Anda di halaman 1dari 16

AKUNTANSI FORENSIK

“INVESTIGASI PENGADAAN”
Dosen : Ni Made Sunarsih, SE.,M.Si

Disusun Oleh Kelompok 11:

1. Ni Ketut Ari Ulandari (23)


2. Ni Made Anik Marsini (27)
3. Putri Dwi Ekayanti (37)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

2020
INVESTIGASI PENGADAAN

A. PENGANTAR
Pengadaan merupakan salah satu sumber korupsi terbesar dalam sektor keuangan
publik. Tiap-tiap tahun BPK maupun BKPP, melaporkan kasus pengadaan yang mengandung
unsur tindak pidana korupsi.
Pembaca dapat memperkirakan potensi kerugian Negara, hanya dari beberapa
pengeluaran dalam Realisasi Belanja Negara di tingkat Pemerintah Pusat yang berikut :

Tahun Pengeluaran (Rp miliar) Penjelasan tentang pengeluaran


2000 42.879 Pengeluaran Pembangunan
2001 41.585 Pengeluaran Pembangunan
2002 37.235 Pengeluaran Pembangunan
2003 69.247 Pengeluaran Pembangunan
2004 90.559 Belanja Barang, Modal dan Lain-lain
2005 94.885 Belanja Barang, Modal dan Lain-lain

Realisasi seluruh belanja Negara (Pusat dan Daerah) untuk tahun 2004 adalah Rp 294
triliun, sedangkan untuk tahun 2005, Rp 357 triliun.
Majalah Tempo melaporkan dugaan korupsi di BUMN per 17 Oktober 2005. Dari 17
BUMN dengan 30 dugaan kasus korupsi, 10 BUMN dengan 15 kasus diantaranya merupakan
kasus pengadaan barang dann jasa.
Kerugian Negara
No. BUMN Kasus Modus
Rp US$
Pengadaan barang Manipulasi harga 70
1. PT BRI, Tbk
dan Jasa IT
Pembangunan kapal Rekayasa proses kerja 24
2. PT ASDP
Cina sama, mark-up harga
Pembellian kapal Rekayasa proses 22
3. PT ASDP Korea pengadaan kapal, mark-up
harga
Pengadaan Customer Pelanggaran terhadap 337
Information System prosedur pengadaan
4. PT PLN,Tbk
barang & jasa, mark-up
harga
Pembelian Gedung Pelanggaran terhadap 55
PT Pupuk Siemens Kebon Sirih prosedur pengadaan
5.
Kaltim, Tbk barang & jasa, mark-up
harga
6. PT Pengadaan barang Pelanggaran ketentuan 45
Indofarma, pengadaan barang
Tbk
Penyimpangan Pelanggaran ketentuan 1,8
kerjasama pengadaan barang
7. PT Pelindo II
pengoperasian
container
Pengadaan 2 unit Pelanggaran terhadap 0,1
kapal tunda prosedur pengadaan
8. PT Pelindo II
barang & jasa, mark-up
harga
Pekerjaan docking Pelanggaran terhadap 2
9. PT Pelindo II kapal tunda prosedur pengadaan
barang & jasa
Mark-up Penyimpangan prosedur 2
pembangunan unit pengadaan
10. Perum Bulog
pengelolaan gabah
beras
Manipulasi dalam Pelanggaran terhadap 1
PT Jakarta pengadaan kapal prosedur pengadaan
11.
Lloyd Caraka Jaya Niaga barang & jasa, mark-up
III harga
Dugaan mark-up Pelanggaran terhadap 4,8
dalam impor kcl prosedur pengadaan
PT Petro
12. barang & jasa, Pengadaan
Kimia Gresik
dilakukan melebihi
kebutuhan
Proyek Rehabilitasi Dugaan mark-up 6
PT Petro dan Fleksibilitas
13.
Kimia Gresik Operasi Pabrik
Pupuk Fosfat
PT Penyelewengan Pelanggaran terhadap 7.150
14. Pembangkit dalam pembangkit prosedur pengadaan
Jawa Bali PLTU Cilacap barang & jasa
Penyelewengan Pelanggaran terhadap 540
PT
dalam pengadaan prosedur pengadaan
15 Pembangkit
pembangkit PLTG barang & jasa
Jawa Bali
Muara Tawar
Jumlah 8.232 8,9
Catatan : Kerugian dalam rupiah dinyatakan dalam miliadran rupiah. Sedangkan angka
U.S.dollar dinyatakan dalam jutaan.
PENGADAAN PUBLIK – SUMBER UTAMA KEBOCORAN NEGARA
Sistem pengadaan publik Indonesia secara luas diyakini merupakan sumber utama bagi
kebocoran anggaran, yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberikan sumbangan
besar terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat miskin Indonesia. Suatu sistem
pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk memastikan bahwa dana publik
dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan efektivitas pembangunan.
Apa yang membuat sistem pengadaan yang baik ? Supaya berfungsi efektif, suatu rezim
pengadaan perlu mencakup ciri-ciri sebagai berikut :
 Kerangka hukum yang jelas, komprehensif dan transparan yang mewajibkan
 Kejelasan tentang tangungjawab-tanggungjawab dan akuntabilitas fungsional
 Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan untuk
pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut
 Suatu mekanisme penegakan
 Staf pengadaan yang terlatih baik

B. SISTEM PENGADAAN INDONESIA TIDAK BERFUNGSI


Kajian Pengadaan Nasional Bank Dunia untuk Indonesia menyimpulkan bahwa sistem
pengadaan tidak berfungsi dengan baik. “ia tidak dipacu oleh pasar, rentan terhadap
penyalahgunaan dan penyelewengan, dan menurunkan nilai yang dibayar dari dana-dana
publik”
Aturan kolusif ini terjadi dengan keterlibatan aktif pejabat-pejabat permerintah.
Mekanisme-mekanisme pemberian kontrak berbeda-beda. Para penawar dalam lingkaran
kolusif bisa bergilir memperoleh kontrak, atau mereka bisa mengambil bagian di dalam suatu
lelang di mana perusahaan menawarkan presentase dari nilai kontrak untuk dibagi dengan
perusahaan-perusahaan lain dari lingkaran tersebut. Asosiasi-asosiasi bisnis seperti Gapensi,
yang ditudung telah berperan dalam pengaturan-pengaturan kolusif.

C. MENGAPA KERANGKA AKUTABILITAS UNTUK PENGADAAN GAGAL


Kerangka Akuntabilitas untuk pengadaan publik di Indonesia cacat dalam beberapa hal.
1. Kerangka hukum cacat
Para eksekutif dari legislative pemerintah telah gagl menyediakan kerangka
hukum efektif untuk pengadaan publik. Tidak ada undang-undang pengadaan nasional
selain undang-undang kontruksi (UU No. 18/1999), Keputusan presiden yang mengatur
pengadaan diluar kontruksi (Keppres No.18/2000).
Keppres No18/2000 juga mempunyai kelemahan-kelemahan lain. Ia tidak
menyatakan dengan jelas bahwa ia menggantikan keputusan-keputusan presiden
sebelumnya; sebaliknya, ia menyiratkan bahwa beberapa di antara peraturan tersebut
masih berlaku. Bahwa pengadaan barang publik dipandu oleh keputusan presiden, dan
bukan oleh suatu undang-undang yang meniru praktek terbaik internasional,
mencerminkan rendahnya nilai penting yang dikenakan oleh penguasa untuk
memastikan pengadaan barang yang bersih.
2. Pemerintah tidak terorganisasi untuk menangani pengadaan
Pemerintah tidak mengorganisasikan dirinya untuk pengadaan publik. Ia tidak
punya badan yang jelas harus bertanggung jawab untuk kebijakan dan pemantauan
pengadaan publik.
3. Intensif-intensif terdistorsi
Akibat pamong praja yang dikelola dengan buruk serta peradilan yang lemah,
kerangka insentif melenceng jauh sehingga tidak ada imbalan untuk efisiensi dan
kejujuran dan tidak ada hukuman untuk korupsi. Baik pimpro maupun anggota panitia
lelang menghadapi intensif-intensif kuat untuk berpartisipasi dalam korupsi dan kolusi:
 Bagian mereka dari hasil lingkaran kolusif yang mendominasi pengadaan publik
mungkin sekali relative sangat tinggi terhadap gaji dan tunjangan kerja
 Tidak adanya mekanisme keluhan yang tepat serta tidak adanya sanksi
administrative atau hukum apapun karena terlibat dalam kolusi membantu
mengabadikan sistem tersebut
 Anggota-anggota panitia lelang tidak mempunyai pelatihan untuk melakukan
tugas mereka dengan baik. Akibatnya, tinjauan penawaran berfokus pada
persyaratan administrative ketimbang pada persyaratan teknis
 Tidak ada jenjang karir jelas bagi pimpro dan spesialis pengadaan
 Pemerintah gagal memberikan sumber daya-sumber daya kepada panitia lelang
untuk melakukan tugasnya dengan baik.
 Tidak adanya aturan dan undang-undang jelas yang memperkecil kebijaksanaan
memudahkan kolusi

4. Pengadaan dilakukan di balik pintu tertutup


Pengungkapan publik terbatas terhadap proses pengadaan memperkuat insentif-
insentif buruk tersebut. Sebagian besar proses tersebut berlangsung di balik pintu
tertutup. Hasil-hasil penawaran, berikut pembenaran yang sesuai dengan pemenangan
penawaran tidak diumumkan.

5. Pengauditan lemah
Proses audit, satu-satunya instrument yang tersedia untuk menegakkan aturan
main dan ketentuan-ketentuan seperti telah dicatat, untuk sebagian besar tidak efektif.
Efektivitasnya untuk menegakkan praktek-praktek pengadaan yang lebih lanjut
disesuaikan oleh auditor pemerintah yang kurang mengenal dengan aturan dan prinsip
pengadaan.

D. BEBERAPA KASUS YANG DILAPORKAN BANK DUNIA


Dibawah ini disajikan tiga kasus pengadaan yang diungkapkan dalam studi Bank
Dunia.
Kasus pertama dapat dilihat dalam kotak 17.2. kasus ini menunjukkan tipologi dari
indikasi fraud melalui “kelemahan” dalam dokumentasi proses tender dan pembayaran.

Kasus kedua kotak 17.3. seolah-olah menunjukkan kelemahan dokumentasi. Yang


sebenarnya bisa membantu investigator adalah arus dana.
Kasus ketiga kotak 17.4. menarik, seringkali kasus semacam ini mencerminkan cara
untuk “mempertanggungjawabkan proyek” pada akhir tahun anggaran. Dengan lain
perkataan, ini murni masalah sistem anggaran dan turunnya dana.
E. KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kepres 80/2003, dalam proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemborong/jasa
lainnya yang memerlukan penyedia barang/jasa dibedakan menjadi empat cara sebagai
berikut :
 Pelelangan Umum
 Pelelangan Terbatas pada prinsipnya sam dengan proses pelelangan umum, kecuali
dalam pengumuman dicantumkan kriteria peserta dan nama-nama penyedia barang/jasa
yang akan diundang. Apabila setelah diumumkan ternyata ada penyedia barang/jasa
tidak tercantum dalam pengumuman dan berminat serta memenuhi kualifikasi, maka
wajib untuk diikutsertakan dalam pelelangan terbatas.
 Pemilihan langsung
 Penunjukan langsung
Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta
pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan
penawaran. Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta
pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa setelah memasukkan
penawaran.
Proses prakualifikasi secara umum meliputi pengumuman prakualifikasi, pengambilan
dokumen prakualifikasi, pemasukan dokumen prakualifikasi, evaluasi dokumen
prakualifikasi, penetapan calon peserta pengadaan yang lulus prakualifikasi, dan
pengumuman hasil prakualifikasi.
Proses pascakualifikasi secara umum meliputi pemasukan dokumen kualifikasi
bersamaan dengan dokumen penawaran dan terhadap peserta yang diusulkan untuk menjadi
pemenang serta cadangan pemenang dievaluasi dokumen kualifikasinya.
Salah satu kewajiban dalam pengadaan barang dan jasa adalah penyusunan Harga
Perkiraan Sendiri (HPS). Data yang digunakan sebagai dasar penyusunan HPS antara lain:
 Harga pasar setempat menjelang dilaksanakannya pengadaan
 Informasi biaya satuan dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik, asosiasi
terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan
 Daftar biaya/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh agen tunggal/pabrikan
 Biaya kontrak sebelumnya yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor
perubahan biaya, apabila terjadi perubahan biaya
 Daftar biaya standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
HPS dibuat oleh panitia/ pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa.
HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan untuk
menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu
rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran. Nilai total HPS
terbuka dan tidak bersifat rahasia. HPS merupakan salah satu acuan dalam menentukan
tambahan nilai jaminan.
Pelanggaran terhadap ketentuan pengadaan barang dan jasa ini busa berupa sanksi
administrasi, tuntutan ganti rugi atau gugatan perdata, dan pemrosesan secara pidana.

F. PEDOMAN DAN PETUNJUK


Pemerintah menerbitkan banyak pedoman dan petunjuk mengenai pengadaan barang
dan jasa, baik berupa Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden maupun berupa
petunjuk/pamflet dan pelatihan oleh Bappenas. Pedoman dan petunjuk ini dimaksudkan
untuk mengamankan proses pengadaan barnag dan jasa di sektor publik. banyak praktik
dalam pedoman dan petunjuk ini yang dapat dimanfaatkan oleh sektor swasta.

G. INVESTIGASI PENGADAAN
Cara-cara investigasi yang dijelaskan di bawah, diterapkan dalam pengadaan yang
menggunakan sistem tender atau penawaran secara terbuka. Dalam sistem ini,lazimnya ada
tiga tahapan besar sebagai berikut :
1. Tahap pra tender (presolicitation phase)
Auditor harus mengenali penyimpangan dari prosedur baku atau prosedur yang
sudah lazim diterima. Ia juga perlu mewaspadai ketidaklengkapan dokumen.
Ada dua skema fraud atau bentuk permainan yang utama dalam tahap ini.
Pertama, dalam penentuan kebutuhan. Kedua, dalam penentuan spek.
Dalam menentukan kebutuhan, seringkali terjadi persengkongkolan antara pejabat
atau pegawai dari lembaga yang membeli dengan kontraktor atau pemasok. Pejabat
atau pegawai bagian pembelian terang-terangan memberikan wewenang kepada
pemasok untuk menentukan kebutuhan lembaga pembeli.
Dalam rancangan fraud yang kedua, yang menjadi sasaran adalah spek-nya.
Gejala-gejala berikut patut diwaspadai.
 Kontrak dibuat secara ceroboh, melemahkan kedua pembeli dan/atau menguatkan
kedudukan pemasokan.
 Spek-nya yang “ngambang” memudahkan pemasok mengirimkan barang atau
jasa dengan harga yang lebih mahal.
 Spek-nya dibuat dengan “pengertian” bahwa ia akan diubah. Spek sementara
membuat peesaing lain sulit memenuhi persyaratan.
Berikut ini tanda-tanda (red-flag) yang perlu dikenali auditor.
 Orang-orang memberikan informasi atau nasehat yang menguntungkan satu
kontraktor
 Pembeli menggunakan jasa konsultasi, masukan, atau spek yang dibuat oleh
kontraktor yang diunggulkan
 Pembeli membolehkan konsultan yang ikut dalam penentuan dan pengembangan
spek, menjadi sub kontraktor atau konsultan dalm proyek itu
 Biaya dipecah-pecah dan disebar ke bermacam akun atau rincian sehingga lolos
dari pengamatan atau reviu
 Pejabat dengan sengaja membuat aspek yang tidak konsisten dengan spek
sebelumnya untuk pengadaan serupa.
2. Tahap penawaran dan negosiasi (solicitation and negotiation phasei)
Skema fraud dalah tahap ini umumnya berupa persekongkolan antara pembeli
dan kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor “pendamping” atau “pemantas”, yang
meramaikan proses penawaran.
Beberapa skema fraud akan dibahas dibawah ini:
 Permainan yang berkenaan dengan pemasukan dokumen penawaran, misalnya :
membuka dokumen penawaran lebih awal, menerima dokumen penawaran
meskipun telah melewati batas waktu, mengubah secara tidak sah dokumen
penawaran (setelah berhasil “mengintip” dokumen saingan), mengatur harga
penawaran, memalsukan berita acara dan dokumen proses tender lainnya
 Permainan yang berkenaan dengan manipulasi dalam proses persaingan terbuka.
Ini dilakukan dengan persekongkolan di antara pembeli dan sebagian peserta
tender.
 Tender arisan (bid rotation). Persekongkolan ini dilakukan untuk menentukan
pemenang (kontraktor dengan persyaratan atau terms terbaik) sebelum dokumen
penawaran dibuka.
 Menghalang-halangi penyampaian dokumen penwaran, seseorang atau beberapa
peserta tender tiba-tiba (dengan atau tanpa alasan mengundurkan diri). Peserta
tender ditolak karena menggunakan”formulir” yang salah atau “lupa” merekatkan
materai. Beberapa peserta mengatur persyaratan tambahan, seperti izin dari
asosiasi pengusaha sejenis atau “putra daerah”, dan lain-lain. Yang tidak jarang
terjadi, pengusaha daftar “hitam” justru yang mengendalikan asosiasi pengusaha
sejenis. Asosiasi semacam ini tidak lain dari penikmat rente ekonomi.
 Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura (complementary bids). Yang
berisi harga yang relative lebih tinggi atau persyaratan yang sudah pasti akan
mengalahkannya. Penyampaian complementary bids memang dimaksudkan untuk
“meramaikan bursa” tender itu kelihatan sahih.
 Memasukkan dokumen penawaran “hantu” (phantom bids). Perusahaa
menciptakan banyak perusahaan lain yang bohong-bohongan. Perusahaan-
perusahaan bodong ini bergentayangan dalam arena tender. Yang terjadi adalah
mereka terkait kepada seseorang pemilik yang sama. Tanda-tanda yang cepat
dikenal adalah : alamat dan nomor telepon sama, akte notaris (akte pendirian)
dibuat pada hari yang sama di notaris yang sama dengan nomor urut yang teratur.
Pada hari pembukaan dokumen penawaran, ke 10 perusahaan bonding ini
diwakili satu orang; ia juga menandatangani berita acara untuk dan atas nama ke
10 perusahaan bonding.
 Permainan harga. Kontraktor dengan sengaja memainkan harga. Sesudah ia
terpilih, dalam proses negosiasi ia”menafsirkan kembali” data harganya. ini
berakhir dengan harga yang lebih mahal dari kontraktor yang dikalahkannya.
Bentuk lain adalah penggantian subkontraktor atau konsultan yang lebih rendah
mutu atau kualifikasinya. Atau, tidak mengungkapkan nilai dari barang-barang
proyek (laptop, mesin fotocopy, dan lain-lain) sesudah proyek berakhir.
3. Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administrative (performance and
aministration phase)
Tahap ini meliputi kegiatan-kegiatan yang berikut :
 Perubahan dalam order pembelian
 Reviu yang tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai dikerjakan dan
untuk bagian mana kontraktor berhak menerima pembayaran
Ada dua rancanga fraud atau bentuk permainan dalam tahap ini, yakni substitusi
atau penggantian produk dan “kekeliruan” dalam perhitungan pembebanan.
Untuk menaikkan keuntungan, kontraktor mengganti barang atau produk atau
bahan baku/pembungkus yang dipasoknya. Substitusi produk ini bisa bermacam-
macam bentuknya :
 Pengiriman barang yang mutunya lebih rendah
 Pengiriman barang yang belum diuji
 Pemalsuan hasil pengujian
 Pengiriman barang palsu
 Pemalsuan sertifikasi, misalnya mengenai keaslian barang, mutu, atau persyaratan
lain (termasuk sertifikasi “putra daerah” kalau kualifikasi ini memang
disyaratkan)
 Pembuatan sample yang khusus untuk pengujian dan memang lulus pengujian,
namun sebagaian besar produk yang dikirimkan tidak sebaik sample ini.
 Pemindahan tags yang bertanda “Sudah Diperiksa” dari barang yang sudah
diperiksa ke barang-barang yang belum diperiksa
 Penggantian dengan barang-barang yang kelihatannya (rupanya) sama.
Untuk mendeteksi permainan di atas, auditor harus melakukan :
 Pengecekan secara rutin maupun kunjungan mendadak
 Secara cermat mereviu laporan inspeksi atau laporan laboratorium pengujian
 Uji produk di laboratorium independen
 Reviu dokumen dan bandingkan dengan produk atau jasa yang diterima untuk
memastikan adanya kepatuhan
 Penilaian atas barang dan jasa yang diserahkan untuk memastikan bahwa
ketentuan yang disepakati telah dipenuhi, termasuk di dalamnya, pengendalian
mutu
Bentuk permainan kedua, kekeliruan dalam pembebanan, bisa berupa kekeliruan
perhitungan (misalnya ada biaya yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek),
kekeliruan dalam pembebanan biaya material atau tenaga kerja. Contoh yang paling
sederhana adalah dalam kontrak penggunaan tenaga konsultan yang pembebanannya
meliputi jumlah waktu (man-hours, man-days, man-months, dan seterusnya) dikalikan
tarif per satuan waktu. Yang bisa dimainkan adalah jumlah waktunya, tariff seharusnya,
dan hasil perkalian.

H. DIAGRAM
Diagram 17.1 ini terlihat pembayaran uang suap dilakukan sesudah kontraktor
menerima pembayaran kontrak. Ini dikenal sebagai kickback.
Komputer sebagai alat bantu
Adanya teknologi komputasi, membantu auditor dalam mendeteksi fraud dalam
pengadaan barang. Program komputer dapat khusus dibuat (atau sudah tersedia, seperti ACL)
untuk mengidentifikasi :
 Pemasok dengan alat P.O. Box
 Pemasok dengan alamat yang sama dengan alamat pegawai
 Kontrak yang gagal dalam proses tender, tapi sekarang menjadi subkontraktor
 Pembayaran-pembayaran kepada pemasok tertentu selama suatu jangka waktu (untuk
mendeteksi kemungkinan pembayaran yang berulang-ulang, atau pembayaran ganda)
 Pembayaran kepada pemasok yang tidak melalui sistem yang ada
 Pegawai atau konsultan yang dalam hari yang sama menangani beberapa proyek, atau
proyek yang bukan untuk pembeli

I. CONTOH KASUS
Contoh kasus kecurangan pengadaan barang dan jasa
Proses “tender terbuka” tidak akan dapat menghalangi fraud karena kolusi antara pejabat atau
pegawai dari lembaga yang bersangkutan dengan pihak penyuplai atau supplier. Bahkan,
dokumentasi yang rapi seringkali berhasil mengelabui auditor.Ia mungkin mulai curiga ketika
melihat, membaca, atau mendengar berita bahwa gedung perkantoran atau sekolah ambruk,
jalan bebas hambatan berulang kali jebol dalam waktu yang singkat, obat-obatan yang tidak
dapat digunakan, dan seterusnya. Defisiensi dalam mutu produk atau jasa yang dibeli, apalagi
kalau terjadidalam masa pengelolaan pimpro tertentu atau pengadaannya dipasok oleh
penyuplai yang itu-itu juga. Dalam sidang pengadilan, pada hari kamis, 14 Januari 2010,
Hengky Samuel (Direktur PT.Istana Sarana Raya) dituntut 10 tahun penjara, denda
Rp.200.000.000atau hukum pidana pengganti selama enam bulan penjara), dan uang
pengganti kerugian negara. Jumlah uang pengganti, Rp.82,65 miliar, dikurangi 29 unit mobil
pemadam kebakaran yang disita dan akan dilelang setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Majelis hakim Pengadilan tindak pidana korupsi memvonis Hengky Samuel Daud 15 tahun
penjara, denda sebesar Rp.500.000.000 (subsider enam bulan penjara),dan uang pengganti
sebesar Rp.82,6 miliar pada persidangan kamis 4 februari 2010. Pengadilan tinggi tindak
pidana korupsi pada pengadilan tinggi DKI Jakarta menambah vonis penjara selama tiga
tahun menjadi 18 tahun, denda Rp.500.000.000 (subsider enam bulan penjara), dan
diwajibkan membayar uang pengganti sebesarRp.82 miliar dikurangi nilai 10 unit mobil
pemadam kebakaran jenis V80 ASM yang sudah disita. Jika uang pengganti itu tidak
dibayarkan, Hengky diwajibkan menjalani pidana penjara selama lima tahun, atau dua tahun
lebih lama daripada keputusan pengadilan tingkat pertama. Putusan itu diambil dalam sidang
pada 14 April 2010
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. 2012. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif. Jakarta: Salemba
Empat.

Anda mungkin juga menyukai