UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2015
Statement of Authorship
“Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah murni hasil
pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan
sumbernya. Materi ini belum pernah digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata
ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya. Kami
memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan
untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).
Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan
yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal
yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa
overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated
persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda
atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan
bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit
yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak
terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal
64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang
Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda
yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
maka:Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena
melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember
2001.Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi
adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut,
meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan
membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang
disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf
04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari
auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai
auditor independen.
LANDASAN TEORI
I. Fair Value
Definisi Fair Value
Fair value didefinisikan sebagai “the amount for which an asset could be exchanged
between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction”. Fair value
dinilai sebagai konsep yang sesuai dan relevan untuk penyusunan laporan keuangan
sebuah perusahaan atau entitas bisnis, karena bisa menggambarkan nilai pasar yang
sebenarnya terjadi. Fair value digunakan untuk mengukur:
- Satu aset, Sekelompok aset, Satu liabilitas, Sekelompok liabilitas
- Konsiderasi bersih dari satu atau lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas terkait
- Satu segmen atau divisi dari sebuah entitas, Satu lokasi atau wilayah dari suatu entitas
- Satu keseluruhan entitas
Oleh karena itu, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sudah menyusun
beberapa standar yang semua mengacu pada IFRS/IAS, termasuk di dalamnya konsep
fair value. Diantaranya adalah PSAK no 30 tentang sewa, PSAK no 8, PSAK no 13
tentang Properti Investasi, PSAK no 16 tentang asset tetap, PSAK 50 dan 55 mengenai
instrument keuangan. Fair value dinilai menguntungkan bagi para investor karena
penggunana fair value mencerminkan keadaan sebenarnya dari suatu instrument
keuangan atau perusahaan.
- Relevance Banyak orang percaya bahwa standar akuntansi historical cost telah
banyak kehilangan relevansi karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Model
historical cost hanya mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui adanya
perubahan nilai riil lain yang dapat terjadi.
- Reliability Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari bahwa model
akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai yang
bersifat ekonomis dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah
dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam
pemilihan apa yang dilaporkan dan memperburuk kompromi kenetralan dan
dipercayainya informasi keuangan yang disajikan.
- Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada
tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi sehingga sangat sensitif terhadap
pasar
- Akuntansi fair value bekerja melalui akuntasi mark to market yaitu aset dicantumkan
pada harga pasar jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark to
market akan berakibat pada perubahan yang terus menerus pada laporan keuangan
perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi
diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang
terjadi di pasar.
- Lembaga keuangan mengatakan bahwa mereka takut akuntansi berdasarkan pasar akan
menyebabkan volatility kinerja lembaga karena semakin mudahnya nilai aktiva dan
pasiva yang berfluktuasi.
- Fair value akan membuat perbedaan penilaian pihak manajemen perusahaan, sehingga
kalau ada kontrol yang kurang baik akan memungkinkan peluang earning management.
Peran dan fungsi profesi penilai akan semakin penting ketika Indonesia mulai
menerapkan konsep fair value. Penilai, sebagai salah satu profesi, merupakan orang yang
dianggap kompeten memberikan opini nilai yang dibutuhkan untuk kepentingan
keuangan atau akuntansi. Maka, penilai menyesuaikan apa yang diinginkan oleh laporan
keuangan itu. Penilai akan menilai nilai aset dari perusahan sesuai dengan tujuan dari aset
tersebut. Misalnya, di perusahaan terdapat aset berupa tanah dan bangunan yang
tujuannya bukan untuk dijual namun untuk digunakan untuk kegiatan operasional.
Perusahaan akan mencatatkan aset tetap di dalam neraca dengan berpedoman pada PSAK
16 mengenai aset tetap atau di IFRS bagian property plan on equipment. Jadi, penilai
mencoba memahami bagaimana perusahaan akan mempergunakan aset tersebut untuk
dapat menilainya.
Dalam penilaian property, ada 3 metode yang ssudah disesuaikan dengan standar
akuntansi untuk menilai property, yaitu :
1. Harga pasar, pendekatan yang mengambil langsung pembandingnya dari property sejenis
di pasar.
2. Harga pasar dengan mempertimbangkan nilai pendapatan, misalkan ruko untuk restoran.
Nilai ruko tersebut dinilai dengan pendapatan dari restoran tersebut.
3. Pendekatan biaya, nilai aset tersebut dinilai dengan biaya yang dikeluarkan untuk
maintenance aset tersebut.
Aset Tetap
Program pengujian substantif terhadap aktiva tetap berisi prosedur audit yang dirancang
untuk mencapai tujuan audit yang terdiri dari:
1. Prosedur audit awal Lakukan prosedur audit awal atas saldo akun aktiva tetap
yang akan di uji lebih lanjut :
a. Usut saldo aktiva tetap yang tecantum di dalam neraca ke saldo akun aktiva tetap
dan akumulasi depresiasi bersangkutan di buku besar.
b. Hitung kembali saldo aktiva tetap dan akumulasi depresiasi di buku besar.
c. Usut saldo akun aktiva tetap dan akumulasi depresiasi ke kertas kerja tahun lalu.
d. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting
dalam aktiva tetap serta hitung akumulasi penyusutan aktiva tetap tersebut.
e. Usut posting pendebetan dan pengkreditan ke dalam jurnal yang bersangkutan.
f. Lakukan rekonsiliasi akun kontrol terhadap aktiva tetap dalam buku besar ke
buku pembantu aktiva tetap.
2. Prosedur analitik Ratio yang sering dipergunakan dalam prosedur analitik
terhadap aktiva tetap antara lain:
a. Tingkat perputaran aktiva tetap = hasil penjualan bersih : rata-rata saldo aktiva
tetap
b. Ratio Laba bersih dengan aktiva tetap = hasil penjualan bersih : rata-rata saldo
aktiva tetap
c. Ratio Aktiva tetap dengan modal saham = aktiva tetap : modal saham
d. Ratio biaya reparasi dan pemeliharaan dengan aktiva tetap = biaya reparasi dan
pemeliharaan : hasil penjualan bersih.
3. Prosedur pengujian terhadap transaksi rinci.
a. Periksa tambahan aktiva tetap ke dokumen yang mendukung timbulnya transaksi
tersebut.
b. Periksa berkurangnya aktiva tetap ke dokumen yang mendukung timbulnya
transaksi tersebut.
c. Lakukan pemeriksaan pisah batas (cut off) transaksi aktiva tetap
d. Lakukan review terhadap akun biasa maintenance maupun biaya reparasi.
4. Prosedur pengujian terhadap saldo akun rinci.
a. Lakukan inspeksi terhadap tambahan aktiva tetap dalam tahun yang diaudit.
b. Periksa dokumen kontrak dan dokumen hak kepemilikan klien atas aktiva tetap.
c. Lakukan review terhadap perhitungan depresiasi dan deplesi aktiva tetap.
5. Verifikasi Penyajian dan Pengungkapan
a. Periksa klasifikasi aktiva tetap di neraca
b. Periksa pengungkapan yang bersangkutan dengan aktiva tetap.
II. Audit Persediaan
Akun persediaan merupakan akun yang kompleks dan memerlukan pengendalian
yang kuat karena persediaan adalah bagian yang penting dalam sebuah neraca. Akun
persediaan juga memiliki tingkat estimasi yang tinggi dalam penilaiannya. Persediaan
merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup material
dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu,
biasanya akun persediaan menjadi salah satu perhatian utama auditor dalam
pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan. Persediaan terdiri dari berbagai
bentuk yang berbeda, tergantung pada sifat kegiatan usaha. Audit atas persedian
sering kali merupakan bagian audit yang rumit dan memakan banyak waktu, karena:
a. Pada umunya persediaan merupakan jenis perkiraan yang besar di dalam neraca,
dan sering merupakan unsur terbesar dari keseluruhan modal kerja (working capital
account)
b. Persediaan berada pada lokasi yang berbeda, yang menyulitkan pengendalian
secara fisik dan juga penghitungannya
c. Keanekaragaman jenis persediaan menyebabkan berbagai kesulitan bagi auditor
d. Penilaian atas persediaan juga selalu menyulitkan karena adanya faktor keuangan
dan kebutuhan untuk mengalokasikan biaya-biaya pabrik ke dalam persediaan
e. Adanya beberapa metode penilaian persediaan yang dapat digunakan, tapi setiap
klien tertentu harus menggunakan satu metode secara konsisten dari tahun ke tahun
Sifat dasar audit atas siklus persediaan adalah eratnya hubungan siklus ini dengan
siklus-siklus transaksi lain di dalam organisasi tersebut. Hubunganya dengan siklus
perolehan dan pembayaran serta siklus penggajian dan personalia dilihat dari
pendebitan-pendebitan ke dalam perkiraan bahan baku, tenaga kerja langsung (direct
labour), dan overhead pabrik (manufacturing overhead) dalam bentuk-T.
Hubungannya dengan siklus penjualan dan penagihan dapat dilihat dari pengurangan
barang jadi dan pembebanan ke harga pokok penjualan.
Walaupun tujuan-tujuan audit yang disebutkan di atas diarahkan terutama atas eksistensi dan
valuasi persediaan dalam neraca, tetapi auditor harus selalu ingat bahwa audit terhadap akun
persediaan yang dilakukannya harus berhubungan dengan harga pokok penjualan dan akun-akun
terkait lainnya dalam laporan laba rugi.
Jika dari test transaksi auditor tidak menemukan kesalahan yang berarti, maka auditor bisa
menyimpulkan bahwa internal control atas persediaan berjalan efektif. Karena itu substantive
test atas persediaan bisa dipersempit.
Prosedur anlitik itu penting pada audit atas persediaan dan pergudangan dan juga pada siklus
siklus lain. Tabel dibawah ini mencantumkan beberapa prosedur analitik yang umum di
pakai,dan kemungkinan salah saji yang diindikasikan jika ada fluktuasi. Beberapa dari prosedur
analitik dibawah dibahas pada silkus lainnya. Contoh adalah persentase marjin kotor.
Tahap I
• Tentukan salah saji yang dapat ditolerir dan nilailah resiko bawaan untuk siklus persediaan
Tahap II
• Rancang dan laksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi
Tahap III
• Rancang pengujian terinci atas persediaan untuk memenuhi tujuan audit yang terkait saldo
a. Prosedur audit
b. Besar sampel
d. Waktu
Bagian terpenting dari pemeriksaan persediaan yaitu menentukan apakah perhitungan persediaan
secara fisik yang dilakukan sesuai dengan instruksi klien atau tidak. Prosedur audit pengujian
terinci atas saldo yang umum dilakukan untuk pengamatan persediaan secara fisik. Sebagai
tambahan atas prosedur terinci, auditor harus menelusuri semua bagian dimana persediaan
digudangkan untuk memastikan bahwa semua persediaan telah dihitung dan diberi kartu yang
memadai.
Analisa Kasus
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas
manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus
bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31
Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa
(HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai
lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para
akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan
pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena
mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan
adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor
tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan
itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar
modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor
mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.
Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan,
karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif
atau tidak.
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara
untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan
kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001.
Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001
sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai,
pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti
setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar.
Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan
keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan
menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam
pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai
bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia
Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan
keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya
kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,
merupakan kesalahan manajemen lama.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan
PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar
modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan
pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut
antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang
sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu
telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat
melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun,
kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya
ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu
Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia
Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi
Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati
para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat
tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai
lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari
bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang
menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah
melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah
campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud
mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
Akuntan publik HTM (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena
akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan
dengan yang interim 30 Juni tahun 2002
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta
Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan
Akuntan publik harusbertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang
bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan
keuangan
Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan,
selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke
Bapepam
Munakan input yang bukan berdasarkan harga pasar yang dapat diobservasi. Level 3
Gunakan input yang bukan berdasarkan harga pasar yang dapat diobservasi. LevelGunakan input
yang bukan berdasarkan harga pasar yang dapat diobservasi.
Direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya atas terjadinya kesalahan
pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up pada inventory dan
revenue. Jika pasar tidak aktif manajemen bisa memperkerjakan penilai (appraisal) untuk
menilai aset untuk masa depan dan saat ini, hal ini juga bisa membantu auditor untuk menilai
kewajaran aktiva dengan melakukan perbandingan penilaian versi auditor dan penilai dari
manajemen. Auditor dapat menanyakan kepada penilai dari manajemen apabila penilaiannya
tidak masuk akal dan bisa meminta dokumen yang paling relevan.
Akuntan Publik HTM harus menerapkan tiga proses untuk menjalankan prinsip vair falue secara
efektif, meliputi :
Pengungkapan Input Kuantitatif yang tidak dapat diobservasi beserta asumsi yang
digunakan
- Wiley, John & Sons Inc. Hobeken. IFRS 2010. New Jersey
- Yusuf, Hamid. Nilai Wajar Akuntansi Dalam Perspektif Penilaian Properti. Makalah.
November 2010.
- McCullough, Matthew (2009). The Dangers of Fair Value Accounting. From :
http://www.scribd.com/doc/19594894/Fair-Value-Accounting.