pelaksanaan dari Securities Exchange Commision (SEC) dan beberapa self regulatory bodies
lainnya, diharapkan akan meningkatkan standar akuntabilitas korporasi, transparansi dalam
pelaporan keuangan, memperkecil kemungkinan bagi perusahaan atau organisasi untuk
melakukan dan menyembunyikan fraud, serta membuat perhatian pada tingkat sangat tinggi
terhadap corporate governance. Saat ini, corporate governance dan pengendalian internal bukan
lagi sesuatu yang mewah lagi dan istimewa, karena kedua hal ini telah disyaratkan oleh undangundang.
untuk
melaporkan
terjadinya
penyimpangan.
Sistem
pelaporan
ini
diselenggarakan oleh komite audit. Perusahaan dapat menggunakan jasa pelaporan hotlines
seperti ACFEs EthicsLine. ACFE dapat membantu menyusun hotlines pengaduan yang akan
menerima dan merahasiakan pengaduan, dan memberikan informasi kepada perusahaan agara
dapat mengambil tindakan yang tepat. Sistem hotlines ini akan mendorong para pegawai untuk
melaporkan karena mereka merasa aman dari tindakan pembalasan dari yang dilaporkan, dan
inilah elemen penting dan kritis bagi program pencegahan fraud yang kuat (a robust fraud
prevention program).
Sarbanes-Oxley Act juga meningkatkan program perlindungan bagi pegawai yang
menjadi pengadu atau pemberi informasi, yang mendapatkan perlakuan buruk dari
perusahaannya setelah membeberkan adanya fraud dan membantu investigasi seperti: dipecat,
didemosikan, diskors, diancam, dilecehkan dan berbagai perlakuan diskriminatif lainnya
Pegawai tersebut dapat mencari perlindungan melalui Departemen Tenaga Kerja dan pengadilan
distrik setempat. Dengan adanya undang-undang ini, tindakan pembalasan terhadap pengadu
dianggap sebagai pelanggaran federal sehingga terdapat konsekuensi hukum pidana bagi orang
yang melakukannya berupa hukuman penjara sampai dengan 10 tahun.
Adapun perusahaan atau organisasi yang diatur oleh Sarbanes-Oxley Act antara lain:
perusahaan-perusahaan yang sahamnya telah diregistrasi berdasarkan
Section 12 of the
Sarbanes-Oxley Act
diantaranya: menghindari beberapa aktivitas yang dilarang yang berlaku dalam SOA, semua jasa
audit harus telah disetujui oleh komite audit, adanya rotasi dari partner yang melakukan audit,
menghindari konflik kepentingan, dan penelaahan oleh lembaga Comptroller General terhadap
dampak potensial dari rotasi yang telah diwajibkan.
Dalam kaitan tanggung jawab korporasi, ada suatu komite audit yang mempunyai
tanggung jawab sebagai berikut:
1) Melakukan seleksi, menghitung kompensasi dan mengawasi KAP yang mengaudit korporasi.
2) Menjadi anggota independen dalam dewan komisaris.
3) Menyelenggarakan prosedur untuk menangani komplain-komplain yang berkaitan dengan
akuntansi, pengendalian internal, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan audit.
4) Menelaah dan menyetujui jasa audit dan jasa-jasa lain yang diberikan oleh KAP.
Selain komite audit, dibentuk juga Public Company Accounting Oversight Board yang
merupakan salah satu perwujudan dari Sarbanes-Oxley Act Title I yang berbunyi: ...to oversee
the audit of public companies that are subject to the securities laws. Dewan ini mempunyai 5
orang anggota yang dipilih oleh SEC setelah berkonsultasi dengan Menteri Keuangan (Secretary
of Treasury) dan Gubernur Bank Sentral (Chairman of the Federal Reserve Board). Tugas-tugas
dari dewan ini antara lain:
1) Melakukan registrasi terhadap KAP yang mengaudit perusahaan publik.
2) Menetapkan atau mengadopsi, atau melakukan keduanya: standar audit, quality control,
etika, independensi, dan beberapa standar lain yang berkaitan dengan proses audit.
b. SAS NO. 99
Statement on Auiditing Standard (SAS) No. 99 Consideration of Fraud in a Financial
Statement Audit diterbitkan pada bulan Desember 2002 menggantikan SAS No. 82 dengan judul
yang sama. SAS No. 99 ini merupakan Pernyataan Standar Audit signifikan yang pertama kali
diterbitkan setelah diundangkannya Sarbanes-Oxley Act. Pernyataan ini menegaskan kembali
tanggungjawab auditor yang telah dinyatakan dalam SAS No. 1 Codification of Auditing
Standards and Procedures dan SAS No. 82, bahwa The auditor has a responsibility to plan and
perform the audit to obtain reasonable assurance about whether the financial statements are free
of material misstatement, whether caused by error or fraud.
SAS No. 99 ini efektif bagi audit keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah
15 Desember 2002. Secara garis besar komponen dari SAS No. 99 adalah:
1) Deskripsi dan karakteristik-karakteristik dari fraud.
2) Kecurigaan secara profesional (professional scepticism).
3) Diskusi di antara tim audit yang ditugaskan.
4) Mendapatkan informasi dan bukti audit.
5) Mengidentifikasi risiko-risiko.
6) Penilaian risiko-risiko yang telah diidentifikasikan.
7) Tanggapan terhadap penilaian risiko.
perlu
mengadopsi
standar
akuntansi
internasional
bertujuan
untuk
memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya sehingga
tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun
laporan, ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau
memilih bagian-bagian yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
Penerapan Sarbanes Oxley Act ini akan memberikan dampak positif bagi Indonesia,
diantaranya:
a) Meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan,
b) Meningkatkan kepercayaan investor atas keandalan laporan keuangan, sehingga menggiatkan
kegiatan investasi,
c) Memberikan shock therapy bagi manajemen dan auditor karena dalam UU diatur mengenai
sanksi.
Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah
karena memerlukan pemahaman, dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang besar termasuk
sumber daya manusia yang berkualitas serta memiliki intergitas yang tinggi. Indonesia sudah
melakukannya, meski sifatnya baru harmonisasi. Harmonisasi ini artinya bahwa Indonesia yang
menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK
(pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19.
Standar ini berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit. Nantinya, Indonesia harus
melakukan full adoption atas standar internasional itu.
Wujud bagian-bagian harmonisasi itu, seperti pembentukan Komite Audit. Sebagaimana
diatur dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. KEP-29/PM/2004 tanggal 24
September 2004 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, yang
dimaksud dengan Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam
rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Komite Audit bertugas untuk memberikan
pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap laporan atas hal-hal yang disampaikan oleh direksi
kepada Dewan Komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris, dan
melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas Dewan Komisaris, antara lain
meliputi:
a) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti
laporan keuangan, proyeksi, dan informasi keuangan lainnya.
b) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di
bidang Pasar Modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan
kegiatan perusahaan.
c) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal.
d) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan
manajemen risiko oleh direksi.
e) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada Komisaris atas pengaduan yang berkaitan
dengan Emiten atau perusahaan public, dan
f) Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi perusahaan.
Untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun, telah diatur melalui Peraturan Meneg
BUMN No. PER-05/MBU/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Komite Audit Bagi Badan
Usaha Milik Negara. Badan semacam PCAOB perlu dibuat, dimana badan ini mempunyai tugas:
a) Melakukan registrasi terhadap KAP yang mengaudit perusahaan publik,
b) Menetapkan atau mengadopsi, atau melakukan keduanya: standar audit, quality control,
etika, independensi, dan beberapa standar lain yang berkaitan dengan proses audit,
c) Melaksanakan inspeksi terhadap KAP-KAP,
d) Melakukan investigasi, penegakan disiplin dan pengenaan sanksi terhadap KAP dan partner
dari KAP yang melakukan pelanggaran,
e) Melakukan tugas-tugas dan fungsi-fungsi lain sebagai dewan yang dianggap perlu demi
kepentingan public.
Namun, perlu dibuat semacam kajian apakah badan tersebut merupakan bagian dari
Bapepam ataukah badan yang terpisah. Dalam RUU Akuntan Publik disebutkan bahwa
Departemen Keuangan menyelenggarakan fungsi Regulasi Profesi Akuntan Publik dan
berwenang untuk menyelenggarakan:
a) Perizinan;
b) Pembinaan dan Pengawasan;
c) Pengenaan Sanksi Perizinan;
d) Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan (PPL) & Ujian Profesi;
e) Kebijakan penyusunan dan penetapan standar;
f) Registrasi Asosiasi Profesi;
g) Penyusunan, penetapan & pemberlakuan standar akuntansi keuangan dan standar teknis
profesi akuntan publik;
h) Penyelenggaraan Ujian Profesi;
i) Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan (PPL);
Dalam hal ini, Menteri Keuangan dapat melimpahkan sebagian dari kewenangannya
kepada satu asosiasi profesi akuntan, instansi pemerintah, atau lembaga independen yang
dibentuk khusus untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Dalam RUU juga diatur mengenai
sanksi pidana yang akan diterima oleh Akuntan Publik apabila menyatakan pendapat atas laporan
keuangan tidak berdasarkan bukti audit yang sah, relevan, dan cukup. Meskipun RUU ini banyak
mendapat tanggapan negatif, namun diharapkan dapat meminimalisir peluang profesi akuntan
melakukan tindakan kecurangan dalam pelaksaan audit.
Untuk pelaporan keuangan, khususnya pada pengelolaan keuangan negara sebagaimana
diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) laporan audit atas laporan
keuangan yang diterbitkan tidak hanya laporan opini atas laporan keuangan, melainkan juga
laporan atas pengendalian intern dan laporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan. Dan, ketiganya diterbitkan dengan satu perikatan, yaitu audit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita
berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun
perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin
listing di BEJ akan kesulitan untuk menterjemahkan laporan keuangannya dulu sesuasi standar
nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup
kesulitan untuk menterjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standard di
Negara tersebut. Hal in jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan
berkurang.
Menurut survey yang digelar oleh BEJ dan Ernst & Young (E&Y) awal tahun ini, sekitar
70 persen emiten di Indonesia menganggap keberadaan audit internal sangat penting. Sementara
itu survey paruh kedua tahun lalu menunjukkan 182 emiten (84 persen) menyatakan memiliki
fungsi audit internal yang mandiri. Oleh karena itu, audit internal merupakan suatu yang juga
penting untuk diterapkan di Indonesia. Namun, ketentuan yang dikeluarkan juga harus sesuai
dengan
kondisi
dan
kebutuhan
di
Indonesia
sendiri.
(http://muhariefeffendi.files.wordpress.com/2007/11/soa-rachdian.pdf).
Peningkatan transparansi menuju tata kelola yang baik dengan Sarbanes-Oxley memang
sesuatu yang tidak dapat disangkal, namun hal yang tidak dapat dipungkiri jika terdapat
beberapa kendala ketika Indonesia akan mencoba mengadopsi Sarbanes-Oxley. Kajian yang
perlu dilakukan beberapa pihak yang berwenang dengan melihat penyesuaian yang perlu
dilakukan agar undang-undang tersebut dapat tercapai ketika diterapkan di Indonesia.
Dengan mengacu kepada pengalaman Amerika Serikat di atas, apalagi mengingat
keterpurukan perekonomian Indonesia salah satunya disebabkan oleh buruknya corporate
governance dan semakin banyak perusahaan Indonesia go public di dalam maupun luar negeri,
seyogyanya pihak-pihak yang berkompeten seperti DPR, Departemen Keuangan (Bapepam), dan
Ikatan Akuntan Indonesia segera membuat undang-undang dan peraturan yang serupa dengan
Sarbanes-Oxley Act dan SAS No. 99.