Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif


MATA KULIAH : AUDIT FORENSIK

DOSEN PENGAMPU : DANRI TONO SIBORO SE, M.Si., Akt.

DISUSUN OLEH :

NAMA : NIKO ELWANDO E SIHOMBING

NPM : 18510097

GRUP : AD-3 NO.

ABSEN:77

AKUNTANSI FAKULTAS

EKONOMI

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya
sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
kami buat guna memenuhi penyelesaian tugas mata kuliah Audit Forensik (FC). Semoga Makalah
ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca. Saya mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Danri Tono Siboro SE, M.Si., Akt. selaku dosen Audit Forensik. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang saya tekuni. Saya juga
mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, saya dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan kedepannya.

Akhir kata ini saya mengucapakan selamat membaca dan semoga materi yang ada dalam
makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya bagi para pembaca.

Medan, 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................6
1.3 Tujuan................................................................................................................6

BAB II.....................................................................................................................8

PEMBAHASAN.....................................................................................................8
2.1 AKUNTANSI FORENSIK...............................................................................8
2.1.1 Pengertian Akuntansi Forensik......................................................................8
2.1.2 Disiplin dan Profesi Forensik Lainnya...........................................................9
2.1.3 Akuntan Forensik di Pengadilan....................................................................9
2.1.4 Akuntansi atau Audit Forensik.....................................................................11
2.1.5 Praktik Akuntansi Forensik di Indonesia.....................................................11
2.1.6 Akuntan Forensik Sektor Publik..................................................................12
2.1.7 Standar Akuntansi Forensik.........................................................................13
2.1.8 Kode Etik Akuntansi Forensik.....................................................................15
2.1.9 Kualitas Akuntansi Forensik........................................................................15
2.2 AUDIT INVESTIGATIF...............................................................................16
2.2.1 Pengertian Audit Investigatif.......................................................................16
2.2.2 Pendekatan Audit Investigasi.......................................................................17
2.2.3 Hal-hal Yang Dilakukan (kompetensi) Seorang Auditor Investigasi...........18
2.2.4 Penyusunan Program Audit Investigasi.......................................................19
2.2.5 Pelaksanaan Program Dan Tehnik-tehnik Audit Investigasi.......................19
2.2.6 Hasil Investigasi...........................................................................................21
2.2.7 Standar Audit Investigatif............................................................................23

iii
BAB III..................................................................................................................26

PENUTUP.............................................................................................................26
3.1 Kesimpulan..................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

iv
v
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindak kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah mencapai tingkat
yang memprihatinkan. Bila kita sering membaca surat kabar atau melihat televisi,
maka kita akan disuguhi banyak berita tentang kasus-kasus fraud yang telah
melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, baik dijajaran lembaga
legislatif, eksekutif bahkan yudikatif. Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah
Indonesia baik dengan memberdayakan secara maksimal lembaga-lembaga
penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian. Bahkan dalam
dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk dan memberdayakan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemberantasan korupsi
di Indonesia. Namun sayangnya hasil yang di dapat masih belum sesuai dengan
harapan, di mana Indonesia masih menduduki 10 negara terkorup di dunia.
Terjadinya kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu
pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses
pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa dampak
kerugian. Apabila dilihat dari peran akuntan publik, fenomena kecurangan ini
menjadi masalah yang serius karena menyangkut citra akuntan publik terutama
auditornya.
Kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah sulit
terdeteksi karena pelaku biasanya merupakan orang-orang yang dipercaya untuk
menjalankan suatu proyek. Oleh karena itu, auditor laporan keuangan harus
mempunyai keahlian untuk mendeteksi kecurangan ini. Untuk tindak lebih lanjut,
auditor laporan keuangan ini hanya dapat mendeteksi saja sedangkan untuk
pengungkapannya diserahkan pada akuntan forensik yang lebih berwenang.
Akuntansi forensik inilah yang nantinya akan menggunakan suatu aplikasi
audit lain selain audit biasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk
mengungkapkan kecurangan.
Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari
waktu ke waktu semakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan

vi
ketika Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum

vii
yang diperlukan untuk menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada
instansi tersebut. Akuntansi forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali informasi selama
proses pelaksanaan audit kecurangan (fraud audit) atau audit investigasi.
Beberapa fenomena yang terjadi di Indonesia mengenai kecurangan yang
terjadi hingga dikategorikan sebagai korupsi. Contoh kasus pada Bank Century
yaitu mengalami gagal bayar. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan
Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara dari kasus Bank Century ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua BPK, Hadi Purnomo memaparkan
dalam laporan tersebut disimpulkan bahwa terdapat penyimpangan yang
dilakukan pihak-pihak terkait dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak
sistemik sehingga harus dikeluarkan penyertaan modal sementara.
Terkait penyimpangan tersebut, lanjut Hadi, merugikan keuangan negara
sebesar Rp 689.394 miliar dari pemberian FPJP ke Bank Century dan merugikan
keuangan negara sebesar Rp 6,742 triliun dari pemberian penyertaan modal
sementara ke bank yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara tersebut
(sumber: www.suarapembaruan.com diakses 5 Desember 2015).
Contoh lainnya yaitu kasus hambalang yang merupakan salah satu kasus
terjadinya kecurangan. Sidang kasus dugaan korupsi proyek Pusat Pendidikan
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dengan terdakwa
Teuku Bagus Mokhamad Noor selaku mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi
Karya digelar. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Andi Rahmat Zubaidi
dihadirkan sebagai saksi ahli.
Kepada hakim dan hadirin sidang, Andi membeberkan kerugian negara
akibat korupsi proyek P3SON Hambalang yang muncul dari kontraktor
konstruksi, manajemen konstruksi, dan konsultan perencanaan. Yakni sebesar Rp
464,5 miliar (sumber: www.liputan6.com diakses 5 Desember 2015).

2
1.1 Rumusan Masalah
Penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari akuntansi forensic?
2. Bagaimana disiplin dan profesi forensic lainnya?
3. Bagaimana akuntansi forensic di pengadilan?
4. Apakah akuntansi atau audit forensic?
5. Bagaimana praktik akuntansi forensic di Indonesia?
6. Bagaimana akuntansi forensic sector public?
7. Apa standar akuntansi forensic?
8. Apa kode etik akuntansi forensic?
9. Bagaimana kualitas akuntansi forensic?
10. Apa pengertian audit investigative?
11. Bagaimana pendekatan audit investigative?
12. Hal-hal apa saja yang dilakukan seorang auditor investigasi?
13. Bagaimana penyusunan program audit investigasi?
14. Bagaimana pelaksanaan program dan teknik-teknik audit investigasi?
15. Bagaimana hasil investigasi?
16. Apa standar audit investigasi ?

1.2 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Pengertian akuntansi forensic.
2. Disiplin dan profesi forensic lainnya.
3. Akuntansi forensic di pengadilan.
4. Akuntansi atau audit forensic.
5. Praktik akuntansi forensic di Indonesia.
6. Akuntansi forensic sector public.
7. Standar akuntansi forensic.
8. Kode etk akuntansi forensic.
9. Kualitas akuntansi forensic.
10. Pengertian auditinvestigatif.
11. Pendekatan audit investigatif.
12. Hal-hal yang dilakukan seorang auditor investigasi.
13. Penyusunan program audit investigasi.
14. Pelaksanaan program dan teknik-teknik audit investigasi.
15. Hasil investigasi.
16. Standar audit investigasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 AKUNTANSI FORENSIK

2.1.1 Pengertian Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas,


termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau
luar pengadilan. Akuntansi forensik dipraktikkan dalam bidang yang luas, seperti:
1. Dalam penyelesaian sengketa antar inividu

4
2. Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan tertutup
maupun yang memperdagangkan saham atau obligasi di bursa, joint venture,
special purpose companies;
3. Di perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki negara, baik di
pusat maupun di daerah (BUMN/BUMD);
4. Di departemen/kementrian, pemerintah pusat dan daerah, MPR,DPR/DPRD,
dan lembaga-lembaga negara lainnya, mahkamah (seperti Mahkamah
Konstitusi dann Mahkamah Yudisial), komisi-komisi (seperti KPU dan
KPPU), yayasan, koperasi, Badan Hukum Milik Negara, Badan Layanan
Umum, dan seterusnya.

Definisi Crumbley menekankan bahwa akuntansi forensik tidak identik,


bahkan tidak berurusan dengan akuntansi yang sesuai dengan generally accepted
accounting principles (GAAP). Ukurannya bukan GAAP, melainkan apa yang
menurut hukum atau ketentuan perundang-undangan adalah akurat. Crumbley
dengan tepat melihat potensi untuk perseteruan di antara pihak-pihak yang
berseberangan kepentingan. Demi keadilan, harus ada akuntansi yang akurat
untuk proses hukum yang bersifat adversarial, atau proses hukum yang
mengandung perseteruan.

2.1.2 Disiplin dan Profesi Forensik Lainnya

Dalam sidang pengadilan ahli-ahli forensik dari disiplin yang berbeda,


termasuk akuntan forensik, dapat dihadirkan untuk memberikan keterangan ahli.
Di negara-negara yang berbahasa inggris, mereka disebut expert wit'ness (saksi
ahli). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) menggunakan istilah
“ahli”, meskipun dalam percakapan sehari-hari dan oleh pers digunakan istilah
“saksi ahli”. Dalam praktiknya, kelompok ahli lainnya juga terdiri atas para
akuntan atau pelaksana audit investigatif yang memberi keterangan ahli demi
keadilan. Istilah akuntan forensik dan akuntan forensik dikenal.

5
2.1.3 Akuntan Forensik di Pengadilan

Di Indonesia, punggunaan akuntan forensik di sektor publik lebih


menonjol dari pada sektor privat karena jumlah perkara yang lebih banyak di
sektor publik. Akan tetapi, ada juga alasan lain, yakni kecenderungan untuk
menyelesaikan sengketa sektor privat di luar pengadilan. Disektor publik, para
penuntut umum (dari kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi)
menggunakan ahli dari BPK dan BPKP, dan Inspektorat Jendral dari Departemen
yang bersangkutan. Di lain pihak, terdakwa dan tim pembelanya menggunakan
ahli dari kantor-kantor akuntan publik; kebanyakan ahli ini sebelumnya berpraktik
di BPKP.
Tabel 2.1
Ahli Selaku Pribadi dan Lembaga (BPK)

N Ahli Selaku Pribadi Ahli Selaku Lembaga


O (BPK)
1 Kompetensi Ahli Ahli memberikan Ahli memberikan
keterangan yang diminta keterangan tentang
instansi yang berwenang, kerugian negara yang
sesuai kompetensi ahli merupakan kompetensi
yang melekat pada BPK, bukan kompetensi
pribadinya. pribadi, sehingga tidak
melekat pada pribadi
pemegang jabatan anggota
BPK atau pemeriksa BPK.
2 Substansi keterangan ahli Ahli memberikan Ahli memberi keterangan
keterangan tentang tentang kerugian/daerah
substansi yang menjadi karena pelaksanan tugas
kepakarannya, penguasaan kontitusional BPK.
pengetahuannya secara Pendapat yang
pribadi, dan diberikannya merupaka
pengembangan pendapat BPK.
pengetahuannya. Pendapat

6
yang diberikannya
merupakan pendapat
pribadi.
3 Pengolahan Informasi Informasi yang dipaparkan Informasi tentang kerugian
ahli dihadapan penyidik negara yang dipaparkan di
maupun sidang pengadilan hadapan penyidik maupun
diolahnya secara pribadi sidang pengadilan diolah
dengan pengetahuan dan secara kelembagaan.
pengalaman yang Informasi ini tidak dimiliki
dimilikinya secara pribadi. sebelumnya, sehingga
diperoleh melalui
pemeriksaan investigatif.
4 Kepemilikan atas Keterangan yang diberikan Keterangan yang diberikan
keterangan ahli ahli merupakan milik merupakan milik BPK
pribadinya. sebagai lembaga negara.
5 Kebebasan memberikan Ahli mempunyai Ahli merupakan
pendapat kebebasan pribadi dalam personifikasi BPK. Ia tidak
memberikan pendapat memiliki keebasan pribadi
yang berkaitan dengan dalam memberikan
keahliannya. Pendapat keterangan. Ia senantiasa
yang diterangkannya harus berkoordinasi
adalah hasil dengan pimpinan karena
pemikiarannya. yang diterangkannya
adalah hasil pemeriksaan
BPK.
6 Batas Ahli memberikan Ahli memberikan
keterangan sesuai dengan keterangan sesuai dengan
kepakaran yang hasil pemeriksaan BPK
dimilikinya. Ia hanya
dibatasi oleh kedalaman
pengetahuan dan
pengalamannnya.

7
2.1.4 Akuntansi atau Audit Forensik

Di Amerika Serikat pada mulanya akuntansi forensic digunakan untuk


menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan.
Misalnya, pembunuhan istri oleh suami untuk mendapatkan hak waris atau klaim
asuransi, atau pembunuhan oleh mitra dagang untuk menguasai perusahaan.
Bermula dari penerapan akutansi akuntansi untuk memecahkan persoalan
hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik.
Sekarang pun kadar akuntansinya masih terlihat, misalnya dalam perhitungan
ganti rugi baik dalam konteks keuangan negara, maupun di antara pihak-pihak
dalam sengketa perdata. Ada yang menggunakan istilah audit forensik untuk
kegiatan investigatif.

2.1.5 Praktik Akuntansi Forensik di Indonesia

1. Pada kasus Bank Bali, terlihat suksesnya akuntansi forensik.


Akuntannya adalah PriceWaterhouseCoopers (PwC) berhasil
menunjukkan arus dana yang rumit. Bentuk diagramnya seperti
cahaya yang mencuat dari sang surya (Sunburst).
2. Tahun 2005 merupakan suksesnya akuntansi forensik dan sekaligus
sistem pengadilan. Komisi Pemilihan Umum, dimana akuntan
forensiknya adalah Badan Pemeriksa Keuangan. Komisi
Pemberantasan Korupsi berhasil menyelesaikannya di pengadilan.
3. Kasus Bank BNI. Akuntansi forensiknya bukan dilakukan oleh
lembaga pemeriksa atau kantor akuntan, melainkan PPATK. Dua ahli
PPATK dalam persidangan di pengadilan berhasil meyakinkan
mengenai peran Adrian Waworuntu.

2.1.6 Akuntan Forensik Sektor Publik

Akuntansi forensik sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada


akuntansi forensik sektor privat. Di Indonesia terlihat peran-peran penting para
akuntan forensik dari BPKP, BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintah
yang dalam APIP. Secara terinci dan dengan data statistik, penulis membahas
8
peran mereka di buku “ Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak
Pidana Korupsi”.
Tabel 2.2
Perbandingan Akuntansi Sektor Publik dan Sektor Swasta

DIMENSI Sektor Publik Sektor Swasta


Landasan penugasan Amanat undang-undang Penugasan tertulis secara
spesifik
Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan biaya
Hukum Pidana umum dan khusus, Perdata, arbitrase,
hukum administrasi negara. administratif, aturan intern
perusahaan
Ukuran Keberhasilan Memenangkan perkara Memulihkan kerugian
pidana dan memulihkan
kerugian.
Pembuktian Dapat melibatkan instansi Bukti intern, dengan bukti
lain di luar lembaga yang ekstern yang terbatas.
bersangkutan
Teknik audit Investigatif Sangat bervariasi karena Relatif lebih sediki
kewenangan relatif besar dibandingkan di t
publik, kreativitas sekto
pendekatan r
menentukan. dala
m
lebih
Akuntansi Tekanan pada kerugian Penilaian bisnis
negara dan keuangan negara

2.1.7 Standar Akuntansi Forensik

Ringkasan Standar Umum dan Khusus Akuntansi Forensik


100 Indepedensi : Akuntan Forensik Harus Independen Dalam Melaksanakan
Tugas

9
100 Garis pertanggung jawaban :

10
1. Untuk kegiatan internal lembaganya, akuntansi forensik harus cukup
independen dalam melaksanakan tugasnya. Ia bertanggung langsung
ke Dewan Komisaris kalau penugasan diberikan oleh lembaganya,
atau kepada penegak hokum dan/ atau regulator, jika penugasannya
datang dari luar lembaganya

2. Dalam hal akuntan forensik tersebut independen ia menyampaikan


laporan kepada seorang eksekutif senior yang kedudukannya lebih
tinggi dari orang yang diduga melakukan fraud, alternatifnya ialah
akuntan forensik menyampaikan laporannya kepada dewan komisaris.
3. Dalam hal akuntan forensic tersebut independen dan penugasan
diterimanya dan lembaga penegak hokum atau pengadilan, pihak yang
menerima laporannya atau counterpart-nya harus ditegaskan dalam
kontrak.

120 Objektivitas : Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam


melaksanakan telaah akuntansi forensiknya

200 Kemahirn professional : akuntansi forensic harus dilaksanakan dengan


kemahiran dan kehati – hatian professional

210. Sumber Daya Manusia


Semua sumber daya manusia yang menjalani akuntansi forensic
harus mempunyai kemahiran teknis, pendidikan, dan pengalaman
yang memadai sesuai dengan tugas yang diserahkan kepadanya
220. Pengetahuan, Pengalaman, Keahlian dan Disiplin

Akuntansi forensic harus memiliki atau menggunakan sumber daya


manusia yang memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan
disiplin untuk melaksanakan tugasnya dengan baik

230. Supervisi

Dalam hal lada lebih dari satu akuntan forensic dalam satu
penugasan, salah seorang diantara mereka berfungsi sebagai in-
charge yang bertanggung jawab dalam mengarahkan penugasan
11
dan memastikan bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagai mana
seharusnya dan dikomuntesaikan dengan baik.

240. Kepatuhan terhadap Standar Prilaku

Akuntan forensic harus mematuhi standar prilaku professional


terbaik yang diharapkan dari akuntan, auditor, rekan dari profesi
hokum baik tim pembela maupun jaksa umum dan regulator.

250. Hubungan Manusia

Akuntan forensic harus memiliki kemampuan berinteraksi dengan


sesame manusia (interpersonal skills)
260. Komunikasi
270. Pendidikan Berkelanjutan
280. Kehati-hatian Profesional
300 Lingkup Penugasan
400 Pelaksanaan Tugas Telaahan

2.1.8 Kode Etik Akuntansi Forensik

Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya,


dengan pemakai jasa dan stakeholder lainnya, dan dengan masyarakat luas. Kode
etik berisi nilai – nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Profesi bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur walaupun tidak diketahui
orang lain), rasa hormat dan kehormatan (respect dan honour), dan nilai – nilai
luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari pengguna stakeholder
lainnya.

Dalam contoh kasus, kode etik KPK dapat di pakai karena perumusannya sangat
relevan untuk mengatur prilaku akuntansi forensic .

Kode etik KPK :

1. Nilai – nilai dasar pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilaksanakan


dalam bentuk sikap, tindakan, prilaku, dan ucapan pimpinan KPK

12
2. Pimpinan KPK wajib menjaga kewenangan luar biasa yang dimilikinyademi
martabat KPK dan martabat pimpinan KPK dengan prilaku, tindakan, sikap,
dan ucapan sebagaimana dirumuskan dalam kode etik
3. Kode etik diterapkan tanpa toleransi sedikitpun atas penyimpangannya, dan
mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggarnya
4. Perubahan atas kode etik pimpinan KPK menurut keputusan ini akan segera
dilakukan berdasarkan tanggapan dan masukan dari masyarakat dan
ditetapkan oleh pimpinan KPK\

2.1.9 Kualitas Akuntansi Forensik

1. Kreatif, kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain


menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan
interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan suatu situasi
bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya
terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tak menyerah, kemampuan untuk maju terus pantang mundur
walaupun fakta (seolah – olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen
atau informasi sulit di peroleh.
4. Akal sehat, kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia
nyata
5. Business sense, kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis
sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana
transaksi dicatat.
6. Percaya diri, kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita
sehingga kita dapat bertahan dibawah cross examination.

2.2 AUDIT INVESTIGATIF

2.2.1 Pengertian Audit Investigatif

Audit Investigasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti


terkait kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan Negara dan /
atau perekonomian Negara, untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung

13
tindakan litigasi dan/atau tidakan korektif manajemen. Audit Investigasi dapat
dilaksanakan atas permintaan Kepala Daerah dan Aparat Penegak Hukum. Audit
Investigasi termasuk didalamnya audit dalam rangka menghitung kerugian
keuangan Negara, audit hambatan kelancaran pembagunan, audit eskalasi audit
klaim.
1. Audit Investigasi Hambatan Kelancaran Pembagunan (AIHKP ) adalah
proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait dengan permasalahan
hambatan kelancaran pembangunan untuk memperoleh kesimpulan yang
mendukung tindakan mediasi dalam penyelesaian masalah;
2. Audit Klaim adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait
klaim/tuntutan pihak ketiga untuk memperoleh simpulan sebagai bahan
pertimbangan bagi objek penugasan untuk mengambil keputusan
penyelesaian klaim/tuntutan;
3. Audit Eskalasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti
terkait adanya penyesuaian harga satuan dalam kontrak pengadaan
barang/jasa yang disebabkan oleh adanya inflasi atau kenaikan harga yang
disebabkan oleh kebiajakan pemerintah.

2.2.2 Pendekatan Audit Investigasi

Sebagaimana halnya penyelidikan dan penyidikan, audit investigatif bisa


dilaksanakan secara REAKTIF atau PROAKTIF.

1. REAKTIF
Audit investigatif dikatakan bersifat reaktif apabila auditor melaksanakan
audit setelah menerima atau mendapatkan informasi dari pihak lain mengenai
kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif
yang bersifat reaktif umumnya dilaksanakan setelah auditor menerima atau
mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi misalnya dari auditor
lain yang melaksanakan audit reguler, dari pengaduan masyarakat, atau
karena adanya permintaan dari aparat penegak hukum. Karena sifatnya yang

14
reaktif maka auditor tidak akan melaksanakan audit jika tidak tersedia
informasi tentang adanya dugaan atau indikasi kecurangan dan kejahatan.
2. PROAKTIF
Audit investigatif dikatakan bersifat proaktif apabila auditor secara aktif
mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi tersebut untuk
menemukan kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan sebelum
melaksanakan audit investigatif. Auditor secara aktif mencari, mengumpulkan
informasi dan menganalisis informasi-informasi yang diperoleh untuk
menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan. Audit
investigatif yang bersifat proaktif perlu dilakukan pada area atau bidang-
bidang yang memiliki potensi kecurangan atau kejahatan yang tinggi. Audit
yang bersifat proaktif dapat menemukan kemungkinan adanya kecurangan
dan kejahatan secara lebih dini sebelum kondisi tersebut berkembang menjadi
kecurangan atau kejahatan yang lebih besar. Selain itu Audit investigatif yang
bersifat proaktif juga dapat menemukan kejahatan yang sedang atau masih
berlangsung sehingga pengumpulan bukti untuk penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan kejahatan tersebut lebih mudah dilaksanakan.

Hasil dari suatu audit investigatif, baik yang bersifat reaktif maupun proaktif dapat
digunakan sebagai dasar penyelidikan dan penyidikan kejahatan oleh aparat
penegak hukum. Berdasarkan hasil audit tersebut, aparat penegak hukum akan
mengumpulkan bukti-bukti yang relevan sesuai dengan kaidah hukum yang
berlaku untuk kepentingan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.

2.2.3 Hal-hal Yang Dilakukan (kompetensi) Seorang Auditor Investigasi

a. Melakukan evaluasi atas system pengendalian intern.


b. Menentukan kekuatan dan kelemahan system pengendalian intern.
c. Merancang scenario kerugian dari indikasi kecurangan yang telah
terjadi berdasarkan kelemahan system pengendalian intern yang telah
teridentifikasi.
d. Mengidentifikasi situasi yang mencurigakan dan tidak biasa dalam
pembukuan/ laporan.

15
e. Mengidentifikasi transaksi-transaksi yang mencurigakan dan tidak
biasa.
f. Membedakan antara kesalahan manusia (Human error) biasa dan
kelalaian dengan indikasi kecurangan.
g. Menurut arus dokumen yang mendukung transaksi-transaksi.
h. Menurut arus dana masuk dan keluar rekening organisasi.
i. Mendapatkan dokumen pendukung yang mendasari transaksi yang
mencurigakan.
j. Menelaah dokumen yang meliputi kejanggalan-kejanggalan yang
terjadi.
k. Mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti.
l. Mendokumentasikan dan melaporkan suatu kegiatan yang berindikasi
kecurangan (korupsi) untuk tuntutan kriminal, perdata atau asuransi.
m. Memahami kebijakan, prosedur, praktek manajemen, administrasi dan
organisasi.
n. Menguji situasi organisasi di bidang motivasi dan etika.

2.2.4 Penyusunan Program Audit Investigasi

Disusun berdasarkan hasil telaahan informasi awal dan resume


pengembangan informasi yang dirinci dalam beberapa langkah yang bersifat
umum dan fleksibel. Program ini disusun dengan tujuan untuk memperoleh alat
bukti yang memadai guna memperkuat adanya:
a Penyimpangan yang merupakan unsur melawan hukum, bisa dilakukan
dengan sengaja atau akibat kelalaian dalam menjalankan kewajiban atau
tugas pokok dan fungsi.
b Unsur memperkaya diri, orang lain atau suatu badan atau korporasi.
c Unsur yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.

2.2.5 Pelaksanaan Program Dan Tehnik-tehnik Audit Investigasi

Tehnik audit yang tepat perlu dikembangkan dan dituntut untuk seorang
audit investigasi. Pengembangan kreatifitas ini perlu karena pada kenyataannya
kasus yang berindikasi kecurangan sulit dipolakan secara tegas, karena tergantung
kondisi dan hasil pengembangan di lapangan.
Cara umum tehnik-tehnik audit investigasi hampir sama dengan audit
keuangan maupun audit kinerja yaitu diarahkan untuk mendapatkan bukti-bukti,

16
namun karena audit ini lebih ditujukan kepada aspek hukum maka upaya
pengungkapan kejadian diharapkan lebih pasti atau dengan lain perkataan tingkat
keyakinan bukti yang diperoleh harus diterima oleh aspek hukum.
Tehnik audit yang dapat digunakan diantaranya :
a Inspeksi ( peninjauan )
Memeriksa dengan menggunakan panca indera terutama mata,
untuk memperoleh pembuktian atas sesuatu keadaan atau sesuatu masalah.
b Observasi ( pengamatan )
Memeriksa dengan menggunakan panca indera terutama mata,
yang dilakukan secara kontinyu selama kurun waktu tertentu untuk
memperoleh pembuktian atas sesuatu keadaan atau masalah. Kadang
observasi dikaitkan dengan melihat dari jarak jauh atau tanpa didasari oleh
pihak yang diamati.
c Wawancara
Tehnik audit dengan tanya jawab ( lisan/tertulis ) untuk
memperoleh pembuktian.
d Konfirmasi
Adalah pembuktian dengan mengusahakan informasi dari sumber
lain yang independen, baik secara lisan maupun tertulis.
e Analisa
Memecahkan atau menguraikan sesuatu keadaan atau masalah ke
dalam beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut
untuk dihubungkan dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang
lain.
f Vouching dan verifikasi ( audit bukti tertulis )
Memeriksa ke-autentik-an dan kelengkapan bukti yang mendukung
suatu transaksi. Verifikasi adalah audit atas ketelitian perkalian,
penjumlahan, pemilikan dan eksistensinya.
g Perbandingan
Usaha untuk mencari kesamaan dan perbedaan antara dua dan lebih
gejala/fenomena.

17
h Rekonsiliasi
Penyesuaian antara dua golongan data yang berhubungan tetapi
masing-masing dibuat oleh pihak-pihak yang independen ( terpisah ).
i Penelusuran ( trasir )
Kegiatan yang dilakukan dengan jalan menelusuri proses suatu
keadaan atas suatu masalah kepada sumber atau bahan pembuktiannya.
j Perhitungan kembali ( rekomputasi )
Menghitung kembali kalkulasi yang telah ada untuk menetapkan
kecermatannya.
k Penelaahan pintas ( scanning )
Melakukan penelaahan secara umum dan cepat untuk menemukan
hal-hal yang memerlukan audit lebih lanjut. Misal membaca dengan cepat
setiap lembaran catatan perusahaan untuk menemukan hal-hal penting,
atau yang tidak lazim atau disangsikan kebenarannya.
l Review analitis
Prosedur review analitis dapat digunakan mendeteksi area dengan
tingkat resiko yang tinggi untuk terjadi penyimpangan pelaporan
keuangan. Ada tiga jenis utama prosedur analitis : trend analitis, ratio
analitis dan modeling techniques.
Trend analisis digunakan untuk menguji trend saldo akun atau
perkiraan berbagai dasar untuk menentukan apakah data periode berjalan
secara potential salah buku (misstated), yaitu apakah data tersebut
menyimpang secara signifikan dibandingkan dengan data hisoris.
Tehnik analisis kecenderungan bervariasi. Dari mulai perbandingan
2 periode sampai dengan time-series model. Analisis ini adalah prosedur
analitis yang paling umum digunakan.
Analisis ratio; merupakan prosedur analisis secara serentak dua
atau lebih akun laporan keuangan. Misal current ratio, quik ratio, cash
ratio dan debt equity ratio.
m Pemaparan

18
Adalah tindakan untuk menjelaskan temuan audit agar diperoleh
gambaran secara jelas dan sistematis. Pemaparan berisikan antara lain :
resume dan kasus posisi, flowchart modus operandi beserta uraiannya.

2.2.6 Hasil Investigasi

Hasil audit investigasi tidak boleh dibocorkan kepada pihak yang tidak
berhak mengetahuinya, di mana hasil ini biasanya telah diklarifikasi dan
dibacakan ulang kepada si auditee, agar auditee mengerti sejauh mana investigasi
dan eksaminasi dilakukan dan hasil yang didapatkan. Disebut keperluan internal
karena sang auditor terikat dengan audit metodologi dengan melaporkan apa
adanya suatu hasil investigasi dan auditor free to comment kepada atasannya
dalam mengemukakan pendapatnya sebagai seorang auditor berdasarkan temuan
dan dikategorikan preliminary summary (hasil sementara).
Hasil atau kesimpulan sementara ini akan disikusikan dengan bos sang
auditor sebelum dibuatkan keputusan final dan keputusan final hasil audit yang
disebut executive summary akan dibuat oleh kepala audit kepada siapa sang
auditor bertanggung jawab.
Hasil audit investigasi dapat dianggap dan digunakan sebagai bukti awal
untuk menunjang suatu pembuatan BAP oleh kepolisian atau kejaksaan atau bukti
pendahuluan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi bila memang suatu fraud
diduga terjadi yang mengarah kepada suatu peristiwa kriminal atau crime acts,
dalam hal ini adalah korupsi.
Audit investigasi adalah sebuah pekerjaan profesional atau expert works.
Oleh karena itu, seorang fraud auditor harus mempunyai pengetahuan yang cukup,
dan selayaknya seorang fraud auditor adalah seorang auditor yang telah diakui
kecakapannya dengan mengantongi CFE (Certified Fraud Examiner) yang
dikeluarkan Instute of Internal Auditor (IIA) melalui tahapan penguasaan
beberapa modul yang telah dipersyaratakan secara internasional.
Analisis fraud adalah merupakan tanggung jawab internal auditor untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya kecurangan melalui pemeriksaan data laporan

19
keuangan dan terjadinya penyimpangan dalam proses tender, inventaris barang,
sistem perpajakan, dan dapat juga pada sistem penggajian. Jika terdapat indikasi
positif, selanjutnya dilakukan pemeriksaan menyeluruh yang akan dilakukan oleh
seorang fraud auditor, di mana kegiatan ini disebut dengan audit investigasi.
Kesimpulan akhir dari audit investigasi akan disampaikan kepada lembaga
yang berwenang, seperti kejaksaan, kepolisian, komite anti korupsi, bila diminta,
dengan mengikuti aturan main atau undang-undang yang dibuat untuk itu-
bilamana ada-oleh kepala atau manajer audit setelah sebelumnya dilakukan
penjelasan kembali (debriefing) dengan pihak atau atasan dari si auditee.
Seorang fraud auditor tidak boleh melakukan deal dengan sang auditee
menyangkut hasil audit investigasi ataupun dengan orang lain yang
berkepentingan dengan hasil audit. Apabila hal tersebut dilakukannya, dia dapat
dikenai sangsi sesuai aturan yang ada untuk itu. Boleh dikatakan fraud auditor
adalah orang suci yang bergeming dengan tawaran yang mungkin diberikan oleh
daerah terperiksa, di samping pekerjaannya penuh risiko ancaman dari terperiksa.
Untuk itu memang sangat diperlukan undang-undang proteksi bagi
seorang fraud auditor, termasuk perlindungan bagi saksi suatu perkara.
Selayaknya imbalan atau gaji seorang fraud auditor harus sepadan dengan risiko
pekerjaannya karena sejarah mencatat di mana pun di dunia ini seorang fraud
auditor selalu menghadapi risiko terhadap pekerjaannya, bergantung pada besar
kecilnya suatu pemeriksaan yang dilakukannya.

2.2.7 Standar Audit Investigatif

Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Oleh karena itu, dalam
pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan adanya standar tersebut. Dengan
standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang memakai laporan audit, dan
pihak – pihak lain dapat mengukur kerja si auditor.

20
K.H Spencer Picket dan Jennifer Picket merumuskan beberapa standar
untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rajuk adalah
investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
Standar tersebut adalah :
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik yang diakui (accepted best
practices)
2. Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga
bukti – bukti tadi dapat diterima di pengadilan
3. Pastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks
dan jejak audit tersedia
4. Pastikan bahwa para investigatormengerti hak – hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya
5. Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan
kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik
dalam kasus hukum dan administratif maupun hukum pidana
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat
kritis ditinjau dari segi waktu
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontakdengan pihak
ketiga , pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikut tata cara
atau protokol, dokumentasi dan penyelenggara catatan, melibatkan / dan atau
melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

Standar – standar ini akan dijelaskan di bawah dengan konteks Indonesia :


Standar 1
Seluruh investigasi harus dilandasi praktik – praktik terbaik yang diakui (accepted
best practice). Dalam istilah ini tersirat dua hal. Pertama, adanya upaya
membandingkan antara praktik – praktik yang ada dengan merujuk kepada yang
terbaik pada saat itu. Upaya ini disebut benchmarking. Kedua, upaya
benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
Standar 2
Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti
– bukti tadi dapat diterima di pengadilan.

21
Standar 3
Pastikn bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan
diindeks dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi
apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi
sudah dilakukan dengan benar
Standar 4
Pastikan bahwa para investor mengerti hak – hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormati. Kalau investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi
pegawai yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
Standar 5
Beban pembuktian ada pada perusahaan yang menduga pegawainya melakukan
kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik
dalam kasus hukum administrasi maupun kasus pidana.
Standar 6
Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi
keterbatasan waktu. Dalam menghormati asas praduga tidak bersalah, hak dan
kebebasan seseorang harus dihormati.
Standar 7
Liput seluruh kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti., wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau
protocol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi,
kewajiban hokum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akuntan Forensik adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi


dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum.
Meskipun demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus
dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode kuantitatif, bidang-
bidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan investigatif dalam
mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan
menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan
(litigation), dan juga bisa berperan dalam bidang hukum diluar pengadilan (non
litigation). Misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian
perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung
dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.

23
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. 2012. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif. Jakarta:


Salemba Empat.

http://www.antikorupsi.org diakses pada 6 Desember 2015.

Chen, Y.-J., Liou, W.-C., Chen, Y.-M., & Wu, J.-H. (2018). Fraud detection for financial
statements of business groups. International Journal of Accounting Information System.
doi:10.1016/j.accinf.2018.11.004

Deakin, S., & Konzelmann., S. (2004). Learning from Enron. Corporate Governance – An
International Review, 12(2), 134-142.

Diany, Y. A., & Dwi, R. (2014). Determinasi Kecurangan Laporan Keuangan: Pengujian
Teori Fraud Triangle. Diponegoro Journal of Accounting, 3(2).

Fimanaya, F., & Syafruddin., M. (2014). Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


Kecurangan Laporan Keuangan (Studi empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011). Diponegoro Journal of Accounting,
3(3).
Husmawati, P., Septriani, Y., Rosita, I., & & Handayani, D. (2017, October 13-15).

Fraud Pentagon Analysis in Assessing the Fraud Pentagon Analysis in Assessing the
Likelihood of Fraudulent Financial Statement ( Study on Manufacturing Firms Listed in
Bursa Efek Indonesia Period 2013-2016 ). International Conference of Applied Science on
Engineering, Business, Linguistics and Information Technology (ICo-ASCNITech), 45-51.

24
Ikatan Akuntan Indonesia, (. (2009). Standar Akuntansi Keuangan (2009 ed.). Jakarta:
Salemba Empat.

Indarto, S. L., & Ghozali, I. (2016). Fraud Diamond: Detection Analysis on the Fraudulent
Financial Reporting. Risk Governance and Control: Financial Markets & Institutions, 6(4),
116-123. doi:10.22495/rcgv6i4c1art1

Kassem, R., & Higson, A. (2012). The New Fraud Triangle Model. Journal of Emerging
Trends in Economics and Management Sciences (JETEMS), 3(3), 191-195.
Kieso, D. E., Weygant, J. J., & dan Warfield, T. D. (2011). Intermediate Accounting
(Vol. 1). United States of America: IFRS Edition.

25

Anda mungkin juga menyukai