Anda di halaman 1dari 13

STUDI KASUS

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA

Studi kasus ini dikumpulkan untuk memenuhi tugas Akuntansi Manajemen Lanjutan

Dosen Pengampu:
Dr. Etna Nur Afri Yuyetta.,M.Si.,Ak.,CA

Disusun oleh:
Gigih Aulia Hilmiawan 12030119220027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
John Deere Component Work (A) dan (B)

Sejarah John Deere


John Deere, berdiri pada tahun 1837 didirikan oleh John Deere pandai besi yang
mengembangkan alat bajak baja pertama yang sukses secara komersial. Pada tahun 1970. Deere
menghabiskan lebih dari satu miliar dollar untuk memoderenisasi pabrik, perluasan usaha serta
perkakas. Kurang lebih tiga dekate. Deere mengembangkan lini produknya untuk mendirikan
pabrik baru serta menjalankan usaha sesuai dengan kapasitas pabrik, namun tetap tidak mampu
dalam memenuhi permintaan. Di periode yang sama, Deere melakukan diversifikasi pada alat
industri yang lain misalnya kontruksi, utility, serta pertambangan. Sedangkan di tahun 1962
Deere mulai membangun gedung dan traktor, perkebunan juga beberapa alat lainnya.

Selanjutnya dipertengahan tahun 1980 Deere menjadi perusahaan yang bergerak dalam bidang
pertanian dan perkebunan terbesar di dunia. Di tahun 1980, komoditas pertanian mengalami
penurunan dan oleh karena itu, Deere mengambil beberapa kebijakan dengan cara melakukan
penurunan level operasinya, memangkas biaya yang memungkinkan, meningkatkan tekanan
untuk mendorong pengambilan keputusan, serta melakukan restrukturisasi. Untuk meningkatkan
jumlah produksi, Deere ingin agar produksi komponennya memasok untuk perusahaan dan
industri lain.

John Deere Components Works

Selama beberapa tahun, komponen traktor diproduksi dan dirakit di pabrik traktor, Waterloo.
Untuk menciptakan produk lain, pada tahun 1970 Deere sukses memisahkan komponen produksi
traktor menjadi mesin dan perakitan. Untuk perakitan traktor dan mesin dipindahkan ke pabrik
baru di area Waterloo. Pada akhir tahun ke 10, gedung lama untuk produksi traktor digunakan
untuk memproduksi komponen traktor yang dinamakan John Deere Component Works (JDCW).
JDCW memiliki 3 divisi, yaitu divisi hydraulics, drive trains division, dan gear dan divisi
produk spesial. JDCW berperan untuk menjadi bagian dari produsen peralatan yang diproduksi
Deere, terutama traktor. Pada tahun 1970, kegiatan operasi dan peralatan JDCW telah dirancang
untuk dapat membantu divisi traktor sebesar 150 unit per hari. Pada pertengahan tahun 1980,
JDCW memproduksi suku cadang kurang dari kebutuhan. Aktivitas volume yang rendah adalah
dampak yang sangat merugikan mesin serta bisnis karena mesin tersebut lebih efisien untuk
produksi bervolume tinggi.

Penjualan Internal dan Transfer Pricing

Sebagian besar penjualan dari JDCW merupakan penjualan dari internal. Dimana pabrik
peralatan diminta untuk membeli secara internal komponen utamanya, contohnya pada transmisi
desain lanjutan dan roda yang bisa memberikan keuntungan kompetitif pada Deere. Kebijakan
dari perusahaan menyatakan bahwa transfer pricing antara divisi ditentukan dengan cara full
cost. Perusahaan juga memiliki kebijakan make-buy, pada saat terjadi kelebihan kapasitas, divisi
yang akan melakukan pembelian harus menggunakan direct cost dan bukan full cost sebagai
acuan untuk dibandingkan dengan tawaran harga pasar.

Turning Machine Business

Pada tahun 1984, operasi JDCW berada jauh di bawah kapasitas dan para manajer sadar bahwa
mereka tidak mungkin menunggu sampai pasar agrikultur berubah menjadi lebih baik. Pada
divisi gear and produk spesial, sebagian orang memprediksi bahwa produk turning machine akan
menjadi fokus yang menjanjikan. Turning machine ini merubah bahan mentah menjadi
komponen akhir dan merupakan kegiatan operasi divisi yang paling independen. Turning
machine ini memiliki 3 departemen di JDCW. Ketiga departemen ini dibedakan berdasarkan
diameter barstock yang dapat dibuat oleh mesin tersebut berdasakan katup dalam mesin.

JDCW Standard Cost Accounting System

Pada perhitungan dengan standard costing, JDCW menjumlahkan unsur-unsur biaya-biaya


terdiri atas:

 Direct Labor (run time only)


 Direct Material
 Overhead (direct + period) applied on direct labor
 Overhead (direct + period) applied on material dollars
 Overhead (direct + period) applied on ACTS (Actual Cycle Time Standards) machine hours

Menetapkan Tarif Overhead

Tiap satu tahun sekali, bagian departemen akuntansi JDCW menetapkan kembali tarif overhead
mengacu dalam dua studi, studi normal dan studi proses. Pada studi normal, menentukan nilai
standar dari direct labor dan machine hours dan total overhead untuk tahun berikutnya dengan
menetapkan “volume normal”. Studi proses meruntuhkan overhead yang diproyeksikan pada
volume normal di antara 100-plus proses JDCW seperti lukisan, lembaran logam, menggiling,
turning machines, dan heat treating.

Basis Evaluasi untuk Tarif Overhead

Selama beberapa tahun JDCW memakai tenaga kerja langsung sebagai tarif untuk
mengalokasikan overhead. Sedangkan pada tahun 1960, perusahaan memutuskan untuk
melakukan pemisahan overhead berdasarkan material. Tarif tersebut termasuk biaya pembelian,
penerimaan, pemeriksaan, dan bahan mentah. Seluruh biaya tersebut dialokasikan ke persentase
markup disamping biaya material. Dari waktu ke waktu tarif terpisah ini sudah ditetapkan untuk
baja, castings, dan pembelian untuk merefleksikan perbedaan permintaan.

Perhtungan menggunakan tenaga kerja langsung dan material overhead ini dibagi atas biaya
langsung (biaya variabel), seperti biaya setup, scrap, materials handling, bervariasi tergantung
volume aktivitas produksi dan periode (biaya tetap), seperti pajak, biaya depresiasi, listrik, gaji
tidak dipengaruhi oleh aktivitas produksi. Pada tahun 1984, JDCW memperkenalkan machine
hours sebagai basis alokasi overhead seperti basis tenaga kerja dan material. Dengan
peningkatan penggunaan mesin, maka basis tenaga kerja langsung tidak lagi digunakan sebagai
basis overhead, karena tidak lagi merefleksikan performa kerjanya. Jam kerja digunakan untuk
proses dimana waktu kerja setara machine hours, jika terdapat perbedaan maka jam atas ACTS
digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead.

Permasalahan
Sejarah mencatat hancurnya agribisnis dimulai dari turunnya nilai tanah pertanian dan harga
komoditas yang menurun tajam yang berdampak Deere untuk mengatur tingkat pelaksanaan
operasi semakin ke menurun, pemotongan biaya, menekankan pembuat keputusan dilakukan
secara desentralisasi, dan rekstrukturisasi pada proses manufaktur. Deere juga melakukan
pengurangan tempat produksi, mengurangi karyawan, mendorong agar karyawan pensiun dini,
dan tidak melakukan penggantian untuk karyawan yang keluar dari perusahaan.

Sejumlah kegagalan terjadi terus-menerus dalam kompetisi JDCW untuk melakukan penawaran.
Mereka memberikan kontrak, dan semua pekerjaan dijual ke supplier luar. JDCW hanya
memperoleh segilintir barang yang diminta yang kebanyakan merupakan low-volume stuff yang
tidak diinginkan. JDCW berfikir bahwa mungkin mereka akan mendapatkan bisnis yang mana
direct cost-nya lebih murah dibandingkan dengan penawaran luar walaupun sebenarnya full cost-
nya tidak. Penyebab penawarannya tidak kompetitif adalah disebabkan harganya lebih mahal
dibandingkan supplier luar, dan lebih mahal dibandingkan dengan divisi-divisi lain di Deere
Company. Karena hal tersebut JDCW mempertanyakan ketepatan metode pembiayaan yang
dipakai saat ini, yang menyebabkan JDCW tidak dapat bersaing dengan kompetitor-
kompetitornya.

JDCW memiliki 3 divisi yaitu The Hidraulics Division, The Drive Trains Division, dan Gear and
Special Product Division. Sebagai bagian dari sebuah perusahaan terintegrasi secara vertikal,
JDCW mendapatkan part dari Deere’s Equipment Division, karena dapat memproduksi berbagai
macam part dalam jumlah yang banyak, walaupun produksi traktor relatif rendah. Rendahnya
produksi traktor memberikan kerugian pada mesin karena mesin lebih efisien beroperasi pada
jumlah yang besar.

Kebijakan perusahaan, melakukan transfer antar divisi berdasarkan full cost (direct
material+direct labour+direct iverhead +period overhead). Perusahaan juga punya kebijakan
make-buy policy ketika kapasitas mencukupi, yaitu divisi pembeli bisa membandingkan yang
mana yang lebih rendah antara direct cost (bukan full cost) dibandingkan dengan penawaran dari
luar.

Equipment Division tampaknya hanya melihat harga, berperilaku seperti profit center bukan cost
center, karena hanya memerhatikan keuntungan divisi dibandingkan perusahaan secara
keseluruhan. Dalam prakteknya equipment division tidak mengikuti kebijakan perusahaan,
sehingga JDCW kehilangan porsi untuk equipment factory karena perusahaan pesaing.

Pada awalnya JDCW memakai standar costing untuk perhitungan biayanya, alokasi overhead
berdasarkan pada direct labor hours, machinehours, dan material. Tapi kenyataannya metode
biaya ini bekerja cukup baik di masa lalu karena perusahaan memproduksi produk yang spesifik
dalam secara konsisten. Namun, metode biaya ini tidak memberikan sistem alokasi biaya yang
terbaik bagi JDCW.

Keith William menyadari kekurangan dari penggunaan standard costing tersebut dan beralih
menggunakan Activity-Based Activity Costing, yang mencerminkan nilai cost per unit yang tepat
untuk tiap produk. Namun, perbedaan nilai cost penggunaan standard costing dan Activity-Based
Costing bervariasi, ada beberapa produk yang mengalami penurunan cost dan ada yang justru
cost-nya menjadi lebih besar.

Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan sedang terjadi di perusahaan yakni:

1. menggunaan Standard Costing System yang tidak sesuai dengan kebiasaan perusahaan yang
besar dan memproduksi barang yang sangat bervariasi dan tidak mencerminkan actual cost
per unit.
2. Perusahaan dengan sadar telah terjadinya kesalahan dalam menentukan biaya dengan
penggunaan Standard Costing dan beralih menggunakan Activity Based-Costing, namun hasil
yang didapatkan sangat variatif, ada yang biayanya menjadi lebih kecil serta menjadi lebih
besar.
STUDI KASUS

PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA UNTUK EFISIENSI

Studi kasus ini dikumpulkan untuk memenuhi tugas Akuntansi Manajemen Lanjutan

Dosen Pengampu:
Dr. Etna Nur Afri Yuyetta.,M.Si.,Ak.,CA

Disusun oleh:
Gigih Aulia Hilmiawan 12030119220027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
COLORSCOPE, Inc

1. Profil Perusahaan
Colorscape, Inc, didirikan oleh Andrew Cha, Colorscape Inc merupakan perusahaan
grafika yang perkembangannya sangat pesat. Pada bulan maret 1996 perusahaan tersebut
berulang tahun yang ke 20. Cha memikirkan hal-hal apa yang dapat memajukan
Colorscape Inc kedepannya. Andrew Cha lahir di China pada tahun 1938 dan berimigrasi
ke Amerika ditahun 1967 untuk mencari kehidupan yang lebih baik lagi. Lewat kerja
kerasnya dan keberuntungannya, akhirnya Cha tidak sengaja menemukan pekerjaan dan
mengambil keuntungannya dari bakat seni yang dimilikinya dalam draftsmanship dan
photography, kesuksesan dari promosi suatu perusahaan seni graphic meyakinkan dirinya
untuk memulai bisnisnya sendiri.Colorscope Inc didirikan pada 1 Maret 1976 bergerak
pada bidang special-effectsphotography yang melayani agensi periklanan local di
California selatan.
Seiring reputasi Cha yang baik, penjualan pun meningkat, puncaknya pada tahun 1988
mencapai 5 juta dollar. Perusahaan melayani agensi rakasasa diantara Saatchi & Saatchi,
Grey Advertising, dan J. Walter Thompson dan perusahaan retail dan entertainment
seperti Walt Disney Company dan R. H. Macy & Co. untuk meningkatkan pelayanan ke
pelanggan, Cha menginvestasikan peralatan proprietory computer untuk terus
menyediakan special effects yang rumit.
Pada tahun 1988 Cha diajak bekerjasama oleh R.R. Donneley & Sons Co. membahas
akuisisi. Donneley adalah perusahaan printer terbesar di dunia dengan penjualan bruto
sebesar 4,3 milyar dollar tertarik mengakuisis Colorscope sebesar 10 juta dollar.
Perusahaan tersebut sangat tertarik dengan Colorscope dua kali lipat, pertama Cha telah
membangun hubungan yang kuat dengan perushaan printing yang memiliki nilai tinggi
dan pre-press buyers. Setiap pre-press yang dijual bernilai lebih tinggi dari
pencetakannya. Dengan memiliki bisnis pre-press milik Cha dan memperkerjakannya
menjadi konsultan pejualan, Donneley beerharap untuk mengamankan perjanjian
pencetakan yang besar, dimana saat itu masih dalam pertaruhan. Kedua, operasional Cha
termasuk salah satu yang paling efisien di bisnis. Sebelumnya pekerja Donneley telah
mengunjungi aktifitas operasinya dan membuat modelling beberapa cara kerjanya,
mengadaptasikan desain tersebut ke fasilitas pre-press mereka sendiri. Sebagai hasilnya,
Donneley menguraikan proses bisnis Cha sebagai metode pelatihannya sendiri sebagai
keuntungan operasional yang bisa mereka manfaatkan untuk fasilitas pre-press lainnya
dalam jaringan operasi mereka di seluruh negeri.
Setelah melihat pilihan juga kepercayaan potensialnya di bisnis, Cha menjadi tidak puas
dengan beberapa klausul kontingensi serta perjanjian yang tidak komplit pada akhirnya
memutuskan untuk tidak jadi menjual perusahaannya. Dalam memutuskan perjanjian itu
terbukti mengeluarkan biaya yang tidak murah. Sedangkan memberikan pelayanan
terhadap klien memiliki margin yang tinggi. Dalam hal ini Cha telah mengabaikan tren
tertentu dalam bisnis. yang paling utama dari tekanan harga yang diakibatkan oleh PC
murah dan mikrokomputer berbasis Mac. Dengan perangkat ini, yang dilengkapi tata
letak halaman yang semakin canggih dan perangkat lunak pengkoreksi warna,
proliferated dan peningkatan dalam fungsi, biro periklanan kecil dan toko percetakan
mulai mengambil potongan bisnis dari perusahaan seni grafis yang lebih besar seperti
Colorscope. Cha masih terlindungi dari tren tersebut, karena memiliki hubungan pribadi
yang kuat dengan klien utamanya.
Sedangakan pada tahun 1990 di dunia teknologi dan industri menjadi berubah dan
memaksa untuk merubah secara signifikan dalam bisnis. Walaupun Cha telah
mengupayakan kualitas dan kepercayaan terhadap perkerjannay, tekanan pasar yang
memaksa dirinya untuk mengurangi harga pokok dimana sebelumnya masih tinggi
melawan tren industri (Lihat Exhibit 1).Namun hal ini, terbukti tidak cukup. Pada Mei
1994, pemasukan utamanya, yang mencakup 80% dari keseluruhan bisninya,
mengumukan menjual produksi desain grafis dan perlatannya, menggantikan Colorscope
dengan sebuah grup internal. Proses ini berlangsung sampai tahun berikutnya. Seelah
kehilangan pelanggan utama dan jangka panjangnya, Cha memikirkan untuk membangun
ulang bisnisnya dengan merevaluasi keadaan ndustri, posisi perusahaannya di segmen
pre-press, kebjakan harga dan kegiatan operasinya.
Proses Produksi Pre-Press

 Pre-press production process adalah proses dasar untuk mencetak material atau
sering disebut dengan pemisahan warna, proses ini berlangsung sekitar 20 tahun.

 Pre-press process pada awalnya melakukan perancangan dan penataan “buku” atau
“project” yang memerlukan persetujuan.

 Setelah mendapat persetujuan, fotografer mengambil dan mengembangkan gambar


untuk diproses selanjutnya pada pre-press house

 Saat terjadinya proses tersebut (proofing) client dapat membandingkan dan


mengajukan permintaan untuk mengubah atau melakukan berbagai penyesuaian.
Adjustment untuk efek tertentu dikenakan biaya tertentu pula.

 Ketika telah mendapatkan persetujuan akhir, Colorscope akan mengirimkan “master


book” atau file ke precetakan.

 Setelah pencetakan selesai, pesanan tersebut siap dikirimkan kepada klien.

Industry Dynamics

 Keseluruhan pasar komersil jasa percetakan di US ditahun 1995 mencapai puncakya


yaitu $66 miliar dollar. Hal ini disebabkan diversifikasi material cetak yang
diproduksi oleh setiap perusahaan. Perusahaan cenderung melakukan spesifikasi
pasar seperti kartu ucapan, form bisnis, laporan keuangan, surat kabar, majalah,
catalog, dsb.

 Colorscope menganggap pasar berubah sangat drastis yang mana posisi Colorscope
yang dikenal memiliki kualitas dan pelayanan yang baik mencadi tidak tepat lagi
pada kondisi pasar yang penuh oleh penyedia jasa yang mengklaim memiliki kualitas
yang sama pada harga yang lebih rendah.

Direct Competition

 Tipe I: Perusahaan yang secara teknis memiliki keahlian percetakan didukung oleh
tenaga pemasaran yang profesional yang mendorong paket harga dengan
menggabungkan jasa pre-press house dan percetakan. Diantaranya adalah R. R.
Donnelley & Sons Co. dan Quad Graphics

 Tipe II: Perusahaan lokal yang menggabungkan jasa pre-press house secara horisontal
.ontoh perusahaan local ini adalah American Color dan Wace Techtron.

 Tipe III: Perusahaan yang bekerjasa sama dengan percetakan atau agensi periklanan
untuk meghalau pesaing yang potensial. Pesaing utama Colorscope termasuk dalam
tipe ketiga ini.

Work Flow Organization

 Pekerjaan bermula saat konsumen melakukan pesanan yang akan diterima oleh CS
dan akan dicatat pada rincian spesifikasi pekerjaan.

 Pekerjaan tersebut akan dilimpahkan sesuai dengan spesifikasi pekerjaan untuk


pemrosesan cutting, pasting text, grapics, photographs, dan extensive marking

 Proses selanjutnya adalah scanning dan menghasilkan output berupa file computer.

 Pekerjaan selanjutnya adalah assembly yang menghasilkan perangkat output tertentu

 Proses selanjutnya adalah Quality Control pada proofing yaitu denga


membandingkan output yang berbentuk hardcopy dengan spesifikasi pelanggan.
Dalam tahap ini sering terjadi pengerjaan kembali karena ditemukan peredaan antara
spesifikasi dan hardcopy.

The Future

 Cha sadar jika Colorscope membutuhkan kapitalisasi atas aset dan karyawannya

 Membutuhkan strategi jangka pendek untuk meningkatkan pemasaran utamanya pada


bulan-bulan tertentu dimana pesanan untu pre-press meningkat.
 Mengurangi rework karena adanya perubahan spesifikasi dan rework yang
disebabkan oleh kesalahan proses.

 Menentukan harga produk yang berkaitan dengan efek tertentu atau pesanan khusus.

2. Permasalahan

a. Bagaimanakah cara Colorscope dapat memperbaiki operasinya?

b. Bagaimana Colorscope dapat mengubah strategi harga?

c. Sistem Akuntansi dan Sistem Pengendalian yang bagaimana seharusnya digunakan?

3. Analisa Kasus

Agar dapat mengatasi masalah yang harus dipecahkan oleh Andrew Cha, maka perlu
melakukan penganalisisisan kondisi pasar dan juga kompetisi yang dihadapai oleh
Colorscape. Berikut adalah kondisi yang harus dihadapi oleh Colorscape diantaranya,

 Colorscope tidak mau mengikuti trend business yakni dengan tetap melayani pesanan
dalam jumlah yang besar (high-margin client) dan harga yang lebih tinggi.

 Berkembangnya teknologi dan perubahan yang sangat cepat memaksa untuk


melakukan perubahan yang signifikan pada Colorscape yang bisa mempengaruhi
harga. (exhibit 1)
 Colorscope dalam melakukan produksinya butuh waktu yang banyak dalam pre-
press production (Exhibit 2).

 Saat melakukan proses Proofing sangat membuat waktu yang banyak disebabkan
adanya rework dikarenakan pelanggan merubah spesifikasi pemesanan.

 Terjadinya persaingan yang intens (exhibit 3) dalam usaha pre-press


 Dulunya konsumen secara konsisten mampu dan akan membayar untuk sebuah
kualitas terbaik sedangkan saat ini konsumen lebih berfokus pada penawaran harga
(exhibit 5)
 Alokasi Biaya overhead ke dalam 5 proses produksi yang tepat

Colorscope memiliki keunggulan yang berupa kualitas produk yang baik dan filosofi
Andrew Cha terkait hubungan baik yang harus dipertahankan kepada para pelanggan.

4. Pembahasan Kasus
a. Untuk meningkatkan operasi Colorscope, Cha wajib melakukan perbaikan dibidang
manajemen operasinya dengan mengikuti perkembangan teknologi dan peningkatan
kualitas dari SDM, juga harus meminimalisir pengerjaan ulang produk dengan
menerapkan quality control yang ketat.
b. Strategi harga harus didasarkan pada keefektivitasan pengerjaan dengan frekuensi
rework yang lebih kecil serta membebankan ke konsumen harusnya berdasarkan pada
konsumsi biaya dari setiap pesanan. Konsumen dengan pesanan khusus akan
dikenakan biaya produksi yang lebih besar atau biaya produksi ditambah biaya
khusus (fee). Dari perhitungan alokasi biaya overheadnya, dapat dilihat bahwa
Colorscope menghitung biaya berdasarkan proses sehingga harga untuk pesanan
khusus dan bukan pesanan khusus mendapat pembebanan biaya yang sama. Selain
itu, Cha perlu berinvestasi dalam update teknologi, dengan menggunakan
mesin/peralatan yang mutakhir bertujuan untuk meminimalisir harga dan memberikan
hasil yang berkualitas. Ketika hal ini tidak dilakukan, maka Colorscope akan
ditinggal pelanggannya karena harga yang ditawarkan melebihi harga perusahaan
pesaing yang meiliki kualitas yang sama.
c. Perusahaan harus menetapkan Job Order Costing dalam menentukan harga pesanan
agar sesuai dengan konsumsi biaya dari setiap jenis pesanan pelanggan.

Anda mungkin juga menyukai