Anda di halaman 1dari 12

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA UNTUK EFISIENSI

KELOMPOK I

I Gede Agus Dicky Surya (1907611021)


Ni Putu Eka Kartika Putri (1907611022)
Ida Bagus Putu Pramana Putra (1907611023)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
PPAK
2020
I. ACTIVITY BASED MANAGEMENT

Manajemen berbasis aktivitas (activity-based management - ABM) adalah

pendekatan manajemen yang memusatkan pengelolaan pada aktivitas dengan tujuan

untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap value yang dihasilkan bagi

customer dan laba yang dihasilkan dari penyediaan value tersebut. Activity Based

Costing-ABC adalah sumber utama informasi manajemen berbasis aktivitas.

Terdapat 2 dimensi pada ABM yaitu:

a. Cost Dimension

Menyediakan informasi tentang sumber ekonomi, aktivitas, produk serta

konsumen. Dalam dimensi ini dilakukan penelusuran biaya ke setiap aktivitas,

kemudian biaya setiap aktivitas dibebankan ke produk. Dimensi ini sangat

bermanfaat untuk product costing, manajemen biaya strategik serta tactical

analysis. Menekankan pada ketelitian alokasi biaya aktivitas ke setiap produk.

b. Process Dimension

Menyediakan informasi tentang mengapa suatu aktivitas dilaksanakan dan

bagaimana pelaksanaannya. Dimensi ini ingin mengetahui kinerja setiap

aktivitas yang dilakukan perusahaan. Dimensi ini menunjukan informasi tentang

continoues improvement yang dilakukan perusahaan.

ABM lebih komprehensif dibandingakn Activity Based Costing - ABC. ABC

merupakan bagian dari ABM. ABM dapat dipandang sebagai suatu sistem yang

memiliki 2 tujuan utama, yaitu meningkatkan kualitas pengambilan keputuan dengan

menyajikan informasi biaya yang lebih akurat dan melakukan pengurangan biaya

dengan mendorong dilakukannya program-program pengurangan biaya.


Tujuan penting dari ABM adalah untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

aktivitas dan biaya tak bernilai tambah. Aktivitas yang tidak bernilai tambah adalah

operasi yang (1) tidak perlu dan tidak penting (2) perlu tapi tidak efisien dan tidak

dapat dikembangkan. Biaya yang tidak bernilai tambah adalah hasil dari beberapa

aktivitas, biaya dari beberapa aktivitas yang bisa dihilangkan tanpa mengurangi

kualitas produk, daya guna, dan nilai yang dirasakan. Berikut adalah lima langkah

yang menyediakan strategi untuk menghilangkan biaya tak bernilai tambah pada

perusahaan manufaktur dan jasa, yaitu:

- Mengidentifikasi aktivitas, langkah pertama adalah analisis aktivitas, yang

mengidentifikasi semua aktivitas penting organisasi.

- Mengidentifikasi aktivitas tak bernilai tambah, tiga kriteria untuk menentukan

aktivitas yang bernilai tambah adalah: Apakah aktivitas tersebut perlu?; Apakah

aktivitas tersebut efisien?; Apakah aktivitas tersebut kadang bernilai tambah,

kadang tidak?

- Memahami rantai aktivitas, akar masalah, dan pemicunya, dalam

mengidentifikasi aktivitas yang tidak bernilai tambah, sangat penting untuk

memahami jalan dimana aktivitas terhubung bersama.

- Menetapkan ukuran kinerja, dengan pengukuran kinerja secara terus-menerus

dan membandingkan kinerja dengan tolak ukur, perhatian manajemen mungkin

terarah pada aktivitas yang tidak perlu dan tidak efisien.

Melaporkan biaya yang tidak bernilai tambah, biaya tak bernilai tambah harus disoroti

pada laporan pusat biaya. Dengan mengedintifikasi aktivitas tak bernilai tambah, dan
melaporkan biayanya, manajemen dapat bekerja keras untuk mengembangkan proses dan

menghilangkan biaya tak bernilai tambah.

Manfaat ABM yang dapat dirasakan oleh perusahaan, yaitu:

- Meningkatkan customer value melalui pengurangan biaya;

- Mengukur kinerja keuangan dan pengoperasian (nonkeuangan) organisasi dan

aktivitas-aktivitasnya;

- Menentukan biaya-biaya dan profitabilitas yang benar untuk setiap tipe produk dan

jasa;

- Mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas dan mengendalikannya;

- Mengelompokkan aktivitas-aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai tambah;

- Mengefisienkan aktivitas bernilai tambah dan mengeliminasi aktivitas-aktivitas tidak

bernilai tambah;

- Menjamin bahwa pembuatan keputusan, perencanaan dan pengendalian didasarkan

pada isu-isu bisnis yang keluar dan tidak semata berdasar informasi keuangan;

- Menilai penciptaan rangkaian nilai tambah (value-added chain) untuk memenuhi

kebutuhan dan kepuasan konsumen.

II. COST EFFICIENCY

1) Cost Of Quality

Salah satu konsep konkrit penerapan operating activity based management adalah

konsep biaya kualitas. Konsep biaya kualitas ini disarankan dipergunakan oleh

perusahaan-perusahaan yang mengaplikasikan program gusus kendali mutu

(GKM). Tujuan dari proses GKM adalah untuk menghasilkan barang yang

berkualias. Berkualitas dalam hal ini berarti memproduksi barang yang sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan perusahaan. Proses pembuatan barang

yang berkualilas tersebut dilakukan dengan konsep zero defect, yaitu proses

produksi harus menghasilkan barang yang sesuai dengan spesifikasi tersebut.

Salah satu tujuan dari penerapan konsep GKM adalah untuk meningkatkan laba

perusahaan. Jika perusahaan dapat memproduksi barang dengan konsep zero

defect, maka banyak biaya-biaya yang tidak memiliki mlai tambah akan dapat

dihilangkan perusahaan. Hal ini akan mengakibatkan penurunan biaya dan

peningkatan laba perusahaan. Selain itu, dengan memproduksi barang berkualitas,

maka konsumen akan puas, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan

dan laha perusahaan. Biaya kualitas dipergunakan untuk melakukan monitoring

secara finansial terhadap program GKM perusahaan, apakah sudah berjalan

dengan baik atau tidak. Tanpa biaya kualitas, monitoring terhadap keberhasilan

GKM perusahaan hanya dilihat dari dua sisi, yaitu sisi perbaikkan waktu dan sisi

perbaikkan kualitas. Dengan adanya konsep biaya kualitas. maka seperti yang

telah diterangkan sebelumnya, konsep perbaikkan proses perusahaan dapat dilihat

secara lengkap dari tiga sisi. yaitu: biaya. waktu, dan kualitas.

Biaya kualitas yang dikeluarkan perusahaan dapat dibagi menjadi empat bagian

besar, yaitu :

- Biaya pencegahan (prevention costs)

- Biaya pemeriksaaan (appraisal cost)

- Biaya kegagalan internal (internal failure costs)

- Biaya kegagalam eksternal (external fuilure costs)


Dari keempat biaya tersebut, biaya pencegahan dan biaya pemeriksaan dapat

digolongkan sebagai biaya pengendalian (control costs). sedangkan biaya

kegagalan internal dan eksternal akan digolongkan sebagai biaya kegagalan

(failure costs).

Biaya pencegahan (prevention cost) adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan

unmk mencegah agar perusahaan tidak memproduksi barang yang tidak sesuai

dengan spesifiknst. Biaya-biaya ini dikeluarkan misalnya untuk melakukan

pelatihan terhadap orang-orang, membeli mesin yang lebih handal, melakukan

perawatan berkala yang konsisten. dan sebagainya.

Biaya pemeriksaaan (appraisal cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk

mencegah agar barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah terlanjur

diproduksi oleh perusahaan agar jangan sampai diproses lebih lanjut.

Biaya kegagalan internal (internal failure costs) adalah biaya yang terpaksa

dikeluarkan oleh perusahaan, karena perusahaan memproduksi barang yang tidak

sesuai dengan spesifikasi, namum kondisi barang yang tidak baik tersebut

ditemukan sebelum barang tersebut sampai ke tangan konsumen akhir.

Biaya kegagalan eksternal (external failure costs) pada dasarnya memiliki konsep

yang sama dengan biaya kegagalan internal. Bedanya, barang yang tidak sesuai

dengan spesifikasi tersebut baru ditemukan setelah sampai ketangan konsuen

akhir. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk menangani keluhan

pelanggan, biaya garansi dan lainnya.


2) Just In Time (JIT)

Just In Time adalah suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan untuk

aktivitas produksi didatangkan dari pemasok atau supplier tepat pada waktu bahan

itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan

meniadakan biaya persediaan barang atau penyimpanan barang. Just In Time juga

didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan persediaan komprehensif

di mana bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi pada saat

diproduksi dan pada saat (just in time) akan digunakan dalam setiap tahap proses

produksi atau pabrikasi. Ide-ide yang mendukung just in time adalah sebagai

berikut :

- Sederhana adalah lebih baik.

- Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang berkesinambungan.

- Mempertahankan persediaan yang menjadi sumber pemborosan dan

pekerjaan jelek yang tersembunyi.

- Setiap aktivitas atau fungsi yang tidak menambah nilai harus dihilangkan.

- Barang diproduksi apabila dibutuhkan.

- Pekerja harus berketrampilan banyak dan berpartisipasi dalam

memperbaiki efisiensi dan kualitas produk

Dalam kondisi ideal, sebuah perusahaan yang menggunakan sistem just in time

hanya membeli bahan baku untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pada hari itu

juga. Pada akhir proses produksi perusahaan juga tidak akan memiliki produk

dalam proses, dan barang yang telah selesai diproduksi akan segera dikirim kepada

konsumen. Jadi perusahaan sama sekali tidak memiliki persediaan bahan baku,
produk dalam proses, dan produk jadi. Urutan inilah yang disebut dengan istilah

just in time, yang berarti bahwa bahan baku diterima just in time diteruskan ke

proses produksi dan produksi dilakukan just in time, dan ketika produk sudah

selesai just in time dikirimkan kepada pelanggan.

Dalam konsep Just In Time, terdapat empat aspek fundamental dalam konsep Just

In Time, yaitu :

- Menghilangkan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi

seluruh produk atau jasa. Dalam hal ini mencakup seluruh aktifitas atau

sumber daya yang menjadi sasaran untuk pengurangan atau penghilangan.

- Komitmen tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala sesuatunya

dari awal adalah esensial manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan

ulang. Perusahaan perlu memiliki komitmen untuk mencapai dan

mempertahankan tingkat mutu yang tinggi dalam semua aspek aktivitas-

aktivitas perusahaan.

- Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi aktivitas perusahaan.

Perusahaan perlu mencanangkan komitmen terhadap perbaikan

berkesinambungan (continuous improvement) pada semua aktivitas

perusahaan dan kegunaan data yang dihasilkan bagi manajemennya.

Perbaikan yang berkesinambungan adalah pengupayaan terus-menerus nilai

yang kian besar yang diberikan kepada pelanggan.

- Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan aktivitas nilai tambah,

hal ini membantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah

nilai.
Dalam sistem Just In Time ada beberapa peranan penting yaitu menghasilkan

sebuah produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta

oleh pelanggan. Just In Time memiliki beberapa peranan penting diantaranya :

- Meningkatkan laba.

- Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dapat dicapai melalui

pengendalian biaya, peningkatan kualitas, dan perbaikan kinerja kualitas.

Terdapat 2 manfaat yang dapat ditemukan dari Just In Time yaitu sebagai

berikut :

Manfaat tangibles, yang terdiri dari :

- Turn over pembelian bahan baku atau suku cadang bertambah.

- Ketepatan pengiriman meningkat.

- Lead time pengiriman berkurang.

- Pekerjaan ekspedisi berkurang.

- Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang.

Manfaat intangibles, terdiri dari :

- Memperbaiki kualitas produk.

- Mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan.

- Memperbaiki produktivitas.

- Jadwal produksi yang lebih baik.

- Mengurangi keperluan untuk menginspeksi barang-barang yang masuk.

- Meningkatkan efisiensi.

- Memperbaiki posisi kompetitif.


- Memperbaiki desain produk.

- Memperbaiki moralitas dalam produksi.

Kelebihan Just In Time

- Seluruh sistem yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih efisien.

- Pabrik mengeluarkan biaya yang lebih sedikit untuk mempekerjakan para

stafnya.

- Barang produksi tidak harus selalu dicek, disimpan atau diretur kembali.

- Kertas kerja dapat lebih sederhana.

- Penghematan yag telah dilakukan dapat digunakan untuk mendapatkan

profit yang lebih tinggi.

Kelemahan Just In Time

Kelemahan dari Just In Time ini adalah tingkat order atau pesanan ditentukan oleh

data permintaan historis. Jika permintaan naik melebihi dari rata-rata perencanaan

historis, maka persediaan akan habis dan akan mempengaruhi tingkat pelayanan

konsumen.

3) Lean

Konsep efisiensi biaya lainnya yang belakangan ini muncul adalah lean

production. Konsep ini juga sering disebut dengan Toyota production system

(TPS), karena perusahaan tersebut yang mempelopori penggunaan system ini.

Berdasarkan model lean production inilah kemudian berkembang sebuah konsep

baru yang disebut dengan lean accounting.


Konsep lean production bertujuan untuk membuat perusahaan menjadi “kurus”

(lean) dengan cara membuang segala aktivitas-aktivitas dan juga biaya yang tidak

memiliki nilai tambah bagi perusahaan. Dalam konsep lean, terdapat tujuh

pemborosan yang harus dihilangkan perusahaan yaitu :

- Kelebihan produksi (over production)

- Persediaan (inventory)

- Motion

- Material movement

- Correction, termasuk didalamnya pengerjaan ulang (rework)

- Over processing

- Waiting

Perusahaan yang menerapkan konsep lean, biasanya mengorganisir perusahaan

mereka berdasarkan value stream. Satu value stream terdiri dari keseluruhan

aktivitas, baik itu yang menambah nilai maupun yang tidak menambah nilai, yang

terkait dengan suatu produk atau kelompok produk, baik dari proses pengadaan

bahan mentah, proses produksi, sampai dengan produk tersebut sampai ketangan

konsumen akhir. Biasanya rangkaian aktivitas dalam satu value stream hanya

diperuntukkan untuk satu periode saja.

Dari sisi akuntansi manajemen, konsep value stream ini akan membuat

perhitungan biaya per produk menjadi lebih mudah, karena semua biaya-biaya

yang dikeluarkan pada value stream tersebut merupakan biaya langsung bagi

produk tersebut. Jika tidak memungkinkan untuk membuat satu value stream

untuk satu produk, maka diperkenankan untuk membuat satu value stream yang
terdiri dari beberapa jenis produk, namun diutamakan produk-produk tersebut

memiliki kesamaan aktivitas. Jika dalam satu value stream terdapat beberapa jenis

produk, maka alokasi biaya berdasarkan activity based costing masih diperlukan.

REFERENSI

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1. 2014


Modul Chartered Accountans Akuntansi Manajemen Lanjutan. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2015

Anda mungkin juga menyukai