Anda di halaman 1dari 3

Scope of fraud (cakupan fraud)

Hampir semua usaha/bisnis dari kecil, menengah dan besar memiliki kemungkinan
terjadinya fraud, baik itu sedang terjadi maupun akan terjadi. Penelitian dari ACFE
membuktikan bahwa level fraud yang terdeteksi dari tahun 1996-2008 selalu konsisten yaitu
dengan rata-rata 6% dari laba tahunan. Terkait financial fraud, sebuah studi oleh COSO
memberikan wawasan berharga. Pada tahun 1998, COSO merilis studi penting mengenai
fraud dalam pelaporan keuangan, COSO memeriksa kata kunci tertentu perusahaan dan
manajemen. Hasilnya menunjukkan hal yang menarik, yaitu bahwa sebagian besar penipuan
dilakukan oleh perusahaan kecil dengan direksi yang didominasi oleh orang-orang dalam dan
orang yang tidak berpengalaman. Pejabat eksekutif terlibat dalam sekitar 83% dari kasus dan
periode fraud sekitar 23,7 bulan. Hal ini terjadi karena perusahaan kecil tidak mampu atau
enggan dalam menerapkan kontrol internal yang hemat biaya. COSO menyarankan auditor
eksternal untuk fokus pada ‘tone at the top’ dalam mengevaluasi struktur kontrol internal.

Pada tahun 2009 KPMG mewawancarai 204 eksekutif perusahaan dengan minimal
pendapatan sebesar $250 dan hasilnya berkata bahwa resiko terjadinya fraud meningkat
karena ekonomi dan stimulus money. 32% dari responden mengatakan setidaknya salah satu
kategori fraud (korupsi, misapropiasi aset, fraud laporan keuangan) akan meningkat dalam 12
bulan mendatang. Menurut penelitian yang dilakukan ACFE selama tahun 1996-2008
terdapat rata-rata 6% kerugian dari laba tahunan yang dinyatakan sebagai fraud dan pada
tahun 2008 sekitar $994 miliar kerugian yang diderita. Menurut ACFE metode yang paling
sering digunakan dalam mendeteksi fraud adalah tips dan komplain (46,2%) diikuti dengan
kontrol internal (23,3%), audit internal (20%), kecelakaan atau ketidaksengajaan (19,4%),
dan audit eksternal (9,1%). Pada tahun-tahun berikutnya kontrol internal mendapatkan
perhatian yang cukup besar dalam meningkatkan deteksi terhadap fraud.

Profile seorang fraudster (penipu)

Aspek kunci dalam mencegah dan mendeteksi fraud adalah profile dari tipikal fraudster
dari tipe fraud nya. Contohnya dalam misapropiasi aset pelakunya biasanya adalah orang yag
tidak pernah disangka. Dikatakan bahwa penyebab terjadinya fraud biasanya dikarenakan
faktor eksternal maupun individual : kompetitif, ekonomi, sosial, politik, dsb. Meskipun
biasanya disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, menurut penelitian lebih lanjut pelaku fraud
biasanya dikaitkan dengan 3 kata kunci yaitu berbohong, curang, mencuri. 3 kegiatan tersebut
disebabkan oleh bermacam-macam variabel :
 Variabel personal : kebutuhan/keinginan, sikap/pilihan, bakat/kemampuan, dsb.
 Variabel organisasional : ingin mendapat reward, motivasi atau iklim etik (pengaruh
dari atasan dll), kualitas manajemen dan supervisi, dsb.
 Variabel eksternal : keadaan ekonomi secara umum, level kompetisi dalam industri,
nilai sosial.

Ada 25 alasan mengapa karyawan berbohong, berbuat curang dan mencuri dalam pekerjaan :
 Mereka percaya tidak akan ketahuan
 Karyawan berpikir sangat membutuhkan uang atau barang yang dicuri
 Karyawan merasa tidak puas dengan beberapa aspek dalam pekerjaannya
 Karyawan merasa dimanfaatkan dan ingin mendapat lebih
 Karyawan tidak memperhatikan atau menghitung konsekuensi jika ketahuan
 Karyawan berpikir bahwa semua orang juga melakukannya
 Karyawan berpikir bahwa karena perusahaan besar maka mencuri sedikit tidak akan
berpengaruh
 Karyawan tidak dapat mengatur keuangan sehingga selalu kekurangan kemudian
akhirnya mencuri
 Karyawan berpikir mengalahkan perusahaan adalah tantangan dan bukan lagi masalah
keuntungan ekonomi
 Sebagai pelampiasan terhadap kehidupan yang tidak berjalan sesuai keinginannya
(gagal dalam percintaan, keluarga, dll)
 Karyawan tidak mempunyai kontrol diri dan mencuri karena keharusan
 Karyawan percaya bahwa temannya diperlakukan dengan tidak baik (balas dendam)
 Karyawan malas dan tidak mau bekerja untuk mendapatkan yang diinginkan
 Kontrol internal perusahaan sangat lemah sehingga mereka tergoda untuk mencuri
 Tidak ada yang pernah dituntut perusahaan karena mencuri
 Pelaku pencurian biasanya lebih sering tertangkap karena ketidaksengajaan daripada
audit internal
 Karyawan tidak dianjurkan dalam mendiskusikan masalah keuangan maupun personal
dan meminta bantuan dalam perusahaan
 Pencuri dalam perusahaan adalah situasi yang fenomenal dan semua mempunyai
motif tersendiri dalam melakukannya
 Karyawan mencuri karena berbagai alasan yang bisa dipikirkan oleh manusia
 Karyawan tidak pernah mendapat sanksi yang berat karena perbuatannya
 Manusia sangat lemah dan tak berdaya terhadap dosa
 Karyawan sekarang mengalami penurunan moral, etik, dan spiritual
 Karyawan meniru atasannya (jika atasan mencuri maka anak buah nya juga
melakukannya)

Hukum harus rasional, adil, dan dilakukan dengan efisien sehingga dapat dihormati.
Aturan perusahaan yang berhubungan dengan kejujuran karyawan harus rasional, adil, dan
dimaksudkan untuk melayani kepentingan ekonomi perusahaan. Tindakan karyawan yang
dapat menyebabkan kerugian subtansial pada aset perusahaan harus dilarang. Meskipun
hukum yang diberikan kepada pelaku penipuan (fraud) sudah cukup berat namun hal ini
masih sering terjadi adalah karena hasil yang didapatkan lebih besar dari hukuman yang
diterima.

High-level dan low-level thieves (pencuri)

Pada level tinggi dalam organisasi, mencuri lebih mudah dilakukan karena kontrol dapat
dilewati atau dikesampingkan. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata fraud oleh eksekutif yang
adalah $834.000, namun pencurian lebih sering terjadi pada level bawah dalam perusahaan
karena banyaknya jumlah karyawan. ACFE RTTN telah mengumpulkan profile of a fraudster
berdasarkan informasi dari survey yang telah dilakukan. Hasilnya berkata bahwa semakin
besar sebuah fraud (dilihat dari kerugian dan biaya) biasanya dilakukan oleh orang yang
a)sudah lama berada di perusahaan, b) memiliki pendapatan tinggi, c) biasanya pria,
d)berumur lebih dari 60 tahun, e) memiliki pendidikan yang bagus, f) melakukannya
bersama-sama, g) tidak pernah dituntut dengan pidana apapun. dilain sisi penipuan (fraud)
yang paling sering terjadi dilakukan oleh orang yang a) sudah lama berada di perusahaan,
b)memiliki pendapatan lebih kecil, c) semua gender, d) berumur mulai dari 41-50 tahun,
e)pendidikan sampai SMA, f) beroperasi sendiri, g) tidak pernah ditangkap karena tindakan
kriminal. menurut ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa white-collar criminal tidak terlihat
seperti penjahat.

Siapa yang seringkali menjadi korban fraud ?

Bukti empiris menunjukkan bahwa faktor paling umum dari fraud adalah kurangnya
pemisahan tugas dengan kontrol kompensasi yang nol, biasanya terjadi dalam perusahaan
dengan bisnis kecil. Perusahaan kecil memiliki kemungkinan terjadinya fraud yang lebih
tinggi karena mereka hanya memiliki satu akuntan, tidak ada pemisahan tugas, dan tidak ada
kompensasi yang semuanya merupakan penyebab umum terjadinya fraud. RTTN 2008
menunjukkan bahwa 38,2% fraud terjadi pada perusahaan kecil (karyawan kurang dari 100
orang) dan kedua tertinggi adalah perusahaan dengan jumlah karyawan 1000-9999 (23%).
Sehingga perusahaan kecil adalah entitas yang seringkali menjadi korban penipuan (fraud)
berdasarkan ukurannya.

Anda mungkin juga menyukai