Anda di halaman 1dari 8

AKUNTANSI FORENSIK

ATRIBUT, STANDAR, DAN KODE ETIK AKUNTAN


FORENSIK

KELOMPOK 4

I G A A Ida Ratna Kartika Dewi (1702622010305 / 08)


Made Barry Prasta Wijaya (1702622010309 / 12)
Ni Kadek Milayanti (1702622010311 / 14)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
2020
1. Atribut Seorang Akuntan Forensik dan Karakteristik Pemeriksaan Fraud
A. Atribut Seorang Akuntan Forensik
Atribut seorang Akuntan Forensik adalah bagaimana seorag auditor
memahami suatu entitas dengan kaitannya entitas lain, menurut penjelasan
(Tuanakotta,2010:285) mengememukakan ada lima hal yang harus dimiliki oleh
seorang auditor, yaitu:
a. Pertama menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara
prematur. Identifikasi lebih dahulu siapa pelakunya.
b. Kedua fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan
kecurangan”.
c. Ketiga, seorang auditor harus kreatif,berpikir seperti pelaku fraud, jangan
dapat ditebak.
d. Keempat, auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan
persekongkolan.
e. Kelima, dalam memilih strategi untuk menemukan kecurangan dalam
investigasi proaktif.
Dari penjelasan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Dari awal upayakan menduga siapa pelaku.
b. Fokus pada pengambilan bukti dan barang bukti untuk pengadilan.
c. Kreatif, jangan dapat ditebak.
d. Investigator harus memiliki intuisi yang tajam untuk merumuskan teori
mengenai persengkongkolan.
e. Kenali pola fraud.
B. Karakteristik Pemeriksaan Fraud
Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) menjelaskan karakteristik
pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian
teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan
fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak, sahih (mengikuti
perundang-undangan) dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta yang
dikumpukan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap. Sehingga
dapat dikatakan pemeriksa fraud adalah orang yang memiliki gabungan keahlian
dari pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif atau investigator.

1
Menurut Allan Pinkerton menyebutkan kualitas yang harus dimiliki oleh
seorang detektif, yaitu seorang detektif harus memiliki beberapa kualifikasi
tertentu, yaitu hati-hati (tidak gegabah), menjaga kerahasiaan pekerjaannya,
kreatif dalam menemukan hal-hal baru, pantang menyerah, berani, dan di atas
segala-galanya adalah jujur. Disamping itu, detektif harus juga memiliki
kemampuan dalam pendekatan dengan manusia dan ketangguhan mencari
informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan kemahirannya
sebagai detektif dengan segera dan secara efektif.
Kemampuan berinteraksi dengan manusia amat menentukan. Sikap pemeriksa
terhadap orang lain memengaruhi sikap orang lain tersebut keapadanya. Sikap
yang bermusuhan akan menimbulkan rasa was-was dalam diri responden, yang
kemudian menyebabkan mereka bersikap menarik diri dan menjaga jarak.
Selanjutnya Art Buckwalter mengatakan, rahasia menjadi private investigator
adalah menjadi sosok yang disukai orang lain. Pemeriksa yang menyesatkan
orang lain seringkali menyesatkan diri sendiri.
Pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti
konsep-konsep keuangan dan kemampuan untuk menarik kesimpulan
terhadapnya. Ciri yang unik dari kasus – kasus fraud, yakni berbeda dengan
kejahatan tradisional atas harta benda, adalah identitas pelakunya biasanya
diketahui. Dalam kasus – kasus fraud, issue-nya bukanlah penentuan identitas
pelakunya, namun apakah perbuatannya dapat dianggap merupakan fraud.
Adapun karakteristik sebagai pemeriksa fraud dalam pelaksanaan audit
investigatif berdasarkan (BPKP,2007), yakni:
a. Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik. Kemampuan
untuk memastikan kebenaran dari fakta yang dikumpulkan dan kemudian
melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan tepat.
b. Memiliki kepribadian yang menarik dan mampu memotivasi orang lain
untuk membantunya.
c. Memiliki kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan dan
mampu untuk menarik kesimpulan.

2
2. Kaitan Independen, Skeptic, dan Objektif dengan Akuntan Forensik
Independen berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh orang lain, tidak tergantung pada orang lain. Independen dapat juga diartikan
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya.
Skeptic atau skeptisme profesional adalah sebagai sikap auditor yang
mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara
kritis terhadap bukti audit. Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima
begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk
memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang dipermasalahkan.
Objektivitas adalah sikap mental yang tidak bias yang memungkinkan auditor
internal untuk melakukan penugasan dengan sedemikian rupa sehingga mereka
meyakini hasil pekerjaan mereka dan meyakini tidak ada kompromi.
Menurut (BPKP,2007) Sikap tersebut merupakan sikap yang harus melekat
pada diri seorang auditor. Ketiganya juga tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan
akuntan forensik. Ketiga standar tersebut merupakan pedoman bagi para auditor
dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya. Laporan audit dikatakan sebagai
laporan audit yang berkualitas jika telah dapat memenuhi standar-standar yang
telah ditetapkan (Suryasiswantoro, 2009). Standar audit secara parsial
berpengaruh terhadap kualitas audit, karena standar audit merupakan kriteria atau
ukuran mutu yang wajib dipedomani.
3. Kode Etik Akuntan Forensik, Standar Audit Investigatif, dan Standar
Akuntansi Forensik
A. Kode Etik Akuntan Forensik
Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya,
dengan pemakai jasanya dan stakeholder lainnya, dan dengan masyarakat luas.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak
baik bagi profesional.
Di Amerika Serikat, (ACFE) telah menetapkan kode etik bagi para fraud
auditor yang bersertifikat, yang terdiri atas delapan butir yaitu :

3
a. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam segala keadaan, harus
menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan ketekunan dalam
pelaksanaan tugasnya.
b. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak diperkenankan untuk
melakukan tindakan yang bersifat ilegal atau melanggar etika, atau
segenap tindakan yang dapat menimbulkan adanya konflik kepentingan.
c. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam semua keadaan, harus
menunjukkan integritas setinggitingginya dalam semua penugasan
profesionalnya, dan hanya akan menerima penugasan yang memiliki
kepastian yang rasional bahwa penugasan tersebut akan dapat diselesaikan
dengan sebaik-baiknya.
d. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mematuhi
peraturan/perintah dari pengadilan, dan akan bersumpah/bersaksi terhadap
suatu perkara secara benar dan tanpa praduga.
e. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam melaksanakan tugas
pemeriksaan, harus memperoleh bukti atau dokumentasi lain yang dapat
mendukung pendapat yang diberikan. Tidak boleh menyatakan pendapat
bahwa seseorang atau pihak-pihak tertentu “bersalah” atau “tidak
bersalah”.
f. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak boleh mengungkapkan
informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hasil audit tanpa
melalui otorisasi dari pihak-pihak yang berwenang.
g. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mengungkapkan seluruh hal
yang material yang diperoleh dari hasil audit yakni, apabila informasi
tersebut tidak diungkapkan akan menimbulkan distorsi terhadap fakta yang
ada.
h. Seorang fraud auditor yang bersertifikat secara sungguh-sungguh harus
senantiasa meningkatkan kompetensi dan efektivitas hasil kerjanya yang
dilakukan secara profesional.
B. Standar Audit Infestigatif
Adapun kaitannya mengenai standar maupun perihal yang menjadi acuan
dalam pelaksanaan audit investigatif , yakni:

4
a. Standar 1
Seluruh investigasi harus di landasi praktek - praktek terbaik yang diakui
(accepted best practise). Istilah best practise sering dipakai dalam penetapan
standart dalam istilah ini tersirat 2 hal yaitu:
 Adanya upaya membandingkan antara praktek-praktek yang ada dengan
merujuk kepada yang terbaik pada saat itu.
 Upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi
terbaik.
b. Standar 2
Mengumpulkan bukti - bukti dengan prinsip - prinsip kehati - hatian (due
care) sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
c. Standar 3
Memastikan bahwa seluruh dokmentasi dalam keadaan aman, terlindungi,
dan di index, dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai
referensi apabila ada penyelidikan dikemudian hari untuk memastikan bahwa
investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga membantu
perusahaan dalam upaya perbaikan cara-cara investigasi sehingga acccepted
best practices yang dijelaskan diatas dapat dilaksanakan.
d. Standar 4
Memperhatikan bahwa para investigator mengerti akan hak asasi pegawai
dan senantiasa menghormatinya. Kalau investigasi dilakukan dengan cara
yang melanggar hak asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut
perusahaan dan investigatornya. Bukti-bukti yang sudah dikumpulkan dengan
waktu dan biaya yang banyak, menjadi sia-sia.
e. Standar 5
Mengingat bahwa beban pembuktian ada pada perusahaan yang
“menduga“ pegawainya melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum
yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif dan
pidana.
f. Standar 6
Mencakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang
sangat kritis ditinjau dari segi waktu.

5
g. Standar 7
Meliputi seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk
perencaaan, pengumpulan bukti, dan barang bukti, wawancara, kontak dengan
pihak ke tiga, pengamanan yang bersifat rahasia.
C. Standar Akuntansi Forensik
Dalam buku Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif karangan Tuanakotta
(2014) terdapat standar umum dan khusus akuntan forensik yang disadur dari
buku Thornhill, Forensic Accounting: How to Investigate Financial Fraud yaitu:
a. Independensi : Akuntan Forensik harus independen dalam melaksanakan
tugas.
b. Objektivitas : Akuntan Forensik harus obyektif (tidak berpihak) dalam
melaksanakan telaah akuntansi forensiknya.
c. Kemahiran Profesional : Akuntansi forensik harus dilaksanakan dengan
kemahiran dan kehati - hatian profesional.
d. Lingkup Penugasan : Akuntan forensik harus memahami dengan baik
penugasan yang diterimanya. Ia harus mengkaji penugasan itu dengan
teliti untuk menentukan apakah penugasan dapat diterima secara
profesional, dan apakah ia mempunyai keahlian yang diperlukan atau
dapat memperoleh sumber daya yang mempunyai keahlian tersebut.
Lingkup penugasan ini dicantumkan dalam kontrak.
e. Pelaksanaan Tugas Telaahan, meliputi : perumusan masalah dan
evaluasinya, perencanaan, pengumpulan bukti, evaluasi bukti, dan
komunikasikan hasil penugasan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus (2010) Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif,


Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia – Jakarta
https://dokumen.tips/documents/atribut-dan-kode-etik-akuntan-forensik-serta-
standar-audit-investigatif-578334ef9f224.html
http://ersyafdi.blogspot.com/2017/02/sekilas-mengenai-akuntansi-forensik.html

Anda mungkin juga menyukai