Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGUJIAN AUDIT (AUDIT TEST)

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Hasan Sakti Siregar, Drs. , M.Si,Ak. CA

Disusun Oleh :
Oberd Masro Pardamean Harianja (200503239)
Reiner Jhon Anthony Hulu (200503248)
Junjungan Filemon Tampubolon (200503249)
Muhammad Raihan Saputra(200503259)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
T.A 2022
LATAR BELAKANG
Standar auditing mengharuskan para auditor untuk memahami entitas dan
lingkungannya, termasuk dalam segi pengendalian internal untuk memeroleh pemahaman
yang cukup untuk merencanakan audit. Auditor harus mampu melaksanakan prosedur dalam
menilai risiko baik itu risiko inheren maupun risiko pengendalian. Auditor melaksanakan
prosedur pengendalian untuk menilai risiko pengendalian. Secara kolektif, prosedur yang
dilaksanakan untuk memahami entitas dan lingkungannya termasuk dalam pengendalian
internal yang merupakan bagian dari prosedur penilaian risiko auditor.
Terdapat beberapa poin dalam metodologi pengujian audit, diantaranya memperkirakan
risiko pengendalian atau pengujian pengendalian dan perancangan pengujian substanti untuk
menentukan risiko deteksi.
Pengujian pengendalian pada dasarnya dilakukan auditor untuk mendapatkan bukti yang
tepat serta mencukupi untuk mendukung penilaian auditor. Pengujian terhadap pengendalian
tidak semata-mata untuk itu saja, tetapi pengujian ini juga digunakan untuk menentukan
apakah pengendalian tersebut sudah efektif yang biasanya juga meliputi pengujian atas
sampel-sampel transaksi. Auditor harus memilih pengujian secara tepat. Biasanya auditor
menggunakan lima jenis pengujian saat melakukan audit atas laporan keuangan, namun ada
satu atau dua jenis pengujian yang lebih ditekankan dari pada yang lain. Ada banyak faktor
yang dapat memengaruhi jenis-jenis pengujian dalam audit. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk mengulas lebih mendalam mengenai konsep metodologi pengujian audit.
Tujuan Pengujian Secara Keseluruhan
Suatu program audit terdiri dari pengujian audit yang dirancang untuk memenuhi salah satu atau
kedua tujuan utama berikut:
1. Pengujian pengendalian (test of control) menentukan efektivitas perancangan dan operasi
pengendalian internal.
2. Pengujian substansi (substantive test) menentukan apakah ada salah saji angka yang
material atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Jika klien telah menetapkan
pengendalian internal yang baik, maka auditor bisa memutuskan untuk membatasi
pengujian substantif karena pengendalian internal klien tampaknya dapat mencegah atau
mendeteksi salah saji yang material. Hubungan ini adalah logis dan secara sederhana
berarti bahwa jika laporan keuangan kecil kemungkinannya mengandung salah saji yang
material, maka auditor hanya perlu melakukan pengujian substantif yang kurang
mendalam ketimbang jika laporan keuangan mengandung salah saji yang material.

Jenis Utama Pengujian


Auditor mencapai tujuan pengujian pengendalian dan pengujian substantif dengan melaksanakan
pengujian yang dapat dibagi menjadi 4 kategori utama:
 Pengujian analitis
 Observasi dan tanya jawab
 Pengujian transaksi
 Pengujian saldo

Pengujian transaksi akan memenuhi tujuan pengendalian apabila tujuan pemeriksaan auditor
adalah untuk menentukan apakah prosedur pengendalian internal telah diikuti. Sebagai contoh,
auditor dapat memeriksa faktur penjualan untuk melihat ada tidaknya paraf staf yang
bertanggung jawab mengecek keakuratan matematis. Jika telah diparaf, maka ini merupakan
suatu indikasi bahwa prosedur pengendalian telah dijalankan dengan tepat. Jika tidak ada paraf,
maka auditor dapat menyimpulkan bahwa prosedur pengendalian tidak dilaksanakan. Pengujian
transaksi akan memenuhi tujuan pengujian substantif apabila tujuan pemeriksaan auditor adalah
untuk menentukan apakah telah terjadi kesalahan jumlah uang selama pemprosesan transaksi.
Auditor bisa memilih sampel faktur penjualan untuk menentukan apakah faktur tersebut telah
dicatat dengan benar dalam jurnal penjualan dan diposting ke buku besar. Jika pengujian ini
mengungkapkan adanya faktur yang tidak dicatat, maka auditor telah menemukan kesalahan
moneter. Pengujian substantif atas transaksi dengan pengujian saldo slaing terkait di mana setiap
jenis transaksi mempengaruhi saldo akun terkait. Karena angka-angka dalam laporan keuangan
adalah akumulasi dari transaksi, maka auditor bisa menguji transaksi yang memasuki akun, saldo
akun itu sendiri atau keduanya. Tujuan auditor secara keseluruhan atas pengujian ini adalah
untuk memperoleh bukti kompeten yang memadai mengenai saldo akhir piutang usaha. Salah
satu cara untuk memperoleh bukti ini adalah dengan menguji transaksi yang memasuki akun,
yaitu debit dan kredit. Auditor bisa memilih sampel transaksi penjualan dan penerimaan kas yang
mempengaruhi piutang usaha dan memeriksa dokumen pendukung transaksi ini.

Cara lainnya untuk memperoleh bukti adalah dengan mengkonfirmasi sampel saldo akun
pembantu piutang usaha. Pengujian ini melibatkan pemeriksaan langsung atas saldo akhir tanpa
referensi ke masing-masing transaksi yang diakumulasikan ke akun bersangkutan. Dalam
sebagian besar audit, auditor akan melaksanakan kedua jenis pengujian ini, memilih pengujian
yang tepat berdasarkan mutu bukti yang diperoleh, biaya melaksanakan prosedur tersebut dan
bisa tidaknya prosedur tersebut diterapkan. Beberapa akun dalam laporan keuangan akan sulit
diuji dengan pengujian saldo. Sebagai contoh, akun laporan laba-rugi karena memiliki sifat
seperti itu sehingga saldo akhirnya tidak dapat diuji secara langsung. Untuk itu akun-akun seperti
ini, auditor mengandalkan pada pengujian transaksi atau pengujian saldo atas akun neraca yang
mempengaruhi akun laporan laba-rugi terkait.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik (pyshical examination) adalah aktivitas pengumpulan bukti fisik. Pemeriksaan
ini merupakan pengujian subtantif yang melibatkan penghitungan atau inspeksi atas aktiva
berwujud seperti kas, persediaan, pabrik dan peralatan. Sewaktu menghitung kas atau inventori
atau menginspeksi mesin baru,
auditor menerapkan teknik pemeriksaan fisik. Teknik ini tidak dapat diterapkan pada aktiva yang
keberadaaannya dibuktikan melalui dokumentasi, seperti piutang usaha, investasi.
Asersi audit utama dari pengujian pemeriksaan fisik adalah eksistensi (keberadaan). Akan tetapi,
teknik ini juga memberikan bukti mengenai penilaian, karena kuantitas terlibat secara langsung
dalam penentuan nilai sebagian besar aktiva. Selain itu, auditor kadang-kadang juga dapat
memperoleh bukti mengenai mutu atau kondisi aktiva melalui pemeriksaan fisik dan hal ini
sangat mempengaruhi penilaian. Asersi mengenai hak dan kewajiban hanya diuji melalui
pemeriksaan fisik untuk mendukung luas kepemilikkan aktiva. Asersi mengenai kelengkapan
juga bisa diuji melalui pemeriksaan fisik di mana item-item yang dihilangkan dari laporan
keuangan bisa ditemukan. Sebagai contoh, selama pengujian penghitungan persediaan auditor
mungkin menemukan bahwa klien lalai memasukkan beberapa item dalam penghitungan
persediaan.

Konfirmasi
Asersi utama mengenai pengujian konfirmasi adalah eksistensi serta hak dan kewajiban. Teknik
ini juga dapat memberikan bukti mengenai penilaian atau alokasi kelengkapan serta penyajian
dan pengungkapan. Baik asersi mengenai eksistensi maupun kejadian serta hak dan kewajiban
untuk kas dan piutang usaha seringkali diuji dengan konfirmasi. Perhatikan bahwa konfirmasi
terhadap piutang usaha pelanggan saat ini tidak bisa diharapkan untuk memberikan bukti yang
dapat diandalkan mengenai kelengkapan, karena pelanggan cenderung tidak melaporkan
kesalahan penetapan yang terlalu rendah dalam akun mereka dan karena auditor biasanya
memilih konfirmasi akun dengan saldo tercatat yang lebih besar. Asersi mengenai penilaian atau
alokasi untuk piutang usaha sebagian diuji melalui konfirmasi, meskpun penilaian akun akan
membutuhkan audit atas penyisihan piutang ragu-ragu. Ketika auditor mengkonfirmasikan kas
dengan pihak bank, formulir konfirmasi tersegut juga meminta informasi tentang jaminan yang
disajikan atas pinajaman. Jadi, teknik konfirmasi juga bisa memberikan bukti tentang penyajian
dan pengungkapan.

Vouching (Pemeriksaan Bukti Pendukung)


Voucing adalah pemeriksaan dokumen yang mendukung suatu transaksi atau jumlah yang telah
tercatat. Karena tujuan teknik vouching adalah untuk memperoleh bukti mengenai item yang
tercatat dalam catatan akuntansi, maka arah pencarian dokumen pendukung tersebut bersifat
krusial. Untuk melakukan vouching, arah pengujian adalah dari item yang tercatat hingga
dokumentasi pendukung.
Asersi mengenai kelengkapan lebih sulit diuji melalui vouching karena pengujian kelengkapan
mengharuskan auditor untuk mencari bekti item yang tidak tercatat. Vouching dimulai dengan
item yang tercatat. Akan tetapi, auditor dapat memilih penjualan yang tercatat setelah akhir tahun
dan mem-vouching item-item ini ke faktur penjualan untuk menentukan apakah hal tersebut
merupakan penjualan yang sudah harus dicatat sebelum akhir tahun (yaitu, kelengkapan).
Umumnya, pengujian dokumen untuk item-item yang belum tercatat melibatkan teknik audit
lainnya penelusuran.

Penelusuran
Penelusuran (tracing) adalah mengikuti dokumen sumber hingga ke pencatatannya dalam
catatatn akuntansi. Seorang auditor melaksanakan prosedur ini dengan menyeleksi dokumen
sumber, seperti faktur penjualan atau laporan pengiriman dan menelusurinya melalui sistem
akuntansi ke pencatatan akhir dalam catatan akuntansi, seperti jurnal dan buku besar. Arah
pengujian atas penelusuran adalah kebalikan dari arah pengujian vouching. Karena itu, auditor
seringkali menggunakan penelusuran untuk menguji asersi mengenai kelengkapan. Penelusuran
dapat menguji kelengkapan karena auditor mengawalinya dengan dokumen sumber yang harus
bermuara pada transaksi atau jumlah yang tercatat dalam catatan akuntansi, auditor akan
mendapatkan bukti tentang apakah item telah tercatat atau tidak. Dokumen sumber yang tidak
tercatat menunjukkan kesalahan penyajian asersi mengenai kelengkapan.

Pelaksanaan Ulang
Teknik umum yang digunakan auditor untuk mendapatkan bukti adalah pelaksanaan ulang
(reperformance) dari aktivitas klien dalam proses akuntansi. Sebenarnya, auditor memperoleh
bukti tentang aktivitas klien dengan mengulangi aktivitas tersebut dan membandingkan hasilnya
dengan hasil klien. Karena teknik ini melibatkan pengulangan atas beberapa hal yang telah
dilakukan klien, maka teknik ini juga dapat digunakan baik sebagai pengujian pengendalian
maupun pengujian substantif.
Pelaksanaan ulang dilakukan sebagai pengujian pengendalian ketika auditor melaksanakan
kembali prosedur pengendalian untuk menentukan apakan pekerjaan awal telah dilakukan secara
efektif. Sebagai contoh, jika auditor menghitung kembali sampel faktur yang telah dihitung dan
diparaf oleh klerk klien dan ditemukan adanya kesalahan, maka hal ini mengindikasikan bahwa
pengendalian berfungsi secara tidak memadai.

Observasi
Observasi (observation) berarti auditor menyaksikan aktivitas fisik klien. Sebagai contoh, auditor
dapat mengobservasi penghitungan persediaan klien untuk menilai tingkat kemahiran yang
digunakan. Selain itu, beberapa kebijakan dan prosedur pengendalian internal hanya dapat
diverifikasi dengan obvservasi karena pelaksanaan kegiatan ini tidak meninggalkan bukti
dokumenter. Contoh dari pengendalian ini meliputi pemisahan tugas yang tepat dan kompetensi
personel.

Rekonsiliasi
Rekonsiliasi terutama mendukung asersi mengenai kelengkapan dan eksistensi atau kejadian.
Dengan merekonsiliasi dua catatan, auditor dapat menemukan item-item yang tidak dicatat
dalam catatan klien. Sebagai contoh, dalam suatu rekonsiliasi bank, auditor dapat
mengidentifikasi pengeluaran kas yang telah dicatat bank tetapi tidak dicatat oleh klien, yaitu
kesalahan penyajian kelengkapan. Atau auditor dapat menemukan bahwa pengeluaran kas dalam
catatan akuntansi klien juga dicatat sebagai pengeluaran oleh bank. Bukti ini mendukung
kejadian dari transaksi pengeluaran kas yang dicatat pada pembukuan klien.

Tanya Jawab
Teknik tanya jawab atau mengajukan pertanyaan (inquiry) digunakan secara ekstensif dalam
audit. Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dilakukan secara lisan atau tulisan. Karena
manajemen klien dan pegawai cukup mengetahui operasi dan pengendalian internal, maka
auditor yang paling berpengalaman pun akan mendapat keuntungan dari tanya jawab tersebut.

Inspeksi
Scanning adalah jenis inspeksi di mana auditor menelaah suatu dokumen tentang item-item yang
tidak biasa. Sebagai contoh, auditor bisa men-scan buku besar piutang usaha untuk menetukan
eksistensi setiap pelanggan yang memiliki saldo kredit besar yang harus direklasifikasi sebagai
kewajiban. Inspeksi juga dapat memberikan informasi bagi auditor sebagai dasar dalam
melakukan pengujian audit khusus, seperti inspeksi atas instrumen hutang untuk menentukan
suku bunga guna menguji beban bunga. Inspeksi juga bisa menambah informasi yang dicatat
dalam catatan akuntansu, seperti menentukan persetujuan atas akuisisi pabrik dan peralatan
dengan menginspeksi notulen rapat dewan direksi. Karena berbagai dokumen bisa diinspeksi
oleh auditor, teknik inspeksi bisa memenuhi semua asersi laporan keuangan.
Prosedur Analitis
Teknik prosedur analitis (analytical procedur) mencakup sejumlah prosedur tertentu yang bisa
dipilih auditor untuk dilaksanakan. Telah disebutkan sebelumnya dalam bab ini bahwa beberapa
jenis pengujian analitis yang umum dapat digunakan untuk menganalisis hubungan di antara data
yang ada. Auditor menggunakan teknik ini untuk menilai kelayakan data. Sebagai contoh,
penghitungan rasio atau kecenderungan tertentu dari informasi laporan keuangan bisa
mengindikasikan kondisi tidak biasa yang mendorong auditor untuk mencari bukti lebih jauh
tentang item-item tertentu dalam laporan keuangan. Karena hubungan tidak biasa di antara data
itu dapat terjadi dengan beberapa alasan, maka prosedur analitis memenuhi kelima asersi laporan
keuangan.

PENGUJIAN AUDIT (AUDIT TEST)


Dalam audit, auditor melakukan berbagai macam pengujian (test), yang secara garis besar dapat
dibagi menjadi 3 golongan berikut ini :
1. Pengujian analitik (analytical tests)
2. Pengujian pengendalian (tests og control)
3. Pengujian substantif (substantive tests)

PENGUJIAN ANALITIK
Pengujian ini dilakukan oleh auditor pada tahap awal proses audit dan pada tahap reviw
menyeluruh terhadap hasil audit.Pengujian ini dilakukan oleh auditor dengan cara mempelajari
perbandingan antara data yang satu dengan yang lain.Pada tahap awal p;roses audit,pengujian
analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klaen dan dalam
menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif.Sebelum auditor melaksanakan audit
sesara rinci dan mendalam terhadap objek audit,ia harus memperoleh gambaran yang
menyeluruhmengenai perusahaan yang diaudit.Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dan
secara garis besar mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha klaen auditor menggunakan
analisis ratio,analisis laba bruto,analisis terhadap laporan keuangan perbandingan ( comparative
financial statements )

PENGUJIAN PENGENDALIAN
Pengujian pengendalian adalah : prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan
evektivitas desain dan/atau operasi pengendalian intern. Dalam hubungannya dengan desain
pengendalian intrn, pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor berkaitan dengan
apakah kebijakan dan prosedur telah didesain memadai untuk mencegah ayau mendeteksi salah
saji material dalam asersi tertentu laporan keuangan. Dalam hubungannya dengan operasi suatu
pengendalian intern, pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor berkaitan dengan
apakah kebijakan dan prosedur sesungguhnya berjalan dengan baik.
Pengujian pengendalian merupakan prosedur audit yamg dirancang untuk memverifekasi
efektifitas pengendalian intern klaen.Pengujian pengendalian terutama ditujukan untuk
mendapatkan informasi mengenai :

1. Frekuensi pelaksaan aktifitas pengendalian yang ditetapkan


2. Mutu pelaksaan aktivitas penendalian tersebut.
3. Karyawan yang melaksanakan aktivitas pengendalian tersebut.
Perancangan Pengujian Pengendalian
Auditor dapat memilih pengujian pengendalian bersamaan atau pengujian pengendalian
tambahan atau pengujian pengendalian yang direncanakan, auditor dapat memilih jenis proses
yang akan digunakan dalam pelaksanaan pengujian pengendalian, saat dan lingkup pengujian.
Jenis Pengujian Pengendalian
Jenis pengujian pengendalian yang dapat dipilih auditor dalam pelaksanaan pengujian
pengendalian adalah :
1. Permintaan keterangan
2. Pengamatan
3. Inspeksi
4. Pelaksanaan kembali

Waktu Pelaksanaan Pengujian Pengendalian


Waktu pelaksanaan pengujian pengendalian berkaitan dengan kapan prosedur tersebut
dilaksanakan dan bagian periode akuntansi mana prosedur tersebut berhubungan. Pengujian
pengendalian tambahan dilaksanakan dalam pekerjaan interim, yang dapat dalam jangka waktu
beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit. Oleh karena itu pengujian pengendalian hanya
memberikan bukti efektivitas pengendalian intern dalam periode sejak tanggal awal tahun yang
diaudit sampai tanggal pengujian.

Lingkup Pengujian Pengendalian


Lingkup pengujian pengendalian secara langsung dipengaruhi oleh taksiran tingkat resiko
pengendalian yang direncanakan. Diperlukan pengujian dengan lingkup yang lebih luas untuk
taksiran tingkat resiko pengendalian moderat atau rendah.

PENGUJIAN SUBTANTIF
Pengujian subtantif merupakan prosedur audit yang dirancang untuk menemukan kemungkinan
kesalahan moneter yang secara langsung mempengaruhi kewajaran penyajian pelaporan
keuangan.
Sifat Pengujian Substantif
Sifat pengujian substantive mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit yang dilakukan oleh
auditor yaitu :
1. Jika tingkat resiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah, auditor harus
menggunakan prosedur audit yang lebih efektif, dan biasanya memerlukan biaya yang
lebih tinggi
2. Jika tingkat resiko deteksi yang dapat diterima adalah tinggi, auditor dapat menggunakan
prosedur audit yang kurang efektif, dan biasanya memerlukan biaya yang lebih rendah
Jenis-jenis pengujian substantive :
1. Prosedur Analitik
Prosedur analitik menunjukkan bahwa efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari
suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasi kemungkinan salah saji tergantung atas :
 Sifat asersi
 Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
 Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan
 Ketepatan harapan.
Jika hasil prosedur analitik sesuai dengan yang diharapkan, dan tingkat resiko deteksi
yang dapat diterima adalah tinggi, auditor tidak perlu melakukan pengujian terhadap
transaksi atau saldo akun rinci.
2. Pengujian Terhadap Transaksi Rinci
Dalam pengujian terhadap transaksi rinci yang menjadi fokus auditor adalah menemukan
kemungkinan kekeliruan atau salah saji moneter, bukan penyimpangan dari
pengendalian intern
3. Pengujian Terhadap Saldo Rinci
Pengujian terhadap saldo rinci difokuskan untuk memperoleh bukti secara langsung
tentang suatu saldo akun, bukan pendebitan dan pengkreditan secara individual ke dalam
akun tersebut.
Lingkup Pengujian
Lingkup pengujian sunstantif menunjukan jumlah pos atau besarnya sample yang diuji. Besarnya
sample merupakan masalah pertimbangan professional dalam menentukan besarnya sample
untuk mencapai tingkat resiko deteksi tertentu.

Kesalahan moneter yang terdapat dalam informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
kemungkinan yang terjadi karena kesalahan dalam :
1. Penerapan prinsip akutansi berterima umum di Indonesia
2. Tidak di terapkannya prinsip akutansi berterima uang
3. Ketidakkonsistensian dalam penerapan prinsip akutansi berterima umum di Indonesia
4. Ketidaktepatan pisah batas (cutoff) pencatatan transaksi
5. Perhitungan (penambahan, pengurangan, pengalian dan pembagian)
6. Pekerjaan penyalinan, penggolongan dan peringkasan informasi
7. Pencantuman pengungkapan (disclosure) unsur tertentu dalam laporan keuangan.
Sebagai contoh, dalam pengujian substantif terhadap pendapatan penjualan (sale revenues)
auditor melakukan prosedur audit untuk menemukan:
1. Kemungkinan terjadinya kesalahan klien dalam menerapkan prinsip akutansi berterima
umum di Indonesia, sehingga berakibat angka pendapatan penjualan dalam laporan laba
rugi menjadi lebih rendah atau lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya.
2. Adanya kemungkinan klien menyajikan informasi pendapatan penjualan yang tidak
berdasarkan prinsip akutansi berterima umum di Indonesia sehingga dapat
mengakibatkan pemakai laporan keuangan salah dalam membuat keputusan.
3. Kemungkinan klien mengubah prisip akutansi yang digunakan dalam menyajikan angka
pendapatan penjuialan dan tidak memberikan pengukapan mengenai akibat perubahan
penerapan prinsip tersebut terhadap angka laba bersih, sehingga hal ini dapat
mengakibatkan tidak dapat diperbandingkan laporan keuangan klien tahun yang diaudit
dengan laporan keuangan klien yang disajikan dalam tahun sebelumnya.
4. Kemungkinan klein melakukan pisah batas (cutoff) transaksi penjualan tidak tepat dan
tidak konsisten dengan yang digunakan dalam tahun sebelumnya. Misalnya transaksi
penjualan tahun 20X1 dicatat oleh klien sebagai pendapatan jual tahun 20X2. Contoh
lainnya adalah dalam tahun yang diaudit, klien menggunakan tanggal 24 Desember
sebagai tanggal pisah batas (cutoff) untuk memisahkan transaksi penjualan tahun yang
diaudit dengan tahun yang akan dating. Sedangkan dalam tahun sebelumnya klien
menggunakan tanggal 31 Desember sebagai tanggal pisah batas. Hal ini akan berakibat
terhadap terjadinya kesalahan penyajian angka pendapatan penjualan dalam laporan laba
rugi
5. Kemungkinan terjadinya kesalahan moneter dalam menyajikan angka pendapatan
penjualan karena terjadinya kesalahan pekerjaan klerikal (clerical works). Pengumpulan
informasi penjualan mencakup kegiatan menyalin informasi dari berbagai dokumen ke
dalam jurnal: kegiatan menjumlah, mengurangi, mengalikan dan membagi: kegiatan
meringkas informasi dalam jurnal dan memindahkan jumlahnya untuk di posting ke
dalam akun-akun buku besar:kegiatan menyajikan informasi dalam laporan keuangan.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan klerikal. Dalam pengujian substantive,
auditor melakukan kesalahan pekerjaan klerikal ini.
6. Kemungkinan tidak cukupnya pengungkapan dari klien yang seharusnya dicantuntumkan
dalam laporan keuanganyang dapat mengakibatkan pemakai laporan keuangan salah
dalam mengambil keputusan. Misalnya klien menyajikan angka pendapatan penjualan
dalam tahun yang diaudit sebesar Rp.500.000.000.- Informasi tersebut misalnya disajikan
oleh klien dalam laporan laba rugi tanpa pengungkapan lebih lanjut. Dari pengujian
substantive misalnya auditor menemukan informasi bahwa 75% dari jumlah tersebut
merupakan pendapatan penjualan klien dari transaksi penjualan produk kepada anak
perusahaannya. Karena sebahagian besar angka pendapatan penjualan tersebut terjadi dari
transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (hubungan induk-anak
perusahaan), maka auditor harus mengusulkan kepada klien untuk menambahkan
pengungkapan (disclosure) mengenai informasi tersebut dalam laporan keuangan klien.

Perbandingan antara pengujian pengendalian dengan pengujian substantive :

Pengujian Pengendalian Pengujian Substantif


Jenis Bersamaan (concurrent) Prosedur analitik
Tambahan Pengujian terhadap transaksi rinci
Pengujian terhadap akun rinci
Tujuan Penentuan efektivitas desain dan Penentuan kewajaran aserasi laporan
operasi pengendalian intern keuangan signifikan
Sifat pengukuran Frekuensi penyimpangan dari Kekeliruan rupiah dalam transaksi dan saldo
pengujian pengendalian intern akun

Prosedur audit Permintaan keterangan, Inspeksi, Sama dengan pengujian pengendalian


yang dapat Pelaksanaan kembali, dan teknik audit ditambah dengan prosedur analitik,
diterapkan berbantuan computer perhitungan, konfirmasi, pengusutan dan
pemeriksaan bukti.
Saat pelaksanaan Terutama padapekerjaan interim Terutama pada atau mendekati tanggal
neraca
Komponen resiko Resiko pengendalian Resiko deteksi
audit
Standar pekerjaan Kedua Ketiga
lapangan pokok
Diharuskan oleh Tidak Ya
standar auditing
KESIMPULAN
Pengujian pengendalian merupakan salah satu prosedur audit yang dilaksanakan untuk
menentukan efektifitas desain dan atau operasi pengendalian interen. Hasil dari setiap
pengujian pengendalian harus menyediakan bukti mengenai efektifitas dari rancangan
serta operasi dari pengendalian yang diperlukan. Setelah memperoleh pemahaman atas
pengendalian intern yang relevan dengan pelaporan keuangan dan setelah menaksir risiko
pengendalian untuk suatu asersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan tingkat
risiko pengendalian sesungguhnya atau final dengan tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan untuk suatu asersi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai