PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS MERCU BUAN
ii
I PENDAHULUAN
1
II ALIGNMENT, AWARENESS AND CASCADING
2
strategi antara strategi kantor pusat dengan strategi dari Citibank yang
terdapat di seluruh dunia. Hal ini berarti, penyusunan strategi, strategi
map, dan balanced scorecard Citi Bank Indonesia misalnya harus,
mengacu dan selaras dengan Citibank Pusat.
5. Keselarasan antara unit bisnis dengan unit penunjang yang terdapat
dalam unit bisnis tersebut. Keselarasan ini mirip dengan persyaratan
keselarasan yang terdapat pada poin 3, hanya bedanya penekanan
keselarasan ini terjadi pada unit bisnis. Misalkan, pada poin 3, harus
dijamin ada keselarasan antara strategi korporasi dengan unit penunjang
di kantor pusat Citibank, maka dalam point 5 ini harus ada keselarasan
antara strategi Citibank Indonesia dengan unit bisnis yang menunjang
atau melaksanakan strategi tersebut di Indonesia.
6. Keselarasan antara unit bisnis dengan pelanggan. Seperti yang
dijelaskan dalam modul balanced scorecard, salah satu hal yang paling
penting dalam penyusunan peta strategi dan balanced scorecard adalah
customer value proporsition yang berisi mengenai hal-hal yang
dijanjikan oleh perusahaan pada customer agar customer mau membeli
produk atau jasa perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan
harus meyakinkan agar customer value proposition ini benar-benar
disampaikan pada customer, dan hasilnya dapat diukur dan tercermin
dalam tolak ukur yang terdapat pada balanced scorecard perusahaan.
Bagian ini juga telah dibahas dalam modul balanced scorecard.
7. Keselarasan antara unit bisnis dengan pemasok dan rekanan
eksternal perusahaan lainnya.
8. Keselarasan antara unit penunjang yang terdapat dalam unit bisnis
dengan unit penunjang yang terdapat di kantor pusat. Pembahsan akan
difokuskan pada pembangunan keselarsan anatara unit – unit yang
terdapat dalam perusahaan. Dalam hal ini, maka proses penyelarasan
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
3
a. Vertical Alignment
berarti harus ada keselarasan antara strategy map dan balanced
scorecard yang dibuat pada level korporasi, dengan strategy map
dan balanced scorecard untuk tingkatan-tingkatan di bawahnya,
seperti pada tingkatan departemen, divisi, bahkan perorangan.
Alignment vertikal berarti setiap unit bisnis dan unit pendukung
berkontribusi pada tujuan strategis tingkat tinggi organisasi
sementara pada saat yang sama menerapkan strategi lokal yang
akan memungkinkannya sukses di pasar sasarannya. Istilah
penurunan strategy map dan balance scorecard disebut dengan
cascading.
Proses cascading pertama adalah penurunan dari tingkatan
korporasi ke tingkatan departemen. Hal pertama yang harus
diperhatikan adalah bentuk pusat pertanggungjawaban dari
departemen tersebut. Maka proses vertical alignment (cascading)
dapat dilakukan dengan tiga tahap, yaitu :
1. Semua tujuan stratejik (strategic objective) yang terdapat
dalam strategy map korporasi akan diturunkan ke masing-
masing departemen berdasarkan controllability masing-masing
tujuan stratejik tersebut. Misalkan tujuan stratejik peningkatan
pendapatan akan diturunkan ke departemen pemasaran,
sedangkan tujuan stratejik peningkatan kualitas akan
diturunkan ke departemen produksi.
2. Terdapat pula tujuan stratejik departemen, yang merupakan
penurunan dari tujuan stratejik korporat, namun memiliki
nama tujuan stratejik yang berbeda. Misalkan dalam tingkatan
korporat, tujuan stratejik adalah meminimalkan total biaya
perusahaan, sedangkan tujuan strategi dari departemen
pembelian adalah purchase price variance yang favourable.
4
3. Terdapat pula tujuan stratejik yang muncul pada tingkatan
departemen, tapi tidak ada pada tingkatan korporasi. Misalnya
pada departemen seumber daya manusia terdapat tujuan
stratejik perhitungan biaya gaji yang akurat. Tujuan stratejik
ini tidak akan muncul pada tingkatan korporasi, karena tujuan
stratejik tersebut penting pada tingkatan departemen, namun
bukan merupakan prioritas pada tingkatan korporasi.
4. Untuk departemen-departemen penunjang, customer value
proposition pada perspektif pelanggan merupakan apa yang
dijanjikan oleh departemen penunjang pada departemen yang
dilayaninya.
Prinsip yang sama akan diberlakukan untuk proses cascading pada
tingkatan-tingkatan berikutnya. Proses alignment terakhir adalah
dengan mengaitkan KPI-KPI tersebut dengan sistem kompensasi
perusahaan.
b. Horizontal Alignment
berarti semua peta strategi, tujuan stratejik, balance scorecard
yang terdapat dalam masing-masing unit bisnis yang berada dalam
satu tingkatan juga tidak boleh bertentangan satu sama lainnya.
Misalkan strategi yang dibuat pada departemen produksi dengan
departemen pemasaran tidak boleh ada yang bertentangan. Untuk
menjamin keselarasan tersebut, maka setelah diselesaikan proses
cascading untuk masing-masing unit bisnis, maka peta strategi dan
balance scorecard untuk masing-masing unit bisnis tersebut harus
diperiksa lagi untuk menjamin adanya keselarasan tersebut.
Salah satu contoh paling jelas dari horizontal alignment adalah
proses penyusunan peta startegi dan balance scorecard untuk unit
penunjang. Unit penunjang perusahaan seperti bagian sumber daya
manusia, bagian akuntansi, internal audit dan sebagainya tidak
5
berhubungan langsung dengan pelanggan perusahaan, karena unit
penunjang dibentuk untuk menunjang unit atau divisi lain yang
terdapat dalam perusahaan. Karena itu, costumer value proportion
dari unit penunjang adalah apa yang harus diberikan oleh unit
penunjang tersebut pada divisi atau unit lain yang terdapat dalam
perusahaan, agar unit atau divisi lainnya tersebut dapat
menjalankan tugasnya dengan baik.
Penyelarasan horizontal memungkinkan organisasi secara
keseluruhan menikmati sinergi yang datang saat unit bisnis
berkolaborasi.
Dengan menggunakan peta strategi cascading dan balanced
scorecard, maka:
1. Kantor pusat perusahaan menentukan proposisi nilai
perusahaan dan menjelaskan bahwa dalam peta strategi dan
balanced scorecard.
2. Setiap unit bisnis kemudian mengartikulasikan proposisi
nilainya sendiri dan menyesuaikan peta strategi perusahaan
dan balanced scorecard untuk memenuhi kebutuhan dan
persyaratan pasarnya sendiri juga.
3. Semua unit layanan salah satu mekanisme terbaik untuk
menciptakan kesejajaran vertikal dan horizontal adalah
bersama juga mengambil peta strategi perusahaan dan
balanced scorecard dan mencari cara untuk meminimalkan
biaya dan mendukung strategi unit bisnis dan spesifik
perusahaan.
4. Karyawan dipelihara dalam lingkaran dengan menyadari apa
yang dibutuhkan. insentif dan program penghargaan kemudian
bisa dilakukan. Karyawan dapat fokus pada kinerja taktis yang
sejajar.
6
2.2 Cascasding The Scorecard
7
2.3 Membangun Awareness
Proses awareness adalah upaya untuk membuat seluruh karyawan
dalam perusahaan dapat mengetahui dan memahami strategi perusahaan
secara keseluruhan. Strategi perusahaan bukan hanya dilaksanakan oleh top
manajemen, namun oleh semua pihak yang terdapat dalam perusahaan. Oleh
karena itu, proses membangun awareness menjadi suatu hal yang penting
dalam implementasi strategi perusahaan. Pembangunan awareness dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya:
a. Melakukan pertemuan dalam rangka sosialisasi kebijakan dan strategi
perusahaan
b. Mempublikasikan visi, misi, strategi perusahaan dan divisi di setiap
area umum karyawan
8
Penentuan KPI Dengan Metode 4 Perspektif Balanced Score Card
Untuk menentukan KPI organisasi departemen industrial
engineering terbagi dalam 4 perspektif yang saling terkait sesuai dengan
yang diperlihatkan pada Tabel 1. KPI ini dipastikan memberikan
kontribusi positif terhadap penacapaian visi misi perusahaan.
9
Monitoring Hasil, Coaching dan Feedback
Setelah penentuan target maka selanjutnya adalah monitoring hasil
pencapaian, coaching dan feedback. Proses ini sebagai bahan
diskusi antara engineer dan departemen head untuk memastikan ada
umpan balik dari setiap engineer supaya pencapaian kedepannya lebih baik
lagi.
Oleh sebab itu, diperlukan pemutakhiran data hasil pencapaian
setiap KPI setiap engineer di departemen industrial engineering secara
regular untuk mengetahui tingkat performance para engineer departemen
industrial engineering. Proses coaching terjadi antara kepala departemen
dengan setiap engineer yang dilakukan dalam satu sesi khusus sehingga
hasilnya akan bisa lebih maksimal. Proses ini dimulai dengan mereview
hubungan pencapaian KPI dan segala aktifitas yang sudah dilakukan,
sehingga kalau terjadi ketidaksesuaian bisa langsung didiskusikan
pengambilan tindakan selanjutnya. Proses coaching yang baik akan
menghasilkan hubungan positif antara atasan dan bawahan dan pastinya
akan sangat berpengaruh pada pencapaian kinerja setiap individu dan
secara tidak langsung berimbas pada kesuksesan pencapaian visi
perusahaan.
10
Penilaian Kinerja Tahunan
Hasil monitoring pencapaian setiap KPI untuk selanjutnya akan dipakai
untuk me-review proses penilaian kinerja setiap engineer dengan cara
pembobotan setiap KPI dan menggunakan sistem grading( % Pencapaian
dikalikan dengan bobot KPI) untuk final penilaiannya. Proses grading ini
bisa diselaraskan dengan besar kenaikan gaji tahunan setiap individu
karyawan yang bekerja di departemen industrial engineering. Berikut ini
adalah format penilaian kinerja tahunan semua karyawan yang bekerja di
departemen Industrial Engineering dan format ini diketahui dan dipahami
oleh semua karyawan sehingga mereka akan dengan mudah mengetahui
kinerjanya masing-masing dan pengaruhnya terhadap kenaikan gaji
tahunan. Format Penilaian kinerja karyawan departemen industrial
engineering ini dapat dilihat pada pada Tabel 3.
11
Dengan menggunakan sistem penilaian kinerja diatas maka akan
memberikan perubahan system penilaian dari tahun-tahun sebelumnya dan
diharapkan lebih objektif dan diterima semua karyawan. Hasil perubahan
penilaian kinerja karyawan tahunan bisa dilihat pada Tabel 4.
Simpulan Penelitian
Proses Manajemen kinerja dengan setup KPI menggunakan metode
Balanced Score Card di Departemen Industrial Engineering akan
memastikan keselarasan dengan visi dan strategi perusahaan, sehingga
terjadi proses siklus continuous improvement yangbergulir demi
tercapainya target pencapaian perusahaan sampai tahun 2020. Setiap
Karyawan yang bekerja di dalam departemen Industrial Engineering juga
akan terpacu untuk terus memperbaiki diri, sehingga akan terjalin
keharmonisan hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan.
12
sedikit tidak cukup mampu menjelaskan strategi perusahaan dan tidak
mencerminkan keseimbangan antara hasil yang diinginkan dan pemicu
kinerja hasil tersebut. Atau, sebaliknya, beberapa perusahaan memasukkan
terlalu banyak ukuran, yang melibatkan lebih dari 100 ukuran, sehingga
perhatian manajer menjadi tidak jelas yang membuat mereka tidak memberi
cukup perhatian pada sedikit ukuran yang dapat memberikan hasil terbaik.
Membuat dan memasukkan ukuran dan sistem manajemen baru ke
organisasi sangatlah rumit dan rentan terhadap sedikitnya empat kelemahan
berikut:
a. Manajemen senior tidak berkomitmen
Sejauh ini, sumber kegagalan terbesar terjadi ketika proyek
Balanced Scorecard atau didelegasikan kepada tim proyek manajemen
tingkat menengah.sering kali cikal bakal sistem pengukuran kinerja baru
muncul dari kelompok kualitas atau fungsi keuangan. Orang- orang
dalam kelompok ini melihat keterbatasan dari berusaha mengelola
dengan hanya ukuran keuangan dan menginginkan organisasi
mengadopsi sistem pengukuran kinerja yang lebih terkait dengan operasi,
tidak hanya hasil keuangan. Mereka berupaya mendapat persetujuan dari
manajemen senior unutk mengeksplorasi sistem kinerja baru, namun
manajemen senior memperlakukan hal ini sebagai proyek lokal dan
operasional serta belum memehami perlunya mereka mengubah sistem
pengukuran baru.
Tim manajemen senior harus terlibat aktif ke proyek Balanced
Scorecard karena beberpa alasan. Pertama, sedikit manajer tingkat
menengah yang memahami strategi organisasi secara keseluruhan.
Mereka bergantung pada manajemen senior untuk mengkomunikasikan
strategi organisai. Jika manajemen senior tidak terlibat aktif ke proyek
tersebut, pengukuran baru akan terfokus ke perbaikan operasi local dan
tidak menjadi sistem komprehensif yang dapat digunakan eksekutif
senior untuk mengelola keberhasilan penerapan strategi mereka.
13
Kedua, dikebanyakan perusahaan, hanya tim manajemen senior yang
memiliki wewenang membuat keputusan yang dibutuhkan untuk strategi
yang efektif. Jika tidak ada pengetahuan yang komprehensif dan
wewenang membuat keputusan mengenai strategi organisasi secara
keseluruhan, tim manajer tingkat mengengah kemungkinan besar tidak
akan menghasilkan Balanced Scorecard yang mencerminkan strategi
organisasi.
Ketiga, komitmen emosi manajemen senior sama pentingnya dengan
pengetahuan dan wewenang mereka. Ketika manajemen senior
menginvestasikan waktu untuk mengambil keputusan mengenai sejumlah
segmen pelanggan, memeliki proposisi nilai yang akan disampaikan
secara lebih baik daripada pesaing, dan mengidentifikasi hubungan sebab
akibat yang menghubungkan ukuran di antara keempat perspektif
Balanced Scorecard, mereka juga membangun komitmen emosi terhadap
strategi itu, terhadap Scorecard yang mengkomunikasikan strategi itu,
dan terhadap proses manajemen yang berjalan untuk perbaikan dan
penerapan strategi itu. Tanpa komitmen emosi dari manajemen senro,
proyek tersebut akan segera menghilang, dan manfaat dari ukuran dan
sistem manajemen baru tidak akan pernah terealisasi.
b. Tanggung jawab Scorecard tidak mangalir ke bawah
Di beberapa perusahaan, eksekutif senior merasa hanya mereka yang
perlu mngetahui dan memahami strategi. Mereka gagal membagi
pengetahuan tentang strategi dan Scorecard dengan manajer tingkat
menengah dan karyawan tingkat lebih rendah di bagian muka dan
belakang kantor. Penerapan Balanced Scorecard yang sukses, di samping
membutuhkan komitmen tim manajemen senior, harus melibatkan lebih
dari mereka. Tim eksekutif harus memberitahukan Balanced Scorecard
kepada seluruh orang di organisasi sehingga karyawan memelajari
strategi dan memahami cara mereka berkontribusi terhadap kesuksesan
penerapannya.
19
c. Solusi dirancang berlebihan atau Scorecard diperlakukan sebagai
peristiwa satu kali
Beberapa kegagalan terjadi ketika tim proyek memberi kesempatan
“yang terbaik menjadi musuh bagi yang baik”. Tim ini ingin memiliki
scorecard sempurna. Mereka tidak ingin memulai scorecard hingga
mereka yakin mereka benar telah memiliki ukuran yang tepat dan data
yang valid untuk setiap ukuran di scorecard.
Tim ini percaya bahwa mereka akan memiliki hanya satu peluang
untuk memulai scorecard, dan mereka menginginkan ini menjadi yang
terbaik. Sehingga mereka menghabiskan berbulan bulan merevisi ukuran,
memperbaiki proses pengumpulan data, dan membuat dasar pengukuran
scorecard. Delapan belas bulan setelah dimulainya proyek Balanced
Scorecard, manajemen harus menggunakannya ke dalam beberapa
pertemuan atau mendukung proses keputusan mereka. Ketika
diwawancara, beberapa eksekutif di perusahaan ini menjawab, “Saya
rasa kami telah mencoba Balanced Scorecard tersebut tahun lalu, namun
itu tidak bertahan”. Masalahnya bukan karena tidak bertahan. Balanced
Scorecard itu tidak pernah dimulai!
Semua Balanced Scorecard dimulai dengan beberapa ukuran baru
yang belum ada data mengenai ukuran itu. Kadang-kadang, hingga
sepertiga ukuran tersebut tidak tersedia dalam beberapa bulan pertama,
terutama ukuran yang berhubungan dengan keterampilan karyawan,
ketersediaan teknologi informasi, dan loyalitas pelanggan. Manajer harus
memulai proses pengumpulan data baru atas ukuran yang tidak ada dan
selain itu menggunakan scorecard untuk proses evaluasi dan alokasi
sumber daya, meskipun tanpa data mengenai ukuran baru tersebut.
Seiring dengan semakin tersedianya data, manajer akan memiliki
dasar yang lebih baik untuk diskusi dan keputusan mereka. Namun,
sistem manajemen sebaiknya dinamis, dan proses tujuan, ukuran, dan
20
pengumpulan data dapat dimodifikasi dari waktu ke waktu berdasarkan
pembelajaran organisasi.
d. Balanced Scorecard diperlakukan sebagai sistem atau proyek
konsultasi
Beberapa kegagalan termahal Balanced Scorecard terjadi ketika
perusahaan menerapkan Balanced Scorecard sebagai proyek sistem
bukannya sebagai proyek manajemen. Perusahaan nampaknya yakin
mereka bisa mendapatkan sistem pengukuran baru dari perangkat lunak
yang disediakan oleh pemasok atau konsultan eksternal. Kegagalan ini
biasanya terjadi ketika organisasi konsultan eksternal, terutama yang
memiliki spesialisasi memasang sistem informasi besar, meyakinkan
seseorang di perusahaan untuk mempekerjakan mereka memasang sistem
Balanced Scorecard. Konsultan menghabiskan 12 sampai 18 bulan
kemudian dan ratusan juta rupiah mengotomatisasi seluruh sistem
pengumpulan data yang ada untuk memberikan sistem informasi
eksekutif yang dibuat umum di setiap deskjob manajer. Sistem informasi
eksekutif ini membuat manajer dapat mengakses bagian data apapun dan
mengatur banyak sekali database ke dalam berbagai cara. Selain itu,
nyatanya, jarang sekali ada orang yang menggunakan sistem baru
tersebut. Otomatisasi dan fasilitasi akses ke ribuan (atau jutaan) data
observasi yang dikumpulkan perusahaan tidak menghasilkan Balanced
Scorecard.
Hal yang paling penting, pikirkan kelemahan pertama. Dengan
mendelegasikan Scorecard pada konsultan eksternal dan perusahaan
integrasi sistem, proses mengikat tim manajemen senior dalam dialog
strategis menjadi terlewatkan sepenuhnya. Scorecard harus dimulai
dengan proses manajemen, bukan mendapatkan sistem baru.
21
III PENUTUP
22
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Teknik Industri, Vol. 18, No.02, Agustus 2017, pp. 168~175 ISSN 1978-
1431 print / ISSN 2527-4112 online, Muh. Rokhim, Penentuan Key Performance
Indicator Dengan Metode Balanced Scorecard
Eric Wibisono, Lisa Mardiono, Fenny Nikolay Jurusan Teknik Industri, Universitas
Surabaya Raya Integrasi Balanced Scorecard, Singapore Quality Award dan Pembobotan
SMART: Studi Kasus pada P.T. Sinar Baru Stone, Ende, Indonesia.
https://achmadruky.com/690/cascading-arti-dan-tujuannya-dalam-proses-manajemen-
kinerja-perusahaan-dan-organisasi/
23