Anda di halaman 1dari 15

Kelemahan pengendalian internal

Dalam norma pemeriksaan akuntan disebutkan bahwa tujuan seorang akuntan publik
dalam melakukan pemeriksaan umum (general assignment) atas laporan keuangan ialah
untuk menyatakan pendapat apakah posisi keuangan dan hasil-hasil usaha perusahaan telah
disajikan secara layak. Dalam hal ini manajemen bertanggung jawab untuk menciptakan hal-
hal yang membantu menghasilkan laporan keuangan yang tepat. Laporan keuangan yang
dihasilkan manajemen harus didasarkan pada sistem pengendalian internal yang kuat, yaitu
melalui kebijakan akuntansi yang sehat, penyelenggaraan sistem perkiraan yang cukup
lengkap dan efektif, adanya perlindungan aktiva perusahaan dan berfungsinya staff
pemeriksaan i internal (Hartadi, 1987 : 142).

Pengendalian internal yang telah dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya tidak
dapat dikatakan sepenuhnya efektif, karna keberhasilannya tetap tergantung dari kompetensi
dan keandalan pelaksanaannya. Meskipun pengendalian internal telah diterapkan dalam suatu
entitas tidak berarti bahwa penyelewengan dan kesalahan tidak akan terjadi. Sebab tidak ada
satupun pengendalian internal yang dapat mencapai ideal, karena ada keterbatasan-
keterbatasan yang tidak mungkin pengendalian itu tercapai (Santika, 2005 : 19).

Menurut mulyadi (1998) dalam santika (2005), kelemahan dan keterbatasan pengendalian
internal antara lain :

1. Kesalahan dalam pertimbangan. Seringkali manajemen dan personel lain dapat salah
paham mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil dalam melaksanakan tugas
rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu dan adanya tekanan
lain.
2. Gangguan. Gangguan dalam pengendalian internal yang telah ditetapkan dapat terjadi
karena personil secara keliru memahami perintah atau membuat kelalaian, tidak
adanya perhatian atau kelelahan. Perubahan bersifat sementara atau permanen dalam
personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.
3. Kolusi. Adalah tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan. Kolusi
dapat mengakibatkan rusaknya pengendalian internal dan tidak terdeteksinya
kecurangan oleh pengendalian internal yang dirancang.
4. Pengabaian oleh manajemen. Manajemen dapat mengabaikan kebijakan dan prosedur
yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah, seperti keuntungan pribadi
manajer, penyajian kolusi keungan yang berlebihan.
5. Biaya lawan manfaat. Dimana biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan
pengendalian internal melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut.

1. pengaruh ukuran pemerintahan terhadap kelemahan pengendalian internal

dalam konteks entitas bisnis , perusahaan yang lebih besar cenderung lebih mampu
menerapkan pengendalian internal yang memadai karena perusahaan tersebut memiliki
sumber daya yang mencukupi selain itu manajer perusahaaan besar bertanggung jawab atas
sumber daya yang lebih banyak sehingga mereka cenderung untuk memiliki komitmen yang
lebih tinggi untuk menerapkan pengendalian internal yang memadai (doyle, et al,2006).

Dalam konteks organisasi pemerintahan , pemerintah kabupaten / kota besar juga


cenderung memiliki sumber daya yang lebih besar dibanding pemerintahan kabupaten / kota
kecil yang memungkinkan mereka untuk menerapkan tertib administrasi dan pengelolaan
keuangan daerah.

2. pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap kelemahan pengendalian


internal.

` Dalam literatur manajemen keuangan tersebut terdapat istilah biaya keagenan arus kas
bebas (agency cost of free cash flow) yang mengacu pada kecenderungan manajer perusahaan
dengan likuiditas berlebih untuk membelanjakan likuiditas tersebut secara sembrono
(merugikan perusahaan) (jensen,1986). Dalam konteks pemerintahan daerah ,lie dan veer
brugge (2000) menunjukkan bahwa pemerintahan bagian alaska (AS) membelanjakan wind
fall profit yang mereka dapatkan dari kenaikan harga minyak untuk kegiatan-kegiatan yang
tidak menyentuh kepentingan rakyat banyak. Sektor pendidikan dan kesehatan justru
mendapatkan porsi lebih kecil dari sektor lain nya yang kurang penting. Alokasi untuk
infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan , tapi alokasi untuk pendidikan dan kesehatan
justru mengalami penurunan.
3. pengaruh belanja modal terhadap kelemahan pengendalian internal

Dalam penelitiannya mauro (1998) berpendapat bahwa korupsi lebih mudah dilakukan pada
belanja anggaran yang memudahkan terjadinya suap , mark up dan membuat tindakan
tersebut tidak terdeteksi.terkait dengan belanja modal, harian kompas dalam tuanakota
(2009:34) merinci 18 modus korupsi di daerah, antara lain ditemukan bahwa ada pengusaha
yang seringkali mempengaruhi kepala daerah atau pejabat daerah untuk mengintervensi
proses pengadaan agar pengusaha tersebut dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung
kemudian harga barang dinaikkan (mark up) , yang pada akhirnya selisihnya dibagi-
bagikan.selain itu ditemukan bahwa antara pengusaha , pejabat eksekutif, dan pejabat
legislatif bersepakat untuk melakukan mark down atas aset PEMDA dan mark up atas aset
pengganti dari pengusaha. Para kepala daerah juga seringkali meminta uang jasa (dibayar
dimuka ) kepada pemenang tender sebelum melakukan proyek. Kondisi ini menunjukkan
bahwa belanja modal bisa menjadi objek korupsi politik dan korupsi administratif oleh pihak
legislatif dan eksekutif.
c)Setiap selisih harus diindentifikasi, dilaporkan kepada head teller dan
pemimpincabang, diinvestigasi dan dikoreksi.
d) Selisih uang tunai yang ada pada teller ataupun dalam khasanah harus
dibuatkanberita acara selisih kas.
e) Area teller/ counter/khasanah adalah area terbatas dalam arti selain
petugas ataupejabat yang berwenang, tidak diperbolehkan masuk.
f) Teller dilarang membawa tas, makanan, ataupun perlengkapan pribadi ke
counterarea.
5. Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit yang independen
a) Setiap hari Unit Kontrol Intern harus memeriksa transaksi-transaksi yang
berasal dari unit kas.
b) Secara periodik saldo fisik harus diperiksa oleh SKAI.
c) Pemimpin Cabang melakukan pemeriksaan kas dadakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://sutrisno-amsir.blogspot.com/2013/01/beberapa-contoh-kasus-
audit.html
http://ovioktaviadewi.wordpress.com/2012/06/27/internal-control/
prev
next
1

out of 17

Internal Control Issues


Audit Internal Control
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dunia usaha di Indonesia saat ini sudah maju, bisa dilihat dari semakin banyaknya berdiri
usaha-usaha baru yang didirikan oleh masyarakat. Salah satu aspek penting pada suatu
perusahaan adalah Sistem Pengendalian Internal. Karena suatu perusahaan tidak dapat
berjalan dengan baik tanpa adanya Sistem Pengendalian Internal yang baik.Sistem
Pengendalian Internal merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari
penyalahgunaan. Sistem Pengendalian Internal dapat digunakan lebih efektif untuk mencegah
penggelapan atau penyimpangan. Pada suatu perusahaan, pengendalian internal sangat
dibutuhkan mengingat faktor-faktor yang meliputi luas dan entitas perusahaan yang sangat
kompleks. Hal ini mengakibatkan manajemen harus percaya pada laporan-laporan serta
analisis untuk operasi pengendalian internal yang efektif.

Pada Sistem Pengendalian Internal juga terdapat elemen-elemen penting yang juga harus
ditanamkan pada tiap perusahaan yaitu lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan
pengendalian prosedur. Kas merupakan alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan
untuk membiayai kegiatan umum perusahaaan. Kas perlu dikendalikan agar dapat terlindungi
dari hal-hal yang dapat merugikan kas perusahaan. Hal ini dikarenakan Kas merupakan harta
lancar perusahaan yang sangat menarik dan mudah diselewengkan,dan banyak transaksi
perusahaan yang menyangkut penerimaan dan pengeluaran kas. Karena itu, diperlukan
adanya pengendalian internal yang baik.

1. Sejarah Internal Audit Control

Konsep Internal Control telah bergulir sejak tahun 1930-an. Untuk pertama kali, George E.
Bennet menyebutkan definisi Internal Control. Namun istilah tersebut baru dinyatakan secara
institutional oleh AICPA pada tahun 1949 melalui laporan khusus yang berjudul
“Pengendalian Internal – Elemen-elemen Sistem yang Terkoordinasi dan Pentingnya
Pengendalian bagi Manajemen dan Akuntan Independen”. Selanjutnya konsep tersebut
berkembang pesat dengan yang kita kenal delapan unsur Pengendalian
Internal.Perkembangan berikutnya, pada awal tahun 80-an konsep tersebut dinilai banyak
pihak sudah tidak aplicabel lagi. Semakin kompleksnya dunia bisnis dan teknologi membuat
konsep pengendalian internal tersebut tidak efektif dalam mendorong tercapainya tujuan
perusahaan. Semakin banyak keluhan dari perusahaan dan institusi yang telah menerapkan
konsep internal control sebagaimana dikembangkan oleh American Institute of Certified
Public Accountant (AICPA), namun masih mengalami kegagalan.

Pada tahun 1992, The Commitee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission
(COSO) menerbitkan laporan yang berjudul “Internal Control-Integrated Framework”.
Laporan COSO tersebut memberikan suatu pandangan baru tentang konsep Internal Control
yang lebih luas dan terintegrasi serta sesuai dengan perkembangan dunia usaha untuk
mencegah terjadinya penyimpangan. Jika pada konsep sebelumnya hanya menekankan pada
proses penyusunan laporan keuangan saja, maka konsep COSO memiliki pandangan yang
lebih luas yaitu dengan melakukan pengendalian atas perilaku seluruh komponen organisasi.
Konsep ini mendapat akseptasi yang luas dari berbagai pihak.

Di Indonesia, perkembangan menarik terjadi dengan terbitnya Undang-undang nomor 1 tahun


2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2006. Pada ketentuan tersebut, ditetapkan
bahwa setiap instansi pemerintah harus mengembangkan Sistem Pengendalian Intern.
Penjelasan dan ketentuan lain yang menjabarkan menyebutkan bahwa Sistem Pengendalian
Intern terdiri dari 5 komponen yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi serta monitoring. Hal ini mengandung arti bahwa
konsep Internal Control versi COSO diterapkan pada sektor pemerintahan di Indonesia.
Sebuah langkah maju dan berani serta menjadi tantangan yang tidak mudah bagi para auditor
internal pemerintah.

BAB II

LANDASAN TEORI

1. Pengertian Internal Audit Control

Melalui Statement of Auditing Standar (SAS), AICPA mendefinisikan Internal Control sama
dengan definisi COSO, yaitu suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas Dewan Komisaris,
Manajemen dan Pegawai, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar atas (a)
keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) ketaatan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku. Berbeda dengan definisi pertama yang hanya mengaitkan
pengendalian hanya dengan perencanaan, metode dan pengukuran, pada definisi berikutnya
terkait dengan “proses yang dipengaruhi oleh aktivitas seluruh komponen organisasi”.
Definisi ini mengandung makna yang lebih luas dari definisi sebelumnya.

Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau internal control didefinisikan
sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi
informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif
tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan
mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan
mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud
(seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti
merek dagang).

Untuk menjaga agar sistem internal control ini benar-benar dapat dilaksanakan, maka sangat
diperlukan adanya internal auditor atau bagian pemeriksaan intern.  Fungsi pemeriksaan ini
merupakan upaya tindakan pencegahan, penemuan penyimpangan-penyimpangan melalui
pembinaan dan pemantauan internal kontrol secara berkesinambungan.  Bagian ini harus
membuat suatu program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung,
pemeriksaan dan penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan sistem
informasi akuntansi dan keuangan lainnya.
Adapun definisi atau pengertian internal auditing juga mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Yaitu menurut para ahli adalah sebagai berikut: Menurut Sawyer “Intenal auditing is
an independent appraisal function establised within an organization to examine and evaluate
its activities as a service to organization“.Internal audit adalah suatu fungsi penilaian
independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas
organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jas ayang
diberikan bagi organisasi.

(Gambar 1)

Menurut Institute of internal Auditor “Internal auditing is an independent, objektive


assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s
operations. It helps an organization accomplish its objective by bringing a systematic,
disciplined approach to evaluate and improve the affectiveness of risk management, control
and governance process”. Internal audit adalah suatu aktivitas independen,yang memberikan
jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirancang untuk memberikan jaminan keyakinan
serta konsultasi yang dirangcang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan
kegiatan operasi organisasi. Internal auditing membantu organisasi dalam usaha mencapai
tujuannya dengan cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk
mengevaluasi dan meningkatkan keefeektivan manajemen resiko, pengendalian dan proses
pengaturan dan pengelolaan organisasi.

AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) “Internal control comprises the
plan of organization and all of the coordinated methods and measures adopted within a
business to safeguad its cassets,chek the accuracy and realibility of its accounting
data,promate operational efficieny, and encourage adhrence to prescribed manegerial
policies” Pengawasan Intern meliputi susunan organisasi dan semua metode serta ketentuan
yang terkoordinir dan dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta benda miliknya,
memeriksan kecermatan dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan
efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijaksanaan perusahaan yang telah digariskan.

BAB III

PEMBAHASAN

1. Sistem Internal Control

Pengendalian Intern Akuntansi (Preventive Controls). Pengendalian Intern Akuntansi dibuat


untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga kekayaan perusahaan
dan memeriksa keakuratan data akuntansi. Contoh: adanya pemisahan fungsi  dan tanggung
jawab antar unit organisasi.

Pengendalian Intern Administratif (Feedback Controls). Pengendalian Administratif dibuat


untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
(dikerjakan setelah adanya pengendalian akuntansi). Contoh: pemeriksaan laporan untuk
mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan.

1. Tujuan Internal Control

Tujuan adanya pengendalian intern adalah sebagai berikut:

 Menjaga kekayaan organisasi


 Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
 Mendorong efisiensi
 Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

1. Sistem Internal Control Menurut COSO

COSO merupakan kepanjangan dari Committee of Sponsoring Organizations of the


Treadway Commission. COSO ini merupakan lembaga yang dibuat oleh sektor swasta untuk
menghindari tindak korupsi yang sering terjadi di Amerika pada tahun 1970-an. Padahal
sebelumnya sudah ada FCPA (Foreign Corrupt Practises Act) yaitu suatu aturan yang dibuat
tahun 1977 atas inisiatif dari eksekutif-legislatif kongres Amerika tentang peraturan anti
penyapan dan korupsi bagi perusahaan atau warga Amerika Serikat terhadap pegawai atau
pejabat asing.

Sektor swasta ini membentuk “National Commission on Fraudulent Financial Reporting”


atau dikenal juga dengan “The Treadway Commission” di tahun 1985. Komisi ini disponsori
oleh lima professional association yaitu:

1. AICPA (American Institute of Certified Public Accountans)


2. AAA (American Accounting Association)
3. FEI (Financial Executives International)
4. IIA (The Institute of Internal Auditor)
5. IMA (The Institute Management Accountants)

Tujuan komisi ini adalah melakukan riset mengenai kecurangan dalam pelaporan keuangan
dan membuat saran-saran yang terkait dengannya untuk perusahaan publik, auditor
independen, SEC, dan institusi pendidikan. Pada tahun 1992 COSO mengeluarkan definisi
tentang pengendalian internal sebagai berikut:

“Internal control is process, affected by entility’s board of directors, management and other
personnel, designed to provide reasonable assurance regrading the achievement of
objectives in the following categories: 1) Effectiveness and efficiency of operations; 2)
Realibility of Financial Reporting; 3) Compliance with Applicable laws and regulations.

(Gambar 2)

1. Unsur-Unsur Internal Control menurut COSO


Struktur Pengendalian Intern terdiri atas lima (5) unsur atau elemen yaitu:

1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran


pengendalain orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua
komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.Beberapa faktor yang
berpengaruh di dalam lingkungan pengendalian antara lain:

 Integritas dan Nilai EtikMerupakan etika entitas yang dimiliki dan standar perilaku
yang berlaku serta bagaimana mereka mengkomunikasikan dan mengaplikasikan
dalam praktik.
 Komitmen terhadap kompetensi. Kompetensi merupakan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
 Dewan Direksi dan Komite Audit. Jajaran direktur yang efektif adalah yang
independen terhadap manajemen. Komite audit bertanggung jawab sebagai
komunikator, baik bagi internal auditor maupun eksternak auditor.
 Gaya Manajemen dan Gaya Operasi. Pemahaman dan aspek-aspek tentang filosofi
manajemen dan gaya operasi memberi auditor suatu pemahaman mengenai sikap
manajemen terhadap pengendalian intern.
 Struktur Organisasi. Pemahaman struktur organisasi memberi gambaran bagi auditor
mengenai manajemen dan elemen-elemen fungsional dari bisnis dan bagaimana
pengendalian diimplementasikan.
 Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab. Memberi pemahaman mengenai
pengendalaian dan cara-cara yang digunakan untuk pengendalian, perencanaan formal
organisasi dan operasi, penugasan karyawan dan kebijakan yang dimiliki entitas
 Praktek dan Kebijakan Sumber Daya Manusia. Sumber daya manusia merupakan
aspek penting dalm pengendalian intern. Pengendalian intern yang dikembangkan
entitas berusaha untuk mengatur, menjaga tindakan-tindakan yang dilakukan manusia
dalam entitas.

2. Penaksiran Risiko (Risk Assessment)

Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk
mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus
dikelola. Penetuan risiko tujuan laporan keuangan adalah identifikasi organisasi, analisis, dan
manajemen risiko yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan yang disajikan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berterima umum..Risiko dapat timbul atau berubah karena
keadaan seperti ,Perubahan dalam lingkungan operasi, personel baru, sistem informasi yang
baru atau yang diperbaiki, teknologi baru, lini produk, produk, atau aktivitas baru,
restrukturisasi korporasi, operasi luar negeri.

3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa
arahan manajemen dilaksanakan. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan
dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijkan dan prosedur yang berkaitan dengan berikut
ini:
 Review terhadap kinerja
 Pengolahan informasi
 Pengendalian fisik
 Pemisahan tugas

4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi


dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab
mereka. Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem informasi yang
relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami:

 Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan keuangan.
 Bagaimana transaksi tersebut dimulai.
 Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalam laporan keuangan
yang tercakupalam pengolahan dan pelaporan transaksi.
 Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak transaksi dimulai sampai dengan
dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat elektronik (seperti komputer
dan electronic data interchange) yang digunkan untuk mengirim, memproses,
memelihara, dan mengakses informasi.

5. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang
waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan
pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung
secara terus menerus (ongoing activities), evaluasi secara terpisah (separate periodic
evaluations), atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya.

Auditor perlu memahami mengenai pemantauan untuk mengetahui aktivitas pemantauan


seperti apakah yang digunakan perusahaan dan bagaimana aktivitas tersebut dapat digunakan
untuk mengembangkan pengendalian internal bila dibutuhkan.

(Gambar 3)

Fokus Internal COSO:

1. Fokus Pengguna Utama adalah manajemen.


2. Sudut pandang atas internal control adalah kesatuan beberapa proses secara umum.
3. Tujuan yang ingin dicapai dari sebuah internal control adalah pengoperasian sistem
yang efektif dan efisien, pelaporan laporan keuangan yang handal serta kesesuaian
dengan peraturan yang berlaku.
4. Komponen/domain yang dituju adalah pengendalian atas lingkungan, manajemen
resiko, pengawasan serta pengendalian atas aktivitas informasi dan komunikasi.
5. Fokus pengendalian dari eSAC adalah keseluruhan entitas.
6. Evaluasi atas internal control ditujukan atas seberapa efektif pengendalian tersebut
diterapkan dalam poin waktu tertentu.
7. Pertanggungjawaban atas sistem pengendalian dari eSAC ditujukan kepada
manajemen.

1. Keterbatasan Pengendalian Internal Suatu Entitas

Terlepas dari bagaimana bagusnya desain dan operasinya, pengendalian intern hanya dapat
memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan
pencapaian tujuan pengendalian intern entitas.Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi
oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern.Hal ini mencakup
kenyataan bahwa pertimbangan manusia dalam pengambilan keputusan dapat salah dan
bahwa pengendalian inten dapat rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut,
seperti kekeliruan atau kesalahan yang sifatnya sederhana. Disamping itu pengendalian dapat
tidak efektif karena adanya kolusi di antara dua orang atau lebih atau manajemen
mengesampingkan pengendalian intern. Faktor lain yang memebatasi pengendalian intern
adalah biaya pengendalian intern entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari
pengendalian tersebut.

Meskipun hubungan manfaat-biaya merupakan kriteria utama yang harus dipertimbangkan


dalam pendesainan pengendalian intern, pengukuran secara tepat biaya dan manfaat
umumnya tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, manajemen melakukan estimasi
kualitatif dan kuantitatif serta pertimbangan dalam menilai hubungan biaya manfaat
tersebut.  Berikut ini adalah keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian
intern:

 Kesalahan dalam pertimbangan

Kadang – kadang, manajemen dan personel lainnya dapat melakukan pertimbangan yang
buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam melaksanakan tugas rutin karena
informasi yang tidak mencukupi, keterbatasan waktu, atau prosedur lainnya.

 Gangguan

Kemacetan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi karena adanya gangguan ketika
personel salah memahami instruksi atau membuta kekeliruan akibat kecerobohan,
kebingungan, atau kelelahan. Perubahan sementara atau permanen dalam personel atau dalam
sistem atau prosedur juga dapat berkontribusi pada teradinya kemacetan.

 Kolusi

Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan suatu pengendalian
penting bertindak bersama dengan karyawan lain, konsumen atau pemasok, dapat melakukan
sekaligus menutupi kecurangan sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian internal

 Pengabaian dalam manajemen


Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan tidak sah
seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas yang
dinaikkan (misal, menaikkan laba yang dilaporkan untuk menaikkan pembayaran bonus atau
nilai pasar dari saham entitas ). Praktik pengabaian termasuk membuat penyajian yang salah
dengan sengaja kepada auditor dan lainnya seperti menerbitkan dokumen palsu untuk
mendukung pencatatan transaksi penjualan fiktif

 Biaya lawan manfaat

Biaya pengendalian internal suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat yang diharapkan
untuk diperoleh. Karena pengukuran yang tepat baik dari biaya dan manfaat biasanya tidak
memungkinkan, manajemen harus membuat baik estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam
mengevaluasi hubungan antara biaya dan manfaat.

1. Contoh Kasus Internal Audit Kontrol

Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan


Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses pengawasan yang
efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita
dihadapkan pada situasi yang sama,bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi,
komitmen, dan pemahaman yang jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai
bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan. Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di
BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan
proses GCG belum dipahami dan diterapkan sepenuhnya. Salah satu contohnya adalah kasus
audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan
bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran
dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji
dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Kasus PT. KAI
berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua
Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan
yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang
agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan
keuangan PT. KAI. Perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris tersebut
bersumber pada perbedaan mengenai:

 Masalah piutang PPN.

Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi
tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.

 Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.

Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan
penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus
dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.

 Masalah persediaan dalam perjalanan.


Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu
unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses
akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban
tahun 2005.

 Masalah uang muka gaji.

Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan
seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005
diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan
pada tahun 2005.

 Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan


Penyertaan Modal Negara (PMN).

BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit
digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit
harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.

Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT.
KAI Indonesia:

1. Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya auditor
Eksternal.
2. Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat
proses audit.
3. Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite audit
dan komite audit tidak menanyakannya.
4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun,
sehingga ketika komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.

Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak
berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam perusahaan.
Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan
penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa yang akan
datang. Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI untuk
memperbaiki kondisi yang telah terjadi:

 Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin
perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk
mengganti direksi.
 Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk
memilah-milah informasi apa saja yang merupakan private domain.
 Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan Komite
Audit.
 Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya
untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.
 Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena
opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
 Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi
yang salah tidak boleh dipertahankan.
 Komite Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite Audit adalah
organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus
disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju
dengan Komite Audit, tetapi Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit
dapat mencantumkan pendapatnya pada Laporan Komite Audit yang terdapat dalam
laporan tahunan perusahaan.
 Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full
disclosure.
 Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun
budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga
pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam
organisasi.

BAB IV

PENUTUP

Audit pengendalian internal merupakan suatu proses-yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain entitas-yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:

1. keandalan pelaporan keuangan


2. efektivitas dan efisiensi operasi, dan
3. kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Arti pentingnya sistem pengendalian internal bagi manajemen dan auditor independen karena
manajemen tidak dapat melakukan pengendalian secara langsung atau secara pribadi terhadap
jalannya perusahaan. Pengecekan dan review yang melekat pada sistem pengendalian intern
yang baik dapat akan pula melindungi dari kelemahan manusia dan mengurangi kekeliruan
dan penyimpngan yang akan terjadi, tidak praktis bagi auditor untuk melakukan pengauditan
secara menyeluruh atau secara detail untuk hampir semua transaksi perusahaan dalam waktu
dan biaya terbatas. Pemahaman auditor tentang struktur pengendalian intern yang berkaitan
dengan suatu asersi adalah untuk digunakan dalam kegiatan mungkin atau tidaknya audit
dilaksanakan, salah saji material yang potensial dapat terjadi, resiko deteksi, perancangan
pengujian substantif.

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Amin W. Tunggal, 2003, Internal Auditing (Suatu Pengantar), Jakarta: Harvarindo.

Goodwin, Jenny. 2003, The Relationship Between The Audit Committee and The Internal
Audit Function: Evidence from Australia and New Zealand. International Journal of
Auditing, Vol. 7, Issue 3, November 2003, pp.263.

Hekinus Manao, Dr. Peranan Komite Audit dalam Pengelolaan Perusahaan; Ulasan Historis,
Teori, Praktik & Perspektif.

http://sutrisno-amsir.blogspot.co.id/2013/01/beberapa-contoh-kasus-audit.html

http://www.academia.edu/10988809/audit_internal_kontrol

http://dokumen.tips/documents/bab-2-kontrol-audit.html

http://e-journal.uajy.ac.id/397/3/2EA17134.pdf

Anda mungkin juga menyukai