Anda di halaman 1dari 11

BAB 4

Topografi Akuntansi Perpajakan


4.1. INFORMASI AKUNTANSI
Akuntansi merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan laporan kuantitatif
mengenai suatu entitas ekonomis sebagai dasar untuk pengambilan suatu keputusan
ekonomis terhadap beberapa alternatif yang tersedia, sedangkan akuntansi pajak
merupakan bagian dari akuntansi yang berhubungan dengan penyajian informasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pada dasarnya tidak ada satu batasan yang tajam antara informasi nonkeungan (nonmonetary information) dan informasi keuangan (monetary information), karena tidak
jarang informasi nonkeuangan tersebut di cantumkan dalam laporan keuangan dalam
rangka memperjelas laporan keuangan tersebut.
Pada umumnya informasi yang di perlukan dalam rangka pengelolaan perusahaan
adalah:
1. Informasi operasional (operating information)
2. Informasi akuntansi keuangan (financial accounting information)
3. Informasi akuntansi manajemen (manajemen accounting information)
4. Informasi akuntansi perpajakan (tax accounting information)
4.2. INTI PERSOALAN PERPAJAKAN
Inti persoalan perpajakan adalah siapa yang harus membayar pajak
dan berapa besarnya pajak yang terutang. Persoalan tentang siapa yang harus
membayar pajak adalah persoalan subjek pajak yang terdiri dari orang pribadi atau
badan, sedangkan besaran pajak terutang, menyangkut masalah objek pajak, tarif
pajak dan pengenanaan pajak.Apabila di dalam subjek pajak terdapat objek pajak
terfapat objek pajak, maka dia disebut wajib pajak (taxpayer) dan apabila tarif
dikalikan dengan dasar pengenaan pajak, maka akan di peroleh pajak terutang.
4.3. SISTEM SELF ASESSMENT
Sistem pemungutan yang di anut Indonesia saat ini ialah sistem menetapkan sendiri
(self asessment) yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan wajib oleh wajib pajak
sendiri yang dilakukannnya dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Menurut Carl S
Shoup, sistem self asessment merupakan tipe ke 6 dari tipe administrasi perpajakan.
Dalam tipe ke 6 ini wajib pajak mendapatkan beban yang berat, karena wajib pajak
harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat Pemberitahuannya,
menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengakulasi jumlah pajak yang terutang dan
melunasi pajak yang terutang atau yang mengangsur jumlah pajak yang terutang.

Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:
1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran
serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban
perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
2. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan
kewajiban di bidng perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri.
Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban
melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang di gariskan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan
kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan
membayar sendiiri pajak yang terutang (self asessment), sehingga melalui sistem ini
pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi,
terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib
Pajak.
Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit pajak tersebut dapat berupa:
1. Kurang bayar, yang terjadi karena jumlah pajak yang terutang lebih dari kredit
pajak yang harus di lunasi selambat-lambatnya tanggal dua puluh lima bulan ketiga
setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir sebelum Surat Pemberitahuan
itu disampaikan.
2. Lebih bayar,yang terjadi karena jumlah pajak yang terutang lebih kecil daripada
pajak, yang dapat dimintakan restitusi atau dilakukan kompensasi dengan pajakpajak yang belum dilunasi atau yang akan di lunasi.
3. Nihil bayar, yang terjadi karena jumlah pajak yang terutang sama besar dengan
jumlah kredit pajak.
Cara pendekatan yang diungkapkan oleh kelompok kerja standar akuntansi OECD,
dalam laporan seri harmonisasi standar akuntansi, sebagai solusi antara akuntansi
dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan secara dominan
mewarnai praktik pajak akuntansi, walaupun telah disusun laporan keuangan
berdasarkan standar akuntansi keuangan, laporan keuangan fiskalnya hendaklah di
selenggarakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tanpa
eksepsi terhadap ketidaksamaan standar.

2. Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan


standar independen yang terpisah dari standar akuntansi keuangan, maka laporan
keuangan dapat disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan dan laporan
keuangan fiskal disusun secara terpisah di luar jaringan pembukuan melalui
rekonsiliasi.
3. Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan sisipan dari
standar akuntansi keuangan yang disebut sebagai konsep common basis yang
mengatakan bahwa pada umumnya ketentuan akuntansi pajak menggarisbawahi
(mengikuti) prinsip akuntansi keuangan karena prinsip akuntansi keuangan telah
dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan.
4.4. PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DENGAN
LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Masalah perbedaan laporan keuangan komerisal dengan laporan keuangan fiskal
sama halnya dengan masalah akuntansi pajak, sehingga akuntansi pajak umumnya
menyangkut masalah kapan suatu penghasilan diakui sebagai penghasilan dan
kapan suatu biaya diakui sebagai pengurangan dari penghasilan tersebut.
Perbedaan utama antara laporan keuanagan komersial dengan laporan keuangan
fiskal disebabkan karena perbedaan tujuan serta dasar hukumnya, walaupun dalam
beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi pajak yang mengacu kepada
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan akuntansi keuangan yang
mengacu pada standar akuntansi keuangan.
Apabila ditelusuri lebih lanjut, ternyata penyebab perbedaan antara akuntansi pajak
dengan akuntansi keuangan antara lain karena:
1. Tujuan utama akuntansi keuangan adalah pemberian informasi penting kepada
manajer, pemegang saham, pemberi kredit dan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya dan merupakan tanggung jawab para akuntan untuk melindungi pihak-pihak
tersebut dari informasi yang menyesatkan.
2. Sebaliknya, tujuan utama sistem perpajakan (termasuk akuntan pajak) adalah
pemungutan pajak yang adil dan merupakan tanggung jawab Direktorat Jendral
Pajak untuk melindungi para pembayar pajak dan tindakan semene-semena.
3. Sejalan dengan tujuan dan tanggung jawab tersebut di atas, prinsip yang dianut
dengan akuntansi keuangan adalah prinsip konservatif, sehingga kemungkinan
kesalahannya lebih cenderung kepadaunderstatment pelaporan penghasilan atas
asetnya dibangdingkan dengan laporan overstatment.

4. Disamping perbedaan acuan yang dianut dalam penyusunan laporan keuangan


untuk kepentingan perpajakan, dari sudut pandang Direktorat Jendral Pajak laporan
keuangan yang understatmenttersebut, tentunya tidak dapat dipakai sebagai dasar
untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang.
5. Alat dan prosedur pembayaran pajak
Pada penjualan secara kredit, setiap angsuran yang diterima dan si pembeli terdiri
dari komponen pembayaran pokok, bunga dan keuntungan si penjual.
6. Kepastian
Dalam rangka membandingkan antara penghasilan dengan biaya, pada akuntansi
keuangan masih terdapat kemungkinan untuk melakukan taksiran-taksiran. Piutang
tidak tertagih yang dapat di biayakan, apabila piutang tersebut secara nyata benarbenar tidak dapat di tagih, dengan membuat daftar para piutang tidak tertagih
tersebut yang sudah di ajukan untuk di proses secara hukum.
7. Pembukuan atau pencatatan
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib pajak yang
menyelenggarakan pembukuan, di haruskan melampirkan laopran keuangannya pada
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang di sampaikan ke Direktorat
Jendral Pajak, dengan catatan yang Surat Pemberitahuan yang di serahkan tersebut
haruslah benar-lengkap-jelas.
8. Dampak sosial dan ekonomi
Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan digunakan untuk kepentingan
peraturan suatu investasi atau merupakan insentif guna pengembangan usaha social
dan ekonomi, seperti biaya reklamasi, bantuan makan yang disediakan ditempat
kerja, zakat dan pengecualian- pengecualian dalam keadan tertentu yang selama ini
tidak dikenal sebagai biaya fiscal, pada kondisi terentu dapat dikurangkan sebagai
biaya fiskal.
Laporan keuangan versi Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Menurut Standar Akuntansi Keuangan, tujuan laporan keuangan adalah
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
rangka pengambilan keputusan.
A. Informasi Posisi Keuangan
Informasi posisi laporan keuangan terutama disediakan dalam Neraca.
B. Informasi Kinerja Perusahaan

Informasi kinerja perusahaan terutama disediakan dalam Laporan Laba Rugi.


Informasi ini bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam
meghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk membantu perumusan
pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaakan tambahan sumber
daya.
C. Informasi Perubahan Posisi Keuangan
Informasi perubahan posisi keuangan disajikan dalam Laporan arus kas.
Informasi dalam laporan keuangan memiliki beberapa keterbatasan, yaitu :
1) Laporan keuangan bersifat historis, yaitu laporan atas kejadian yang telah lewat
2) Laporan keuangan bersifat umum dan bukan dimaksud untuk memenuhi
kebutuhan pihak tertentu.
3) Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan takiran dan
berbagai pertimbangan.
4) Akuntasi hanya melaporkan informasi yang material
5) Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menhadapi ketidakpastian.
6) Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa /
transksi daripada bentu hukumnya (formalitas)
7) Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis dan
diasumsikan pemakai laporan keuangan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat
informai yang dilaporkan.
8) Adanya berbagai alternative metode akuntansi yang dapat digunakan
menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat
kesuksesan antar perusahaan.
9) Informasi yang bersifat kualitatif danfakta yang tidak dapat dikalifikasikan
umumnya diabaikan.
Laporan Keuangan versi Ketentuan Peraturan Perundang - Undangan
Perpajakan
Beberapa prinsip akuntansi yang menjadi fokus perbedaan akuntansi pajak
adalah :
Pengakuan penghasilan dan biaya : Rekondisi penghasilan dan biaya antara
setandar akuntansi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
hamper sebagian besar tidak terdapat perbedaan akan tetapi beberapa perbedaan
seperti pemberian dalam bentuk notura, bantuan/ sumbangan, hibah dll.
Konsistensi : pada metode akuntansi yang harus diaplikasikan secara taat asas
dari waktu kewaktu ketentuan, peraturan perundang-undangan perpajakan juga
menganut hal yang sama tetapi kadang kala terdapat penyimpangan dari ketentuan
tersebut.
Konservatisme : Untuk mengantisipasi resiko dimasa yang akan dating biayanya
diakualisasikan dalam pembentukan dan pemupukan dana cadangan atau

menggunakan nilai ganti terhadap persediaan, tanpa klaim yang terealisasi.


Sedangkan otoritas pajak akan meneliti secara sesame setiap elemen yang akan
mengurangi dasar pengenaan pajaknya.
Going concern or contuinity (kesinambungan) : Para akuntan mengansumsikan
bahwa tanpa bukti yang kuat tentang hal likuidasi, suatu entitas akan beropasi selama
mungkin tanpa dibatasi oleh waktu. Tetapi menurut peraturan perundang-undangan
perpajakan yang mengatur kompensasi kerugian menunjukan hal yang berbeda.

METODE AKUNTANSI (ACCOUNTING METHOD)


Persyaratan teoritis yang diberlakukan terhadap metode akuntansi untuk
kepentingan perpajakkan adalah :
1. Metode kuntansi haruslah sesuai (conform) dengan pembukuan atau akuntansi
pada umumnya
2. Metode akuntansi hendaknya dengan jelas mencerminkan penghasilan
perusahaan yang bersangkutan
3. Untuk memenuhi ketentuan tersebut (nomor 1 dan 2), wajib pajak dapat
menggunakan salah satu metode akuntansi berikut ini :
Stelsel kas
Stelsel akrual
Kombinasi antara stelsel kas dan stelsel akrual sesusi dengan peraturan
perundang- undangan perpajakan yang dikenal dengan metode hibrida
Metode lainnya yang diperkenankan oleh ketentuan peraturan perundangundangan perpajakkan seperti metode cicilan dan metode persentase penyelesaian.
4. Wajib pajak yang kegiatan usahanya terdiri dari perdagangan dan bisnis lainnya,
dapat menggunakan metode akuntansi yang berbeda-beda antara perdagangan dan
bisnis lainnya tersebut.
5. Perubahan suatu metode akuntansi yang digunakan wajib pajak, haruslah terleni
dahulu mendapat izin dari direktur jenderal pajak.
A. Stelsel Kas
Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas
penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas,
penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima
secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya
apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.
Dalam perhitungan Pajak Penghasilan dengan memakai stelsel kas harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Perhitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh


penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjual harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan
melalui penyusutan dan amortisasi.
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asa (konsisten).
Keunggulan Stelsel Kas
Wajib pajak dapat mengawasi dengan hampir sempurna atas semua pengeluaran
yang dapat dikurangkan dari penghasilannya.
Wajib pajak tidak akan membukukan penghasilannya sebagai penghasilan
hingga saat penghasilan tersebut benar-benar diterima
Pengeluaran-pengeluaran wajib pajak tidak akan dikurangkan dari
penghasilannya sampai saat pengeluaran tersebut benar-benar dibayar.
Apabila pada akhir tahun terdapat pengeluaran-pengeluaran yang masih harus
dibayar, wajib pajak dapat melakukan pembayaran terlebih dahulu atas pengeluaran
tersebut dengan tujuan agar terdapat pengeluaran yang cukup besar dalam tahun
yang terkait dengan demikian dapat mengurangi beban pajaknya.
Kendala Yang Terdapat Pada Stelsel Kas
Jarang sekali penerimaan dan pengeluaran kas yang benar-benar telah diterima
dan telah dibayar tersebut, mencerminkan penghasilan sesungguhnya dari usaha
tahun yang terkait.
Penghasilan yang dihitung denan stelsel kas ini, memperlihatkan penghasilan
yang jauh berbeda dengan penghasilan yang benar-benar merupakan penghasilan
tahun yang bersangkutan.
Stelsel kas ini dapat mengakibatkan distorsi penghasilan dari tahun ke tahun.
Terkadang pembayaran pajak yang dilakukan dalam tahun yang bersangkutan
melebihi jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
Meratakan Penghasilan
Cara meratakan penghasilan adalah dengan menunda melaporkan penghasilan
sampai wajib pajak tersebut siap dan merasa mampu untuk membayar pajaknya. Hal
ini merupakan hal yang tidak sulit bagi wajib pajak yang menggunakan stelsel kas,
karena adanya ketentuan tentang pengertian penghasilan yang benar-benar sudah
diterima saja yang akan dilaporkan.
B.

Stelsel Akrual
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam
arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang.

Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar
secara tunai.
Keunggulan Stelsel Akrual
Stelsel ini mencerminkan penghasilan yang lebih akurat dibandingkan dengan
stelsel kas, karena penghasilan dan pengeluaran wajib pajak dapat dicocokkan satu
sama lainnya dan hal ini akan mendekati kebenaran apabila wajib pajak
menggunakan natural business year
Pengawasan terdapatnya penghasilan dapat dilakukan dengan cara menentukan
kapan penghasilan tersebut dianggap sebagai penghasilan.
Apabila digunakan periode waktu yang kurang lebih sama setiap tahunnya dan
kurang lebih sama pula tarifnya, maka penghasilan setiap tahunnya identik pula.
Wajib pajak yang menggunakkan stelsel akrual dapat mengurangi fluktuasi
tersebut secara berhati- hati dalam menangani masalah piutang ragu- ragu.
Kendala Yang Terdapat Pada Stelsel Akrual
Wajib pajak harus melaporkan penghasilannya yang secara pasti belum
diterimanya dalam bentuk kas (tunai) dan sebagai akibatnya perusahaan harus
menyisihkan sebagian dari hasil penerimaan kasnya untuk keperluan pembayaran
pajak penghasilan yang belum pasti diterima.
Tidak terdapat pengendalian terhaap biaya-biaya yang sesungguhnya dibayar dan
biaya-biaya yang masih harus dibayar, yang ada hanyalah pengendalian terhadap
tanggal tanggal pembayaran yang bener-benar sudah terjadi.
Formula Perhitungan Pajak Penghasilan Yang Terhutang
1
Jumlah seluruh penghasilan
2
(-)
Penghasilan yang tidak Objek Pajak Penghasilan
(=)
Penghasilan Bruto
3
(-)
Biaya fiskal dapat dikurangkan
4
(+/-) Koreksi Biaya fiskal tidak dapat dikurangkan
(=)
Penghasilan Neto
5
(-)
Kompensasi kerugian (bila ada)
6
(-)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (WP Perseorangan)
(=)
Penghasilan Kena Pajak
7
(x)
Tarif
(=)
Pajak penghasilan Terhutang
8
(-)
Kredit Pajak
(=)
Pajak Penghasilan Lebih bayar/ Kurang bayar/ Nihil
1. Pengertian penghasilan diatur dalam pasal 4 ayat (1) dan pasal 5 ayat (1) khusus
Bentuk Usaha Tetap

Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi: Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
2. Penghasilan yang tidak Objek Pajak Penghasilandi atur dalam pasal 4 ayat (3)
3. Biaya fiskal dapat dikurangkan diatur dalam pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) khusus
untuk Bentuk Usaha Tetap, pasal 6 ayat (1), pasal 11 dan pasal 11A sepanjang yang
menyangkut penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud
4. Koreksi Biaya fiskal tidak dapat dikurangkan diatur dalam pasal 9 ayat (1) dan
ayat (2)
5. Kompensasi kerugian diatur dalam pasal 6 ayat (2)
6. Penghasilan Tidak Kena Pajak diatur dalam pasal 6 ayat (3) dan pasal 7
7. Tarif pajak diatur dalam pasal 17
8. Kredit Pajak diatur dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, dan
pasal 25.
A.

PENGHASILAN

Menurut Standar Akuntansi Keuangan Bab Pendahuluan paragraf 70,


Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewaiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal.
Pengertian penghasilan menurut ketentuan praturan perpajakan perundangundangan perpajakan adalah Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dilihat dari segi mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak
Penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti
gaji, honorarium, penghasilan notaris dll.
Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak atau pun harta tak gerak seperti
bunga dividen dll.
Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah dan sebagainya.

Semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak
digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian apabila
dalam satu tahun pajak ssuatu usaha atau kegiatan mengalami kerugian maka
kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali
kerugian tersebut terjadi pada kegiatan atau usaha di luar negeri. Namun demikian
apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau
dikecualikan dari objek pajak maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan
dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
B.

BEBAN ATAU BIAYA

Devinisi
beban
menurut
Standar
Akuntansi
Keuangan
Bab
Pendahuluan pargraf 70 (b) disebutkan bahwa : Beban adalah penurunan manfaat
ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya
aktiva atau terjadinya kewajibanyang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak
menyangkut pembagian kepada penanaman modal.
Pengertian Beban/ Biaya Menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan.
Seperti halnya penghasilan, ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan
tidak menetapkan secara spesifik definisi beban dan pengakuannya akan tetapi
disatukan dalam pengertian penguranganyang diperkenankan dari penghasilan bruto
dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Pasal yang terkait
dengan pengertian biaya fiskal dapat yang dikurangkan terlihhat pada pasal 6
Undang-undang Pajak Penghasilan.
C. Tarif Pajak
Untk menghitung besarnya pajak yang terutang, penghasilan kena pajak di kalikan
dengan tariff umum yang diatur dalam pasal 17 berikut ini:
Pasal 17
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi:
a. Wajib pajak orang pribadi dalam negri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan kena pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000 (dua puluh 5% (lima persen)
lima juta rupiah)
Di atas Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta 10% (sepuluh persen)
rupiah) s/d Rp 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah
Di atas Rp 50.000.000 (lima puluh juta 15% (dua puluh lima persen)
rupiah) s/d 100.000.000 (seratus juta
rupiah)
Di atas Rp 100.000.000 (seratus juta 25% (dua puluh lima persen)

rupiah) s/d Rp 200.000.000 (dua ratus juta


rupiah)
Di atas Rp 200.000.000 (dua ratus juta 35% (tiga puluh lima persen)
rupiah)
b. Wajib Pajak Badan dalm negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagi berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 (lima puluh 10% (sepuluh persen)
juta rupiah)
Di atas Rp 50.000.000 (lima puluh juta 15% (lima belas persen)
rupiah) s/d Rp 100.000.000 (seratus juta
rupiah)
Di atas Rp 100.000.000 (seratus juta 30% (tiga puluh persen)
rupiah)
D.

Kredit Pajak

Besarnya pajak yang terutang dapat diperhitungkan dengan kredit pajak yang
dilunasi oleh wajib pajak dalam waktu berjalan. Perihak kredit pajak ini diatur dalam
pasal 20, pasal 28, pasal 29, pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 25 Undangundang pajak penghasilan.
Contoh Soal :
Penghasilan PT. X tahun 2000
Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih
dapat di kompensasi
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2000

Rp. 120.000.000
Rp. 150.000.000
Rp. 30.000.000

Perhitungan pajak penghasilan pasal 25 tahun 2001 adalah :


Penghasilan yang dipakai dasar perhitungan angsuran pajak penghasilan pasl 25 =
Rp.120.000.000 Rp.30.000.000 = Rp. 90.000.000
Pajak penghasilan terhutang :
10% x Rp.50.000.000 = Rp. 5.000.000
15% x Rp.40.000.000 = Rp. 6.000.000 (-)
Rp. 11.000.000
Apabila pada tahun 2000 tidak ada pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut
oleh pihak lain, dan pajak yang dibayar atau terhutang diluar negeri sesuai ketentuan
pasal 24, maka besarnya angsuran pajak bulanan PT.X tahun 2001 = 1/12 x
Rp.11.000.000=RP. 916.666,67 (dibulatkan Rp. 916.666,00)

Anda mungkin juga menyukai