.

Contoh 3
CV Aurora bergerak dalam usaha perdagangan besar, laba rugi tahun 2015 menunjukkan
informasi sebagai berikut :
Peredaran usaha Rp 5.200.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 3.700.000.000,-
Laba Bruto Rp 1.500.000.000,-
Biaya Operasi (tidak termasuk gaji para Rp 850.000.000,-
sekutu)
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp 650.000.000,-

Penghitungan besarnya PPh terutang adalah sebagai berikut :


Laba Usaha Sebelum Pajak Rp 650.000.000,-
PPh Terutang Tarif Pasal 31E, 50% x 25% Rp 81.250.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba 12,5%
usaha

Pada saat laba usaha dibagikan kepada para sekutu tidak lagi dikenai Pajak.

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


6 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
Perseroan Terbatas
Dalam tatanan ketentuan perundangan di Indonesia, pendirian dan pengelolaan
PT diatur dalam UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. PT merupakan badan
hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar dan seluruhnya terbagi atas saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh UU serta peraturan pelaksanaannya
(Pohan, 2015:54).
Kelebihan dan kelemahan PT sebagaimana diuraikan oleh Santoso dan Rahayu
(2013:100:001) adalah sebagai berikut :
Kelebihan :
 Kewajiban dan tanggung jawab terbatas
 Masa hidup abadi
 Efisiensi manajemen karena adanya pemisahan antara pemilik dan pengurus
 Modal dapat diperoleh dengan menjual saham
Kekurangan :
 Kerumitan perizinan dan organisasi
 Besarnya biaya pengorganisasian perusahaan
 Bidang usaha PT relative susah diubah karena harus mengubah akta pendirian
dan sulit mengubah investasi yang telah ditanamkan
 Hubungan antarperorangan lebih formal dan terkesan kaku

Beberapa ketentuan perpajakan terkait PT diantaranya :


1. Sama seperti CV, PT juga merupakan subjek pajak dalam negeri berbentuk badan
2. PT juga wajib menyelenggarakan pembukuan
3. PT harus mendaftarkan NPWP dan/atau pengukuhan PKP atas nama PT
4. Pengenaan pajak pada PT terjadi dua kali, yaitu pada saat diakui sebagai laba usaha
oleh PT dan pada saat laba usaha tersebut dibagikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk dividen, dikenai PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh dan Pasal
17 ayat (2c) sebesar 10%
5. Gaji yang dibayarkan kepada para pemegang saham dan komisaris dapat dibiayakan
oleh PT
6. Penghitungan PPh terutang mengikuti tarif Pasal 17 UU PPh atau Pasal 31E UU
PPh.
7. Tariff pajak berdasarkan Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 Pasal
17, diantaranya:

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


7 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
a. Tariff pajak badan sebesar 22% mulai berlaku tahun 2020
b. Tariff pajak badan sebesar 20% mulai berlaku tahun 2022

Contoh 4
PT Angkasa bergerak sebagai distributor mainan anak yang terbuat dari bahan yang
aman dan berkualitas. Laba/rugi PT Angkasa tahun 2015 menunjukkan informasi sebagai
berikut :
Peredaran usaha Rp 5.200.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 3.700.000.000,-
Laba Bruto Rp 1.500.000.000,-
Biaya Operasi Rp 850.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp 650.000.000,-

Penghitungan PPh terutang PT Angkasa adalah :


Laba Usaha Sebelum Pajak Rp 650.000.000,-
PPh Terutang Tarif Pasal 31E, 50% x 25% Rp 81.250.000,-

Pada saat laba usaha dibagikan kepada para pemegang saham, dikenai PPh atas
dividen sebesar 10%, yaitu :
Laba usaha yang akan dibagikan sebagai Rp 650.000.000,-
dividen
PPh atas dividen (Pasal 17 ayat(2c) UU PPh Rp 65.000.000,-

Sehingga total pajak terutang oleh PT dan persentasenya terhadap peredaran usaha
dapat dihitung sebagai berikut :
Jumlah PPh terutang Rp 146.500.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba 22,5%
usaha

Memahami Pengaruh Pemilihan Bentuk Usaha untuk Alternatif Perpajakan


Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat kita bandingkan besarnya PPh terutang
yang harus ditanggung oleh masing-masing bentuk usaha sebagai berikut :

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


8 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
Uraian Usaha Perorangan CV PT
Peredaran Usaha Rp 5.200.000.000,- Rp 5.200.000.000,- Rp 5.200.000.000,-
Laba Usaha Rp 650.000.000,- Rp 650.000.000,- Rp 650.000.000,-
PPh Terutang Rp 126.500.000,- Rp 81.250.000,- Rp 146.500.000,-
Persentase PPh 19,46% 12,5% 22,5%
Terutang
terhadap laba usaha

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita simpulkan bahwa pemilihan bentuk usaha
CV memberikan benefit pajak yang lebih tinggi dibandingkan usaha perorangan atau
usaha PT, namun baiknya hal ini tidak dijadikan satu-satunya dasar pengambilan
keputusan karena tentu saja harus mempertimbangkan hal lainnya. Tingginya beban
pajak yang ditanggung oleh usaha perorangan disebabkan karena tarif progresif yang
berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Sebagai catatan, penghitungan PPh di atas atas
CV dan PT menggunakan tariff Pasal 31E UU PPh yang memberikan fasilitas
pengurangan tariff hingga 50%. Dalam hal pasal ini tidak dipergunakan, maka kita akan
memperoleh hasil sebagai berikut :

Uraian Usaha Perorangan CV PT


Peredaran Usaha Rp 5.200.000.000,- Rp 5.200.000.000,- Rp 5.200.000.000,-
Laba Usaha Rp 650.000.000,- Rp 650.000.000,- Rp 650.000.000,-
PPh Terutang Rp 126.500.000,- Rp 162.500.000,- Rp 227.500.000,-
Persentase PPh Terutang 19,46% 12,5% 35%
terhadap laba usaha

Apabila tarif Pasal 31E tidak dipergunakan, ternyata tetap bentuk usaha CV memberikan
benefit pajak yang paling maksimal dibandingkan dua bentuk usaha yang lainnya.

Daftar Pustaka

Pohan, Chairil Anwar. (2013). Manajemen Perpajakan. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


9 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id
Santoso, Imam dan Ning Rahayu. (2013). Corporate Tax Management, Mengulas Upaya
Pengelolaan Pajak Perusahaan Secara Konseptual-Praktikal. (Online),
(https://www.ortax.org/ortax/?mod=
Issue&page=show&id=85&list=1&q=&hlm=3), diakses
tanggal 18 Agustus 2020.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang
Undang Perpajakan Susunan dalam satu naskah, Kementrian Keuangan Republik
Indonesias, Direktorat Jenderal Pajak.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas


Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WP yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.

‘20 Manajemen Pajak Biro Akademik dan Pembelajaran


10 Tim Dosen http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai