Anda di halaman 1dari 11

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

PERANAN AKUNTANSI BIAYA DALAM MENYUSUN LAPORAN KEUANGAN


PERUSAHAAN MANUFAKTUR

KELOMPOK I

I Gede Agus Dicky Surya (1907611021)


Ni Putu Eka Kartika Putri (1907611022)
Ida Bagus Putu Pramana Putra (1907611023)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
PPAK
2020

1
I. Pencatatan Biaya Produksi dengan Actual, Standard dan Normal Costing
1) Actual Costing
Penetapan actual costing adalah pencatatan biaya produk berdasarkan faktor-faktor berikut.
- Biaya bahan baku aktual.
- Biaya aktual dari tenaga kerja langsung.
- Biaya overhead aktual yang terjadi, dialokasikan menggunakan jumlah aktual dari
basis alokasi yang dialami selama periode pelaporan.
Berdasarkan faktor-faktor dari sistem penetapan actual costing yang diketahui dapat
ditunjukkan bahwa penetapan actual costing hanya menggunakan actual costing yang
dikeluarkan atas dasar basis alokasi yang dialami dan tidak memasukkan jumlah atau
standar yang dianggarkan. Cara tersebut merupakan metode penetapan biaya sederhana
karena tidak memerlukan pra-perencanaan standard costing. Namun, perlu waktu lebih
lama untuk merumuskan penilaian untuk persediaan akhir dan harga pokok penjualan
karena semua actual costing harus dikompilasi dan dialokasikan.
2) Standard Costing
Standard costing adalah metode pendekatan yang dilakukan dengan mengganti
biaya yang diharapkan dengan actual costing dalam catatan akuntansi. Kemudian metode
ini dilakukan dengan cara berkala berkala mencatat varian yang merupakan perbedaan
antara biaya yang diharapkan dengan actual costing. Pendekatan ini merupakan alternatif
yang disederhanakan untuk sistem pelapisan biaya, seperti metode FIFO yang
menunjukkan bahwa sejumlah besar informasi biaya historis harus dipertahankan untuk
produk yang disimpan dalam persediaan.
Penetapan standard costing melibatkan pembuatan estimasi biaya untuk beberapa
atau semua kegiatan dalam perusahaan. Perusahaan menerapkan standard costing karena
sejumlah aplikasi terlalu banyak mengahabiskan waktu untuk mengumpulkan actual
costing, sehingga diperlukan standard costing sebagai estimasi biaya terdekat dengan
actual costing. Biasanya standard costing sedikit berbeda dari biaya sebenarnya, akuntan
biaya secara berkala menghitung varians yang memecahkan perbedaan yang disebabkan
oleh faktor-faktor seperti perubahan tingkat tenaga kerja dan biaya bahan. Akuntan biaya
juga dapat secara berkala mengubah standard costing untuk menyelaraskan biaya-biaya

2
yang diestimasi dengan actual costing. Adapun standard costing untuk produk yang
diproduksi adalah sebagai berikut.
1) Biaya bahan baku yang ditentukan sebelumnya
2) Biaya tenaga kerja langsung yang telah ditentukan sebelumnya
3) Biaya overhead pabrik yang telah ditentukan

Tujuan dari standard costing ini digunakan untuk menghitung harga pokok
penjualan dan persediaan pabrikan. Jika actual costing hanya sedikit berbeda dari standard
costing, maka varians yang dihasilkan akan dibebankan pada harga pokok penjualan. Jika
varian yang dihasilkan signifikan, maka diprioritaskan dengan harga pokok penjualan dan
berbagai persediaan berdasarkan jumlah standard costing.
3) Normal Costing
Sistem penetapan biaya yang serupa adalah penetapan normal costing. Perbedaan
utama yang dapat dilihat dari normal costing adalah penggunaan jumlah overhead yang
dianggarkan. Penetapan actual costing akan menghasilkan fluktuasi yang lebih besar dalam
alokasi overhead karena dasar penetapan biaya tersebut pada biaya jangka pendek yang
secara tak terduga, sehingga dapat cenderung meningkat atau menurun. Normal costing
menghasilkan lebih sedikit fluktuasi dalam alokasi overhead karena didasarkan pada
harapan jangka panjang untuk biaya overhead.
Perusahaan yang memiliki volume produksi yang relatif stabil dari bulan ke bulan
akan memiliki beberapa masalah dengan penetapan actual costing. Jika mengalami variasi
terus-menerus dalam volume produksinya, maka lebih baik menggunakan penetapan
normal costing karena metode ini menawarkan stabilitas yang lebih besar dalam biaya yang
dilaporkan. Penentuan normal costing yang digunakan untuk menurunkan biaya suatu
produk dengan mencakup komponen-komponen berikut.
1) Biaya bahan baku aktual
2) Biaya aktual dari tenaga kerja langsung
3) Biaya overhead pabrik yang diterapkan berdasarkan tarif biaya overhead pabrik
yang telah ditentukan
Berdasarkan ketiga biaya produk yang ditentukan dapat digunakan sebagai acuan
untuk menghitung harga pokok penjualan dan biaya berbagai persediaan. Jika ada

3
perbedaan antara jumlah total biaya overhead yang diterapkan pada produk dan jumlah total
biaya overhead aktual yang terjadi, perbedaan tersebut disebut sebagai varian. Jika jumlah
varians tidak signifikan, biasanya akan dibebankan pada harga pokok penjualan. Jika
variansnya signifikan, harus diprioritaskan dengan harga pokok penjualan, persediaan
barang dalam proses, dan persediaan barang jadi berdasarkan jumlah overhead yang
diterapkan.
Penentuan normal costing dirancang untuk menghasilkan biaya produk yang tidak
cenderung meningkatkan biaya yang mucncul tidak terduga ketika menggunakan biaya
overhead aktual. Penetapan biaya ini telah diterima berdasarkan prinsip akuntansi yang
diterima secara umum dan kerangka kerja akuntansi standar pelaporan keuangan
internasional untuk menurunkan biaya suatu produk yang menjadi tujuan pelaporan
keuangan.
Penetapan normal costing bervariasi dari penetapan standard costing karena
penetapan standard costing menggunakan seluruh biaya yang telah ditentukan untuk semua
aspek produk, sedangkan penetapan normal costing menggunakan actual costing untuk
bahan dan komponen tenaga kerja. Jika menginginkan biaya produk yang lebih akurat,
lebih baik menggunakan actual costing karena metode ini sesuai dengan jumlah saat ini
dari biaya overhead aktual.

II. Sistem Biaya Pesanan, Sistem Biaya Proses, Joint Cost, dan Alokasi Biaya
Departemen Penunjang
1) Sistem Biaya Pesanan
Job order costing merupakan sistem perhitungan biaya produksi yang digunakan
untuk perusahaan yang memproduksi barang berdasarkan pesanan. Ciri khas perusahaan ini
adalah produk antara satu pesanan bisa dibedakan dengan produk pesanan lainnya.
Perhitungan biaya produksi untuk masing-masing pesanan dilakukan melalui job cost
sheet yang didalamnya terdapat rincian perhitungan biaya bahan mentah langsung, biaya
buruh langsung dan biaya overhead pabrik untuk masing-masing pesanan.
- Biaya bahan baku langsung (biaya bahan mentah langsung)

4
Berawal dengan adanya pesanan, maka departemen produksi atau pabrik yang
bertugas melaksanakan pesanan tersebut membuat perencanaan terlebih dahulu
yaitu rencana produksi yang memuat, antara lain dengan menyiapkan bahan baku
yang dibutuhkan dengan surat permintaan pembelian (purchase requisition). Surat
permintaan Pembelian ini sebagai pedoman pembelian untuk melaksanakan pesanan
atau dasar untuk mengirim order pembelian (purchase order). Selanjutnya setelah
mendapat persetujuan, petugas pembelian akan mengadakan pemeriksaan ketika
pesanan tiba terkait apakah jumlah tersebut sesuai atau tidak dengan pesanan yang
dilakukan. Bagian pembelian mengeluarkan bukti penerimaan bahan (receiving
report) yang memuat jumlah keadaan barang yang diterima. Penerimaan ini dicatat
dengan mendebit perkiraan bahan baku (material) dan sebaliknya untuk perkiraan
hutang dagang (kas dicatat disebelah kredit). Bagian produksi memulai aktivitasnya
dengan membuat bon pengeluaran bahan (material requisition). Ikhtisar mengenai
bon pengeluaran bahwa secara periodik merupakan bukti untuk memindahkan biaya
bahan baku langsung dari perkiraan pengendalian bahan baku ke perkiraan
pengendalian barang dalam proses (work in process). Biaya yang dipindahkan
tersebut merupakan biaya bahan baku langsung yang dibebankan untuk setiap
pesanan.
- Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang tidak berwujud, tidak seperti
pemakaian bahan baku maka untuk sistem ini harus dilaksanankan dengan seksama
mengenai perlakuan baiya tenaga kerja langsung, agar dapat ditetapkan ujumlah
yang tepat mengenai upah TKL yang harus dibayarkan kepada pekerja atau buruh di
dalam periode pembayaran upah dan pembebanan yang tepat atas biaya buruh ke
perkiraan Biaya Fabrikase dan ke masing-masing pesanan. Biaya-biaya yang
berhubungan dengan tenaga kerja, antara lain biaya jam kerja merupakan biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk memulai kegiatan produksi, idle time waktu dimana
sebagai akibat kerusakan mesin, kekurangan pekerjaan atau kesalahan manajemen,
sehingga karyawan tidak bekerja, Insentif merupakan pemberian penghargaan
dalam bentuk gajai upah sebagai upaya memberikan motivasi kerja atau

5
penghargaan karena prestasi yang baik, premi lembur merupakan pembayaran gaji
atau upah kepada karyawan karena bekerja lebih dari standar yang ditentukan, yaitu
di atas 40 jam per minggu.
- Biaya Overhead
Biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak
langsung dan biaya-biaya pabrik lainnya yang tidak secara mudah diidentifikasikan
atau dibebankan langsung pada suatu pekerjaan, hasil produksi atau tujuan biaya
akhir. Pendapat ahli lainya menyatakan bahwa biaya overhead pabrik merupakan
setiap biaya yang tidak secara langsung melekat pada suatu produk, yaitu semua
biaya-biaya diluar biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya
overhead pabrik mencakup biaya produksi lainnya seperti pemanasan ruang pabrik,
penerangan, penyusutan pabrik dan mesin-mesin. Biaya pabrik seperti
pemeliharaan, gudang bahan-bahan dan hal lain yang memberikan pelayanan-
pelayanan kepada bagian produksi juga merupakan bagian dari biaya overhead
pabrik.

2) Sistem Biaya Proses


Sistem perhitungan biaya proses digunakan untuk perusahaan yang memproduksi
barang secara masal. Perhitungan biaya produksi akan dilakukan per batch yang
diproduksi, dimana untuk produk sama, hasil produksi antara
satu batch dengan batch  lainnya tidak dapat dibedakan. Biaya produksi akan dibedakan
berdasarkan departemen yang memproduksi barang tersebut. Biaya bahan mentah langsung
dan biaya buruh langsung dapat ditelusuri dengan akurat untuk masing-
masing bacth,  sedangkan alokasi biaya overhead pabrik tidak akurat. Belum lagi
perhitungan biaya ekuivalen per unit yang dihitung berdasarkan metode FIFO akan berbeda
dengan biaya ekuivalen per unit yang dihitung berdasarkan metode rata-rata
tertimbang (weighted average). 
Tujuan dari perhitungan biaya ekuivalen per unit pada akhirnya adalah untuk
membagi total biaya produksi dari masing-masing department menjadi berapa total biaya
produksi yang mewakili produk yang sudah diselesaikan pada departemen tersebut dan

6
akan ditransfer ke departemen berikutnya, serta berapa biaya produksi dari barang-barang
yang belum selesai proses pada departemen tersebut. Total biaya produksi yang terdapat
dalam persediaan barang dalam proses akhir pada masing-masing departemen, nantinya
akan dijumlahkan, sehingga menghasilkan total biaya produksi yang masuk dalam
persediaan barang dalam proses yang nantinya akan dilaporkan pada laporan posisi
keuangan. Sedangkan biaya produksi yang sudah selesai produksi oleh seluruh departemen,
kemudian akan dimasukkan dalam persediaan barang jadi, dan kalau sudah terjual akan
dimasukkan dalam beban pokok penjualan. Jika dilihat mekanismenya, maka sistem biaya
proses memang dirancang untuk kebutuhan inventory costing saja, yang tidak memiliki
kegunaan bagi manajemen karena ketidakakuratan dalam perhitungan biaya per unit atau
biaya per ekuivalen unitnya.
Produksi dapat terjadi di beberapa departemen perusahaan manufaktur. Setiap
departemen melakukan suatu operasi tertentu untuk menyelesaikan produk. Sebagai contoh,
departemen pertama biasanya melakukan proses pekerjaan tahap permulaan atas produk
seperti memotong, mencetak atau membentuk produk atau komponen-komponennya. Jika
pekerjaan di departemen pertama selesai, unit-unit tersebut ditransfer ke departemen kedua.
Departemen kedua kemudian melaksanakan tugasnya mulai dari perakitan, pengamplasan,
pengecatan atau pengepakan lalu mentransfer unit-unit tersebut ke departemen berikutnya,
yang kemudian melaksanakan tugasnya dan demikian seterusnya, sampai unit-unit tersebut
akhirnya selesai dan ditransfer ke gudang barang jadi.
Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja, dan
overhead pabrik umumnya dibebankan ke departemen produksi tetapi jika suatu
departemen diorganisasi menjadi dua pusat biaya atau lebih, perhitungan biaya berdasarkan
proses tetap digunakan, selama unit-unit produk yang dihasilkan dalam lebih pusat biaya
tersebut bersifat homogen. Misalnya, suatu departemen produksi yang memiliki empat lini
perakitan, di mana setiap lini menghasilkan produk yang berbeda, dapat menggunakan
perhitungan biaya berdasarkan proses. Setiap lini perakitan dapat diperlakukan sebagai
pusat biaya yang terpisah. Hal ini mengharuskan adamya catatan yang terpisah untuk
mencatat biaya berdasarkan proses didiskusikan. Kriteria utama untuk menggunakan

7
perhitungan biaya berdasarkan proses adalah identifikasi atas suatu unit bisnis yang
memproduksi hanya satu jenis produk setiap kalinya.
Perhitungan biaya berdasarkan proses digunakan saat produk dihasilkan dalm
kondisi proses yang kontinu atau metode produksi masal di mana produk-produk yang
dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya lain yang bersifat homogen. Kondisi
ini seringkali terdapat pada industri-industri yang memproduksi komoditas. Perhitugnan
biaya berdasarkan proses juga digunakan di perusahaan-perusahaan yang memproduksi
suku cadang sederhana atau alat-alat listrik sederhana dan industri perakitan. Beberapa
perusahaan menghitung biaya dari produk mereka menggunakan perhitungan biaya
berdasarkan proses.

3) Joint Cost
Joint costs adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan suatu
proses, dimana dari hasil proses tersebut akan menghasilkan beberapa jenis produk yang
disebut dengan joint product. Perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada
umumnya menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya, karena masing-
masing produk mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda. Manajemen
biasanya ingin mengetahui kontribusi masing-masing produk pada pendapatan perusahan.
Oleh karena itu, perlu diketahui secara teliti biaya yang dibebankan pada masing-masing
produk sebagai dasar perhitungan harga pokok setiap produk. Manfaat menghitung alokasi
biaya dalam produk bersama adalah:
1) Menghitung harga pokok dan menentukan nilai persediaan untuk tujuan pelaporan
keuangan internal dan eksternal.
2) Menilai persediaan untuk tujuan asuransi.
3) Menentukan nilai persediaan jika terjadi kerusakan terhadap nilai barang yang
rusak.
4) Biaya bahan yang hancur.
5) Menetukan biaya departemen atau divisi untuk tujuan pengukuran kinerja
eksekutif.

8
6) Pengaturan tarif karena adanya sebagian produk atau jasa yang diproduksi
dikenakan peraturan harga.
7) Mengetahui besarnya kontribusi masing-masing produk bersama terhadap total
pendapatan perusahaan.
8) Mengetahui seluruh biaya produksi yang dibebankan ke masing-masing produk
bersama.

4) Alokasi Biaya Departemen Penunjang


Alokasi biaya departemen penunjang memisahkan biaya produksi yang dikeluarkan
perusahaan menjadi biaya untuk masing-masing departemen. Terdapat dua jenis
departemen yang mengeluarkan biaya produksi, yaitu:
1) Departemen produksi merupakan departemen yang terlibat langsung dalam proses
produksi perusahaan, seperti departemen perakitan, departemen pengecatan,
departemen penyelesaian dan lain sebagainya.
2) Departemen penunjang (support department) yang merupakan departemen yang
tidak terlibat langsung dalam proses produksi, namun ini dibentuk untuk
menunjang kelancaran kegiatan pada departemen produksi. Contoh dari
departemen ini adalah departemen pemeliharaan mesin.

Semua biaya yang dikeluarkan oleh departemen produksi akan dibebankan ke


produk, karena departemen tersebut memang langsung terlibat dalam proses produksi,
sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh departemen penunjang tidak bisa secara langsung
dibebankan ke produk, namun harus dibebankan terlebih dahulu ke departemen produksi,
baru kemudian dibebankan pada masing-masing produk.
Pembebanan biaya departemen penunjang ke departemen produksi dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu:
1) Direct method merupakan metode yang sesama departemen penunjang dianggap
tidak saling melayani, sehingga semua biaya yang dikeluarkan departemen
penunjang langsung akan dibebankan pada departemen produksi.
2) Step Down method dalam metode ini departemen penunjang diasumsikan
melayani departemen penunjang lainnya, namun hubungan tersebut bersifat satu

9
arah. Misalkan jika departemen administrasi pabrik dianggap melayani
departemen pemeliharaan mesin, maka departemen pemeliharaan mesin dianggap
tidak melayani departemen administrasi pabrik, meskipun pada kenyataannya jika
ada kerusakan pada beberapa mesin fotokopi yang terdapat dalam departemen
administrasi pabrik, maka departemen yang memperbaiki adalah departemen
pemeliharaan mesin.
3) Reciprocal Method mengasumsikan keadaan yang sebenarnya. Jika departemen
penunjang yang ada dalam perusahaan memang saling melayani dan pelayanan
tersebut dilakukan secara dua arah, maka perhitungan alokasi biaya akan
mengasumsikan terdapat pembebanan dua arah.
Alokasi dengan mempergunakan ketiga cara tersebut akan menghasilkan angka
yang berbeda. Dari penjelasan sebelumnya, terlihat jelas bahwa metode alokasi
reciprocal akan lebih akurat dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Jika demikian
mengapa metode alokasi direct dan step down juga diperbolehkan walaupun hasilnya
kurang akurat. Hal itu dikarenakan pada akhirnya perhitungan biaya produksi per unit yang
dibebankan ke produk juga tidak akurat. Hasil alokasi dari biaya departemen penunjang
akan dibebankan pada departemen produksi sebagai penambahan biaya overhead pabrik
yang benar-benar dikeluarkan oleh departemen produksi tersebut ditambah dengan biaya
yang merupakan hasil alokasi dari departemen penunjang. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya, biaya overhead pabrik akan dialokasikan secara tradisional dengan
mempergunakan dasar unit produksi, biaya buruh langsung, dan seterusnya. Hasil alokasi
biaya seperti itu tidak akan menghasilkan pembebanan yang akurat pada masing-masing
produknya.
Dengan demikian, meskipun pembebanan biaya departemen penunjang ke
departemen produksi dilakukan secara akurat dengan mempergunakan metode reciprocal
tetapi pembebanan biaya departemen produksi ke masing-masing produk yang tidak akurat.
Jika hasil akhir dari perhitungan biaya produksi adalah tidak akurat, maka juga
diperbolehkan pembebanan biaya departemen penunjang yang tidak akurat.

10
11

Anda mungkin juga menyukai