Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AUDIT FORENSIK DAN INVESTIGASI

“PENGANTAR FORENSIK DAN INVESTIGASI”

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

1. LILIS B1C1
2. MEGA JULIYANA SALSA B1C120143
3. MUH.REZKY ALFATH B1C120158
4. NI KADEK HERLIN ANDRIANI B1C120162
5. RISTY DEWI RAHMATIKA B1C120175
6. VIRZA CHAIRANI ANTARIUS B1C120188
7. WA ODE NURUL SAKINAH A B1C120192

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Ika Maya Sari, SE, M.Si, Ak sebagai
dosen pengampu mata kuliah Audit Forensik Dan Investigasi yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami.

Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini.Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Kendari, 18 November 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang pula
praktikkejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud yang terjadi
pada berbagai negara bisa berbeda, karena dalam hal ini praktik fraud antara lain
dipengaruhi kondisi hukumdi negara yang bersangkutan. Pada negaranegara maju
dengan kehidupan ekonomi yangstabil, praktik fraud cenderung memiliki modus yang
sedikit dilakukan. Adapun pada negara- negara berkembang seperti Indonesia, praktik
fraud cenderung memiliki modus banyak untuk dilakukan.

Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu


ke waktu semakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan ketika Komisi
Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan
untuk menangani kasus- kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut.
Akuntansi forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat
Jenderal Kementerian untuk menggali informasi selama proses pelaksanaan audit
investigasi.

Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan


bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif. Selain itu dalam
melaksanakan pekerjaannya seorang akuntan forensic harus memnuhi atribut dan
kode etik serta standar pekerjaan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu Definisi Akuntansi atau audit Forensik ?
2. Bagaimana ruang lingkup audit forensik ?
3. Apa saja atribut akuntan forensik ?
4. Bagaimana kualitas akuntan forensik ?
5. Bagaimana akuntan forensik sektor publik ?
6. Apa saja standar akuntansi forensik ?
7. Apa itu audit Investigasi ?
8. Bagaimana pendekatan audit investigasi ?
9. Bagaiaman Tahapan dalam melakukan audit investigasi ?
10. Bagaimana Perencanaan dalam melakukan audit investigasi ?
11. Bagaimana Pelaksanaan dalam melakukan audit investigas ?
12. Bagaimana pelaporan hasil akhir dari pelaksanaan audit investigasi ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Definisi Akuntansi atau audit Forensik
2. Untuk mengetahui Bagaimana ruang lingkup audit forensik
3. Untuk mengetahui Apa saja atribut akuntan forensik
4. Untuk mengetahui Bagaimana kualitas akuntan forensik
5. Untuk mengetahui Bagaimana akuntan forensik sektor publik
6. Untuk mengetahui Apa saja standar akuntansi forensik
7. Untuk mengetahui Apa itu audit Investigasi
8. Untuk mengetahui Bagaimana pendekatan audit investigasi
9. Untuk mengetahui Bagaiaman Tahapan dalam melakukan audit investigasi
10. Untuk mengetahui Bagaimana Perencanaan dalam melakukan audit investigasi
11. Untuk mengetahui Bagaimana Pelaksanaan dalam melakukan audit investigas
12. Untuk mengetahui Bagaimana pelaporan hasil akhir dari pelaksanaan audit
investigasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. AUDIT FORENSIK
2.1 Definisi Audit Forensik
Audit forensik atau akuntansi forensic merupakan audit gabungan keahlian yang
mencakup keahlian akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan
harapan bahwa hasil audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses
hukum di pengadilan maupun kebutuhan hukum lainnya.

Audit forensik adalah penerapan ilmu disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk
auditing pada masalah hukum didalam atau diluar pengadilan sektor publik maupun
privat (Tuanakotta, 2016). Ilmu akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik
maupun sektor swasta.

Menurut Crumbley mengungkapkan akuntansi forensik adalah akuntansi yang


akurat untuk tujuan hukum, tahan dalam uji perseteruan selama proses pengadilan dan
proses peninjauan yudisial atau tinjuan administratif (Tuanakotta, 2016).

Akuntansi forensik telah digunakan sebagai alat untuk mendukung yuridis dan
hukum pengalaman dibidang keuangan dan akuntansi. Akuntansi forensik memiliki
peran yaitu keterampilan dalam akuntansi forensik, alat akuntansi forensik,
pengetahuan hukum dan pengetahuan tugas akuntansi forensik untuk membantu
dalam mengungkap kecurangan (Hamdan, 2018).

Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerangan dari berbagai ilmu
pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah
sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindakan pidana. Namun
disamping dengan terkaitnya dengan hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu
atau metode-metode yang bersifat ilmiah yang juga aturan- aturan yang bentuk dari
fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik
(mayat, bangkai, dan sebagainya).

Berdasarkan pengertian akuntansi forensik dari berbagai sumber di atas, maka


dapat disimpulkan bahwa akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin ilmu
akuntansi dalam penyelesaian masalah hukum baik di dalam dan di luar pengadilan.
Istilah akuntansi forensik dalam definisi tersebut dapat digunakan dalam pengertian
yang luas, termasuk audit dan auditing. Hal yang membedakan akuntansi dan audit
adalah akuntansi berkaitan dengan perhitungan sedangkan audit berkaitan dengan
adanya penelusuran untuk memastikan kepastian atau kewajaran dari apa yang
dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik memayungi segala macam kegiatan akuntansi
untuk kepentingan hukum.

Untuk menjadi seorang akuntan forensik harus memperhatikan hal-hal berikut:

 Memiliki pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat.


 Pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour).
 Pengetahuan tentang asspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive,
pressure, attitudes, rationalization, opportunities).
 Pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti
hukum).
 Pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling).
 Pemahaman terhadap pengendalian internal.
 Kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).

2.2 Lingkup Audit Forensik


Tuanakotta (2010: 84-94) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif
mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik
untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.

a. Praktik di Sektor Swasta Bologna dan Lindquist perintis mengenai


akuntansi forensik dalam Tuanakotta (2010: 84) menekankan beberapa
istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik
accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation support
merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk
kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan indikasi
awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian awal dari akuntasi
forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau
unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena
tindakan korupsi.
b. Praktik di Sektor Pemerintahan Akuntansi forensik pada sektor publik di
Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta.
Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya
terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi
forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga
pemeriksaan keuangan negara, lembaga pengawasan internal
pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.

Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara


akuntansi dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam kasus
yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan yaitu audit, sehingga model akuntansi
forensiknya direpresentasikan dalam tiga bidang. (Tuanakotta, 2010: 19).

hukum

auditing

Gambar 1. Diagram Akuntansi Forensik

Selain itu ada cara lain dalam melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta

dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif yaitu dengan

menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik.

Perbuatan Melawan Hukum

Kerugian Hubungan Kausalitas

Gambar 2. Segitiga Akuntansi Forensik

Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan

kerugian. Pada sektor publik negara mengalami kerugian negara dan kerugian keuangan

negara. Sementara itu pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat adanya ingkar

janji dalam suatu perikatan. Titik pertama dalam segitiga adalah kerugian. Adapun

perbuatan melawan hukum menjadi titik kedua. Tanpa adanya perbuatan melawan

hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah

hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum. Hubungan


kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum merupakan ranahnya para

ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan

barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga merupakan model yang mengaitkan

disiplin hukum, akuntansi dan auditing.

2.3 Atribut Akuntan Forensik


Howard R. Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif (Tuanakotta,
2010: 99-104) memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam
melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu sebagai berikut:
1) Hal pertama yang harus dilakukan oleh auditor adalah melakukan
identifikasi mengenai siapa yang mempunyai potensi menjadi pelaku
tindak fraud bukan hanya melakukan pengumpulan fakta dan data yang
berlebihan, sementara fakta dan data yang ditemukan tidak menjawab
pertanyaan siapa pelakunya.
2) Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan
kecurangan. Dalam sidang di pengadilan seringkali kasus kandas
ditengah jalan dikarenakan penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal
membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran. Tujuan proses
pengadilan adalah untuk menilai orang, bukan mendengarkan cerita
kejahatan yang dibumbui dengan cerita bagaimana auditor berhasil
mengungkapkannya.
3) “Be creative, think like preparatory, do not be predictable”. Seorang fraud
auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud jangan dapat ditebak.
Seorang fraud auditor harus dapat mengantisipasi langkah- langkah
berikut pelaku fraud atau koruptor ketika mengetahuiperbuatan mereka
terungkap.
4) Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan
persekongkolan (collusion conspiracy). Ada dua macam persekongkolan:
a) Ordinary conspiracy. Persekongkolan yang sifatnya sukarela, dan
pesertanya memang mempunyai niat jahat.
b) Pseudo conspiracy. Misalnya, seorang tidak menyadari bahwa
keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya (contoh: memberikan
password computer).
5) Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk
menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), auditor harus tahu
dimana kecurangan itu dilakukan, di dalam atau di luar pembukuan.
2.4 Kualitas Akuntan Forensik

Robert J. Lindquist mengemukakan kualitas dari akuntan forensik, yaitu


sebagai berikut:

a. Kreatif, kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain mengganggap


situasi bisnis yang normal dan kemudian mempertimbangkan interpretasi
lain.
b. Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi
dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
c. Tak menyerah, kesempatan untuk terus maju pantang mundur walaupun
fakta (seolah-olah) tidak mendukung.
d. Akal sehat, kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.
e. Business sense, kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis
sesungguhnya berjalan, dan bukan hanya sekedar memahami bagaimana
transasksi dicatat.
f. Percaya diri, kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan.
2.5 Akuntan Forensik Sektor Publik
Akuntansi forensik sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada
akuntansi forensik sektor privat. Di Indonesia terlihat peran-peran penting para
akuntan forensik dari BPKP, BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintah
yang dalam APIP. Secara terinci dan dengan data statistik, penulis membahas
peran mereka di buku “ Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak
Pidana Korupsi”.
Tabel 2.2
Perbandingan Akuntansi Sektor Publik dan Sektor Swasta
DIMENSI Sektor Publik Sektor Swasta
Landasan penugasan Amanat undang-undang Penugasan tertulis secara
Spesifik
Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan biaya
Hukum Pidana umum dan khusus, Perdata,arbitrase,
hukum administrasi negara. administratif, aturan intern
Perusahaan
Ukuran Keberhasilan Memenangka Perkara Memulihkan kerugian
pidana dan memulihkan
kerugian.
Pembuktian Dapat melibatkan instansi Bukti intern, dengan bukti
lain di luar lembaga yang ekstern yang terbatas.
bersangkutan
Teknik audit Investigatif Sangat bervariasi karena Relatif lebih sedikit
dibandingkan
kewenangan relatif besar disektor publik,
kreativitas dalam
pendekatan lebih
menentukan

Akuntansi Tekanan pada kerugian Penilaian bisnis


negara dan keuangan negara

2.6 Standar Akuntansi Forensik


Standar Umum dan Khusus Akuntansi Forensik sebagai berikut.

 100 Indepedensi : Akuntan Forensik Harus Independen Dalam Melaksanakan


Tugas
100 Garis pertanggung jawaban :
1. Untuk kegiatan internal lembaganya, akuntansi forensik harus cukup
independen dalam melaksanakan tugasnya. Ia bertanggung langsung ke
Dewan Komisaris kalau penugasan diberikan oleh lembaganya, atau kepada
penegak hokum dan/ atau regulator, jika penugasannya datang dari luar
lembaganya
2. Dalam hal akuntan forensik tersebut independen ia menyampaikan laporan
kepada seorang eksekutif senior yang kedudukannya lebih tinggi dari orang
yang diduga melakukan fraud, alternatifnya ialah akuntan forensik
menyampaikan laporannya kepada dewan komisaris.
3. Dalam hal akuntan forensic tersebut independen dan penugasan
diterimanya dan lembaga penegak hokum atau pengadilan, pihak yang
menerima laporannya atau counterpart-nya harus ditegaskan dalam
kontrak.

 120 Objektivitas : Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam


melaksanakan telaah akuntansi forensiknya

 200 Kemahiran professional : akuntansi forensic harus dilaksanakan dengan


kemahiran dan kehati – hatian professional

 210. Sumber Daya Manusia : Semua sumber daya manusia yang menjalani
akuntansi forensic harus mempunyai kemahiran teknis, pendidikan, dan
pengalaman yang memadai sesuai dengan tugas yang diserahkan kepadanya

 220. Pengetahuan, Pengalaman, Keahlian dan Disiplin


Akuntansi forensic harus memiliki atau menggunakan sumber daya manusia
yang memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan disiplin untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik.

 230. Supervisi
Dalam hal lada lebih dari satu akuntan forensic dalam satu penugasan, salah
seorang diantara mereka berfungsi sebagai in- charge yang bertanggung jawab
dalam mengarahkan penugasan dan memastikan bahwa rencana kerja
dilaksanakan sebagai mana seharusnya dan dikomuntesaikan dengan baik.

 240. Kepatuhan terhadap Standar Prilaku


Akuntan forensic harus mematuhi standar prilaku professional terbaik yang
diharapkan dari akuntan, auditor, rekan dari profesi hokum baik tim pembela
maupun jaksa umum dan regulator.

 250. Hubungan Manusia


Akuntan forensic harus memiliki kemampuan berinteraksi dengan sesame
manusia (interpersonal skills)

 260. Komunikasi

 270. Pendidikan Berkelanjutan

 280. Kehati-hatian Profesional

 300 Lingkup Penugasan

 400 Pelaksanaan Tugas Telaahan


B. AUDIT INVESTIGASI
2.7 Definis Audit Investigasi
Audit investigatif merupakan sebuah kegiatan sistematis dan terukur untuk

mengungkap kecurangan sejak diketahui atau diindikasinya sebuah peristiwa atau

kejadian atau transaksi yang dapat memberikan cukup keyakinan serta dapat digunakan

sebagai bukti yang memenuhi pemastian suatu kebenaran dalam menjelaskan kejadian

yang telah diasumsikan sebelumnya dalam rangka mencapai keadilan (Pusdiklatwas,

2008). Audit investigasi dilakukan sebagai tindakan represif untuk menangani fraud yang

terjadi.

Tujuan utama dari audit investigatif bukan untuk mencari siapa pelakunya, namun

menekankan pada bagaimana kejadian sebenarnya (search the truth), setelah kejadian

sebenarnya terungkap, secaraotomatis pelaku fraud akan didapat (Sukanto, 2009).

Audit Investigasi dapat dilaksanakan atas permintaan Kepala Daerah dan Aparat
Penegak Hukum. Audit Investigasi termasuk didalamnya audit dalam rangka
menghitung kerugian keuangan Negara, audit hambatan kelancaran pembagunan,
audit eskalasi audit klaim.
1. Audit Investigasi Hambatan Kelancaran Pembagunan (AIHKP ) adalah proses
pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait dengan permasalahan
hambatan kelancaran pembangunan untuk memperoleh kesimpulan yang
mendukung tindakan mediasi dalam penyelesaian masalah;
2. Audit Klaim adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait
klaim/tuntutan pihak ketiga untuk memperoleh simpulan sebagai bahan
pertimbangan bagi objek penugasan untuk mengambil keputusan
penyelesaian klaim/tuntutan;
3. Audit Eskalasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait
adanya penyesuaian harga satuan dalam kontrak pengadaan barang/jasa yang
disebabkan oleh adanya inflasi atau kenaikan harga yang disebabkan oleh
kebiajakan pemerintah.
2.8 Pendekatan Audit Investigasi

Sebagaimana halnya penyelidikan dan penyidikan, audit investigatif bisa


dilaksanakan secara REAKTIF atau PROAKTIF.

1. REAKTIF

Audit investigatif dikatakan bersifat reaktif apabila auditor melaksanakan


audit setelah menerima atau mendapatkan informasi dari pihak lain mengenai
kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif yang
bersifat reaktif umumnya dilaksanakan setelah auditor menerima atau
mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi misalnya dari auditor
lain yang melaksanakan audit reguler, dari pengaduan masyarakat, atau karena
adanya permintaan dari aparat penegak hukum. Karena sifatnya yang reaktif
maka auditor tidak akan melaksanakan audit jika tidak tersedia informasi
tentang adanya dugaan atau indikasi kecurangan dan kejahatan.

2. PROAKTIF

Audit investigatif dikatakan bersifat proaktif apabila auditor secara aktif


mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi tersebut untuk
menemukan kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan sebelum
melaksanakan audit investigatif. Auditor secara aktif mencari, mengumpulkan
informasi dan menganalisis informasi-informasi yang diperoleh untuk
menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif
yang bersifat proaktif perlu dilakukan pada area atau bidang- bidang yang
memiliki potensi kecurangan atau kejahatan yang tinggi. Audit yang bersifat
proaktif dapat menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan
secara lebih dini sebelum kondisi tersebut berkembang menjadi kecurangan
atau kejahatan yang lebih besar. Selain itu Audit investigatif yang bersifat
proaktif juga dapat menemukan kejahatan yang sedang atau masih berlangsung
sehingga pengumpulan bukti untuk penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
kejahatan tersebut lebih mudah dilaksanakan.
2.9 Tahapan Audit Investigasi
Proses audit investigatif mencangkup sejumlah tahapan, yaitu sebagai berikut
(Pusdiklatwas, 2008):
Penelaahan Informasi Awal :
1. Sumber informasi. Informasi awal sebagai dasar penugasan audit investigatif

berasal dari berbagai sumber, misalnya media massa, LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat), penegak hukum dan lain-lain.

2. Mengembangkan hipotesis awal. Hipotesis awal disusun untuk menggambarkan

perkiraan suatu tindak kecurangan itu terjadi. Hipotesis awal dikembangkan untuk

menjawab mengenai apa, siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana fraud terjadi.

3. Menyusun hasil telaahan informasi awal. Hasil penelaahan informasi awal

dituangkan dalam bentuk “Resume Penelaahan Informasi Awal” sehingga

tergambar secara ringkas mengenai gambaran umum organisasi, indikasi bentuk-

bentuk penyimpangan, besarnya estimasi potensi nilai kerugian negara yang

terindikasi, hipotesis, pihak- pihak yang diduga terkait, rekomendasi penanganan

4. Keputusan pelaksanaan audit investigatif. Didasarkan dari apa yang

diinformasikan dan tidak mempermasalahkan siapa yang menginformasikan.

Namun fraud audit dapat dilakukan apabila telah ada suatu prediksi yang valid,

yaitu keadaan-keadaan yang menunjukkan bahwa fraud telah, sedang, dan atau

akan terjadi.

2.10 Perencanaan Audit Investigatif


a. Penetapan sasaran, ruang lingkup dan susunan tim. Sasaran dan ruang
lingkup audit investigatif ditentukan berdasarkan informasi awal.
b. Penyusunan program kerja. Untuk menyusun langkah-langkah kerja audit
perlu memahami kegiatan yang akan diaudit.
c. Jangka waktu dan anggaran biaya. Jangka waktu audit disesuaikan dengan
kebutuhan yang tercantum dalam Surat Tugas Audit. Adapun anggaran biaya
audit direncanakan seefisien mungkin tanpa mengurangi pencapaian tujuan
audit.
d. Perencanaan Audit Investigatif dengan metode SMEAC. Model perencanaan
SMEAC menggunakan pendekatan terstruktur yang mencangkup semua
elemen dasar dalam pelaksanaan satu operasi dan dapat pula digunakan
sebagai kerangka untuk mengembangkan perencanaan yang lebih detail
untuk memenuhi kondisi tertentu. SMEAC merupakan singkatan dari lima
kata yang dirancang dalam proses perencanaan penugasan investigasi yaitu
Situation, Mission, Execution, Administration & Logistics, Communication.
2.11 Pelaksanaan Audit Investigatif
a. Pembicaraan Pendahuluan. Pelaksanaan audit investigatif didahului dengan
melakukan pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan auditan dengan maksud
untuk: menjelaskan tugas audit, mendapatkan informasi tambahan dari auditan
dalam rangka melengkapi informasi yang telah diperoleh serta menciptakan
suasana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan audit.
b. Pelaksanaan program kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
program kerja audit investigatif yaitu: perolehan bukti dokumen, jenis bukti atau
dokumen, cara memperoleh bukti berbasis dokumen serta mendokumentasikan
hasil analisis dokumen.
c. Penerapan teknik audit investigatif. Untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung
maka auditor dapat menggunakan teknik-teknik dalam pelaksanaan audit
keuangan yaitu prosedur analitis, menginspeksi, mengonfirmasi, mengajukan
pertanyaan, menghitung, menelusuri, mencocokan dokumen, mengamati,
pengujian fisik serta teknik audit berbantu komputer.
d. Melakukan observasi dan pengujian fisik. Teknik-teknik yang biasa dilakukan pada
audit investigatif yaitu: wawancara, mereview laporan-laporan yang dapat
dijadikan rujukan, berbagai jenis analisis terhadap dokumen atau data, pengujian
teknis atas suatu objek, perhitungan-perhitungan, review analitikal, observasi dan
konfirmasi.
e. Mendokumentasikan hasil observasi dan pengujian fisik. Hal- hal yang harus
diperhatikan dalam pendokumentasian yang baik dalam kegiatan investigasi yaitu
penyimpanan dokumen pada arsip tersendiri serta pemisahan dokumen atau bukti
untuk tiap kejadian hasil observasi dan pengujian fisik.
f. Melakukan wawancara. Wawancara yang baik mencangkup pemahaman atas:
tujuan dan sasaran melakukan wawacara, unsur-unsur pelanggaran yang harus
dibuktikan, mengkaji bukti yang dibutuhan, mengajukan pertanyaan yang tepat
sebelum wawancara, sadar akan pendapat dan prasangka, serta menyusun
kerangka wawancara.
g. Menandatangani berita acara. Penandatanganan dilakukan untuk menegaskan
ketepatan informasi yang diberikan pihak oleh pihak yang diwawancarai.
h. Pendokumentasian dan evaluasi kecukupan bukti. Pendokumentasian
bukti harus dapat menjawab hal-hal berikut: gambaran posisi kasus, siapa yang
dirugikan, siapa yang menjadi pelaku, kapan, di mana dan apa tuntutannya, serta
kegiatan apa yang diinvestigasi.

2.12 Pelaporan Audit Investigatif


Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dari kegiatan auditinvestigatif.

Laporan audit investigatif disampaikan pada pihak- pihak yang berkepentingan

untuk:

(a) Dalam rangka melakukan kerjasama antara unit pengawasan internal

dengan pihak penegak hukum untuk menindaklanjuti adanya indikasi

terjadinya fraud.

(b) Memudahkan pejabat yang berwenang dan atau pejabat obyek yang

diperiksa dalam mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Kesimpulan akhir dari audit investigasi akan disampaikan kepada lembaga yang

berwenang, seperti kejaksaan, kepolisian, komite anti korupsi, bila diminta, dengan

mengikuti aturan main atau undang-undang yang dibuat untuk itu- bilamana ada-
oleh kepala atau manajer audit setelah sebelumnya dilakukan penjelasan kembali

(debriefing) dengan pihak atau atasan dari si auditee.

Seorang fraud auditor tidak boleh melakukan deal dengan sang auditee

menyangkut hasil audit investigasi ataupun dengan orang lain yang berkepentingan

dengan hasil audit. Apabila hal tersebut dilakukannya, dia dapat dikenai sangsi sesuai

aturan yang ada untuk itu. Boleh dikatakan fraud auditor adalah orang suci yang

bergeming dengan tawaran yang mungkin diberikan oleh daerah terperiksa, di

samping pekerjaannya penuh risiko ancaman dari terperiksa.

Untuk itu memang sangat diperlukan undang-undang proteksi bagi seorang

fraud auditor, termasuk perlindungan bagi saksi suatu perkara. Selayaknya imbalan

atau gaji seorang fraud auditor harus sepadan dengan risiko pekerjaannya karena

sejarah mencatat di mana pun di dunia ini seorang fraud auditor selalu menghadapi

risiko terhadap pekerjaannya, bergantung pada besar kecilnya suatu pemeriksaan

yang dilakukannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Audit forensik atau akuntansi forensic merupakan audit gabungan keahlian
yang mencakup keahlian akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan
dengan harapan bahwa hasil audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung
proses hukum di pengadilan maupun kebutuhan hukum lainnya. Tuanakotta (2010: 84-
94) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa akuntansi
forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang menerapkannya
atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.
Robert J. Lindquist mengemukakan kualitas dari akuntan forensik, yaitu
sebagai berikut:
a. Kreatif
b. Rasa ingin tahu
c. Tak menyerah
d. Akal sehat
f. Percaya diri
Akuntansi forensik sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada
akuntansi forensik sektor privat. Di Indonesia terlihat peran-peran penting para
akuntan forensik dari BPKP, BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintah yang
dalam APIP. Secara terinci dan dengan data statistik, penulis membahas peran
mereka di buku “ Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana
Korupsi”.
Audit investigatif merupakan sebuah kegiatan sistematis dan terukur untuk
mengungkap kecurangan sejak diketahui atau diindikasinya sebuah peristiwa atau
kejadian atau transaksi yang dapat memberikan cukup keyakinan serta dapat
digunakan sebagai bukti yang memenuhi pemastian suatu kebenaran dalam
menjelaskan kejadian yang telah diasumsikan sebelumnya dalam rangka mencapai
keadilan (Pusdiklatwas, 2008). Sebagaimana halnya penyelidikan dan penyidikan,
audit investigatif bisa dilaksanakan secara REAKTIF atau PROAKTIF. Adapun
langkah-langkah dalam menyusun audit investigasi yaitu mulai dari tahap
penelahan informasi awal, perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil akhir
audit investigasi.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan baik dari segi bahasa, isi materi yang disampaikan, maupun tata cara
penulisannya. Oleh karena itu, kami memohon maaf apabila pembaca merasa kurang puas
dengan hasil makalah ini. Kritik, saran, atau tanggapan lainnya kami harapkan agar dapat
dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang ada, demi
terwujudnya makalah yang lebih baik untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

https://kjaanditagunawan.com/2021/06/21/resume-akuntansi-forensik-audit-
investigatif-theodorus-m-tuanakotta-edisi-2-bag-pertama/ di akses pada 18 November
2022

Theodorus M. Tuanakotta (2010) Akuntansi Forensil dan Audit Investigatif. SALEMBANG


EMPAT Jakarta

Tuanakotta, T. M. (2016). Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi (2nded). Jakarta :


Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai