Dosen pengampu:
Reskino, S.E., M.Si., Ph.D., Ak., CA., CMA., CERA., CBV., CDMS.
Disusun oleh:
Kelompok 1
Sarah Aulia Ariyanto 11190820000017
Saniatri Maulida 11190820000026
Faurelya Almira Rahma 11190820000073
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah Audit Investigasi
dan Akuntansi Forensik yang berjudul “Pengantar Akuntansi Forensik” ini dengan baik.
Tidak lupa kami haturkan sholawat dan salam kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Reskino, S.E., M. Si., Ph.D., Ak.,
CA., CMA., CERA., CBV., CDMS selaku dosen pengampu mata kuliah Audit Investigasi
dan Akuntansi Forensik dan tidak lupa kepada semua pihak yang secara langsung maupun
tidak langsung telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Berkat dorongan serta
bantuan mereka kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangannya, maka
dari itu kami meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan. Kami sangat memerlukan kritik dan saran dari para pembaca untuk membantu
kesempurnaan makalah ini. kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita terutama mengenai koperasi syariah. Semoga
makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari akuntansi forensik
2. Mengetahui ruang lingkup akuntansi forensik
3. Mengetahui atribut akuntansi forensik
4. Mengetahui kode etik akuntansi forensik
5. Mengetahui standar audit investigasi dan akuntansi forensik
6. Mengetahui Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
Selain itu ada cara lain dalam melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta dalam
bukunya yang berjudul Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif yaitu dengan
menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik.
10 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
5. Dapat memilih startegi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif.
Auditor harus mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku, pendeteksiandan
pengumpulan bukti terhadap fraud yang dilakukan dalam pembukuan
11 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
issue-nya bukanlah penentuan identitas pelakunya, namun apakah perbuatannya dapat
dianggap merupakan fraud.
1. Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik. Kemampuan untuk
memastikan kebenaran dari fakta yang dkumpulkan dan kemudian melaporkan
fakta-fakta itu secara akurat dan tepat.
2. Memiliki kepribadian yang menarik dan mampu memotivasi orang lain untuk
membantunya.
3. Memiliki kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan dan
mampu manarik kesimpulan
12 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
2.4 Kode Etik Akuntansi Forensik
Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi
bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur walaupun tidak diketahui orang lain), rasa
hormat dan kehormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya dari
pengguna dan stakeholders lainnya.
Seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris, Lord (John Fletcher) Moulton membedakan
tiga wilayah tingkat manusia yaitu :
1. Wilayah hukum positif, di mana orang patuh karena ada hukum dan hukuman untuk
ketidakpatuhan.
2. Wilayah kebebasan memilih, di mana orang mempunyai kebebasan penuh untuk
menentukan sikapnya.
3. Wilayah yang ketiga merupakan wilayah yang berada di tengah-tengah kedua wilayah
yang telah disebutkan sebelumnya atau disebut Lord Moulton sebagai
kesopansantunan.
Menurut Moulton, yang menentukan kebesaran suatu bangsa adalah berapa besarnya
kepatuhan bangsa itu akan hal-hal yang tidak dapat dipaksakan kepadanya (namun
mengandung nilai-nilai yang luhur) atau dengan kata lain kebesaran suatu bangsa
ditentukan oleh kepatuhannya akan ethics.
Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan
pemakai jasanya dan stakeholder lainnya, dan dengan masyarakat luas. Kode etik adalah
sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang
benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Tujuan kode etik
agar profesionalisme memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan forensik harus memperhatikan kode etik,
diantaranya:
1. Tanggung Jawab Profesi
Setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa professional mereka. Anggota juga bertanggung jawab
untuk memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi
13 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
dalam mengatur dirinya sendiri. Setiap anggota harus menunjukan komitmen terhadap
profesionalisme dan ketekunan dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Kepentingan Publik
Publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,
pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada objektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya
fungsi bisnis secara tertib. Hal ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Ketergantungan ini juga mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan Negara. Akuntan juga tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan
yang bersifat illegal atau melangar etika, atau segenap tindakan yang menimbulkan
adanya konflik kepentingan. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk
membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat
prestasi tertinggi.
3. Integritas
Integritas merupakan hal yang melandasi kepercayaan publik dan menjadi patokan
bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan
seseorang bersikap jujur, dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima
jasa. Kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi.
4. Objektivitas
Suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, tidak berprasangka,
serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa professional dengan
sebaik baiknya sesuai dengan kemampuannya. Anggota harus memperoleh bukti atau
dokumentasi lain yang dapat mendukung pendapat yang diberikan. Tidak boleh
menyatakan pendapat bahwa seseorang atau pihak-pihak tertentu “bersalah” atau
“tidak bersalah”.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota tidak boleh mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang
diperoleh dari hasil audit tanpa melalui otorisasi dari pihak-pihak yang berwenang.
Kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi
jasa berakhir.
14 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota berkewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima
jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Setiap anggota harus mengungkapkan seluruh hal yang material yang diperoleh dari
hasil audit. Apabila informasi tersebut tidak diungkapkan akan menimbulkan distory
terhadap fakta yang ada.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa professionalnya sesuai dengan standar teknis
dam standar profesionalnya yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dengan berhati-
hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima
jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesianal yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Feferation of Accountants,
badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Berikut adalah contoh suatu kode etik yang dalam hal ini berlaku di dalam KPK/
Komisi Pemberantasan Korupsi (sebagian dari kode etik) :
(1) Nilai-nilai dasar pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilaksanakan dalam
bentuk sikap, tindakan, dan perilaku Pimpinan KPK.
(2) Pimpinan KPK wajib menjaga kewenangan luar bisa yang dimilikinya demi martabat
KPK dan martabat pimpinan KPK dengan perilaku, tindakan, sikap, dan ucapan
sebagaimana dirumuskan dalam Kode Etik.
(3) Kode Etik diterapkan tanpa toleransi sedikit pun atas penyimpangannya
(zerotolerance) dan mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggarnya.
(4) Perubahan atas Kode Etik Pimpinan KPK menurut keputusan ini akan segera
dilakukan berdasarkan tanggapan dan masukan dari masyarakat yang ditetapkan oleh
Pimpinan KPK.
15 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
BAB IV
KODE ETIK
Pasal 5
(1) Nilai-nilai dasar pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan
dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku, dan ucapan Pimpinan KPK.
(2) Pimpinan KPK wajib menjaga kewenangan luar biasa yang dimilikinya demi martabat
KPK dan mart abat Pimpinan KPK dengan perilaku, t indakan, sikap, dan
ucapan sebagaimana dirumuskan dalam Kode Etik.
(3) Kode Et ik dit erapkan t anpa t oleransi sedikit pun at as penyimpangannya
(zerotolerance), dan mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggarnya.
(4) P er ubahan at as Ko de Et ik p imp ina n KP K me nur ut keput usan ini akan
seger a dilakukan berdasarkan tanggapan dan masukan dari masyarakat dan
ditetapkan olehPimpinan KPK.
Pasal 6
(1) Pimpinan KPK berkewajiban:
a. Melaksanakan ibadah dan ajaran agama yang diyakininya;
b. Taat terhadap aturan hukum dan etika;
c. Menggunakan sumber daya publik secara efisien, efektif, dan tepat;
d. Tegas dalam menerapkan prinsip, nilai dan keputusan yang telah disepakati;
e. Menarik garis tegas tentang apa yang patut, layak, dan pantas dilakukan,
denganapa yang tidak patut, tidak layak, dan tidak pantas dilakukan;
f. .tampil ketika keputusan sulit diambil;
g. Tidak berpihak dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya;
h. Berani menghadapi dan menerima konsekuensi keputusan;
i. Tidak berhenti belajar dan mendengar;
j. Mampu bertindak tegas tanpa beban;
k. Meningkatkan kinerja yang berkualitas;
l. Menanggalkan kebiasaan kelembagaan masa lalu yang negatif;
m. Menghilangkan sifat arogansi individu dan sektoral;
n. Mengidentifikasi setiap benturan kepentingan yang timbul atau kemungkinan
benturan kepentingan yang akan timbul dan memberitahukan kepada pimpinan
lainnya sesegera mungkin;
16 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
o. Memberikan komitmen dan loyalitas kepada kpk di atas komitmen dan loyalitas
kepada teman sejawat;
p. Mengenyampingkan kepentingan pribadi atau golongan demi tercapainya tujuan
yang ditetapkan bersama;
q. Menahan diri terhadap godaan yang berpotensi memengaruhi substansi keputusan;
r. Memberitahukan kepada pimpinan lainnya mengenai pertemuan dengan pihak lain
yang akan dan telah dilaksanakan, baik sendiri ataupun bersama, baik dalam
hubungan dengan tugas maupun tidak;
s. Menolah dibayari makan, biaya akomodasi, dan bentuk kesenangan
(entertainment) lainnya oleh atau dari siapa pun;
t. Independensi dalam penampilan fisik antara lain diwujudkan dalam bentuk tidak
menunjukkan kedekatan dengan siapa pun di depan publik;
u. Membatasi pertemuan di ruang publik seperti di hotel, restoran, atau lobi kantor,
atau hotel, atau di ruang publik lainnya;
v. Memberitahukan kepada pimpinan lain mengenai keluarga, kawan, dan pihak-
pihak lain yang secara intensif masih berkomunikasi.
17 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
Terdapat dua hal yang menarik dari Kode Etik di atas yaitu pimpinan KPK
menetapkan kode etik bagi mereka sendiri yakni pimpinan KPK memulai dari diri
mereka sendiri dan bukan dari karyawan mereka dan yang kedua adalah kode etik
tersebut sejalan dengan temuan IRS terhadap orang Amerika yang berlatar belakang
etnis Asia.
Dalam pelaksanaan kode etik, tidak cukup hanya dengan memiliki dokumen
mengenai Standar dan Kode Etik, diperlukan pula penegakan yang tegas dan
konsisten sehingga kredibilitas profesi tidak diragukan. Mempunyai dokumen
mengenai Standar dan Kode Etik sendiri hanya merupakan langkah awal yang baik
untuk memulai pelaksanaan kode etik tersebut.
18 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
ini disebut benchmarking. Kedua, upaya benchmarking dilakukan terus-
menerus untuk melakukan solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian, sehingga bukti-bukti
tadi dapat diterima di pengadilan.
3. Pastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi, dan
diindeks dan jejak audit tersedia. Ini diperlukan sebagai referensi apabila
ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi
sudah dilakukan dengan benar dan membantu perusahaan dalam upaya
perbaikan cara-cara investigasi.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya. Jika investigasi dilakukan dengan cara
melanggar hak asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut
perusahaan dan investigatornya, sehingga bukti yang sudah terkumpul akan
menjadi sia-sia.
5. Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan
kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut,
baik dalam kasus hukum administrative maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasi” seluruh target yang sangat
kritis ditinjau dari segi waktu. Investigator harus menentukan cakupan
investigasinya. Untuk memperkecil peluang pelaku menghancurkan atau
menghilangkan bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk pencatatan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak
ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara
atau protocol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi,
kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai laporan.
19 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
ke Dewan Komisaris klau penugasan diberikan oleh lembaganya, atau
kepada penegak hukum dan/atau regulator, jika penugasannya datang dari
luar lembaga.
0.2 Dalam hal akuntan forensik tersebut independen (misalnya kalau ia partner
kantor akuntan publik), ia menyampaikan laporannya kepada (atau
counterpart-nya adalah) seorang eksekutif senior yang kedudukannya lebih
tinggi dari orang yang diduga melakukan fraud. Alternatifnya ialah,
akuntansi forensik menyampaikan laporannya kepada (atau counterpart-nya
adalah) Dewan Komisaris.
0.3 Dalam hal akuntan forensik tersebut independen dan penugasan diterimanya
dari lembaga penegak hukum atau pengadilan, pihak yang menerima
laporannya atau counterpart-nya harus ditegaskan dalam kontrak.
Objektivitas: Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam
melaksanakan telaah akuntansi forensiknya.
Kemahiran profesional: Akuntansi forensik harus dilaksanakan dengan
kemahiran dan kehati-hatian profesional.
210 Sumber Dasar Manusia
Semua sumber daya manusia yang melaksanakan akuntansi forensik harus
mempunyai kemahiran teknis, pendidikan, dan pengalaman yang memadai
sesuai dengan tugas yang diserahkan kepadanya.
220 Pengetahuan, Pengalaman, keahlian, dan Disiplin
Akuntansi forensik harus memiliki atau menggunakan sumber daya
manusia yang memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan disiplin
untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
230 Supervisi
Dalam hal ada lebih dari satu akuntan forensik dalam suatu penugasan,
salah seorang diantara mereka berfungsi sebagai “in-charge” yang
bertanggung jawab dalam mengarahkan penugasan dan memastikan bahwa
rencana kerja dilaksanakan sebagaimana harusnya dan didokumentasikan
dengan baik.
240 Kepatuhan terhadap Standar Prilaku
20 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
Akuntan forensik harus mematuhi standar perilaku profesional terbaik yang
diharapkan dari akuntan, auditor, rekan dari profesi hukum baik tim
pembela maupun jaksa penuntut umum, dan regulator.
250 Hubungan Manusia
260 Komunikasi
Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan komunikasi yang sangat
baik (excellent) ketika ia mengomunikasikan temuannya secara (a) lisan,
kepada pemberi penugasan, atau dalam memberikan keterangan ahli di
pengadilan; dan (b) secara tertulis, dalam bentuk laporan kemajuan
(progress report), laporan khusus, dan laporan akhir baik kepada pemberi
tugas, penegak hukum atau pengadilan.
21 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
prosedur yang berlaku di lembaga tersebut, dan kepatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan.
330 Pengamanan Aset:
Akuntan forensik harus menelaah cara-cara pengamanan aset, termasuk
manajemen risiko atas aset tersebut.
340 Penggunaan Sumber Daya secara Efisien dan Ekonomis:
Akuntan forensik harus menilai apakah sumber daya di lembaga tersebut
dipakai secara efisien, efektif, dan ekonomis, termasuk sikap kehati-hatian
manajemen dalam mengelola sumber daya itu.
350 Penggunaan Sumber Daya secara Efisien dan Ekonomis:
Akuntan forensik harus menelaah kegiatan (operasi), program dan proyek
untuk memastikan apakah pelaksanaan dan hasilnya sesuai dengan tujuan
dan sasaran.
Pelaksanaan Tugas Telaahan:
Pelaksanaan tugas akuntansi forensik harus meliputi (1) perumusan mengenai apa
masalahnya, evaluasi atas masalah itu, dan perencanaan pekerjaan, (2)
pengumpulan bukti, (3) penilaian bukti, dan (4) mengomunikasikan hasil
penugasan.
410 Perumusan Masalah dan Evaluasinya:
Dalam tahap ini, akuntan forensik yang dibantu oleh mereka yang punya
keahlian dalam masalah yang dihadapi, mengumpulkan sebanyak mungkin
fakta dan peristiwa mengenai situasi yang mempunyai potensi fraud secara
informal. Ini meliputi (1) penentuan bagaiaman potensi terjadinya masalah
diketahui dan (2) bagaimana masalah itu dikomunikasikan, dan dugaan di
mana serta kapan hal itu terjadi. (Catatan: akuntan forensik tidak melakukan
penugasan yang sifatnya mengada-ada. Ia membuat prediction atau rekaan
mengenai masalah yang dihadapi. Harus ada alasan bagi akuntan forensik
melibatkan diri dalam suatu masalah).
420 Perencanaan:
Berdasarkan prediction dalam butir 410, perumusan masalahnya dipertajam,
dan rencana dibuat. Dalam rencana ditentukan tujuan dan sasaran dari
penugasan ini. Juga dibuat rencana mengenai jumlah dan jenis keahlian
yang diutuhkan, sedapat mungkin dengan mengidentifikasi orangnya.
22 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
Rencana harus fleksibel, dengan cepat jadwal diubah apabila situasi di
lapangan berubah.
430 Pengumpulan Bukti:
Akuntan forensik bersama timnya melakukan apa yang direncanakan (butir
420) untuk mengumpulkan bukti berkenaan dengan fraud.
440 Evaluasi Bukti:
Akuntan forensik bersama timnya harus menganalisis dan
menginterpretasikan bukti-bukti yang dikumpulkan (butir 430). Tentukan
apakah masih ada data yang harus dikumpulkan, atau ada data yang harus
ditindaklanjuti untuk mencapai kesimpulan yang benar.
450 Komunikasi Hasil Penugasan:
Akuntan forensik bersama timnya harus meringkas evaluasi atas bukti-bukti
yang dikumpulkan (butir 440) ke dalam laporan. Laporan berisi fakta dan
kesimpulan. Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan menyajikan
laporan secara lisan.
23 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
17) Tidak praktis bagi pemeriksa untuk menetapkan suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan berpengaruh signifikan terhadap tujuan pemeriksaan. Hal ini
disebabkan program pemerintah sangat dipengaruhi oleh berbagai ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tujuan pemeriksaan sangat beragam. Walaupun begitu
pemeriksa dapat menggunakan pendekatan berikut ini.
a. Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek tertentu
dari program yang diperiksa (tujuan, pengendalian intern, kegiatan, operasi, output,
outcome sebagaimana dimuat dalam paragraf 10).
b. Identifikasikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan
aspek tertentu yang menjadi bahan pertanyaan tadi.
c. Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara
signifikan dapat memengaruhi jawaban pemeriksa atas pertanyaan tadi. Jika benar
maka ketentuan peraturan perundang undangan tersebut mungkin signifikan bagi
tujuan pemeriksaan
18) Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal:
(1) menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh
signifikan terhadap tujuan pemeriksaan,
(2) merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan
(3) mengevaluasi hasil pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat mengandalkan hasil
kerja penasihat hukum, apabila tujuan pemeriksaan mensyaratkan adanya
pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dalam keadaan tertentu, pemeriksa juga dapat memperoleh informasi
mengenai masalah kepatuhan dari pihak lain, seperti aparat yang melakukan
investigasi, organisasi pemeriksa atau entitas pemerintah lain yang memberikan
bantuan kepada entitas yang diperiksa, atau pihak yang berwenang.
19) Dalam merencanakan pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, pemeriksa harus menilai risiko kemungkinan terjadinya
penyimpangan. Risiko tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti rumitnya
ketentuan peraturan perundang undangan atau karena ketentuan peraturan perundang-
undangan masih baru. Penilaian pemeriksa terhadap risiko tersebut mencakup
pertimbangan apakah entitas mempunyai sistem pengendalian yang efektif untuk
mencegah atau mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-
24 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
undangan. Apabila pemeriksa memperoleh bukti yang cukup mengenai efektivitas
pengendalian tersebut, maka pemeriksa dapat mengurangi luasnya pengujian atas
kepatuhan.
20) Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan risiko
terjadinya kecurangan (fraud 5) yang secara signifikan dapat memengaruhi tujuan
pemeriksaan. Pemeriksa harus mendiskusikan risiko terjadinya kecurangan yang potensial,
dengan memperhatikan faktor faktor terjadinya kecurangan seperti keinginan atau tekanan
yang dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang memungkinkan
terjadinya kecurangan, dan alasan atau sifat seseorang yang dapat menyebabkan
dilakukannya kecurangan. Pemeriksa harus mengumpulkan dan menilai informasi untuk
mengidentifikasi risiko terjadinya kecurangan yang mungkin relevan dengan tujuan
pemeriksaan atau memengaruhi hasil pemeriksaan. Misalnya, untuk memperoleh
informasi mengenai faktor-faktor terjadinya kecurangan tersebut, pemeriksa dapat
berdiskusi dengan pegawai entitas yang diperiksa atau dengan cara lainnya sehingga
pemeriksa dapat menentukan kerawanan terjadinya kecurangan, kemampuan pengendalian
intern untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya kecurangan, atau risiko bahwa pegawai
entitas yang diperiksa dapat mengabaikan pengendalian intern yang ada. Pemeriksa harus
menggunakan skeptisme profesional dalam menilai risiko tersebut untuk menentukan
faktor-faktor atau risiko-risiko yang secara signifikan dapat memengaruhi pekerjaan
pemeriksa apabila kecurangan terjadi atau mungkin telah terjadi.
21) Ketika pemeriksa mengidentifikasi faktor-faktor atau risiko-risiko kecurangan yang
secara signifikan dapat memengaruhi tujuan atau hasil pemeriksaan, pemeriksa harus
merespons masalah tersebut dengan merancang prosedur untuk bisa memberikan
keyakinan yang memadai bahwa kecurangan tersebut dapat dideteksi. Pemeriksa harus
mempersiapkan dokumentasi pemeriksaan terkait dengan pengidentifikasian, penilaian,
dan analisis terhadap risiko terjadinya kecurangan. Pemeriksa juga harus waspada bahwa
menilai risiko terjadinya kecurangan adalah suatu proses yang terus-menerus selama
pelaksanaan pemeriksaan dan berkaitan tidak hanya dengan perencanaan pemeriksaan,
tetapi juga dengan evaluasi atas bukti-bukti yang diperoleh selama pelaksanaan
pemeriksaan.
Fraud adalah satu jenis tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk
memperoleh sesuatu dengan cara manual
25 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
22) Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau transaksi-transaksi yang berindikasi
kecurangan. Apabila terdapat informasi yang menjadi perhatian pemeriksa (melalui
prosedur pemeriksaan, pengaduan yang diterima mengenai terjadinya kecurangan, atau
cara-cara yang lain) dalam mengidentifikasikan bahwa kecurangan telah terjadi, maka
pemeriksa harus mempertimbangkan apakah kecurangan tersebut. secara signifikan
mempengaruhi tujuan pemeriksaannya. Apabila ternyata kecurangan tersebut secara
signifikan mempengaruhi tujuan pemeriksaannya, maka pemeriksa harus memperluas
seperlunya langkah-langkah dan prosedur pemeriksaan untuk: (1) menentukan apakah
kecurangan mungkin telah terjadi, dan (2) apabila memang telah terjadi apakah hal
tersebut mempengaruhi tujuan pemeriksaan
23) Pelatihan, pengalaman, dan pemahaman pemeriksa terhadap program yang diperiksa
dapat memberikan suatu dasar bagi pemeriksa untuk lebih waspada bahwa beberapa
tindakan yang menjadi perhatiannya bisa merupakan indikasi adanya kecurangan.
Suatu tindakan bisa dikategorikan sebagai kecurangan atau tidak harus ditetapkan
melalui suatu sistem peradilan dan hal ini di luar keahlian dan tanggung jawab
profesional pemeriksa. Walaupun demikian, pemeriksa tetap bertanggung jawab untuk
selalu waspada terhadap kelemahan-kelemahan yang memungkinkan terjadinya
kecurangan yang berkaitan dengan area yang diperiksa, sehingga pemeriksa bisa
mengidentifikasikan indikasi-indikasi baliwa kecurangan telah terjadi. Dalam beberapa
hal, kondisi-kondisi berikut ini bisa mengindikasikan risiko terjadinya kecurangan:
a. Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada
atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian
b. Pemisahan tugas yang tidak jelas, terutama yang berkaitan dengan tugas tugas
pengendalian dan pengamanan sumber daya
c. Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan
d. Kasus dimana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi
e. Dokumen-dokumennya hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu. menunda
memberikan informasi tanpa alasan yang jelas
f. Informasi yang salah atau membingungkan. Warung Babe Semua penjual
g. Pengalaman pemeriksaan atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai
kegiatan-kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal
24) Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan. Apabila ketidakpatutan terjadi, maka mungkin saja
26 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
tidak ada hukum, atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar.
Dalam hal ini ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berada di luar pikiran yang
masuk akal atau di luar praktik-praktik yang lazim. Pemeriksa harus waspada terhadap
situasi atau transaksi yang dapat mengindikasikan terjadinya ketidakpatutan. Apabila
informasi yang diperoleh pemeriksa (melalui prosedur pemeriksaan, pengaduan yang
diterima mengenai terjadinya kecurangan, atau cara-cara yang lain) mengindikasikan
telah terjadi ketidakpatutan, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah
ketidakpatutan tersebut secara signifikan mempengaruhi hasil pemeriksaannya atau
tidak. Apabila indikasi terjadinya ketidakpatutan memang ada dan akan mempengaruhi
hasil pemeriksaan secara signifikan, pemeriksa harus memperluas langkah dan
prosedur pemeriksaan, untuk: (1) menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-
benar terjadi, dan (2) apabila memang benar-benar terjadi, maka pemeriksa harus
menentukan pengaruhnya terhadap hasil pemeriksaan. Walaupun demikian, karena
penentuan bahwa telah terjadinya ketidakpatutan itu bersifat subyektif, pemeriksa
tidak diharapkan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam mendeteksi
adanya ketidakpatutan. Pemeriksa harus mempertimbangkan faktor kuantitatif dan
kualitatif dalam membuat pertimbangan mengenai signifikan atau tidaknya
ketidakpatutan yang mungkin terjadi, dan apakah pemeriksa perlu untuk memperluas
langkah dan prosedur pemeriksaan
25) Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menelusuri
indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-
perundangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses
hukum selanjutnya, atau kedua-duanya. Dalam kondisi tertentu, kebijakan, ketentuan
peraturan perundang-undangan mengharuskan pemeriksa untuk melaporkan indikasi
terjadinya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-
perundangan, atau ketidakpatutan kepada pihak yang berwenang sebelum memperluas
langkah dan prosedur pemeriksaan. Pemeriksa perlu memperhatikan prosedur yang
berlaku di BPK untuk melaksanakan pelaporan kepada pihak yang berwenang ini.
Pemeriksa dapat juga diminta untuk meninggalkan atau menunda pekerjaan
pemeriksaan berikutnya atau sebagian pekerjaan pemeriksaannya agar tidak
mengganggu investigasi.
26) Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai Standar Pemeriksaan ini akan
memberikan keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi atas
27 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang
secara signifikan dapat memengaruhi hasil pemeriksaan. Meskipun demikian, hal ini
tidak menjamin ditemukannya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-
undangan atau kecurangan. Sebaliknya, dalam hal pemeriksa tidak menemukan
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-perundangan atau kecurangan
selama pemeriksaan, tidak berarti bahwa kinerja pemeriksa tidak memadai, selama
pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan ini.
* Sebagai contoh dalam suatu pemeriksaan kinerja atas efisiensi manajemen dalam
menggunakan dana untuk pemeliharaan gedung, pemeriksa menemukan terjadinya
abuse apabila renovasi yang dilaksanakan atas ruang kerja seorang pejabat tinggi
melampaui kepatutan yang seharusnya. Dalam hal ini pemeriksa mungkin tidak
melihat biaya renovasi secara kuantitatif sebagai faktor yang memengaruhi hasil
pemeriksaannya, tetapi pemeriksa mungkin lebih melihat faktor kualitatif yang
memengaruhi tujuan pemeriksaan
28 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
YAN terkait dengan kasus Bakamla beberapa waktu lalu yang sekarang sudah memasuki
persidangan, dan ini adalah yang kedua. Kami tegaskan kembali jangan juga akan
melaporkan dugaan pelanggaran kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37B
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 bahwa pelanggaran kode etik dilakukan
pemeriksaan penyelesaian oleh Dewan Pengawas pernah ada keraguan kepada KPK,
KPK tetap berkomitmen zero tolerance atas penyimpangan," katanya lagi. "Selain
penanganan tindak pidana tersebut, KPKKPK," ujarnya.
Stepanus bersama Maskur sepakat untuk membuat komitmen dengan Syahrial terkait
penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai untuk tidak ditindaklanjuti
oleh KPK, dengan menyiapkan uang sebesar Rp 1,5 miliar. "MS menyetujui permintaan
SRP dan MH tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui
rekening bank milik RA (Riefka Amalia/swasta) teman dari saudara SRP dan juga MS
memberikan uang secara tunai kepada SRP hingga total uang yang telah diterima SRP
sebesar Rp 1,3 miliar," kata Firli.
Ia menyatakan pembukaan rekening bank oleh Stepanus dengan menggunakan nama
Riefka dimaksud telah disiapkan sejak bulan Juli 2020 atas inisiatif Maskur. "Setelah
uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa
penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai tidak akan ditindaklanjuti
oleh KPK," ungkap Firli.
Kemudian, dari uang yang telah diterima oleh Stepanus dari Syahrial, kata Firli, lalu
diberikan kepada Maskur sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta.
Sumber: Republika, 23 April 2021
29 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin ilmu akuntansi dalam penyelesaian
masalah hukum baik di dalam dan di luar pengadilan. Ruang lingkup yang terdapat pada
akuntansi forensik ini meliputi praktik di sektor swasta, aset recovery, expert witness,
praktik disektor pemerintah, dan akuntansi forensik di sektor publik dan swasta.
Seorang Akuntan forensik mempunya beberapa atribut yang harus mereka miliki,
yaitu menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur, fraud
auditor harus mampu membuktikan "niat pelaku melakukan kecurangan", seorang auditor
harus kreatif,berpikir seperti pelaku fraud, jangan dapat ditebak, auditor harus tahu bahwa
banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan dan dalam memilih strategi untuk
menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif. Akuntan forensik juga harus memiliki
kode etik profesi yang harus diterapkan agar profesionalisme memberikan jasa sebaik-
baiknya kepada pemakai jasa/ nasabahnya.
Terdapat juga standar audit yang digunakan sebagai ukuran mutu agar pihak yang
diaudit, pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu
kerja seorang auditor. Standar audit yang digunakan adalah standar akuntansi forensik,
standar audit investigasi, dan standar pemeriksaan keuangan negara.
3.2 Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat membantu pihak-pihak yang
terkait agar dapat lebih memahami bagaimana audit investigasi dalam akuntansi forensik,
dan dapat membuktikan kecurangan-kecurangan yang benar-benar terjadi dengan.
mengumpulkan bukti bukti kemudian ditindaklanjuti dengan proses penindakan hukum.
30 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K
DAFTAR PUSTAKA
Tuannakota, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta
: Salemba Empat.
Ramaswamy, V. 2007. New Frontiers: Training Forensic Accountants Within The
Accounting Program. Journal of College Teaching & Learning,4 (9): 31-38.
Rezkisari, Indira. 2021. Stepanus, Anggota Polri Kedua yang Langgar Kode Etik KPK.
https://www.republika.co.id/berita/qrzv5m328/stepanus-anggota-polri-kedua-yang-langgar-
kode-etik-kpk, diakses pada 6 Maret pukul 15.06.
31 | K E L O M P O K 1 – P E N G A N T A R A K U N T A N S I F O R E N S I K