Anda di halaman 1dari 14

AUDITING 1

(LEGAL LIABILITY CONSIDERATION FOR AUDITORS)

Kewajiban Hukum Auditor

TAHUN AKADEMIK 2014/2015

UNIVERSITAS MERCUBUANA

1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Profesi Akuntan Publik merupakan suatu hal yang sangat penting,
khususnya bagi aktivitas berbisnis secara sehat di Indonesia. Hasil penelitian,
analisa serta pendapat dari Akuntan Publik terhadap suatu laporan keuangan
sebuah perusahaan akan sangat menentukan dasar pertimbangan dan
pengambilan keputusan bagi seluruh pihak ataupun publik yang
menggunakannya.
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara
adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan
hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu
negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan
modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan
jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas
yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan
dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan
investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen
perusahaan.
Diperlukan jasa professional untuk menilai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen. Jasa profesi inilah yang
dilakukan oleh auditor independent. Auditor di dalam melaksanakan audit
harus sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum sementara itu para
pemakai laporan keuangan memiliki keyakinan bahwa auditor menjamin
akurasi laporan keuangan dan menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Keyakinan yang dimiliki oleh para pemakai laporan keuangan nantinya
cenderung akan menjadi masalah ketika opini yang dikeluarkan oleh auditor
pada kenyataannya tidak sesuai dengan kondisi yang ada di perusahaan. .
Disinilah mulai hilang kepercayaan pemakai laporan keuangan terhadap
akuntan karena ketidakmampuannya mendekati harapan publik, yang akan
berakibat adanya tuntutan dan gugatan terhadap kewajiban hukum profesi
akuntan publik yang dianggap telah melakukan kesalahan di dalam
memberikan opini.

2. Tujuan
Untuk memperoleh pemahaman atas kewajiban hukum yang berkaitan
dengan kewajiban hokum (legal liability) auditor.

BAB II

2
PEMBAHASAN

1. Tanggung Jawab Auditor


Para professional audit mempunyai tanggung jawab dibawah hukum untuk
memenuhi apa yang telah dicantumkan dalam kontrak dengan klien mereka.
Mereka bertanggung jawab terhadap para klien bila ada kegagalan dan atau
ketidakmampuan melaksanakan kontrak sehingga mereka gagal menyajikan
pelayanan yang baik atau tidak memperthatikan keamanan.
Auditor juga dapat dianggap bertanggung jawab dibawah hukum dalam
keadaan tertentu terhadap pihak-pihak diluar klien mereka. Sebagai tambahan
hukum biasa, para auditor bertanggung jawab terhadap pihak ketiga dibawah
hukum menurut Undang-undang. Kedua hukum ini, Securities Act tahun 1933 dan
Securities Exchange Act tahun 1934 berisi bagian-bagian yang menjadi dasar
tidakan melawan para auditor. Akhirnya, jarang sekali para auditor dianggap
bertanggung jawab terhadap tindakan kriminal.
Tuntutan kriminal terhadap auditor dapat terjadi bila terlihat bahwa auditor
tersebut bermaksud menyakiti atau melukai pihak lain. The Private Securities
Litigation Reform Act of 1995 dikeluarkan untuk mempermudah akuntan yang
bergerak dalam bidang pengamanan federal. Tetapi, kewajiban akuntan masih
tetap sebagai pertimbangan yang satu-satunya dan popok dalam praktek
professional perusahaan akuntan publik.
Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan
Publik dalam memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran
apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat,
berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif,
berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin.
Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru
dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang
ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-
undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan,
atau juga akibat dari pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah
mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang
menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran
profesionalisme akuntan publik.
Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui
merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari
seorang Akuntan Publik , ternyata masih belum menjawab penyelesaian
permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah diderita oleh anggota

3
masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari Akuntan Publik
tersebut.

Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab (Boynton,2003,h.68):


a. Mendeteksi kecurangan
1) Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan
yang tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit
untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan
keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan
ataupun kecurangan.
2) Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya
kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen,
komite audit, dewan direksi
b. Tindakan pelanggaran hukum oleh klien
1) Tanggung jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
klien. Auditor bertanggung jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan
melanggar hukum yang memiliki pengaruh langsung dan material pada
penentuan jumlah laporan keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan
suatu audit untuk mendeteksi adanya tindakan melanggar hukum serta
mengimplementasikan rencana tersebut dengan kemahiran yang cermat dan
seksama.
2) Tanggungjawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu
tindakan melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan,
auditor harus mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan
keuangan tersebut. Apabila revisi atas laporan keuangan tersebut kurang
tepat, auditor bertanggung jawab untuk menginformasikannya kepada para
pengguna laporan keuangan melalui suatu pendapat wajar dengan
pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan keuangan disajikan
tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Lebih jauh Soedarjono dalam Sarsiti (2003) mengungkapkan bahwa auditor
memiliki beberapa tanggung jawab yaitu:

4
a. Tanggung jawab terhadap opini yang diberikan.
Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang diberikan, sedangkan laporan
keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan
pengetahuan auditor terbatas pada apa yang diperolehnya melalui audit. Oleh
karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum, menyiratkan bagian
terpadu tanggung jawab manajemen.
b. Tanggung jawab terhadap profesi.
Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah
disepakati IAI, termasuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar
auditing dan kode etik akuntan Indonesia.
c. Tanggung jawab terhadap klien.
Auditor berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan seksama dan
menggunakan kemahiran profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai
dan bisa dikenakan sanksi.
d. Tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan.
Bila ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga
menyesatkan, akuntan publik harus bertanggung jawab.
e. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga
Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya. Contoh
dari tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang bisa
menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti pendapat yang tidak didasari
dengan dasar yang cukup.
f. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan.
Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur
auditnya tidak cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.

2. KONSEP HUKUM YANG MENYEBABKAN KEWAJIBAN

5
Akuntan public bertanggung jawab pada semua aspek pekerjaan akuntansi
publiknya, termasuk audit, pajak, jasa pendampingnnya dan jasa akuntansi dan
pembukuannya. Sebgaian besar tuntutan terhadap perusahaan akuntan public
adalah bersangkutan dengan laporan keuangan yang sudah diaudit maupun yang
belum diaudit. Adapun konsep hukum yang menyebabkan kewajiban, yaitu:

a. Konsep kehati-hatian
Setiap orang yang memberikan jasanya kepada orang lain dan dipekerjakan
olehnya mempunyai kewajiban untuk menggunakan keahlian yang
dimilikinya dengan hati-hati serta teliti dan sungguh-sungguh. Dalam semua
pekerjaan iniyang membutuhkan keahlian khusus, jika seseorang menawarkan
jasanya, dapat dianggap bahwa dia menyediakan dirinya kepada masyarakat
sebagai seseorang yang mempunyai tingkatan keahlian yang juga dipunyai
oleh orang lain dalam mengerjakan pekerjaan yang sama, dan, jika apa yang
dia janjikan ternyata tidak berdasar, ia telah melakukan penipuan terhadap
semua orang yang telah mempercayainya. Akan tetapi tidak ada seorang pun,
apakah dia ahli atu bukan yang tanpa kekeliruan atau kesalahan. Dan ia
bertangung jawab atas kecerobohan itikad buruk, atau kekeliruan dalam
penilaian.
b. Kewajiban atas tindakan sekutu lain
Para sekutu atau pemegang saham dalam perseroan professional secara
bersama-sama bertanggung jawab atas tindakan perdata yang ditujukan
terhadap salah seorang anggotanya. Para sekutu juga bisa bertanggung jawab
atas pekerjaan yang dilakukan orang lain yang mereka percayai ini diatur
dalam hukum keagenan (laws of agency)
c. Tidak ada komunikasi yang rahasia
Akuntan public tidak mempunyai hak menurut adat (common law) untuk
menahan informasi dari pengadilan dengan menyatakan bahwa informasi
tersebut rahasia. Beberapa Negara memiliki Undang-undang yang
mengijinkan komunikasi yang rahasia antara klien dan auditor. Meski
demikian, yang harus diperhatikan pada saat komunikasi yang rahasia adalah
komunikasi tersebut harus tetap bersifat rahasia. Seorang akuntan public dapat
menolak untuk bersaksi disuatu Negara bagian yang memiliki UU komunikasi
rahasia. Kerahasiaan ini tidak berlaku pada pengadilan federal.

d. Syarat-syarat hukum yang berpengaruh terhadap kewajiban akuntan


public

6
Perbedaaan antara kewajiban pertama dan beberapa kewajiban lain dan
antara kewajiban terpisah dengan kewajiban proporsional umumnya,
pendekatan ini diterapkan dalam kasus kewajiban terhadap pihak ketiga
berdasarkan hukum adat (common law) dan dibawah hukum federal ketika
tuntutan diadukan kepengadilan, hukum Negara akan memutuskan pendekatan
mana yang diterapkan terhadap kerugian tersebut. Ketika tuntutan diajukan
dibawah hukum jaminan federal pendekatan terpisah dan proporsional akan
diterapkan, kecuali bila telah terlihat bahwa terdakwa akuntan public
mempunyai pengetahuan yang sebenarnya tentang penipuan tersebut atau turut
serta dalam penipuan, sehingga kewajiban bersama dan beberapa kewajiban
lainnyalah. Dicatat bahwa dibawah UU federal, bila dilihat dengan datar
kewajiban terpisah dan kewjiban proporsional, nilai kerugian bisa
meningkat sampai 150% dari nilai yang ditetapkan secara terpisah dan
proporsional sesuai tingkat kesalahan akuntan public tersebut bilamana
terdakwa tidak sanggup membayar.

3. Pemahaman Hukum dan Kewajiban auditor


Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama
tuntutan hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman
pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan
kegagalan audit, dan antara kegagalan audit serta risiko audit.
Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit
menurut Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :
a. Kegagalan bisnis
Adalah kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar
kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya,
karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang
buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu.
b. Kegagalan audit
Adalah kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang
salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing
yang berlaku umum.
c. Risiko Audit

7
Adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan
disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya
laporan tersebut disajikan salah secara material.

Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi


standar profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga
dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus
bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik
tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam
menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan fraud (Toruan,2001,h.28).
Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika
menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care).
Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor
menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus
menggunakan common sense dan mengambil keputusan yang sama seperti
seorang (typical) akuntan publik bertindak.
Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik
mematuhi standar profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus
dipenuhi. Bila akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence)
dan pikiran sehat dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan
dengan sengaja demi motif tertentu maka akuntan publik dianggap telah
melakukan fraud yang mengakibatkan akuntan publik dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidana.
Sebagian besar profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal
mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis
pendapat yang salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus
diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan
keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan
kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar
kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian auditor tersebut.

8
Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar
hutangnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa
telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir
menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika
terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah
saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah
melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.
Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk
audit, pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-
benar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta
pertanggungjawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang
menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah (Loebbecke
dan Arens,1999,h.786):
a. Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab
akuntan publik
b. Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal
sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor
c. Bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan
lingkungan yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb
d. Kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar
pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi.

Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman


tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di
dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap
keberadaan suatu hukum.
Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-
perilaku yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah
menjadi kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum.
Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan

9
publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan
performance dan kredibilitas publik yang lebih baik.
Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan
di era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan
fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani
melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan
publik.
4. Kewajiban Hukum Bagi Auditor
Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek
hukum dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya,
seperti kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya.
Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya
yang digambarkan sebagai sebuah krisis (Huakanala dan Shinneke,2003,h.69).
Lebih lanjut Palmrose dalam Huanakala dan Shinneka menjelaskan bahwa litigasi
terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas dari
jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.
Menurut Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan (Media akuntansi,
2003) tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan
yang diberikan publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa
yang dapat dipertanggungjawabkan dengan mengedepankan kepentingan publik
yaitu selalu bersifat obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa serta
berkompeten dalam teknis pekerjaannya.
Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban
hukum terhadap kliennya. Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit
apabila adanya tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan
menurut Loebbecke dan Arens serta Boynton dan Kell yang telah diolah oleh
Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari (2001)
adalah sebagai berikut:
a. Kewajiban kepada klien (Liabilities to Client) Kewajiban akuntan publik
terhadap klien karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai waktu

10
yang disepakati, pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemui
kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh akuntan public
b. Kewajiban kepada pihak ketiga menurut Common Law (Liabilities to Third
party) Kewajiban akuntan publik kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian
pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang
menyesatkan
c. Kewajiban Perdata menurut hukum sekuritas federal (Liabilities under
securities laws) Kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal
dengan standar yang ketat.
d. Kewajiban kriminal (Crime Liabilities) Kewajiban hukum yang timbul
sebagai akibat kemungkinan akuntan publik disalahkan karena tindakan
kriminal menurut undang-undang.

Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia


secara eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah
ada seperti tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau
Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban
hukum akuntan (Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan,2003).
Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia
sangat dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi
aturan main yang sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi
dapat menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang
tinggi, dan disisi lain masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila
sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung jawab profesional terhadap
akuntan publik.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang
akuntan publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika
memang terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka
akuntan publik dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk
kewajiban hukum auditor.

11
5. Tanggapan Profesi Terhadap Kewajiban Hukum
AICPA dan profesi mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-
langkah berikut :
a. Riset dalam auditing
b. Penetapan standar dan aturan.
c. Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor
d. Menetapka persyaratan penelaahan sejawat .
e. Melawan tuntutan hokum
f. Pendidikan bagi pemakai laporan
g. Memberi sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas
h. Perundingan untuk perubahan hukum

5. Tanggapan Akuntan Publik Terhadap Kewajiban Hukum


Dalam meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah
berikut :
a. Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas
b. Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi dengan
pantas
c. Mengikuti standar profesi
d. Mempertahankan independensi
e. Memahami usaha klien
f. Melaksanakan audit yang bermutu
g. Mendokumentasika pekerjaan secara memadai
h. Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan
i. Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia
j. Perlunya asuransi yang memadai
k. Mencari bantuan hukum

12
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Expectation gap antara masyarakat dan profesi akuntan publik memang
nyatanya semakin lebar. Satu sisi masyarakat harus memahami posisi dan
fungsi akuntan dan sisi lain akuntan harus bisa menjawab segala tuntutan
masyarakat. Sosialisasi atas jenis-jenis jasa dan batasan tanggung jawab
akuntan publik kepada masyarakat adalah hal yang mutlak harus dilakukan.
Masyarakat juga harus menyadari bahwa laporan keuangan adalah tanggung
jawab manajemen dan akuntan hanya bertanggung jawab atas opini yang
dikeluarkan dalam aspek-aspek yang material pada penugasan general audit.
Berdasarkan pembahasan rumusan masalah, akuntan publik
bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang terjadi
kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan
publik dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk
kewajiban hukum auditor dan di dalam prakteknya terbukti bahwa setiap
auditor yang melakukan pelanggaran dapat dituntut secara hukum sebagai
bentuk pertanggung jawaban atas audit yang dilakukannya.
Tanggung jawab hukum auditor semakin berat, namun hal ini bukanlah
isyarat untuk menjadi panik. Auditor hanya bertanggung jawab atas opini
mengenai laporan keuangan dan opini tersebut harus mempunyai bobot
integritas dan kompetensi profesional berdasarkan standar yang telah
ditetapkan. Jadi legal liability bukanlah ancaman bagi auditor tetapi lebih
merupakan tantangan untuk bekerja lebih profesional dan independen.
2. Saran
Dari uraian makalah ini, Perlunya perangkat hukum yang pasti guna
mengatur akuntan publik di Indonesia untuk melengkapi aturan main yang
sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat
menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang
tinggi, dan disisi lain masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila
sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung jawab profesional
terhadap akuntan publik

13
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 1996. Auditing. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia.

http://irsan90.wordpress.com/2011/11/04/etika-profesi-akuntansi-dan-
contoh-kasus/

Arens, Alvin A. 2003. Auditing dan Pelayanan Klarifikasi. Jakarta : Indeks 8

http://bambangbima.blogspot.com/2009/12/kewajiban-hukum-auditor.html

14

Anda mungkin juga menyukai