Anda di halaman 1dari 57

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Kuis Besar

Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi

Disusun Oleh:

Novia Putri Samudra 121910017

Ribka Rachman Kurniawan 121910020

Micheal Roland Wijaya 121910034

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG

NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha uasa atas kasih dan karunia-

Nya yang telah memampukan penulis untuk dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi. Makalah ini disusun dalam

rangka memenuhi tugas Kuis Besar pada mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi.

Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam

pembuatan laporan ini. Adapun pihak - pihak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bapak Assoc. Prof. Dr. Murpin Josua Sembiring S.E., M.Si, selaku Rektor

Universitas Ma Chung

2. Bapak Dr. Seno Aji Wahyono, SE., ST., MM, selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Ma Chung.

3. Ibu Dian Wijayanti, S.E., M.Sc, selaku Kepala Program Studi Akuntansi

Universitas Ma Chung.

4. Bapak Daniel Sugama Stephanus, S.E., M.M., MSA., Ak., CA., selaku

Dosen Pengampu pada Mata Kuliah Pengauditan 1 yang mengajar dan

membimbing dengan baik dan penuh kesabaran sehingga penulisan

makalah ini dapat terselesaikan.

5. Semua keluarga penulis yang selalu mendukung dan memberikan

semangat kepada penulis sampai dengan selesainya penulisan makalah ini.

6. Rekan-rekan Program Studi Akuntansi angkatan 2019.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis untuk menyelesaikan mini skripsi ini.


Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Malang, 20 November 2021

Penulis

Daftar isi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktik-praktik kecurangan (fraud) secara umum dan korupsi pada khususnya

sampai sekarang ini masih terus menjadi isu fenomenal yang selalu menarik untuk

dibahas. Berdasarkan data empirik selang beberapa tahun terakhir, Pemerintah

Daerah dengan sektor keuangan daerah menjadi lembaga yang memiliki tingkat

fraud (korupsi) paling dominan. Lewat peran dan kinerja dari BPKP (Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) selaku lembaga yang memiliki

kewenangan untuk melakukan pengawasan keuangan bagi pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah, diharapkan dapat mampu menekan / meminimalisir

berbagai tindakan fraud dengan melakukan pencegahan, pendeteksian dini, serta

penindakan atas praktik-praktik fraud yang terjadi. Belakangan ini, perkembangan

ilmu akuntansi forensik dan audit investigatif menjadi harapan bagi para aparat

penegak hukum baik Kepolisian dan Kejaksaan maupun BPKP selaku APIP

(Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) dalam upaya pencegahan maupun

pengungkapan praktik-praktik fraud (korupsi). Oleh karena itu, perlu adanya

penelitian penelitian yang mengeksplorasi tentang penerapan akuntansi forensik

dan audit investigatif dalam aplikasi dan keefektifan fungsinya terhadap

pencegahan maupun pengungkapan fraud.

Di Indonesia korupsi didefinisikan sebagai penyelewengan atau

penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan

pribadi maupun orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Sedangkan
menurut Undang- Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 21 Tahun 2001 yang

dimaksud dengan korupsi yakni setiap orang yang dikategorikan melawan hukum,

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Bank Dunia dan

Gonzales (2000) menengarai adanya tiga ancaman besar pada negara yang

diakibatkan oleh korupsi, yaitu:

a. Merusak kemajuan tujuan pembangunan suatu negara, merugikan

kalangan miskin, menciptakan risiko makro ekonomi yang besar,

mempertaruhkan stabilitas keuangan, mengganggu keamanan umum dan

ketertiban hukum, serta merusak legitimasi pelaksanan negara di kalangan

rakyatnya.

b. Merupakan risiko yang serius terhadap efektivitas proyek yang

dibiayainya.

c. Melemahkan kepercayaan publik dalam asistensi pembangunan. Menurut

Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang

yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara.


Masalah dan praktik kejahatan terkait keuangan yang terjadi dapat kita lihat

dari skandal-skandal keuangan seperti kasus Enron, WorldCom, Qwest, Global

Crossing, dan lainnya. Skandal-skandal tersebut telah mengejutkan dunia dan

membuka mata para penggelut dunia bisnis untuk lebih memberi perhatian

terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam dunia bisnis khususnya masalah

keuangan. Hal serupa juga terjadi di Indonesia seperti kasus Bank Century, Bank

Bali, dan kasus BLBI. Skandal-skandal tersebut tentunya sangat merugikan dan

telah menurunkan kepercayaan investor dan kepercayaan publik terhadap laporan

keuangan perusahaan. Permasalahan dan praktik kejahatan keuangan tersebut

biasanya hanya dipandang dari sisi ekonomi, pemerintahan, dan sisi hukum saja

dalam pencarian solusinya. Masih jarang sekali penyelesaian masalah tersebut

dipandang dari sisi akuntansi. Padahal nyatanya praktik kejahatan yang terjadi

banyak dijumpai dalam penyusunan laporan keuangan. Maka dari itu, akuntansi

sebagai bahasa bisnis tentunya harus ikut andil dalam melawan dan mengatasi

permasalahan tersebut.

Dalam usaha untuk melawan permasalahan dan praktik kejahatan tersebut,

akuntansi dituntut untuk berkembang agar dapat mengikuti perkembangan bisnis

dan tren permasalahan yang mengikutinya terutama yang terkait dengan fraud.

Selama ini akuntansi yang dikenal untuk mendukung kelancaran suatu bisnis

hanya akuntansi biaya, akuntansi keuangan, akuntansi manajerial, dan auditing

saja. Padahal bidang-bidang akuntansi tersebut belum dapat memberikan solusi

terkait masalah fraud. Audit yang biasanya digunakan dan diharapkan dapat

menangani fraud memiliki keterbatasan sehingga dapat dikatakan kurang berhasil


dalam mengatasi masalah fraud. Keterbatasan tersebut dikarenakan audit hanya

menekankan pada penemuan kesalahan dan keteledoran pada laporan keuangan.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, berkembanglah ilmu akuntansi

forensik. Akuntansi forensik menurut Tuanakota (2010) adalah penerapan disiplin

akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk

penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun

privat. Akuntansi forensik memiliki sifat “problem-based” dan lebih menekankan

pada keanehan (exeption, oddities, irregularities) dan pola tindakan (product of

conduct) pada laporan keuangan. Akuntansi forensik juga lebih menekankan

tinjauan analitis dan teknik wawancara mendalam pada prosedur utamanya

sehingga diharapkan dapat mendeteksi adanya atau timbulnya fraud. Dengan

begitu akuntansi forensik diharapkan menjadi solusi permasalahan fraud yang saat

ini banyak ditemukan. Tuanakota (2010) berpendapat bahwa akuntansi forensik

merupakan super spesialisasi bagi seorang akuntan.

Di Indonesia kasus akuntansi forensik di sektor publik lebih menonjol

dibandingkan di sektor swasta. Kasus-kasus dalam akuntansi forensik pada

umumnya berhubungan dengan kerugian, baik di sektor publik maupun di sektor

swasta. Dalam sektor publik, konteks kerugian yang dimaksud dalam akuntansi

forensik adalah kerugian negara atau kerugian keuangan negara yang diakibatkan

oleh tindak pidana umum dan / atau tindak pidana khusus, seperti tindak pidana

korupsi. Dalam sektor swasta, konteks kerugian yang dimaksud adalah

penggantian biaya, kerugian, dan bunga yang diakibatkan oleh perbuatan melawan

hukum dalam ranah perdata dan/atau wanprestasi dari suatu perjanjian.


Akuntansi forensik terdiri dari audit investigatif dan akuntansi kerugian.

Berbicara mengenai audit investigatif, jika dari suatu audit umum (general audit

atau opinion audit) auditor memperoleh temuan audit atau ada tuduhan

(allegation) dari pihak lain atau ada keluhan (complaint), auditor bersikap reaktif.

Namun, dalam suatu audit secara umum maupun audit secara khusus untuk

mendeteksi fraud (kecurangan), auditor (internal maupun eksternal) secara

proaktif dan berupaya melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian

internal, terutama yang berkenaan dengan perlindungan terhadap aset

(safeguarding off asset), yang rawan akan terjadinya fraud (Tuanakotta, 2010).

Kedua kondisi tersebut menjelaskan perbedaan sikap auditor dalam menghadapi

indikasi adanya fraud. Sikap reaktif auditor akan membawa auditor pada prediksi

adanya suatu fraud. Atas dasar predikasi tersebut, auditor investigatif akan

melakukan audit investigatif untuk menemukan temuan/bukti audit dan

membuktikan ada atau tidaknya fraud. Temuan / bukti audit yang menunjukkan /

membuktikan adanya suatu fraud akan menjadi dasar perhitungan akuntansi

kerugian.

Istilah lainnya yang berkenaan dengan akuntansi forensik adalah akuntansi

kerugian. Perbedaan antara akuntansi kerugian dan audit investigatif adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan hitung-menghitung masuk ke wilayah

akuntansi, sementara untuk memastikan kebenaran atau kewajaran apa yang

dilaporkan masuk ke wilayah audit. Misalnya dalam tindak pidana korupsi,

menghitung besarnya kerugian keuangan negara adalah masuk ke dalam wilayah

akuntansi. Sedangkan mencari tahu siapa pelaku tindak pidana korupsi;

bagaimana tindak pidana korupsi dilakukan; serta kapan, dimana, dan mengapa
tindak pidana korupsi dilakukan adalah masuk ke wilayah audit (khususnya audit

investigative), (Tuanakotta, 2010).

Sampai saat ini IAI belum mengeluarkan standar untuk akuntansi forensik,

baik untuk pelaksanaan dan pelaporan hasil audit investigatif maupun untuk

perhitungan akuntansi kerugiannya.

Situasi ini sesungguhnya rawan, karena para praktisi melakukan praktik

akuntansi forensik tanpa standar (Tuanakotta, 2010). Minimnya ketersediaan data

dan informasi terkait praktik akuntansi forensik membuat pengembangan disiplin

ilmu akuntansi forensik cenderung lambat.

Selain itu, praktik akuntansi forensik di Indonesia juga masih tergolong baru,

bahkan istilah akuntansi forensik masih terdengar asing di kalangan mahasiswa

akuntansi. Akuntansi forensik tidak berurusan dengan akuntansi yang sesuai

dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), melainkan apa yang

menurut hukum atau ketentuan perundang-undangan berlaku. Perihal mengenai

perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas ( antara perbuatan melawan

hukum dan kerugian ) adalah ranahnya para ahli dan praktisi hukum. Perhitungan

besarnya kerugian adalah ranahnya para akuntan forensik. Dalam mengumpulkan

bukti dan barang bukti untuk menetapkan hubungan kausalitas, akuntan forensik

dapat membantu ahli dan praktisi hukum (Tuanakotta, 2010).

Berdasarkan pertimbangan bahwa akuntansi forensik belum memiliki suatu

standar tertentu yang dapat diterima secara umum dan adanya suatu tuntutan

bahwa seorang akuntan forensik diharuskan memiliki pengetahuan yang memadai


mengenai hukum maka dalam penelitian ini penulis akan membahas konsep-

konsep akuntansi forensik dari dua perspektif, yakni hukum dan akuntansi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan pokok-pokok masalah mengenai

akuntansi forensik dan audit investigatif terhadap pencegahan dan pengungkapan

fraud diatas, maka penulis dalam makalah ini akan membahas masalah adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana akuntansi forensik dan audit investigasi diterapkan dalam

mendeteksi fraud?

2. Mengapa akuntansi forensik dan audit investigasi dalam mendeteksi fraud

perlu diterapkan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi forensik dan audit investigasi

diterapkan dalam mendeteksi fraud.

2. Untuk mengetahui mengapa akuntansi forensik dan audit investigasi dalam

mendeteksi fraud perlu diterapkan.

3.

1.4 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:


1. Bagi Peneliti Untuk lebih memahami mengenai penerapan akuntansi

forensik dan audit investigasi dalam mendeteksi fraud.

2. Peneliti Selanjutnya Penelitian ini berguna sebagai acuan untuk

penelitian dan pengembangan selanjutnya.

3. Bagi pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan referensi dan bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian

lebih lanjut.

Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi para praktisi dan akademisi dalam pengembangan di bidang akuntansi

forensik, dan sebagai sarana pengenalan akuntansi forensik secara umum kepada

mahasiswa akuntansi. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat

dalam rangka pengembangan berkelanjutan disiplin ilmu akuntansi forensik.


BAB 2

LANDASAN TEORI

1. Akuntansi Forensik

1.1 Pengertian Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik adalah tindakan menentukan, mencatat,

menganalisis, mengklasifikasikan, melaporkan, dan mengkonfirmasikan

ke data keuangan historis atau aktivitas akuntansi lainnya untuk

penyelesaian sengketa hukum saat ini atau di masa mendatang. Data

historis ini juga digunakan untuk evaluasi data keuangan dalam

penyelesaian sengketa hukum di masa mendatang (Crumbley et al., 2015).

Pengertian forensik dalam profesi akuntan berkaitan dengan keterkaitan

dan penerapan fakta keuangan dengan permasalahan hukum. Akuntansi

forensik berisi audit atas catatan akuntansi untuk mencari bukti penipuan

(kecurangan dan pemalsuan) (Singleton & Singleton, 2010). Akuntansi

forensik adalah area intuisi yang menggunakan teknik investigasi dan

audit, mengintegrasikannya dengan keterampilan akuntansi dan komersial,

memberikan kesaksian di pengadilan melalui saksi ahli, menyelesaikan

masalah keuangan yang kompleks, melaksanakan investigasi penipuan

(Oberholzer, 2002, hal. 5). Akuntansi forensik memperoleh pemeriksaan

mendalam dalam bisnis dan membantu untuk pemahaman yang lebih baik
tentang sistem akuntansi yang dipegang oleh bisnis (McKittrick, 2009, p.

3).

Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti

luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di

dalam atau di luar pengadilan. Akuntansi forensik dapat diterapkan di

sektor publik maupun swasta, sehingga apabila memasukkan pihak yang

berbeda maka akuntansi D. Larry Crumbey dalam Tuanakotta (2010:5)

mengemukakan bahwa secara sederhana akuntansi forensik dapat

dikatakan sebagai akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau

akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses

pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial, atau tinjauan

administratif. Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari

akuntansi forensik adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan,

berbeda dari akuntansi yang sesuai dengan GAAP (Generally Accepted

Accounting Principles).

Berdasarkan pengertian akuntansi forensik dari berbagai sumber

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa akuntansi forensik merupakan

penerapan disiplin ilmu akuntansi dalam penyelesaian masalah hukum

baik di dalam dan di luar pengadilan. Istilah akuntansi forensik dalam

definisi tersebut dapat digunakan dalam pengertian yang luas, termasuk

audit dan auditing. Hal yang membedakan akuntansi dan audit adalah

akuntansi berkaitan dengan perhitungan sedangkan audit berkaitan dengan

adanya penelusuran untuk memastikan kepastian atau kewajaran dari apa


yang dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik memayungi segala macam

kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum.

1.2 Ruang Lingkup Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik memiliki ruang lingkup yakni tentang

akuntansi yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu hukum,

ruang lingkup organisasi dan sistem informasi serta auditing.

a. Hukum, meliputi sistem dan yuridiksi serta sumber-sumber hukum,

penerapannya di Indonesia pada umumnya dimulai dari hukum

konstitusional (UUD) hingga hukum administratif. Disamping itu

dalam bidang ini perlu diketahui dan dipahami teknik investigatif dan

pen gadilan.

b. Organisasi dan sistem informasi, meliputi struktur organisasi yang

berkaitan erat dengan sistem pengendalian intern terutama yang

mencakup masalah transaksi keuangan, bidang ini tentu akan berkaitan

pula dengan sistem informasi (akuntansi dan manajemen).

c. Auditing, meliputi fungsi auditor dalam akuntansi forensik. Selain itu,

dijelaskan juga mengenai materialitas dan resiko dalam audit,

pernyataan audit dan kepentingannya serta detail mengenai prosedur

yang ada dalam auditing, mulai dari pengumpulan bukti dan sampling

hingga kompilasi pelaporan audit.

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa

akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk

lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit

investigatif Invalid source specified..


a. Praktik di Sektor Swasta

Perintis akuntansi forensik, Bologna dan Lindquist dalam

Tuanakotta (2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan

akuntansi, yaitu: fraud auditing , forensik accounting investigative

support , dan valuation analysis . Litigation support merupakan istilah

dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi.

Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan indikasi awal adanya

fraud. Audit investigasi merupakan bagian awal dari akuntasi forensik.

Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsur

perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena

tindakan korupsi.

fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang

bersifat proaktif untuk meneliti fraud, artinya audit ini ditujukan

kepada pencarian bukti terjadinya fraud. Bukti yang dimaksud adalah

bukti yang akan digunakan di pengadilan. Sedangkan akuntan forensik

baru dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan

naik ke permukaan melalui tuduhan, keluhan, dan temuan. Akuntansi

forensik dimulai setelah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit

investigatif merupakan bagian awal dari akuntasi forensik.

b. Praktik di Sektor Pemerintahan

Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol

daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum

akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat

perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensik


terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan

keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan,

lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.

1.3 Atribut Akuntan Forensik

Lima nasihat yang diberikan Howard R. Davia dalam Akuntansi

Forensik dan Audit Investigatif (Tuanakotta, 2010: 99-104) kepada

seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud,

yaitu sebagai berikut :

1. Melakukan identifikasi mengenai siapa yang mempunyai potensi

menjadi pelaku tindak fraud. Data dan fakta yang dikumpulkan

harus bisa menjawab siapa yang melakukan tidakan fraud tersebut.

2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan

kecurangan. Dalam sidang di pengadilan seringkali kasus kandas di

tengah jalan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik)

gagal membuktikan niat pelaku dalam melakukan kejahatan atau

pelanggaran.

3. “Be creative, think like preparatory, do not be predictable”.

Seorang fraud auditor harus kreatif, bisa berpikir seperti pelaku

fraud dan tidak mudah ditebak. Seorang fraud auditor harus dapat

mengantisipasi langkah-langkah berikut pelaku fraud atau

koruptor ketika mengetahui perbuatan mereka terungkap.


4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan

persekongkolan (collusion conspiracy). Ada dua macam

persekongkolan yaitu :

a) Ordinary conspiracy. Persekongkolan yang sifatnya sukarela,

dan pesertanya memang mempunyai niat jahat.

b) Pseudo conspiracy. Misalnya, seorang tidak menyadari bahwa

keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya (contoh:

memberikan password komputer).

5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk

menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), auditor harus

tahu dimana kecurangan itu dilakukan, di dalam atau di luar

pembukuan.

1.4 Kualitas Akuntan Forensik

Terdapat beberapa kualitas dari akuntan forensik seperti yang

dikemukakan oleh Robert J. Lindquist, yaitu sebagai berikut :

1. Kreatif, kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain anggap

sebagai situasi normal yang kemudian digunakan untuk

mempertimbangkan interpretasi lain.

2. Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang

sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.

3. Tak menyerah, kesempatan untuk terus maju pantang mundur

walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung.


4. Akal sehat, kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia

nyata.

5. Business sense, kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis

sesungguhnya berjalan, dan bukan hanya sekedar memahami

bagaimana transasksi dicatat.

6. Percaya diri, kemampuan untuk mempercayai diri sendiri dan hasil

temuan sesuai yang telah dilakukan.

2. Kecurangan (Fraud)

2.1 Pengertian Fraud

Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan

merupakan hal yang kini banyak dibicarakan di Indonesia. Pengertian

fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang

menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi

pelaku kecurangan dan atau kelompoknya Invalid source specified.. Secara

umum pengertian kecurangan adalah ketika salah seseorang mampu untuk

merencanakan sesuatu perbuatan yang dapat memberikan keuntungan

untuk dirinya sendiri Invalid source specified.. Kecurangan dilakukan di

organisasi, oleh organisasi atau untuk organisasi yang merupakan tindakan

yang dilakukan baik secara internal maupun eksternal, secara sengaja,

ilegal dan disembunyikan Invalid source specified.. Berdasarkan definisi

fraud menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa fraud atau

kecurangan merupakan perilaku yang dilakukan oleh seorang individu atau

organisasi dengan cara yang disengaja untuk menipu, menyembunyikan,


atau mendapatkan keuntungan dalam suatu kondisi tertentu, dimana

tindakan tersebut dapat merugikan pihak-pihak yang terkait.

Jadi, berdasarkan pengertian fraud yang telah dikemukakan di atas

maka dapat disimpulkan bahwa fraud adalah mencangkup segala macam

yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang untuk

mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang salah atau

pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga,

penuh siasat atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang

menyebabkan orang lain tertipu atau menderita kerugian.

2.2 Klasifikasi Fraud

Fraud (kecurangan) diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis atau

tipologi berdasarkan perbuatannya, yaitu:

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai

kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji

material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor.

Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial.

2. Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation)

Penyimpangan atas aset meliputi penyalahgunaan/pencurian aset

atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud

yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang dapat

diukur/dihitung (defined value).

3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja

sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini

merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang

yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan

tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih

dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena

para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis

mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan

wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan

(bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan

pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

2.3 Penyebab Terjadinya Fraud

Pemicu perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari

motivasi dan kesempatan. Motivasi dan kesempatan saling berhubungan.

Semakin besar kebutuhan ekonomi seseorang yang bekerja di suatu

organisasi yang pengendaliannya internnya lemah, maka semakin kuat

motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong

seseorang untuk melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE

(Pusdiklatwas BPKP, 2008:14-17) yaitu sebagai berikut :

1. Greed (keserakahan)

2. Opportunity (kesempatan)

3. Need (kebutuhan)

4. Expossure (pengungkapan)
Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan

pelaku fraud atau disebut faktor individu. Adapun faktor opportunity dan

exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai

korban.

1. Faktor Generik

Faktor generik yang meliputi opportunity (kesempatan) dan exposure

(pengungkapan) merupakan faktor yang berada pada pengendalian

organisasi. Pada umumnya kesempatan melakukan fraud selalu ada

pada setiap kedudukan, hanya saja adanya kesempatan besar maupun

kecil tergantung kedudukan pelaku menempati kedudukan pada

manajemen atau pegawai biasa. Adapun pengungkapan berkaitan

dengan kemampuan dapat diungkapnya dapat diungkapnya suatu

fraud, dan sifat serta luasnya hukuman bagi pelakunya. Semakin besar

pengukapan fraud yang terjadi, maka kemungkinan pelaku melakukan

fraud semakin kecil.

2. Faktor Individu

Faktor individu yang meliputi greed (keserakahan) dan need

(kebutuhan) merupakan faktor yang ada pada diri masing-masing

individu, dengan arti berada diluar pengendalian organisasi. Faktor ini

terdiri atas dua unsur yaitu :

a. Greed factor, yaitu moral yang meliputi karakter, kejujuran dan

integritas yang berhubungan dengan keserakahan.

b. Need factor, yaitu motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan

seperti terlilit hutang atau bergaya hidup mewah.


2.4 Pencegahan Fraud

Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004:

5-11) yaitu sebagai berikut :

1. Membangun struktur pengendalian yang baik.

Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan,

COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The

Treadway Commission) pada bulan September 1992

memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas

daripada model pengendalian akuntansi tradisional dan mencakup

manajemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 (lima)

komponen yang saling terkait yaitu, lingkungan pengendalian

(control environment), penaksiran risiko (risk assessment), standar

pengendalian (control activities), informasi dan komunikasi

(information and communication, pemantauan (monitoring).

2. Mengefektifkan aktivitas pengendalian.

Mengefektifkan aktivitas pengendalian dengan cara sebagai

berikut :

a. Review kinerja

b. Pengolahan informasi

c. Pengendalian fisik

d. Pemisahan tugas

3. Meningkatkan kultur organisasi.


Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan

mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate

Governance (GCG). GCG meliputi :

a. Keadilan (Fairness)

b. Transparansi

c. Akuntabilitas (Accountability)

d. Tanggung jawab (Responsibility)

e. Moralitas

f. Keandalan (Reliability)

g. Komitmen

4. Mengefektifkan fungsi internal audit.

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh manajemen agar

fungsi internal audit bisa efektif membantu manajemen dalam

melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa,

penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang

diperiksanya adalah :

a. Internal audit departemen harus mempunyai kedudukan

yang independen dalam organisasi perusahaan.

b. Internal audit departemen harus mempunyai uraian tugas

secara tertulis, sehingga setiap auditor mengetahui dengan

jelas apa yang menjadi tugas, wewenang dan

tanggungjawabnya.

c. Internal audit harus mempunyai internal audit manual.


d. Harus ada dukungan yang kuat dari top manajemen kepada

internal audit departemen.

e. Internal audit departemen harus memiliki sumber daya

yang profesional, capable, bisa bersikap objektif dan

mempunyai integritas serta loyalitas yang tinggi.

f. Internal auditor harus bisa bekerjasama dengan akuntan

publik.

g. Menciptakan struktur pengajian yang wajar dan pantas

h. Mengadakan rotasi dan kewajiban bagi pegawai untuk

mengambil hak cuti.

i. Memberikan sanksi yang tegas kepada yang melakukan

kecurangan dan berikan penghargaan kepada mereka yang

berprestasi.

j. Membuat program bantuan kepada pegawai yang

mendapatkan kesulitan baik dalam hal keuangan maupun

non keuangan.

2.5 Pendeteksian Fraud

Tindakan pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus

memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya fraud

yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir

terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis fraud memiliki

karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi fraud perlu

kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis fraud yang mungkin

timbul dalam perusahaan.


Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian

kecurangan berdasar penggolongan fraud oleh ACFE:

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud).

Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya

dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut :

a. Analisis vertikal

b. Analisis horizontal

c. Analisis rasio

2. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)

Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini

sangat banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas

pengendalian internal yang baik dalam pos-pos tersebut akan

sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan.

Dengan demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat

dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset.

Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa

teknik yang berbeda.

a. Analytical review

b. Statistical sampling

c. Vendor or outsider complaints

d. Site visit – observation

3. Korupsi (Corruption)

Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari

rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak
puas menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan

terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap

tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat

dilihat dari karakteristik (red flag) si penerima maupun si pemberi.

3. Audit Investigasi

Audit investigatif merupakan sebuah kegiatan sistematis dan

terukur untuk mengungkap kecurangan sejak diketahui atau diindikasinya

sebuah peristiwa atau kejadian atau transaksi yang dapat memberikan

cukup keyakinan serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi

pemastian suatu kebenaran dalam menjelaskan kejadian yang telah

diasumsikan sebelumnya dalam rangka mencapai keadilan (Pusdiklatwas,

2008). Audit investigasi dilakukan sebagai tindakan represif untuk

menangani fraud yang terjadi.

3.1 Tujuan Audit Investigatif

Tujuan utama dari audit investigatif bukan untuk mencari siapa

pelakunya, namun menekankan pada bagaimana kejadian sebenarnya

(search the truth), setelah kejadian sebenarnya terungkap, secara otomatis

pelaku fraud akan didapat (Sukanto, 2009). Untuk mencapai tujuan

tersebut, amka terdapat beberapa tahapan dalam proses audit investigatif

yaitu :

1. Penelaahan Informasi Awal

a. Sumber informasi. Informasi awal sebagai dasar penugasan audit

investigatif berasal dari berbagai sumber, misalnya media massa,


LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), penegak hukum dan lain-

lain.

b. Mengembangkan hipotesis awal. Hipotesis awal disusun untuk

menggambarkan perkiraan suatu tindak kecurangan itu terjadi.

Hipotesis awal dikembangkan untuk menjawab mengenai apa,

siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana fraud terjadi.

c. Menyusun hasil telaahan informasi awal. Hasil penelaahan

informasi awal dituangkan dalam bentuk “Resume Penelaahan

Informasi Awal” sehingga tergambar secara ringkas mengenai

gambaran umum organisasi, indikasi bentuk-bentuk

penyimpangan, besarnya estimasi potensi nilai kerugian negara

yang terindikasi, hipotesis, pihakpihak yang diduga terkait,

rekomendasi penanganan.

d. Keputusan pelaksanaan audit investigatif. Didasarkan dari apa

yang diinformasikan dan tidak mempermasalahkan siapa yang

menginformasikan. Namun fraud audit dapat dilakukan apabila

telah ada suatu prediksi yang valid, yaitu keadaan-keadaan yang

menunjukkan bahwa fraud telah, sedang, dan atau akan terjadi.

3.2 Perencanaan dan Pelaksanaan Audit Investigatif

Dalam perencanaan audit investigatif perlu diperhatikan beberapa hal,

yaitu mencangkup sebagi berikut :

a. Penetapan sasaran, ruang lingkup dan susunan tim. Sasaran dan ruang

lingkup audit investigatif ditentukan berdasarkan informasi awal.


1. Penyusunan program kerja. Untuk menyusun langkah-langkah kerja

audit perlu memahami kegiatan yang akan diaudit.

2. Jangka waktu dan anggaran biaya. Jangka waktu audit disesuaikan

dengan kebutuhan yang tercantum dalam Surat Tugas Audit. Adapun

anggaran biaya audit direncanakan seefisien mungkin tanpa

mengurangi pencapaian tujuan audit.

3. Perencanaan Audit Investigatif dengan metode SMEAC. Model

perencanaan SMEAC menggunakan pendekatan terstruktur yang

mencangkup semua elemen dasar dalam pelaksanaan satu operasi dan

dapat pula digunakan sebagai kerangka untuk mengembangkan

perencanaan yang lebih detail untuk memenuhi kondisi tertentu.

SMEAC merupakan singkatan dari lima kata yang dirancang dalam

proses perencanaan penugasan investigasi yaitu Situation, Mission,

Execution, Administration & Logistics, Communication.

Sedangkan untuk pelaksanaan audit investigatif, beberapa hal yang

perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Pembicaraan Pendahuluan.

Pelaksanaan audit investigatif didahului dengan melakukan

pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan auditan dengan maksud

untuk menjelaskan tugas audit, mendapatkan informasi tambahan dari

auditan dalam rangka melengkapi informasi yang telah diperoleh serta

menciptakan suasana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan

audit.

2. Pelaksanaan program kerja.


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan program

kerja audit investigatif yaitu perolehan bukti dokumen, jenis bukti atau

dokumen, cara memperoleh bukti berbasis dokumen serta

mendokumentasikan hasil analisis dokumen.

3. Penerapan teknik audit investigatif.

Untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung maka auditor dapat

menggunakan teknik-teknik dalam pelaksanaan audit keuangan yaitu

prosedur analitis, menginspeksi, mengonfirmasi, mengajukan

pertanyaan, menghitung, menelusuri, mencocokan dokumen,

mengamati, pengujian fisik serta teknik audit berbantu komputer.

4. Melakukan observasi dan pengujian fisik.

Teknik-teknik yang biasa dilakukan pada audit investigatif yaitu:

wawancara, mereview laporan-laporan yang dapat dijadikan rujukan,

berbagai jenis analisis terhadap dokumen atau data, pengujian teknis

atas suatu objek, perhitungan-perhitungan, review analitikal, observasi

dan konfirmasi.

5. Mendokumentasikan hasil observasi dan pengujian fisik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendokumentasian yang

baik dalam kegiatan investigasi yaitu penyimpanan dokumen pada

arsip tersendiri serta pemisahan dokumen atau bukti untuk tiap

kejadian hasil observasi dan pengujian fisik.

6. Melakukan wawancara.

Wawancara yang baik mencangkup pemahaman atas tujuan dan

sasaran melakukan wawacara, unsur-unsur pelanggaran yang harus


dibuktikan, mengkaji bukti yang dibutuhan, mengajukan pertanyaan

yang tepat sebelum wawancara, sadar akan pendapat dan prasangka,

serta menyusun kerangka wawancara.

7. Menandatangani berita acara.

Penandatanganan dilakukan untuk menegaskan ketepatan

informasi yang diberikan pihak oleh pihak yang diwawancarai.

8. Pendokumentasian dan evaluasi kecukupan bukti.

Pendokumentasian bukti harus dapat menjawab hal-hal berikut

seperti gambaran posisi kasus, siapa yang dirugikan, siapa yang

menjadi pelaku, kapan, di mana dan apa tuntutannya, serta kegiatan

apa yang diinvestigasi.

3.3 Pelaporan Audit Investigatif

Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dari kegiatan audit

investigatif. Laporan audit investigatif disampaikan pada pihak-pihak yang

berkepentingan untuk berbagai macam kepentingan, yaitu sebagai berikut :

1. Dalam rangka melakukan kerjasama antara unit pengawasan internal

dengan pihak penegak hukum untuk menindaklanjuti adanya indikasi

terjadinya fraud.

2. Memudahkan pejabat yang berwenang dan atau pejabat obyek yang

diperiksa dalam mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

2.4 Segitiga Akuntansi Forensik


Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan

kerugian. Pada sektor publik negara mengalami kerugian negara dan

kerugian keuangan negara. Sementara itu pada sektor swasta kerugian juga

terjadi akibat adanya ingkar janji dalam suatu perikatan. Titik pertama

dalam segitiga adalah kerugian. Adapun perbuatan melawan hukum

menjadi titik kedua. Tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak

ada yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah

hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum.

Hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum

merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung

besarnya kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga

Akuntansi Forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin

hukum, akuntansi dan auditing.

2.5 Tugas Akuntansi Forensik

Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam

pengadilan (litigation). Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik

dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation) misalnya dalam

membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa,

perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak

pemutusan / pelanggaran kontrak.

Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan

(investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jasa

Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan,

yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi,


mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jasa litigasi

merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-

jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu

valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit

harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur

akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya

spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.

2.6 Perkembangan akuntansi forensic di Indonesia

Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis

keuangan pada tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik

banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi

Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank Dunia,

dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia

Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun

jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih

dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi

Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar

yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang

memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak

berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik

merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih

tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus dalam

pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.


Dari segi peminat, menurut Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia

(IAI) Ahmadi (dalam wawancara 5 maret 2013 untuk hukumonline.com),

masih jarang akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini. Tak

semua kantor akuntan public membidangi forensik. Yang perlu

disayangkan, asosiasi profesi akuntan ini belum melirik forensic sebagai

bagian penting dari akuntansi. Dia belum melihat ini sebagai isu yang

mendesak untuk diberi perhatian khusus.  Bahkan, Ahmadi sendiri kurang

berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan

ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ.

Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini.

Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka

praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto.

Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu

sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang

dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini

punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami

bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC

Widiana Winawati. Widiana juga mengakui bahwa belum banyak akuntan

yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran spesialisas akuntansi

forensik di Indonesia tergolong baru, masih banyak akuntan yang belum

sadar akan adanya profesi ini.

2.7 Keahlian Akuntansi Forensik

Menurut James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi

keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan


persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna

jasa Akuntan forensik yaitu:

1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan

yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai

dengan kondisi yang wajar.

2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini

dan fakta

3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk

melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya

situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.

4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar

ketentuan/prosedur yang berlaku.

5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang

seharusnya ada (yang seharusnya tersedia)  bukan apa yang telah ada

(yang telah tersedia).

6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif

secara lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang

dasar-dasar opini.

7. Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif

dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang

dasar-dasar opini.

8. Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-

proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules

of evidence).
9. Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang

meskipun dalam situasi tertekan.

Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik

harus memiliki multitalenta.Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat

diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog,

dan detektif, tandasnya.

Selain itu, seorang akuntan forensik harus memiliki sejumlah sifat

dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif,

pantang menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta

yang paling penting adalah jujur.Dibanding akuntan lainnya, seorang

akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan internal

adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah

seorang detektif. Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat

dan menjaga kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor

lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan

rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan

forensik melakukan inspeksi dan pengecekan yang lebih terperinci dan

seksama dibandingkan dengan petugas patroli.

Sedangkan menurut Ramaswamy (2005) mengungkapkan inti

pengetahuan seorang akuntan forensik untuk menjadi ahli akuntan forensik

selalu memerlukan peningkatkan jumlah keahlian dan kompetensi dalam

menemukan penipuan. Berikut adalah terdapat beberapa keahlian yang

berguna untuk akuntan forensik:


1. Sebuah pengetahuan yang mendalam tentang laporan keuangan,

dan kemampuan untuk menganalisa kritis mereka. Keterampilan

ini membantu akuntan forensik menemukan pola abnormal dalam

informasi akuntansi dan mengenali sumber mereka.

2. Sebuah ketelitian tentang pemahaman skema penipuan, namun

tidak terbatas pada pengelapan aset termasuk, pencucian uang,

penyuapan dan korupsi.

3. Kemampuan untuk memahami sistem pengendalian internal

perusahaan, dan untuk membuat sebuah sistem kontrol yang

menilai risiko, manajemen mencapai tujuan, memberitahu

karyawan mereka kontrol tanggung jawab, dan memantau kualitas

program sehingga koreksi dan perubahan dapat dibuat.

4. Keahlian di ilmu komputer dan sistem jaringan. Keterampilan ini

membantu akuntan forensik melakukan penyelidikan di era e-

banking dan sistem komputerisasi akuntansi.

5. Pengetahuan tentang psikologi, dalam rangka untuk memahami

impulses dibalik perilaku kriminal dan menyiapkan program

pencegahan penipuan yang mendorong dan memotivasi karyawan.

6. Interpersonal dan kemampuan komunikasi, yang membantu dalam

penyebaran informasi tentang kebijakan etis perusahaan dan

membantu akuntan forensik melakukan wawancara dan diperlukan

memperoleh informasi yang sangat penting.

7. Pengetahuan ketelitian dari kebijakan pemerintahan dan undang-

undang yang mengatur kebijakan perusahaan tersebut.


8. Perintah hukum pidana dan perdata, serta dari sistem hukum dan

prosedur pengadilan.

2.8 Macam-macam audit investigative

Ada dua macam audit investigasi:

1. Audit Investigasi Proaktif Dilakukan pada entitas yang mempunyai

risiko penyimpangan, tetapi entitas tersebut dalam proses awal

auditnya belum atau tidak didahului oleh informasi tentang adanya

indikasi penyimpangan yang dapat atau berpotensi menimbulkan

kerugian keuangan/ kekayaan negara dan/ atau perekonomian

negara.

2. Audit investigasi Reaktif Mengandung langkah-langkah pencarian

dan pengumpulan bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung

dugaan awal tentang indikasi adanya penyimpangan yang dapat

menimbulkan kerugian keuangan/ kekayaan negara dan/ atau

perekonomian negara. Informasi indikasi adanya penyimpangan

yang dapat menimbulkan kerugian keuangan/ kekayaan Negara dan/

atau perekonomian Negara di pihak yang akan diaudit bisa

merupakan hasil audit sebelumnya/hasil pemeriksaan awal/

terdahulu atas laporan keuangannya dan/ atau dari sumber-sumber

informasi dari pihak lain.

2.9 Sifat Akuntan yang Melakukan Audit Investigasi

Ada lima sifat yang harus dimiliki oleh seorang akuntan yang

melakukan audit investigasi, yaitu:

1. Mempunyai rasa curiga yang besar.


2. Mempunyai rasa ingin tahu yang besar

3. Mempunyai daya Analisa yang kuat.

4. Mempunyai logika yang bagus terhadap kasus yang ditangani.

5. Tidak cepat putus asa.

2.10 Prinsip Investigasi

1. Investigasi merupakan metode atau Teknik yang dapat

digunakan dalam audit investigasi.

2. Investigasi memerlukan penerapan kecerdasan, pertimbangan

yang sehat dan pengalaman, selain itu memerlukan pemahaman

terhadap ketentuan perundang-undangan dan prisip-prinsip

investigasi guna pemecahan permasalahan yang dihadapi.

Prinsip-prinsip berikut ini berdasarkan pengalaman dan praktek

dapat dijadikan pedoman bagi investigator dalam setiap situasi

sebagai berikut:

1. Investigasi adalah tindakan mencari kebenaran dengan

memperhatikan keadilan dan berdasarkan pada ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber

bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan.

3. Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa

sehingga bukti-bukti yang diperolehnya dapat memberikan

kesimpulan sendiri (bahwa telah terjadi tindak kejahatan dan

pelakunya teridentifikasi).
4. Informasi merupakan napas dan darahnya investigasi

sehingga investigator harus mempertimbangkan segala

kemungkinan untuk dapat memperoleh informasi.

5. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian

yang penting dalam investigasi.

6. Pelaku kejahatan adalah manusia,oleh karena itu jika ia

diperlakukan sebagaimana layaknya manusia maka mereka

juga akan merespon sebagaimana manusia.

2.11 Peran Audit Investigatif

Peran Audit Investigatif adalah untuk mengawal pemerintah agar

dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam peraturan

perundangan-undangan secara ekonomis, efesien dan efektif serta

bebas dari korupsi. Satuan Pengawasan Intern (SPI) pada BUMN

akan membantu pimpinan BUMN dalam mengendalikan operasi

BUMN melalui pengawasan intern, diantara lain melalui penilaian

terhadap sistem yang dirancang dan diterapkan dalam badan usaha

untuk meminimalisasi risiko terjadinya pemborosan sumberdaya dan

terjadinya kecurangan (fraud). Demikian dikatakan Deputi Kepala

BPKP Bidang Investigasi Suradji, Ak, MM dalam Seminar

Optimalisasi Peran Satuan Pengawasan Intern dalam Pencegahan

dan Penanggulangan Korupsi di BUMN, yang diselenggarakan di

Bali, baru-baru ini.

Ditambahkannya, pengawasan represif dapat dilakukan melalui

audit investigatif yang mencakup reviu dokumen keuangan untuk


tujuan khusus, yang dapat dipergunakan untuk litigasi di sidang

peradilan dan penyelesaian dan penyelesaian ganti rugi asuransi,

sama seperti kasus-kasus tindak pidana.

2.12 Etika dalam Auditing

Ada beberapa etika yang harus diperhatikan dalam melakukan

auditing, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan Publik

Kepercayaan publik merupakan hal yang mutlak dijaga oleh

semua profesi tak terkecuali auditor. Menurunnya

kepercayaan publik terhadap auditor dapat membuat auditor

tersebut kehilangan banyak kliennya. Oleh karena itu, seorang

auditor harus memiliki sikap independensi, yaitu sikap mental

yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain,

tidak tergantung pada orang lain dalam hal bersikap maupun

dalam hal mengambil keputusan. Auditor harus independen

secara nyata dan independen dalam penampilan. Untuk

menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur,

bebas dari konflik kepentingan dalam menjalankan tanggung

jawab profesionalnya, dan memiliki kewajiban untuk

bertindak dalam melayani kepentingan publik, menghormati

kepercayaan publik, dan mendemonstrasikan komitmennya

sebagai profesional. Selain itu, untuk menjaga kepercayaan

publik anggota harus menjalanlan tanggung jawab

profesionalnya dengan integritas yang tinggi.


2. Tanggung Jawab auditor terhadap Publik

Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang

sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis

secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan

yang disajikan oleh perusahaan. Auditor harus memiliki

tanggung jawab terhadap laporan keuangan yang sedang

dikerjakan. Tanggung jawab disini sangat penting bagi

auditor. Publik akan menuntut sikap profesionalitas dari

seorang auditor, komitmen saat melakukan pekerjaan. Atas

kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan

harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk

mencapai profesionalisme yang tinggi. Dalam kode etik

diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab

terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki

tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik

didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi

yang dilayani secara keseluruhan.

3. Tanggung jawab dasar auditor

Ada 6 tanggung jawab dasar yang harus dimiliki seorang

auditor, diantaranya adalah:

1. Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan

Seorang auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan

mencatat pekerjan yang ia lakukan, agar apa yang telah


dilakukan oleh auditor dapat dibaca oleh yang

berkepentingan.

2. Sistem Akuntansi

Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan

dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya

sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.

3. Bukti Audit

Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan

reliable untuk memberikan kesimpulan rasional. Dan

harus memperoleh bukti yang sangat bermanfaat dalam

mengaudit laporan keuangan.

4.  Pengendalian Intern

Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan

pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan

mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan

compliance test.

5. Meniinjau Ulang Laporan yang Relevan

Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang

relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan

kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain


yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas

pendapat mengenai laporan keuangan.

6. Independensi Auditor

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari

pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak

tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga

diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam

mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang

obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam

merumuskan dan menyatakan pendapatnya.

2.13 Teknik Audit Investigasi

Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya

pembuktian, umumnya pembuktian berakhir di pengadilan dan

ketentuan hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab

Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan langkah-langkah sebagai

berikut: Analisis data yang tersedia, ciptakan/kembangkan

hipotesis berdasar analisis, uji hipotesis dan terakhir perhalus atau

ubah hipotesis berdasar pengujian.

Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif,

mencari ”wilayah garapan” atau probing yang terdiri dari:


1. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan

uang tunai, kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap

dan barang berwujud lainnya,

2. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam investigasi

konfirmasi harus dikolaborasi dengan sumber lain

(substained),

3. Memeriksa dokumen (documentation) termasuk didalamnya

dokumen digital,

4. Reviu analitikal (analytical review) tekhnik ini mengharuskan

dasar atas perbandingan yang dihadapi dengan apa yang

layaknya harus terjadi dan berusaha menjawab terjadinya

kesenjangan,

5. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari yang diperiksa

(inquiries of the auditee) hal tersebut penting untuk

pendukung permasalahan,

6. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik ini dilakukan

dengan mencek kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah,

kurang dan lain-lain) untuk menjamin kebenaran angka,

7. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih menggunakan

intuisi auditor apakah terdapat hal-hal lain yang

disembunyikan.
BAB 3

STUDI KASUS

1. Kasus Mulyana W Kusuma

Kasus ini terjadi pada tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang
anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit
keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu
yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi
informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan
penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat
bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi
informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu
bulan setelahnya.

Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan
disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar
penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak
melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman
Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerja sama
dengan auditor BPK. Menurut Salman ia bekerja sama dengan KPK
memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat
perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.

Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak


berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap
kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya
melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik
akuntan.

2. Kasus Manipulasi KAP Andersen dan Enron

Sejak tahun 1985 Enron Corporation menggunakan jasa Arthur Andersen.


Andersen melakukan audit internal dan audit external untuk Enron termasuk
untuk kantor-kantor cabangnya. Enron corporation adalah salah satu klien terbesar
Andersen dengan kontribusi omset sebesar $10 milyar per tahunnya. Arthur
andersen Perusahaan akuntan yang mengaudit laporan keuangan Enron, dan juga
sebagai konsultan manajemen Enron. KAP tersebut memiliki kebijakan
pemusnahan dokumen yang tidak menjadi bagian dari kertas kerja audit formal.

Kronologi kasus Enron dan KAP Athur Andersen:

1. Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non


eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur
konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi
berdasarkan informasi yang hanya bisa diakses oleh pihak dalam
perusahaan (insider trading).
2. Terdapat beberapa hubungan istimewa antara kedua pihak.
a. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula
adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik
perusahaan.
b. Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c. Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
3. Pada awal tahun 2001 KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai
klien KAP Andersen walaupun resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan
praktek akuntansi dan bisnis Enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk
tetap mempertahankan.
4. Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah mempertanyakan praktik
akuntansi perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan
kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP
Andersen. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk
melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak
memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan
yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Dan hasilnya
menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu
diperhatikan.
5. Pada 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan
ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah
meningkat menjadi $ 393 juta, naik $ 100 juta dibandingkan periode
sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara
berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak
menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special accounting charge/expense) sebesar $ 1 miliar yang
sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi
rugi $ 644 juta.
6. Pada 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke
pengadilan dan memecat 5,000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa
terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu
milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan saldo laba
berkurang dalam jumlah yang sama.

Menejemen Enron melakukan Kecurangan dengan Window Dressing


(memanipulasi akun-akun laporan keuangan agar nampak menarik di mata
investor dengan cara menyembunyikan utang $12 billion. Teknik off balance
sheet (mencatat di buku besar sehingga tidak nampak di laporan keuangan)
Special purpose partnership (Mendirikan ± 90 Perusahaan diluar Enron untuk
mengalihkan utang–utang Enron). Enron memindahkan utang-utang sebesar $ 690
juta yang ditimbulkan induk perusahaan ke partnership partnership tersebut. Total
hutang yang berhasil disembunyikan adalah $ 1,2 miliar. Akibatnya, laporan
keuangan dari induk perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga
saham Enron melonjak menjadi $ 90 pada bulan Februari 2001. Perhitungan
menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron telah melebih-lebihkan
laba mereka sebanyak $ 650miliar.

Manipulasi yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap


ketika Sherron Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek
tidak terpuji ini. Pada bulan September 2001, pemerintah mulai mencium adanya
masalah dalam laporan pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron
mengumumkan kerugian sebesar $ 618 miliar dan nilai aset Enron menyusut
sebesar $ 1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa
selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka.
Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan Enron
mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001 harga
saham Enron hanya 26 sen.
BAB 4

PEMBAHASAN

1. Kasus Mulyana W Kusuma


1. Etika
Kasus Mulyana W Kusuma bahwa tindakan yang dilakukan oleh
Mulyana dan Auditor BPK yaitu Salman Khairiansyah merupakan
tindakan yang salah, karena tidak seharusnya Mulyana melakukan
penyuapan terhadap terhadap anggota anggota tim dana pemilu BPK
sebesar Rp 300 juta. Sedangkan dalam sisi auditor merupakan tindakan
yang salah karena tidak bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya
dengan melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa atau pihak
penerima kerja (KPK) dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang
untuk mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi dalam KPU, dan
dengan menggunakan jebakan imbalan uang tersebut digunakan untuk
menjalankan profesinya. Auditor juga tidak mempunyai integritas ketika
sudah ada pemikiran pemikiran pemihakan pemihakan pada salah satu
pihak. Dalam pengertian etika sendiri merupakan ilmu tentang apa yang
baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Melalui kasus
Mulyana ini merupakan tindakan kedua belah pihak yaitu auditor dan KPU
sama-sama melakukan perbuatan yang buruk dan tidak etis, karena tidak
sesuai dengan hak dan kewajiban pada masing-masing kedua belah pihak.
Seharusnya auditor harus memperhatikan kewajibannya yaitu kewajiban
auditor seperti :
1. Bebas dari kecurangan (fraud), ketidakjujuran dan kelalaian serta
menggunakan kemahiran jabatannya (due professional care) dalam
menjalankan tugas profesinya.
2. Menjaga kerahasiaan informasi/data yang diperoleh dan tidak
dibenarkan memberikan informasi rahasia tersebut kepada yang tidak
berhak. Pembocoran rahasia data/informasi klien kepada pihak ketiga
secara sepihak merupakan tindakan tercela.
3. Menjalankan PSPM04-2008 tentang Pernyataan Beragam (Omnibus
Statement) Standar Pengendalian Mutu (SPM) 2008 yang telah
ditetapkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP)
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), terutama SPM Seksi 100
tentang Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (SPM-
KAP).
4. Mempunyai staf/tenaga auditor yang profesional dan memiliki
pengalaman yang cukup.
5. Memiliki Kertas Kerja Audit (KKA) dan mendokumentasikannya
dengan baik. KKA tersebut tersebut merupakan merupakan
perwujudan perwujudan dari langkah-langkah langkah-langkah audit
yang telah dilakukan oleh auditor dan sekaligus berfungsi sebagai
pendukung (supporting) dari temuan-temuan audit (audit evidence)
dan opini laporan audit (audit report). KKA sewaktu-waktu juga
diperlukan dalam pembuktian suatu kasus di sidang pengadilan.

Dalam kode etik profesi akuntan ini diatur berbagai masalah, baik
masalah prinsip yang harus melekat pada diri auditor, maupun standar
teknis pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh auditor, juga bagaimana
ketiga pihak melakukan komunikasi atau interaksi. Dinyatakan dalam
kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus
menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan
moralitas, seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas
(integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga
independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), dan
hati-hati dalam menjalankan profesi (due care). Dalam etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, tetapi mempersoalkan bagaimana
manusia bagaimana manusia harus bertindak. Dalam bertindak. Dalam
kasus ini, baik Mulyana dan auditor yaitu Salman Khairiansyah harus
bertindak sesuai dengan norma standar yang berlaku.

2. Tindakan Auditor BPK


Dalam konteks kasus Mulyana W Kusumah, kesimpulan yang bisa
dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah pihak, pihak ketiga
(auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU, sama-sama tidak etis.
Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang
diperiksa atau pihak penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan
sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusumah,
walaupun dengan tujuan 'mulia', yaitu untuk mengungkapkan indikasi
terjadinya korupsi di tubuh KPU.
Tujuan yang benar, etis, dan moralis, yakni untuk mengungkapkan
kemungkinan adanya kerugian yang diterima oleh pihak pemberi kerja,
principal, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia yang direpresentasikan
oleh pemerintah Indonesia, DPR, dan KPK, harus dilakukan dengan cara-
cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung,
menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi. Dari sudut pandang
etika profesi, auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu dengan
menggunakan jebakan imbalan uang untuk menjalankan profesinya.
Auditor juga tidak punya integritas ketika dalam benaknya sudah ada
pemihakan pada salah satu pihak, yaitu pemberi kerja dengan
berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi. Dari sisi independensi dan
objektivitas, auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasar pada prinsip
hati-hati, auditor BPK telah secara serampangan menjalankan profesinya.
BPK harus menggunakan standar teknik dan prosedur
pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar
mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan
bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan. Dengan teknik
dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi akuntan, pasti akan
terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi.
Tampak sekali bahwa auditor BPK tidak percaya terhadap kemampuan
profesionalnya, sehingga dia menganggap untuk mengungkap kebenaran
bisa dilakukan segala macam cara, termasuk cara-cara tidak etis, sekaligus
tidak moralis sebagaimana telah terjadi, yaitu dengan jebakan.

2. Kasus Manipulasi KAP Andersen dan Enron

Kecurangan yang dilakukan oleh Arthur Andersen telah banyak melanggar prinsip
etika profesi akuntan:

1. Manipulasi Laporan Keuangan (Pelanggaran Tanggung Jawab Profesi)


2. Pelanggaran Prinsip Kepentingan Publik
3. Pelanggaran Integritas dan Obyektifitas

Dalam kasus ini terjadi penyimpangan atau pelanggalaran yang dilakukan


pihak perusahaan (Enron) dan pihak auditor. Besarnya jumlah consulting fees
yang diterima Arthur Andersen menyebabkan KAP tersebut bersedia kompromi
terhadap temuan auditnya dengan pihak Enron. Keduanya telah bekerja sama
dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik
pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang berasal dari
dalam perusahaan Enron. KAP Arthur Andersen tidak dapat memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik sebagai KAP yang masuk kategori The Big
Five dan tidak berperilaku profesional serta konsisten dengan reputasi profesi
dalam mengaudit laporan keuangan dengan melakukan penyamaran data. Selain
itu Arthur Andesen juga melanggar prinsip standar teknis karena tidak
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Solusi dari kasus di atas adalah seharusnya KAP
Anderson dan Enron harus melaporkan hasil dari laporan keuangan tersebut
kepada pihak yang bertanggung jawab atas laporan keuangan di perusahaan
sehingga tidak terjadi kerugian yang sangat besar.

Kedua perusahaan tersebut keduanya mempunyai kesalahan baik itu


perusahaan Enron dan KAP Arthur Andersen, karena model bisnis dan praktik–
praktik yang tidak etis dari perusahaan ini antara lain menampilkan data
penghasilan yang tidak sebenarnya serta modifikasi neraca keuangan demi
memperoleh penilaian kinerja keuangan yang positif, kombinasi dari sekian
banyak isu ini menyebabkan kebangkrutan perusahaan Enron disamping itu Enron
menerapkan praktik akuntansi yang dikenal sebagai market to market accounting
dimana pencatatan asset didasarkan pada nilai pasar bukan pada nilai bukunya,
praktik akuntansi ini memungkinkan Enron melaporkan profit berdasarkan proyek
bisnis bukan berdasarkan profit sebenarnya.

Dari kasus kedua perusahaan ini terdapat pelanggaran prinsip kepentingan


publik yaitu dengan pelanggaran yang telah dilakukan oleh KAP Anderson ini,
yaitu memanipulasi dan menerbitkan laporan keuangan palsu, maka KAP telah
melanggar dan menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka
selaku orang yang dianggap indenpendensi dalam penyajian laporan keuangan dan
telah melakukan kebohongan publik dan menyebabkan kerugian yang sangat
besar yang dapat dirasakan oleh semua pihak seperti pemegang saham dan
masyarakat luar. Kasus ini memberi gambaran bagaimana sebuah pelanggaran
etika dalam bisnis dan profesi seseorang dapat berakibat besar bagi kelangsungan
hidup perusahaan serta berbagai pihak yang terkait.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kegunaan dari


Akuntansi forensik yang merupakan formulasi yang dapat dikembangkan
sebagai strategi preventif, detektif dan persuasif melalui penerapan
prosedur audit forensik dan audit investigatif yang bersifat litigation suport
untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat membantu proses
pengambilan putusan di pengadilan. Disamping itu dengan fraud
examinition yang tidak terlepas dari akuntansi forensik akan menjadi
bahan untuk profesi akuntansi khususnya untuk menelusuri adanya
kemungkinan-kemungkinan kecurangan yang dilakukan.
Daftar Pustaka
(t.thn.). Diambil kembali dari http://www.wealthindonesia.com/kasus-penipuan-capital-
market/bangkrutnya-enroncorp.html

berita kronologi kasus-mulyana. (t.thn.). Diambil kembali dari


https://news.detik.com/berita/d-346216/kronologi-kasus-mulyana-versi-bpk

Kasus penipuan Capital Market. (t.thn.). Diambil kembali dari


http://www.wealthindonesia.com/kasus-penipuan-capital-market/bangkrutnya-
enroncorp.html

Milamashuri. (2021, November 20). Akuntansi Forensik di Indonesia . AKUNTANSI


FORENSIK DI INDONESIA . Diambil kembali dari wordpress.com

safiramasitha05. (2015). Etika dalam Auditing - Etika dalam Auditing | Safira Masitha
(wordpress.com) (Di akses 20 November 2021).

Tanpa Nama (2017) MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI FORENSIK DAN FRAUD - MAKALAH
SEMINAR AKUNTANSI AKUNTANSI FORENSIK DAN FRAUD. (t.thn.). Diambil
kembali dari idiotsbrainn.blogspot.com

zanmatto. (t.thn.). Audit Investigasi - Audit Investigasi . Diambil kembali dari Term Paper
(termpaperwarehouse.com)

(n.d.). Retrieved from http://www.wealthindonesia.com/kasus-penipuan-capital-


market/bangkrutnya-enroncorp.html

berita kronologi kasus-mulyana. (n.d.). Retrieved from https://news.detik.com/berita/d-


346216/kronologi-kasus-mulyana-versi-bpk

Kasus penipuan Capital Market. (n.d.). Retrieved from


http://www.wealthindonesia.com/kasus-penipuan-capital-market/bangkrutnya-
enroncorp.html

Milamashuri. (2021, November 20). Akuntansi Forensik di Indonesia . AKUNTANSI


FORENSIK DI INDONESIA . Retrieved from wordpress.com

safiramasitha05. (2015). Etika dalam Auditing - Etika dalam Auditing | Safira Masitha
(wordpress.com) (Di akses 20 November 2021).

Tanpa Nama (2017) MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI FORENSIK DAN FRAUD - MAKALAH
SEMINAR AKUNTANSI AKUNTANSI FORENSIK DAN FRAUD. (n.d.). Retrieved from
idiotsbrainn.blogspot.com
zanmatto. (n.d.). Audit Investigasi - Audit Investigasi . Retrieved from Term Paper
(termpaperwarehouse.com)

Anda mungkin juga menyukai