Dalam sistem pengendalian manajemen, terdapat 4 kontrol dalam perusahaan atau yang dikenal
dengan 4 levers of control:
Diagnostic control systems adalah tools manajemen yang penting untuk mentranformasikan
intended strategies menjadi realized strategies: mereka memusatkan perhatian pada pencapaian
tujuan untuk bisnis dan untuk setiap individu dalam bisnis. Diagnostic control systems berhubungan
dengan strategy as a plan. Diagnostic control systems memungkinkan manajer untuk mengukur hasil
dan membandingkan hasil dengan rencana profit yang telah ditetapkan & tujuan kinerja. Tanpa
diagnostic control systems, manajer tidak akan tahu apakah intended strategies akan tercapai/tidak.
Beberapa intended strategies mungkin tidak akan direalisasikan, tujuan mungkin ditetapkan secara
tidak tepat atau keadaan dapat berubah, membuat pencapaian sasaran menjadi tidak mungkin atau
kurang diinginkan. Beberapa intended strategies tidak pernah dilaksanakan karena terjadi hambatan
yang tidak terduga atau sumber daya yang tidak mencukupi. Sekali lagi, diagnostic control system
diperlukan untuk memantau situasi ini.
The belief systems dalam organisasi menginspirasi intended strategies & emergent strategies. Visi
manajemen, yang dinyatakan dalam pernyataan misi dan kredo, memotivasi peserta organisasi
untuk mencari dan menciptakan peluang guna mencapai keseluruhan misi perusahaan. Sistem ini
berhubungan dengan strategy as perspective. Belief systems menarik keinginan bawaan (belief) dari
peserta organisasi untuk memiliki dan berkontribusi terhadap tujuan organisasi. Belief system
menciptakan arah dan momentum untuk meleburkan antara intended strategies dan emergent
strategies secara bersamaan dan memberikan panduan serta inspirasi bagi individu yang mencari
peluang.
Boundary systems memastikan bahwa realized strategies berada dalam domain yang dapat diterima.
Boundary systems mengendalikan strategy as position, memastikan kegiatan bisnis terjadi di pasar
yang ditargetkan dan pada tingkat risiko yang dapat diterima. Tanpa boundary systems, perilaku
pencarian peluang yang kreatif dan eksperimen/trial & error dr peserta organisasi dapat
menghilangkan resources perusahaan. Boundary systems membuat biaya yang bisa dikeluarkan akan
dikenakan pada peserta yang berperilaku di luar batas.
Interactive control systems memberikan manajer tools untuk mempengaruhi eksperimen/trial &
error dan pencarian peluang yang mungkin akan menghasilkan emergent strategies. Di tingkat bisnis,
bahkan tanpa adanya rencana dan tujuan formal, manajer yang menggunakan interactive control
systems dapat memaksakan konsistensi & panduan proses pencarian peluang yg kreatif. Sistem ini
berhubungan dengan strategy as pattern. Tindakan taktis sehari-hari dan eksperimen/trial & error
dapat dilihat polanya untuk merespons ketidakpastian & seiring waktu akan menjadi realized
strategies.
Strategic control tidak dicapai melalui sistem yg baru & unik, tp melalui 4 levers of control yang
bekerja scr bersamaan untuk mengendalikan intended strategies & emergent strategies.
1. Dua dari control systems -beliefs systems dan interactive control systems- memotivasi
peserta organisasi untuk mencari secara kreatif dan memperluas peluang. Sistem ini
menciptakan motivasi dengan menciptakan lingkungan informasi yang positif yang
mendorong information sharing dan learning. Beliefs systems dan interactive control
systems adalah sistem yang positif – filosofi “yang”.
2. Dua sistem kontrol yang lain -boundary systems dan diagnostic control systems– digunakan
untuk membatasi perilaku pencarian dan mengalokasikan fokus mengenai masalah
kelangkaan. Sistem ini mengandalkan motivasi ekstrinsik dengan memberikan tujuan
eksplisit, penghargaan berbasis formula, dan batasan yang jelas untuk pencarian peluang.
Boundary system dan diagnostic control systems adalah sistem yang negatif — filosofi “yin”
yang berseberangan.
People adalah kunci kesuksesan. Menemukan, merekrut, melatih, memotivasi, dan mencari peluang
karyawan adalah satu-satunya cara untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif
ditengah pasar yang dinamis. Namun, kita juga harus mengingat blok organisasi (organizational
block). Blok ini bisa dengan mudah menghambat peningkatan produktivitas dalam
organisasi/perusahaan bahkan dari karyawan terbaik sekalipun. Blok organisasi ini berpotensi terjadi
terutama disebabkan oleh orang-orang yang: (1) tidak yakin akan tujuan organisasi dan bagaimana
mereka dapat berkontribusi, (2) mendapat tekanan dan godaan, (3) kurang fokus dan/atau tidak
adanya sumber daya, (4) kurangnya kesempatan untuk berinovasi, dan (5) takut untuk menantang
status quo. Levers of control dapat digunakan untuk mengatasi blok ini jika manajer mengetahui
secara jelas tentang asumsi yang mereka buat mengenai perilaku manusia dalam organisasi. Asumsi
tentang perilaku manusia mengandung risiko nyata, risiko yang diperoleh dari asumsi sendiri, atau
risiko bahwa anggapan itu salah. Dalam hal ini terjadi kesalahan Type I dan Type II.
Sebagai contoh, seorang manajer harus memilih antara 2 model/kondisi perilaku karyawan dan
manajer tersebut harus memperlakukan karyawan dengan benar.
Model A: ketika karyawan itu jujur, pekerja keras, dan berkomitmen untuk memberikan yang
terbaik. Dalam hal ini karyawan tersebut tidak membutuhkan pengawasan dan kontrol yang ketat.
Model B: ketika karyawan itu tidak jujur, malas, dan menghindari pekerjaan. Dalam hal ini, karyawan
tersebut pastinya membutuhkan pengawasan dan kontrol yang cermat.
Case: jika seorang manajer memilih bahwa Model B itu benar padahal ternyata karyawan tersebut
tidak jujur dan pekerja keras, maka Type I Error telah dibuat. Dalam hal ini, karyawan tidak memiliki
kesempatan untuk berkontribusi lebih karena ditolak oleh perusahaan untuk berpartisipasi dalam
keputusan kunci karena dianggap perilaku mereka dapat merugikan perusahaan. Dari sisi karyawan,
dia menganggap tidak ada kepercayaan dari atasan sehingga hal ini bisa mendorong mereka menjadi
tidak mau berkomitmen/bekerja menuju tujuan organisasi. Sebaliknya, jika manajer percaya bahwa
Model A itu benar padahal karyawan tersebut tidak jujur dan malas, maka Type II Error telah dibuat.
Dengan demikian, asumsi yang dibuat seorang manajer mengenai perilaku manusia menjadi sangat
penting untuk mengendalikan strategi.