Anda di halaman 1dari 16

“PENGANTAR AKUNTANSI FORENSIK”

AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI

Disusun oleh :

Kelompok

 GEOVANY JUSTINE A.M (A31116516)


 NUR HADIYATULLAH (A31116530)
 FARAH AZZAHRA AYUBA (A31116506)
 INDAH IKRAWATI (A311165
 ANDI NURUL FAHIMA (A31116034)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat meyelesaikan dan menyusun makalah tentang
“Pengantar Akuntansi Forensik” ini dengan baik dan tanpa kendala yang
berarti.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan senang hati dan berbesar hati
kami sebagai penulis menerima semua kritik dan saran yang sifatnya
membangun dan memberi semangat demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami sebagai penulis berharap makalahini dapat bermanfaat
dalam proses pembelajaran di dalam kelas.

Makassar, 2 Februari 2019


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia.
Praktek ini tumbuh tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun
1997.Pendekatan Akuntansi Forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga
seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk
proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor Akuntan Publik (KAP) di
Indonesia.
Sejauh ini belum banyak terdengar kasus korupsi besar yang terkuak
di Indonesia berkat kemampuan akuntan forensik. Yang paling sering
terdengar adalah kasus aliran dana Bank Bali yang berhasil diungkap oleh
Kantor Akuntan Publik terbesar di Indonesia. Untuk saat ini lembaga penegak
hukum belum banyak menggunakan jasa akuntan forensik dan lebih
mengandalkan kemampuan internal atau sesama lembaga pemerintahan
seperti kerjasama Kepolisian dengan PPATK. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya penyedia jasa akuntan forensik di Indonesia. Dengan sedikitnya
penyedia jasa akuntan forensik menyebabkan pula harga yang dipatok para
akuntan spesial ini sangat tinggi.
Akuntansi forensik sendiri telah dikenal dalam profesi akuntansi
bertahun-tahun yang lalu, akan tetapi, baru dikenal luas ketika terjadi skandal
keuangan yang besar di dunia (seperti Enron, WorldCom, Global Crossing,
dll) dalam rentang tahun 2000-2002 dan merubah persepsi/penilaian terhadap
profesi akuntansi. Dengan demikian, pengajaran kecurangan dan akuntansi
forensik untuk mahasiswa bisnis sangatlah penting (Jackson et al. 2013).
Mata kuliah akuntansi forensik akan memungkinkan mahasiswa untuk melihat
bagaimana pelaku kecurangan mengalami tekanan untuk mengambil
keuntungan terhadap kesempatan pada perusahaan tertentu yang mungkin
penting bagi perusahaan tersebut (Carpenter 2011).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud Akuntansi Forensik ?
2. Apakah perbedaan Akuntansi dan Audit Forensik?
3. Bagaimanakah Praktik Akuntansi Forensik di Indonesia?
4. Apakah Akuntansi Forensik Sektor Publik itu?
5. Bagaimanakah Model Akuntansi Forensik yang diterapkan?
6. Bagaimana Segitiga Akuntansi Forensik itu?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui arti dari Akuntansi Forensik;
2. Untuk mengetahui perbedaan Akuntansi dan Audit Forensik;
3. Untuk mengetahui cara kerja dari Praktik Akuntansi Forensik di
Indonesia;
4. Untuk mengetahui apa saja yang berkaitan dengan Akuntansi
Forensik;
5. Untuk memahami Model-model dari Akuntansi Forensik;
6. Untuk mengetahui struktur dari Segitiga Akuntansi Forensik.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Apa itu Akuntansi Forensik?


Akuntansi forensik merupakan suatu super spesialisasi bagi seorang
akuntan. Auditor adalah akuntan yang berspesialisasi dalam audit atas laporan
keuangan. Akuntansi forensik adalah auditor yang lebih khusus lagi
spesialisasinya, yakni pada fraud. Istilah akuntansi forensik merupakan
terjemahan dari forensic accounting dalam bahasa Inggris, karena menggunakan
kata dalam bahasa Inggris yang memiliki arti jamak, yaitu: pengadilan,
argumentatif dan ilmu, maka akuntansi forensik juga merupakan penerapan
disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum di
dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun privat. Akuntansi forensik
dipraktikan dalam bidang yang luas, seperti:
1. Dalam penyelesaian sengketa antarindividu
2. Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan tertutup
maupun yang memperdagangkan saham atau obligasinya di bursa, joint
venture, special purpose companies
3. Di perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki negara, baik
di pusat maupun daerah (BUMN, BUMD)
4. Di departemen/kementerian, pemerintah pusat dan daerah, MPR,
DPR/DPD, dan lembaga-lembaga negara lainnya, mahkamah (Mahkamah
Konstitusi dan Mahkamah Yudisial), komisi-komisi (seperti KPU dan KPPU),
Yayasan, koperasi, Badan Hukum Milik Negara, BLU dan lain-lain.

Akuntansi forensik tidak identik, bahkan tidak berurusan dengan akuntansi


yang sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Ukuran
akuntansi forensik bukan GAAP, melainkan apa yang menurut hukum atau
ketentuan peundang-undangan adalah akurat.

1.2 Akuntansi atau Audit Forensik


Di Amerika Serikat pada mulanya akuntansi forensik digunakan untuk
menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan.
Misalnya, pembunuhan istri oleh suami untuk mendapatkan hak waris atau klaim
asuransi, atau pembunuhan oleh mitra dagang untuk menguasai perusahaan.
Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan persoalan hukum, maka
istilah yang dipakai adalah akuntansi forensik. Sekarang pun kadar akuntansinya
masih terlihat, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam konteks
keuangan negara, maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata.
Ada yang menggunakan istilah audit forensik untuk kegiatan audit
investigatif. Dalam rangka sertifikasi, istilah yang digunakan adalah audit
forensik. Pertimbangannya adalah anggota profesi ini bukan hanya akuntan.

1.3 Praktik Akuntansi Forensik di Indonesia


Beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, mengalami krisis keuangan di
tahun 1997. Krisis ini terasa sejak Agustus 1997 dan terus memburuk. Ini
berdampak pada pemerintahan Presiden Soeharto yang berakhir di bulan Mei
1998.
Dalam bulan Oktober 1997, The Asian Wall Street Journal untuk pertama
kalinya mberitakan bahwa ada kemungkinan pemerintah Indonesia meminta
bantuan dari IMF (International Monetary Fund). Permintaan bantuan kepada
IMF dan Bank Dunia (World Bank) dikuti dengan resep-resep penyehatan
perbankan Indonesia yang merupakan awal dari apa yang dikenal sebagai
agreed-upon due diligence process (ADDP).
Pada awalnya, ADDP ini dikerjakan oleh akuntan asing di bawah nama
kantor mereka. Para akuntan Indonesia yang ikut melaksanakan ADDP ini
mengetahui betul ketegangan antara dunia perbankan yang sudah terbiasa
dengan "praktik-praktik lama" dengan tuntutan IMF atau Bank Dunia yang ingin
mengetahui posisi kapitalisasi perbankan Indonesia, sebagai bahan
pertimbangan rehabilitasi dan opsi rekapitalisasi. ADDP sebenarnya tidak lain
dari audit investigatif.
Dari segi hukum, sistem pengadilan kita tidak berhasil menjerat bankir-
bankir yang menikmati BLBI, atau mereka berhasil melarikan diri ke luar negeri.
Pengadilan memang menjatuhkan hukuman untuk beberapa pejabat tinggi Bank
Indonesia. Namun, dalam keputusan ini, bukan akuntan forensik yang berperan.
Hal-hal ini serta kerugian dari program penyelamatan perbankan Indonesia
dalam krisis keuangan 1997-1998.
Baru pada kasus Bank Bali, terlihat suksesnya akuntansi forensik.
Akuntannya adalah PricewaterhouseCoopers. PwC berhasil menunjukkan arus
dana yang rumit. PwC meringkaskannnya menjadi arus dana dari orang-orang
tertentu. Laporan PwC merupakan contoh yang sangat baik untuk akuntansi
forensik. Sayangnya laporan ini bukan untuk konsumsi publik. Sukses akuntansi
forensiknya tidak dikuti dengan penyelesaian hukum di pengadilan.
Tahun 2005 merupakan tahun suksesnya akuntansi forensik dan sekaligus
sistem pengadilan. Di antara beberapa kasus, dua kasus yang menonjol.
Pertama, kasus Komisi Pemilihan Umum, di mana akuntan forensiknya adalah
Badan Pemeriksa Keuangan. Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil
menyelesaikannya di pengadilan.
Kedua, kasus Bank BNI. Akuntansi forensiknya bukan dilakukan oleh
lembaga pemeriksa atau kantor akuntan, melainkan oleh PPATK. Dua ahli dari
PPATK dalam persidangan di pengadilan berhasil meyakinkan hakim mengenai
peran kunci Adrian Waworuntu. Sebelum keterangan para ahli PPATK, Adrian
Waworuntu selalu berhasil meyakinkan bahwa dirinya tidak terlibat.
Tahun 2008 dan semester pertama 2009 menunjukkan ketangguhan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menemukan dan menyelesaikan kasus-
kasus tindak pidana korupsi. Pemeriksaan KPK atas Bank Century dalam tahun
2009 terhambat "kasus" Bibit-Chandra atau "peristiwa Cicak dan Buaya".
Skandal Bank Century yang ditengarai berisi dugaan tindak pidana perbankan,
tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana perpajakan,
dan tindak pidana umum merupakan kasus yang menarik bagi mahasiswa
akuntansi forensik.
Dalam tahun 2008 dan awal tahun 2009, KPK berhasil membuat terobosan
besar dalam menangkap jaksa, anggota DPR, anggota KPPU, dan lain-lain yang
menerima suap "calo perkara" dan rent seekers. " Keberhasilan KPK dalam
kasus-kasus ini tidak berhubungan dengan akuntansi forensik. Namun, ada
banyak pelajaran yang bisa ditarik dari kasus-kasus tersebut, misalnya dalam
fraud-oriented systems audit (FOSA), yaitu kajian atas sistem untuk
mengidentifikasi resiko terjadinya dan corruption-oriented systems audit (COSA),
yaitu kajian atas sistem yang berfokus pada korupsi.
1.4 Akuntansi Forensik Sektor Publik
Akuntansi forensik sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada
akuntansi forensik sektor privat. Kasus-kasusnya pun lebih dikenal masyarakat.
Selain nilai kerugian yang menakjubkan, kasus-kasus di sektor publik lebih
dramatis karena kolusi antara penyelenggara negara di tingkat tinggi dengan
para pebisnis atau calo perkara dari sektor swasta, sampai pertemuan di tempat
dan waktu yang eksotis.
Daya tarik acara televisi yang menggambarkan penangkapan dan
penggerebekan para koruptor oleh KPK dalam dua tahun belakangan (2008 dan
2009), dan pengungkapan rekaman percakapan telepon hasil penyadapan KPK
di pengadilan, seperti kasus Artalyta Suryani dan Jaksa Urip, kasus Al Amin Nur
Nasution dan Azirwan, dan seterusnya.
Dalam dua bulan terakhir di tahun 2009, pemirsa televisi disuguhi
pemberitaan tentang musibah yang menimpa Chandra M. Hamzah dan Bibit
Samad Rianto, pengungkapan rekaman percakapan telepon Anggodo Widjojo
dengan petinggi kepolisian, kejaksaan, dan pihak lain, sampai penerbitan SKPP
(Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) bagi Bibit dan Chandra, dan dugaan
keterkaitannya dengan pemeriksaan kasus Bank Century oleh KPK.
Di Amerika Serikat peran Elliot Ness yang menjerat Al Capone didramatisasi
dalam flim the Untouchable.
Di Indonesia terlihat peran-peran penting para akuntan forensik dari BPKP,
BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintah yang tergabung dalam APIP.
Secara terinci dan dengan data statistik, penulis membahas peran mereka di
buku "Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi".

1.5 Model Akuntansi Forensik


Dari pembahasan di atas, kita melihat bahwa akuntansi forensik pada
awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana antara akuntansi dan hukum.
Contoh: penggunaan akuntan forensik dalam pembagian harta gono-gini. Di sini
terlihat unsur akuntansinya, unsur hitung-menghitung besarnya harta yang akan
diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) istri. Segi hukumnya dapat
diselesaikan di dalam atau luar pengadilan, secara litigasi atau non-litigasi. Model
ini dapat digambar sebagai berikut (Bagan 1.2).
Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan (di samping
Akuntansi dan Hukum). Bidang tambahan ini adalah audit, sehingga model
akuntansi forensiknya direpresentasikan dalam tiga bidang (Bagan 1.3).

Dalam suatu audit secara umum maupun audit yang khusus untuk
mendeteksi fraud ngan), si auditor (internal maupun eksternal) secara proaktif
berupaya melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian intern,
terutama yang berkenaan dengan perlindungan terhadap aset (safeguarding of
asset), yang rawan akan terjadinya fraud. Ini adalah bagian dari keahlian yang
harus dimiliki seorang auditor. Sama seperti seorang ahli sekuriti memeriksa
instalasi keamanan di perusahaan minyak atau di hotel, dan memberi laporan
mengenai titik-titik lemah dari segi keamanan dan pengamanan perusahaan
minyak atau hotel tersebut.
Kalau dari suatu audit umum (general audit atau opinion audit) diperoleh
temuan audit, atau ada tuduhan (allegation) dari pihak lain, atau ada keluhan
(complaint), auditor bersikap reaktif. la menanggapi temuan, tuduhan atau
keluhan tersebut. Contoh: temuan audit menunjukkan kepala bagian pengadaan
berulang kali meminta kasir membayar pemasok A yang tagihannya belum jatuh
tempo; padahal pemasok lain yang tagihannya melewati tanggal jatuh tempo,
tidak dimintakan pembayarannya. Pemasok yang dirugikan menuduh kepala
bagian pengadaan itu berkolusi dengan pemasok A, sejak dalam proses tender
dimulai. Pemakai barang yang dibeli mengeluh bahwa barang yang dipasok A
mutunya jauh di bawah spesifikasi yang disetujui.
Laporan (tip-of) dapat juga diberikan oleh para whistleblowers yang
mengetahui terjadinya atau masih berlangsungnya suatu fraud.
Dalam contoh di atas, temuan audit, tuduhan dan keluhan kebetulan untuk
hal yang sama atau terkait. Akan tetapi temuan audit, tuduhan dan keluhan bisa
juga mengenai hal hal yang tidak berkaitan, tetapi mengarah kepada petunjuk
adanya fraud. Auditor bereaksi terhadap temuan audit, tuduhan, dan keluhan
serta mendalaminya dengan melaksanakan audit investigatif. Dalam Bagan 1.4
digambarkan dua bagian dari suatu fraud audit; yang bersifat proaktif dan
investigatif. Audit investigatif dimulai pada bagian kedua dari audit fraud yang
bersifat reaktif, yakni sesudah ditemukannya indikasi awal adanya fraud. Audit
investigatif merupakan bagian dan titik awal dari akuntansi forensik.

Dari Bagan 1.4 di atas terlihat proses audit investigatif, akuntansi dan
hukum. Bagan ini merupakan pengembangan dari Bagan 1.3. Bagan ini dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan memasukkan unsur tindak pidana, misalnya
tindak pidana korupsi (tipikor). Dengan memasukkan unsur tipikor maka unsur
akuntansinya adalah perhitungan kerugian keuangan negara dan proses (atau
acara) pengadilan tipikor. Model ini digambarkan dalam Bagan 1.5.
Semua diagram Akuntansi Forensik di bab ini adalah penyederhanaan dari
dunia nyata. Contoh: dalam Bagan 1.5 ada kotak kecil dengan judul "Besarnya
Kerugian. Dalam dunia nyata, kotak kecil ini bisa terdiri atas tiga atau bahkan
mungkin empat tahap.”
Seperti dijelaskan di muka, penyelesaian sengketa dapat dilakukan di bawah
berbagai ketentuan perundang-undangan, seperti Hukum Pidana, Hukum
Perdata, Hukum Administratif, dan Arbitrase serta Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Model ini digambarkan dalam Bagan 1.6

Model di atas akan bertambah rumit jika kejahatannya adalah lintas negara,
seperti koruptor Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri dan "mencuci uang"-
nya juga ke luar negeri. Bidang hukumnya akan lebih luas lagi dengan konvensi
dan traktat internasional yang meliputi ekstradisi dan mutual legal assistance
(MLA). Lihat Bag an 1.7.
1.6 Segitiga Akuntansi Forensik
Dalam pembahasan di atas kita melihat beberapa model akuntansi forensik,
mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit. Cara lain melihat akuntansi
forensik adalah dengan cara menggunakan apa yang diistilahkan sebagai Segita
Akuntansi Forensik. Bagan 1.8

Konsep yang digunakan dalam Segitiga Akuntansi Forensik ini adalah


konsep hukum yang paling penting dalam menetapkan ada atau tidaknya
kerugian, dan kalau ada bagaimana konsep perhitungannya.
Di sektor publik maupun privat, akuntansi forensik berurusan dengan
kerugian. Di sektor publik ada kerugian negara dan kerugian keuangan negara.
Di sektor privat juga ada kerugian yang timbul karena cidera janji dalam suatu
perikatan. Kerugian adalah titik pertama dalam Segitiga Akuntansi Forensik.
Landasannya adalah Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Titik kedua dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah perbuatan melawan
hukum. Tanpa perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk
mengganti kerugian. Itulah sebabnya dalam berbagai bencana yang jelas-jelas
ada kerugian bagi para korban, seperti dalam hal kasus lumpur Lapindo,
pertanyaannya yaitu: apakah ada perbuatan melawan hukum?
Titik ketiga dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah adanya keterkaitan
antara kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas
antara kerugian dan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas (antara perbuatan
melawan hukum dan kerugian) adalah ranahnya para ahli dan praktisi hukum.
Perhitungan besarnya kerugian adalah ranahnya para akuntan forensik. Dalam
mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menetapkan adanya hubungan
kausalitas, akuntan forensik dapat membantu ahli dan praktisi hukum.
Seperti diagram-diagram akuntansi forensik di atas, Segitiga Akuntansi
Forensik merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi, dan
auditing.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. 2017. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif (Edisi 2).

Jakarta: Salemba Empat.

https://acch.kpk.go.id/id/component/content/article?id=693:keahlian-akuntan-
forensik-dan-pendidikan-akuntansi-forensik-di-indonesia

https://milamashuri.wordpress.com/2015/04/05/akuntansi-forensikkonsepcara-
kerjadan-kepentingannya/

Anda mungkin juga menyukai