OLEH:
KELOMPOK III
Salah satu isu etika akuntansi pajak adalah terbongkarnya kasus pelanggaran
pajak oleh KAP KPMG pada tahun 2005. The Department of Justice dan The Internal
Revenue Service (IRS), US pada tanggal 29 Agustus 2005, melaporkan pelanggaran
pajak KPMG sebagai berikut:
“KPMG telah mengakui tindakan kriminal perpajakan, dan bersedia membayar denda
dan pengembalian pajak $456 sebagai bagian dari kesepakatan untuk menunda
penuntutan perusahaan. Disamping itu, KPMG juga menyetujui 9 stafnya, termasuk 6
partner KPMG dinyatakan telah melakukan tindakan kriminal dalam bentuk konspirasi
kejahatan perpajakan”.
Apa yang dilakukan petinggi KPMG? Para wajib pajak dengan pendapatan besar atau
dengan capital gain besar dapat menurunkan kewajiban pajaknya dengan biaya 5-7%
dari jumlah kewajiban pajak yang akan dihindari. Komisioner IRS Mark Everson
mengatakan “profesional pajak seharusnya membantu orang membayar kewajiban pajak
dengan benar, tidak lebih dan tidak kurang”.
Beragam kasus konspirasi kriminal perpajakan di US dilakukan oleh para pengacara,
akuntan, bankir, penasihat investasi, sampai dengan wajib pajaknya sendiri. Kasus
kriminal bidang perpajakan tersebut diatas, adalah contoh dari pelanggaran etika bisnis
dan etika profesi yang justru dilakukan oleh para profesional di bidang akuntansi dan
perpajakan. Bentuk lain kejahatan pajak adalah seperti yang diulas dalam majalah
business week tentang BLIPS (Bond Linked Issue Premium Structures) yang dijual ke
paling tidak 186 orang kaya, dan telah mengakibatkan kerugian pajak paling tidak $5
miliar.
Cara kerja dari BLIPS adalah sebagai berikut:
1. Klien meminjam uang dari bank asing untuk membeli forex dari bank yang sama.
2. Kurang lebih 2 bulan kemudian, klien menjual forex ke bank pemberi pinjaman,
yang kemudian akan muncul phony tax loss (kerugian pajak artifisial).
3. Kerugian ini kemudian digunakan untuk mengurangi capital gain atau pendapatan
dari investasi lain.
3
Selain itu, akuntan pajak memiliki tanggung jawab publik yang besar, misalnya:
1. Jujur dalam melaporkan kewajiban pajak.
2. Tidak menjadi bagian dari pelaku konspirasi kejahatan pajak.
3. Tanda tangan akuntan adalah bukti pernyataan, yang siap di meja hijaukan, bahwa
kewajiban pajak telah dihitung dengan ketelitian tinggi, berdasarkan bukti
pendukung valid dan lengkap.
Dalam pernyataan AICPA nomor 10 dan 11, tentang Standards for Tax
Service, dikatan sebagai berikut: 10 sistem perhitungan pajak sendiri (self – assessment
tax system), hanya dapat berfungsi efektif jika pembayar pajak melaporkan
pendapatannya dengan benar dan lengkap. Sebagai pendamping atas kewajiban
pembayaran akuntan memiliki kewajiban untuk menunjukkan kewajiban legal wajib
pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tanggung jawab ini sesuai dengan sifat
dari sistem perpajakan, yaitu self-assessment system, yang menuntut wajib pajak untuk
menghitung sendiri dengan jujur dan benar kewajiban pajaknya.
Akuntan pajak, sebagai fasilitator dalam pemenuhan kewajiban pajak, dituntuk untuk
bekerja dengan spirit hukum secara kontekstual, dan bukannya dengan spirit hukum
secara tekstual untuk kemudian disiasatinya. Hukum pajak dikembangkan untuk
mencapai tujuan yang dipandang penting untuk dicapai, yaitu pemerataan pertumbuhan
ekonomi.
Namun demikian, dalam setiap hukum selalu ada celah (loopholes) yang dapat
dieksploitasi untuk kepentingan pribadi, dan jika setiap orang memanfaatkan celah
hukum, maka tujuan hukum tidak akan pernah bisa dicapai, dan yang akan terjadi
adalah kekacauan dan kebangkrutan. Hanya karena mayoritas orang tunduk pada spirit
hukum secara kontekstual dan tidak mengeksploitasi celah hukum, maka hukum dapat
tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Orang-orang yang memanfaatkan celah hukum
adalah penumpang gelap yang mengambil keuntungan orang lain.
AICPA membantu anggotanya untuk dapat memenuhi tanggung jawab
etikanya dengan mengembangkan standard yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja profesional anggota. Ringkasan dari Statement on Standards Tax Service (SSTS)
yang dikembangkan oleh AICPA adalah sebagai berikut:
1. Akuntan tidak boleh merekomendasikan jumlah pajak, kecuali jumlah pajak tersebut
menggambarkan jumlah realistis kewajiban pajak wajib pajak.
4
2. Akuntan harus melakukan upaya yang memadai untuk mendapatkan data dari wajib
pajak, yang diperlukan untuk menjawab seluruh pertanyaan pajak yang kemungkinan
bisa terjadi.
3. Akuntan bisa mengandalkan informasi yang disajikan oleh wajib pajak atau oleh
pihak ketiga tanpa verifikasi. Tetapi akuntan harus mempertimbangkan dengan
cermat implikasi dari informasi yang diperoleh, dan harus mengajukan petanyaan
jika informasi yang diperoleh dipandang salah, tidak lengkap, atau tidak konsisten.
4. Akuntan harus membandingkan dengan jumlah kewajiban pajak periode-periode
sebelumnya.
Jika tidak dilarang oleh undang-undang atau peraturan, akuntan dapat
menggunakan estimasi pajak yang dibuat oleh wajib pajak, terutama jika dipandang
tidak praktis untuk mendapatkan bukti-bukti pendukung, sepanjang estimasi tersebut
dipandang wajar berdasarkan data-data dan keadaan yang dipahami oleh akuntan.
Akuntan bisa merekomendasikan posisi kewajiban pajak atau membuat atau
menandatangani laporan pajak yang mengandung elemen yang menyimpang dari
ketentuan perlakuan pajak sesuai dengan administratif proceeding atau keputusan
pengadilan pajak, dalam hubungannya dengan kewajiban pajak periode sebelumnya.
Tetapi, akauntan harus mempertimbangkan terpenuhi tidaknya SSTS no.1.
Akuntan harus segera memberitahu wajib pajak jika ditemukan kesalahan
perhitungan pajak baik untuk kewajiban pajak periode yang lalu maupun periode yang
sedang berjalan. Akuntan harus memberikan rekomendasi tentang pelayanan jasa yang
harus dilakukan. Akuntan harus menggunakan kompetensi profesionalnya dengan
cermat dan seksama untuk memastikan keandalan pelayanan jasa konsultasi pajaknya
kepada klien. Sesuai dengan standard, tidak etis bagi akuntan untuk memenuhi
permintaan klien menurunkan secara signifikan kewajiban pajaknya, karena
mendandatangani Surat Pemberitahuan Pajak sama dengan menjamin bahwa jumlah
pajak terutang adalah benar dan lengkap. Akuntan yang menandatangani Surat
Pemberitahuan Pajak yang salah adalah nyata-nyata melakukan kebohongan dan juga
melakukan pelanggaran etika. Meskipun harus diakui bahwa dalam akuntansi pajak
memang terdapat area yang abu-abu serta problematik, yaitu area yang memungkinkan
untuk mensiasati sistem dan peraturan perpajakan.
5
Etika adalah prinsip moral yang memberikan pegangan bagi tingkah laku seseorang.
Seseorang bertindak secara etis bila memperhatikan dampak dari tindakannya terhadap
lingkungan sosialnya. Etika merupakan sebuah nilai luhur yang wajib dimiliki oleh
setiap individu. Berbicara perihal etika, apapun bentuknya pasti berkaitan dengan nilai.
Etika memang tak kasat mata, namun memiliki pengaruh yang luar biasa dalam segala
segi kehidupan. Ketika etika itu dikaitkan dengan perpajakan, maka akan banyak sekali
pihak yang terlibat di dalamnya. Bahkan bisa dikatakan semua pihak ada di dalamnya.
Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan
pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
peraturan perundangundangan perpajakan.
A. AICPA Statements On Responsibilities In Tax Services
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi
Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk
anggota ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan
atau menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar)
yang disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini,
suatu nilai pajak terutang, yakni antara lain:
a. Mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang mana wajib pajak
telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau
b. Suatu anggota mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material
dan, atas dasar fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai.
Karena tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau
pihak ketiga lain penerima jasa pajak.
7
anggota menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan
dan fakta saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan
taxpayer’s digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak
menyiratkan ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position
Previously Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika
ditentukan di dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan
pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu anggota merekomendasikan dari
suatu pajak yang berbeda, kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika
wajib pajak dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk
Statement on Responsibilities in Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan,
anggota boleh merekomendasikan sebuah pajak kembalian untuk memposisikan
atau menyiapkan suatu pajak kembalian yang memerlukan pemeriksaan dari suatu
item ketika disimpulkan untuk suatu kelanjutan administratif atau meramahi
keputusan berkenaan dengan suatu kembali wajib pajak.
6. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return
Preparation (Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan
segera atas suatu kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau
ketika sadar akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang
diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk
melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota
tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak
otoritas, dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijin taxpayer’s,
kecuali ketika yang diperlukan di depan hukum. Jika suatu anggota diminta untuk
kembalian untuk tahun sekarang dan wajib pajak belum mengambil tindakan yang
sesuai untuk mengoreksi suatu kesalahan utama di dalam suatu tahun kembalian,
anggota perlu mempertimbangkan apakah untuk menarik dari menyiapkan
kembalian itu dan apakah suatu professional melanjutkan hubungan atau
hubungan ketenaga-kerjaan dengan wajib pajak itu. Jika anggota menyiapkan,
9
seperti itu kembalian tahun ini, anggota perlu mengambil langkah-langkah layak
untuk memastikan bahwa kesalahan itu tidaklah diulangi.
7. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error:
Administrative Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam
administratifnya untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka
anggota perlu menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu
merekomendasikan ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang
mungkin diberi dengan lisan. Suatu anggota bukan diwajibkan untuk
menginformasikan hal itu mengenakan pajak otoritas maupun mengijinkan untuk
melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali jika yang diperlukan di depan
hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan tax payer’s untuk
menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice
to Taxpayers (Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan
bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan
kemampuan/wewenang profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan
taxpayer’s. Suatu anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk
standar atau petunjuk dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi
petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa
petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di
mana berbagai hal atau transaksi yang akan dipertimbangkan. Oleh karena itu,
untuk semua petunjuk pajak diberikan kepada suatu wajib pajak, suatu anggota
perlu mengikuti aturan yang baku dalam Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 1. Suatu anggota tidak punya kewajiban untuk berkomunikasi
dengan suatu wajib pajak ketika pengembangan yang berikutnya mempengaruhi
petunjuk yang sebelumnya menyajikan berbagai hal penting, kecuali sedang
membantu seorang wajib pajak di dalam menerapkan prosedur atau rencana yang
berhubungan dengan petunjuk menyajikan atau ketika suatu anggota melakukan
kewajiban ini dengan persetujuan spesifik.
10
DAFTAR PUSTAKA
Duska, Ronald; Brenda Shay Duska; & Julie Anne Ragatz. 2011. Accounting Ethics. 2nd
Edition.United Kingdom: Wiley-Blackwell.
Gayatri. 2020. Etika Bisnis & Profesi. CV Alif Gemilang Pressindo
15
A. KRONOLOGIS
Melihat dari kasus yang terjadi pada PT. EK PRIMA SURABAYA sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam kronologis tersebut di atas , maka ada beberapa hal dari
sudut etika perpajakan yang dapat di uraikan sebagai berikut :
keputusan yang diambil oleh konsultan pajak. Konsultan pajak yang berpengalaman
cenderung akan lebih berani dan lebih cepat dalam mengambil keputusan, mengingat
pengalaman yang dimiliki dalam hal perpajakan. Namun sebaliknya, konsultan pajak
dengan pengalaman yang tidak terlalu lama akan lebih berhati-hati dalam
pengambilan keputusan karena kurangnya pengalaman tersebut.
Beberapa penelitian terkait keputusan etis telah dilakukan sebelumnya,
seperti penelitian Shaub et al. (1993); Fallah (2006); Gusti dan Syahril (2007); Aziza
dan Salim (2007); Januarti (2011); Abdurrahman dan Yuliani (2011); Uyar dan Ozer
(2011); dan Ashari (2013). Terdapat inkonsistensi hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa keputusan etis seorang professional (konsultan pajak) sehingga menjadi
sebuah fenomena yang menarik untuk diungkapkan lebih lanjut. Penelitian ini
menguji adanya peran pengalaman yang dapat memperkuat pengaruh idealisme dan
komitmen professional pada keputusan etis yang dibuat oleh konsultan pajak di
wilayah Bali.
2. Fenomena (Phenomena)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/ PMK.03/2014 Pasal 28 dan 29
mengatur pengawasan yang sangat ketat bagi para konsultan pajak. Telah terbukti
beberapa konsultan pajak yang ada di kota-kota besar harus dibekukan dan bahkan
dicabut ijinnya karena klien yang ditangani terbukti melanggar ketentuan perpajakan
dan berkasus pidana.Selain pelanggaran kode etik yang menjurus pada pelanggaran
pidana, terdapat pelanggaran etik lain juga seperti perebutan klien meskipun sudah
diatur secara jelas dalam AD/ART IKPI tentang Kode Etik Konsultan Pajak.
3. Rumusan Masalah (Research Questions)
Apakah ada peran pengalaman yang dapat memperkuat pengaruh idealisme dan
komitmen professional pada keputusan etis yang dibuat oleh konsultan pajak di
wilayah Bali?
4. Tinjauan Pustaka
a. Landasan Teori (Theory Foundation)
Teori Perkembangan Moral Kognitif (Cognitive Moral Development)
Teori Teori perkembangan moral kognitif (Cognitive Moral Development) oleh
Kohlberg (1969) dengan tahapan perkembangan moral seseorang yakni antara
lain:
21
keahlian, pelatihan yang pernah diikuti, serta jumlah klien (wajib pajak) yang
pernah ditangani.
f. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis (MRA).
Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yaitu
Uji Normalitas, dan Heteroskedastisitas.
6. Hasil dan Pembahasan Penelitian (Findings)
Adapun hasil penelitian yakni antara lain:
a. Uji Validitas menunjukkan tidak ada masalah dengan validitas setiap pernyataan
yang dikandung instrumen untuk mengukur semua variabel dalam penelitian
ini.Untuk uji reliabilitas instrumen menunjukkan nilai Cronbach Alpha di atas
0,70 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel dalam penelitian ini
adalah andal/reliabel.
b. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,448 dan
koefisien Asymp.sig (2-tailed) = 0,988, lebih besar dari α= 0,05 artinya, semua
variabel dalam penelitian ini berdistribusi normal. Uji heteroskedastisitas
dianalisis melalui uji Glejser dan menunjukkan variabel idealisme, komitmen
profesional dan skeptisme profesional tidak berpengaruh signifikan terhadap
pembuatan keputusan etis, karena signifikansi setiap variabel bebas lebih dari
taraf nyata (a) yaitu 5%. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas.
c. Analisis model fit (kelayakan model) menunjukkan nilai Adjusted R square (R2)
yang memadai sebesar 0,441 yang berarti bahwa variasi variabel keputusan etis
dijelaskan sebesar 44,1% oleh variasi variabel idealism, komitmen professional,
pengalaman dan interaksi idealism-pengalaman serta interaksi komitmen-
pengalaman. Nilai F sebesar 15,069 dengan nilai signifikansi 0,000 yang lebih
kecil dari 5% mengindikasikan bahwa variabel idealisme, komitmen professional,
pengalaman dan interaksi idealism-pengalaman serta interaksi komitmen-
pengalaman berpengaruh secara serempak pada pembuatan keputusan etis pada
tingkat signifikansi 5%, atau dapat dikatakan model fit.
d. Pengujian Hipotesis 1 menunjukkan koefisien regresi interaksi
idealisme*pengalaman bernilai positif dengan signifikansi 0.042 (lebih kecil dari
24
1. Fenomena (Phenomena)
Kode etik asosiasi profesional berlaku untuk semua anggota tetapi praktisi
pajak secara khusus berperan dalam peran unik dalam melayani kepentingan publik
dengan akuntabilitas mereka kepada klien dan agen pajak. Sebagai contoh, di
Inggris, tujuh badan profesional bersama-sama menyusun dan mengadopsi
pernyataan perilaku profesional terkait perpajakan berdasarkan Kode IESBA, yang
terdiri dari prinsip dan standar etika mendasar dalam perpajakan dan pedoman
tentang apa yang diharapkan dari anggota. Identitas akuntan profesional (dan secara
implisit sikap dan perilaku profesional mereka) merupakan fenomena kompleks yang
bersumber dari berbagai khalayak dalam masyarakat dan profesi akuntansi.
Dari perspektif global, misi IFAC yang dinyatakan adalah untuk "melayani
kepentingan publik", namun skandal perusahaan yang berulang seperti Enron, krisis
keuangan global, dan pengungkapan penghindaran pajak perusahaan, telah
memimpin profesi akuntansi, khususnya di AS, untuk mendapat kritik atas
kurangnya profesionalisme yang dirasakan perusahaan besar. Kritik ini baik di pasar
jasa audit dan di pasar jasa pajak. Carnegie dan Napier (2010, hlm. 371) mencatat
bahwa kritik terhadap akuntan dan auditor tahun 1990-an adalah bahwa mereka
bukan lagi orang integritas dan mereka menggambarkan ketegangan (atau
keseimbangan tujuan yang bersaing) antara integritas profesional dan advokasi klien
dengan menyarankan bahwa gagasan "menyenangkan klien" lebih diutamakan
daripada melindungi kepentingan publik, dan jika ada pertanyaan tentang integritas
akuntan, ini akan menyebabkan konsekuensi yang lebih luas untuk profesionalisasi
akuntansi.
28
H3 : Ketika praktisi pajak diprioritaskan dengan kedua etika standar, mereka akan
membuat rekomendasi klien yang lebih (kurang) konservatif ketika Integritas
(Advokasi) diutamakan terlebih dahulu, dibandingkan dengan saat Advokasi
(Integritas) diutamakan terlebih dahulu.
5. Metodologi Penelitian (Methodology)
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 132 akuntan professional yang
bekerja terutama di bidang pajak. Perusahaan internasional didistribusikan kuesioner
ke kantor pajak di berbagai wilayah negara, sedangkan sesi NASBA diadakan di
Chicago dan New Orleans. Ada dua versi kuesioner dibuat, satu dalam bentuk kertas
(digunakan di NASBA dan oleh salah satu perusahaan internasional) dan yang
lainnya dikonversi ke platform online menggunakan Survey Monkey. Peneliti
menggunakan desain 1 × 5 antara subjek untuk menguji hipotesis, dan peserta secara
acak ditugaskan ke salah satu dari lima kondisi eksperimental yang bervariasi
apakah, dan yang mana, bilangan prima untuk advokasi dan integritas disajikan.
Peneliti menggunakan kasus real estat yang tidak ambigu di mana para ahli dari luar
telah sepakat bahwa perlakuan konservatif (mengklasifikasikan pendapatan sebagai
biasa) lebih akurat daripada perlakuan agresif (mengklasifikasikan keuntungan
sebagai modal). Pesertanya diminta untuk membuat rekomendasi tentang apakah
klien maudiperlakukan sebagai dealer atau investor terkait dengan penjualan banyak
real estat. Peserta diminta untuk membuat rekomendasi apakah klien akan
diperlakukan sebagai dealer atau investor sehubungan dengan penjualan kavling real
estat. Variabel dependen utama mengukur rekomendasi yang diinginkan setiap
peserta mengenai status dealer atau investor. Perlu juga dicatat bahwa variabel
dependen mewakili perilaku yang diinginkan.
6. Hasil Penelitian (Findings)
Skala Advokasi dan Pertanyaan Latar Belakang
Untuk mengontrol sikap advokasi secara umum, kami mengukur skala advokasi
dalam penelitian ini untuk memastikan penugasan acak kepada kelompok perlakuan
efektif, dan peneliti tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kelompok
peneliti pada skala advokasi. Selain itu, skala advokasi untuk sikap umum tidak
secara signifikan berkorelasi dengan variabel hasil peneliti. Yang penting, skala
30
advokasi tidak disajikan kepada peserta kami sampai mereka telah membuat
keputusan dan mencatatnya dalam instrument.
Variebel Dependen
Kami mengukur variabel hasil dengan variabel dependen utama kami, niat
perilaku untuk merekomendasikan status investor (RECO), serta variabel pendukung
utamanya, probabilitas yang dirasakan bahwa pengadilan akan memandang klien
sebagai investor (COURT). Hipotesis pertama menguji apakah intervensi singkat,
dalam bentuk bilangan prima untuk standar etika profesional, mempengaruhi
keputusan profesional pajak. Dalam pengujian ini, kami memeriksa variabel
dependen utama, RECO, yang menunjukkan rekomendasi praktisi agar Jim Hunt
mengambil pengembalian pajaknya. Kami juga menemukan pengaruh yang sedikit
signifikan untuk COURT, yang menunjukkan kemungkinan yang dirasakan bahwa
jika diajukan ke pengadilan, pengadilan akan menemukan Jim Hunt sebagai investor.
Advokasi vs. Integritas
Pengujian hipotesis kedua, membandingkan hasil dari mereka yang diunggulkan
dengan Integritas dengan yang diunggulkan dengan Advokasi. Peneliti tidak
menemukan perbedaan statistik antara kedua kelompok ini. Untuk RECO, peserta
yang disajikan dengan standar Integritas memberikan respons rata-rata - 1,19. Peserta
yang disajikan dengan standar Advokasi memberikan tanggapan rata-rata - 0,96.
Kedua kelompok menunjukkan kecenderungan untuk menganggap Jim Hunt sebagai
dealer. Uji t sampel independen menunjukkan bahwa kelompok Advokasi dan
Integritas secara statistik serupa. Untuk COURT, peserta diberikan standar Integritas
memberikan respon rata-rata 37,67%. Peserta yang disajikan dengan standar
Advokasi memberikan rata-rata respon 39,09%. Sekali lagi, kedua kelompok
menunjukkan kecenderungan untuk menganggap Jim Hunt sebagai dealer.
Efek Pesanan dari Standar Gabungan
Pengujian hipotesis ketiga, membandingkan hasil-hasil yang diunggulkan
dengan standar Advokasi dan Integritas (dengan Advokasi disajikan pertama) dengan
yang dipersiapkan dengan standar Advokasi dan Integritas (dengan Integritas
disajikan terlebih dahulu). Peneliti menemukan perbedaan statistik yang signifikan
antara kedua kelompok ini. Untuk RECO, peserta yang disajikan dengan standar
Integritas pertama-tama memberikan respons rata-rata - 1,60. Peserta disajikan
31