NPM : C10170162
Kesalahan audit itu muncul terkait piutang Rp2,9 triliun atas kerja sama pemasangan
Wi-Fi dengan PT Mahata Aero Teknologi yang dicatat sebagai pendapatan dalam
laporan keuangan Garuda tahun lalu. "AP belum secara tepat menilai substansi
transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi terkait pengakuan piutang dan
pendapatan lain-lain sekaligus di awal. Kedua, AP belum sepenuhnya mendapatkan
bukti audit yang cukup dan tepat untuk menilai ketepatan perlakuan akuntansi sesuai
dengan substansi transaksi dari perjanjian yang melandasinya," jelas Hadiyanto.
Sesuai Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23, kata Hadiyanto, piutang
itu tidak dapat dianggap sebagai pendapatan. Ini karena tingkat penyelesaian
pembayaran piutang itu tak bisa diukur dengan handal. Buktinya, emiten berkode
GIAA itu belum mendapatkan pembayaran sepeserpun atas kerja sama dengan
Mahata hingga saat ini. Bursa Efek Indonesia (BEI) kemudian meminta Garuda untuk
memperbaiki dan menyajikan kembali (restatement) Laporan Keuangan triwulan
I/2019 yang masih mencantumkan piutang Mahata sebagai pendapatan.
BEI juga meminta Garuda Indonesia membayar denda Rp250 juta, di samping sanksi
denda Rp100 juta yang dibebankan OJK kepada direksi dan komisaris perseroan yang
setuju atas laporan keuangan tersebut. KAP Terafiliasi Internasional Tak Jamin Bebas
Kesalahan Tak sampai di situ, Kemenkeu juga mewajibkan Kantor Akuntan Publik
(KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang dan Rekan--yang menaungi Kasner dan
terafiliasi dengan BDO International Limited--melakukan perbaikan terhadap Sistem
Pengendalian Mutu. Kemenkeu juga meminta BDO International Limited mereview
standar yang telah dilakukan KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
lantaran kelalaian tersebut.
"Dalam KAP ada sistem pengendalian mutu sebagai suatu sistem KAP bertanggung
jawab memastikan kualitas audit itu direview sehingga sebelum auditor itu
menandatangani ada pengendalian mutunya, apakah ada pelanggaran atau tidak,"
sambung Hadiyanto. Akuntan profesional Cris Kuntadi menilai kesalahan audit
laporan keuangan oleh kantor akuntan publik dilatarbelakangi berbagai faktor. Bisa
karena kesengajaan, bisa pula sebaliknya. Dalam dunia akuntansi, kesengajaan itu
sering ditemukan dalam kasus window dressing, yakni rekayasa dengan
menggunakan trik-trik dari akuntansi agar neraca perusahaan atau laporan laba rugi
terlihat lebih baik dari yang sebenarnya.
Praktik ini umumnya dilakukan dengan menetapkan aktiva/pendapatan terlalu tinggi
atau menetapkan kewajiban/beban terlalu rendah dalam laporan keuangan.
Akibatnya, perusahaan memperoleh laba yang lebih tinggi. Dalam konteks kasus
Garuda, kata Cris, bisa jadi ada faktor kesengajaan yang dilakukan perseroan untuk
memoles laporan keuangan agar tidak mencetak kerugian.
Oleh Karena itu, menurut dia, manajemen Garuda dinilainya sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab dalam masalah ini. "Karena mereka wajib menyusun
laporan keuangan sesuai standar akuntansi. Ketika sudah menyusun sesuai standar,
dia harus menyatakan itu, tapi untuk meyakinkan kepada publik apakah pernyataan
itu benar atau tidak, diuji auditor publik," ucapnya.
Nah, dalam hal ini, kesalah dalam mengaudit laporan keuangan Garuda seharusnya
tidak terjadi. KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang dan Rekan, yang sudah
terafiliasi dengan BDO International Limited biasanya bakal memeriksa ulang opini
yang akan diberikan akuntan publiknya. Jika auditor di KAP tersebut sampai
mendapatkan sanksi dari OJK dan Kemenkeu, kata Cris, bisa dipastikan ada prosedur
pengecekan yang tidak dijalankan sesuai standar. "Ketika dia berafiliasi dengan
akuntan publik internasional ada proses review. Artinya bisa per-pekerjaan atau
secara umum apakah prosedurnya sudah memadai atau belum," tutur pria yang juga
menjabat Anggota Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) tersebut.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK, Fahri Hilmi
mengaku belum bisa memastikan apakan ada unsur kesengajaan dalam pelanggaran
tersebut. Menurut Hilmi, OJK baru sebatas memeriksa standar akuntansi keuangan
yang digunakan. "Tapi yang kami sampaikan adalah [laporan] itu, tidak sesuai aturan
dan itu kami berikan denda. Saya kira untuk saat ini kami belum melihat faktor
kesengajaan, tentunya tidak tertutup kemungkinan adanya faktor kesengajaan"
tuturnya.
KASUS PENYELESAIAN AUDIT PADA LAPORAN KEUANGAN DI BENUA
EROPA
Bagi PwC, masalah ini menjadi yang kedua kalinya menerpa dalam dua
tahun belakangan ini setelah Tesco karena gagal memberitahukan ratusan juta
poundsterling laba yang hilang. Yang menarik, di Inggris terdapat lembaga
antifraud yaitu Serious Fraud Office (SFO) yang melakukan penegakan hukum
atas skandal fraud termasuk fraud oleh atau di korporasi.
1. Persamaan
Melakukan kecurangan dalam melaporkan laporan keuangan dengan
cara memperbesar nilai pendapatan. Dari persamaan tersebut dapat dilihat dari
artikelnya bahwa kedua perusahaan tersebut kemudian di kenakan denda atas
kasus kecurangan pada laporan keuangannya sendiri,
2. Perbedaan
Dari kedua kasus tersebut terdapat perbedaan dimana kasus Garuda
memang dinyatakan bahwa Auditor tidak memenuhi kriteria sebagai mestinya
sehingga di anggap kurang mengetahui faktor-faktor kesalahan yang
seharusnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sementara untuk kasus
British Telecom dinyatakan memang melakukan kecurangan terhadap laporan
keuangan dengan sengaja memperbesar nilai pendapatan perusahaan tersebut.