Anda di halaman 1dari 13

KONSEP LABA DALAM TATARAN PRAGMATIK

Tataran pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk menentukan apakah pesan
sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilkau sebagaimana diarah. Telah disinggung di
Bab 1 dengan Gambar 1.9, teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh
informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi akuntansi. Informasi diharapkan
mempunyai pengaruh kalau informasi tersebut benar-benar digunakan oleh para pemakai karena
menurut persepsi pemakai (atau modal pengambilan keputusannya) informasi tersebut
mempunyai manfaat, kualitas, atau nilai informasi.
Bila dikaitkan dengan laba, tataran ini membahas apakah informasi laba bermanfaat atau apakah
informasi laba nyatanya digunakan. Kalau memang digunakan, untuk kepentingan apa informasi
laba digunakan sehingga angka laba benar-benar harus disediakan. Menanyakan langsung
kepada pemakai apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi merupakan salah satu cara
untuk mengetahui kebermanfaatan laba. Cara lain adalah dengan mengenali bagaimana informasi
laba nyatanya digunakan. Cara lain adalah dengan mengukur reaksi pasar modal terhadap
pengumuman laba akuntansi.
Prediktor Aliran kas Ke Investor
Telah disebutkan bahwa perekayasa akuntansi (misalnya FASB) yakin bahwa angka laba dan
komponennya yang diukur atas dasar asas akrual merupakan indikator kinerja yang lebih baik
daripada sekedar perubahan jumlah kas. Karena investor dan kreditor menjadi pihak utama yang
dituju dalam pelaporan keuangan, perekayasa berteori bahwa investor dan kreditor
berkepentingan dengan aliran kas yang masuk ke mereka atas investasinya. Hal ini dinyatakan
dalam tujuan pelaporan keuangan FASB sebagai berikut (lihat kembali Gambar 4.4. tujuan 2)
Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi untuk membantu para investor dan kreditor
dan pemakai lain, baik berjalan maupun potensial, dalam menilai jumlah; saat terjadi, dan
ketidakpastian penerimaan kas mendatang dari dividen atau bunga dan pemerolehan kas
mendatang dari penjualan, penebusan, atau jatuh temponya sekuritas atau pinjaman.
Penjelasan diatas memberi isyarat bahwa harus ada hubungan logis antara laba (earnings) dan
aliran kas ke investor dan kreditor. Hubungan ini akan membantu investor dan kreditor dalam
mengembangkan modal untuk memprediksi aliran kas ke mereka guna menilai investasi atau
kapitalnya.
Aliran kas yang diterima atau diharapkan investor akan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan
untuk menciptakan kas yang cukup untuk (a) membayar semua kewajiban pada saatnya, (b)
mendanai keperluan operasi, (c) reinvetasi, (d) membayar bunga, dan (e) membayar deviden.
Kemampuan menciptakan kas tersebut akan ditentukan oleh kemampuan perusahaan
mendatangkan laba (earnings) jangka panjang yang memadai. Oleh karena itu, investor dan
kreditor harus memprediksi kemampuan melaba (earning power) jangka panjang. Untuk itu,
investor dan kreditor memerlukan informasi laba masa lalu untuk mem-prediksi laba masa datang.
Laba masa datang menjadi basis bagi investor untuk mempredikasi aliran kas masa datang dari
investasinya.
Aliran kas di mata investor (pemegang saham) dapat ditentukan atas dasar harapan harga saham
di masa datang. Bila perusahaan memperoleh laba yang memadai, dengan sendirinya nilai buku
aset bersih juga naik sehingga nilai buku persaham juga naik. Dengan demikian, secara teoritis
laba (berupa laba persaham atau earnings per share) akan berasosiasi dengan kenaikan kenaikan
harga saham. Secara teoritis, harga saham masa datang dapat menjadi proksi (estimator) aliran kas
masa datang. Kalau investor mampu memprediksi aliran kas dari investasinya. Argumen semacam
ini menjelaskan timbulnya berbagai teknik pemrakiraan laba (earnings forecasting) yang
digunakan analis sekuritas. Teknik-teknik tersebut pada umumnya menggunakan laba (laba
persaham) sebagai data masukan.
Gambar 10.6 dibawah ini melukiskan fungsi laba sebagai prediktor aliran kas ke investor. Secara
pragmatik laba memang bermanfaat karena sangat diperlukan oleh para analis keuangan atau
sekuritas untuk menyediakan angka prakiraan laba yang pada akhirnya membantu pemakai dalam
memprediksi aliran kas masa datang. Arti penting pemrakiraan laba telah memicu munculnya
beberapa institusi yang bergerak dalam usaha penyediaan jasa prakiraan laba (earnings forecast)
seperti Institusional Broker Estimates System (IBES) oleh Lynch, Jones, dan Ryan, The Earnings
Forecaster oleh Standard and Poor, The Icarus Service oleh Zacks Invesment Research, dan The
Value Line Invesment Survey.
Gambar 10.6
Hubungan Logis antara Laba dan Aliran Kas Ke Investor
Kesatuan Usaha

Laba Akuntansi
(Akrual)
Laba akuntansi menjadi prediktor
aliran kas ke investor melalui Prediksi
berbagai model prakiraan laba
(earnings forecasting models) Aliran Kas

Prediksi

Investor

Aliran Kas
(Dividen, kenaikan nilai investasi,
dan pengembalian atau penjualan
investasi)

Laba dan Harga Saham


Kebermanfaatan laba dapat diukur dari hubungan antara laba dan harga saham. Bahwa laba
merupakan prediktor aliran kas ke investor yang dibahas di atas sebenarnya menunjukkan bahwa
laba menentukan harga saham. Aliran kas mas datang ke investor digunakan untuk menentukan
apa yang disebut nilai intrinsik (intrinsic value) sekuritas atau saham, 25 Jones (1998) mendefinisi
nilai intrinsik sebagai berikut :
The intrinsic value of an asset is that value that exists when the asset is correctly valued – its
“true” value based on the capitalization of income process. Intrinsic value is simply the present
value concept used in a financial context (hlm. 362).
Nilai intrinsik ini pada akhirnya akan menentukan harga pasa saham terjadi di pasar modal pada
saat tertentu. Investor atau analis akan membandingkan nilai intrinsik saham dan harga pasar
sekarang (current market price) untuk menengarai apakah terjadi salah-harga (misprice). Salah
harga akan mengaktifkan perdagangan sekuritas melalui berbagai strategi investasi. Hubungan
antara nilai intrinsik (NI), harga pasar sekarang (NPS), dan strategi investasi digambarkan
sebagai berikut :
Bila NI > NPS berarti sekuritas dinilai lebih rendah oleh pasar sehingga harus dibeli atau ditahan
bila telah dimiliki.
Bila BI < NPS berarti sekuritas dinilai lebih tinggi oleh pasar sehingga harus dihindari, dijual
bila telah dimiliki, atau dilakukan short sale.
Bila NI = NPS berarti sekuritas dinilai benar dan terjadi ekuilibrium harga.
Analisis diatas terjadi pada level investor secara individual. Karena ketidakpastian masa datang
dan investor berbeda alam persepsi, sikap terhadap risiko, dan tarif diskun yang diharapkan,
maka akan dihasilkan nilai intrinsik yang berbeda-beda untuk sekuritas yang sama. Hal ini
menjelaskan mengapa untuk sekuritas tertentu sebagian investor bersedia menjual dan sebagian
lainnya bersedia membeli. Sebagian investor berpikir telah terjadi harga-lebih (overprice). Harga
pasar sekuritas pada saat tertentu akhirnya merupakan nilai intrinsik konsensus. Hal penting yang
ditunjukkan dalam uraian ini adalah bahwa laba akuntansi akan menentukan harga saham
sehingga bermanfaat bagi investor.
Perkontrakan Efisien
Teori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan bagian atau turunan dari
teori keagenan (agency theory). Teori ini didasarakan atas berbagai aspek dan implikasi
hubungan keagenan. Hubungan keagenan adalah hubungan antara prinsipal (principal) dan agen
(agent) yang di dalamnya agen bertindak atas nama dan untuk kepentingan prinsipal dan atas
tindakannya (actions) tersebut agen mendapatkan imbalan tertentu. Hubungan tersebut biasanya
dinyatakan dalam bentuk kontrak. Dalam teori keagenan, agen biasanya dianggap sebagai pihak
yang ingin memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak. Kontrak
dikatakan efisien apabila mendorong pihak yang berkontrak melaksanakan apa yang
diperjanjikan tanpa perselisihan dari pihak yang mendapatkan hasil (outcome) yang paling
optimal dari berbagai kemungkinan alternatif tindakan yang dapat dilakukan agen. Kontrak
efisien adalah kontrak yang tidak banyak menimbulkan persengketaan yang mendorong pihak
yang berkontrak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
Dalam konteks pelaporan keuangan, hubungan antara investor dan manajemen dapat
dikarakterisasi sebagai hubungan keagenan; pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen
sebagai agen. Dengan demikian, perilaku manajemen dapat dijelaskan dengan teori keagenan ini.
Apapun makna semantik laba dan apapun kelemahan laba akuntansi, dalam kenyataannya dia
mempunyai dampak keperilakuan dalam dunia nyata. Secara empiris dapat ditunjukkan bahwa
bayak sekali kontrak yang didalamnya memuat pasal yang mensyaratkan laba sebagai unsur
kesepakatan. Misalnya kontrak pembagian laba, kontrak bonus, dan kontrak utang. Peran laba
dalam berbagai kontrak menyebabkan pula berbagai perilaku pihak yang harus memenuhi
kontrak terhadap penentuan laba. Pihak yang mempunyai keleluasaan menentukan laba
(manajemen sebagai agen) pada umumnya diteorikan akan melaporkan laba untuk
memaksimumkan dirinya melalui manajemen laba. Hal ini dimungkinkan karena manejemen
dapat memilih metoda akuntansi yang menguntungkan manajemen dalam memenuhi kontrak.
Aspek pragmatik laba dalam perkontrakan efisien didasarkan pada gagasan bahwa kontrak akan
efisien kalau laba akuntansi menjadi kriteria dalam kontrak tanpa memandang aspek semantik
(makna) laba tersebut. Gagasan ini didasari oleh kenyataan empiris bahwa masyarakat umumnya
bersedia memenuhi aturan main apapun yang dipilihnya tanpa memperhatikan apakah aturan
tersebut masuk akal. Secara pragmatik, banyak kontrak yang memasukkan laba akuntansi
sebagai hal yang harus dipenuhi tanpa memperhatikan apa makna dan bagaimana laba akuntansi
dihitung. Jadi, laba akuntansi mempunyai manfaat karena secara pragmatik dia dijadikan alat
untuk mencapai kontrak yang efisien (optimal).
Pengendalian Manajemen
Ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan investor atau pihak luar
lainnya tetapi juga antara para pihak internal perusahaan. Kontrak bonus merupakan salah satu
contoh kontrak internal. Dalam hal ini, laba mempunyai manfaat karena laba dapat digunakan
untuk mengendalikan perilaku para partisipan di dalam perusahaan. Dalam tataran pragmatik,
laba digunakan sebagai pengukur kinerja divisi atau manajernya. Laba mempunyai peran penting
dalam suatu pengendalian manajemen (management control system). Sistem ini dirancang untuk
mengarahkan perilaku para manajer agar mereka memaksimumkan kepentingan dirinya atau
divisi (self-interest) tetapi pada saat yang sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga
tercapain. Bila dalam hal ini tercapai, terjadilah apa yang disebut keselarasan tujuan (goal
congrunce).
Perilaku manajer dikendalikan melalui laba dengan cara mengaitkan kompensasi dengan laba
sebagai pengukur kinerja. Pengendalian akan efektif apabila manajer mempunyai persepsi bahwa
laba sebagai pengukur kinerja benar-benar laba yang diakibatkan oleh tindakan atau upayanya
(actions and efforts). Oleh karena itu, dalam pengendalian manajemen terdapat berbagai tingkat
laba dengan berbagai sebutan sebagai pengukur kinerja manajer. Anthony dan Govindarajan
(1998) melukiskan berbagai tingkat dan sebutan laba untuk pengukuran kinerja manajer dalam
Gambar 10.7. di bawah ini.
Penyajian laba seperti gambar tersebut relevan untuk divisi yang diperlakukan sebagai pusat laba
(profit center). Laporan tersebut lebih ditujukan untuk menunjukkan kinerja manajemen
(management performance) daripada kinerja eknomik (economic performance) pusat laba
sebagai suatu entitas. Kinerja ekonomik harus memperhitungkan alokasi semua kos ke pusat laba
termasuk porsi overhead kantor pusat. Masalah teoritisnya adalah manakah sublaba (margin
penjualan, margin kontribusi, atau laba bersih) dijadikan dasar untuk mengukur kinerja
manajemen agar tercapai kongruensi tujuan.
Gambar 10.7
Berbagai Tingkat Laba untuk Pengendalian Manajemen

Pendapatan Rp 20.000.000
Kos barang terjual (variabel) 12.000.000
Margin penjualan Rp 8.000.000
Biaya Variabel 3.000.000
Margin Kontribusi Rp 5.000.000
Biaya tetap terjadi di pusat laba (biaya
langsung) 2.000.000
Laba Langsung Rp 3.000.000
Alokasi kantor pusat terkendali 250.000
Laba Terkendali Rp 2.750.000
Alokasi kantor pusat lain 400.000
Laba Sebelum Pajak Rp 2.350.000
Berbagai Pajak 950.000
Laba Bersih Rp 1.400.000

Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak-kontrak internal yang memerlukan berbagai


tingkat laba akuntansi sebagai unsur kesepakatan. Jadi secara pragmatik, laba akuntansi memang
digunakan oleh manajemen. Hal ini memberi indikasi bahwa laba akuntansi bermanfaat utnuk
kepentingan atau kontrak internal.
Teori Pasar Efisien
Telah disinggung di Bab 1 bahwa teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada
pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai. Perekayasa akuntansi menyediakan
informasi tertentu agar pemakai bereaksi dan bertindak ke arah yang diharapkan demi
kepentingan luas (negara). Apakah informasi sampai ke yang dituju informasi memakai
informasi tersebut untuk dasar pengambilan keputusan merupakan masalah kebermanfaatan
(usefulness) informasi. Jadi, kebermanfaatan informasi akan menentukan keefektifan pencapaian
tujuan pelaporan keuangan.
Seksi ini membahas apakah para pemakai statemen keuangan menggunakan laba untuk
pengambilan keputusan dan apakah laba mempengaruhi perilaku (khususnya investor).
Menanyakan langsung kepada pemakai apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi
merupakan salah satu cara untuk mengetahui kebermanfaatan laba. Kelemahan cara ini adalah
pemakai tidak selalu dapat menjelaskan proses atau model pengambilan keputusannya sehingga
jawabannya menjelaskan proses atau model pengambilan keputusannya sehingga jawabannya
lebih banyak bersifat intuitif. Kelemahan lainnya adalah bahwa pertanyaan diajukan kepada
pemakai secara individual kemudian hasilnya diagregasi sehingga dinamika pemakai secara
kelompok tidak tertangkap. Jadi, karena pemakai individual mempunyai perspektif dan
kepentingan berbeda-beda, cara ini kurang terandalkan sebagai bukti tentang kebermanfaatan
laba.
Cara lain adalah menerapkan konsep yang dikemukakan Lev (1989) bahwa kalau para pemakai
secara bersama bertindak seakan-akan menggunakan informasi tertentu, maka informasi tersebut
dianggap bermanfaat. Pasar modal dapat mereprentasi para pemakai informasi secara bersama.
Pasar modal adalah sarana untuk mempertemukan pengguna dana dan penyedia dana (pemodal)
serta sarana untuk memperjual-belikan surat-surat berharga khususnya saham.
Variabel penting pasar modal adalah harga saham (stock price), voluma perdagangan saham,
return atau kembalian saham, indeks harga saham gabungan (IHSG). Pelaku pasar modal
biasanya selalu mengikuti harga saham dan mencari informasi tentang perusahaan untuk
menentukan harga saham. Oleh karena itu reaksi pasar modal terhadap informasi dapat
digunakan untuk mengukur atau menguji kebermanfaatan informasi. Hubungan antara informasi
dan harga saham dibahas dalam konteks yang disebut efisiensi pasar (market efficiency) atau
hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis) Beaver (1989) mendefinisikan efisiensi
pasar sebagai berikut :
A security market is said to be efficient with respect to an information system if and only if the
prices act as if everyone observes the signals from that information. In other words, prices act as
if there is a universal knowledge of that information. If prices have this property, they “fully
reflect” the information system. (hlm 130).
Efisiensi pasar juga berkaitan dengan kecepatan suatu signal dicerna dan terrefleksi dalam harga
saham. Jones (2998) menegaskan sebagai berikut :
An efficient market is one in which the prices of all securities quickly and fully reflect all
available information about the assets (hlm. 255)
Kedua definisi diatas menunjukkan bahwa efisiensi pasar harus dikaitkan dengan sistem
informasi yaitu mekanisme penyediaan informasi dengan segala regulasi yang berlaku dalam
lingkup beroperasinya pasar modal. Sistem informasi menghasilkan sehimpunan informasi bagi
pelaku pasar untuk menentukan harga saham. Pasar dikatakan efisien dalam kaitan dengan
informasi atau signal tertentu hanya jika harga saham berperilaku seakan-akan semua pelaku
pasar menangkap signal tersebut dan segera merevisi harga saham harapannya (tercermin dalam
kutipan harga saham atau quoted price sebelum signal) kemudian mengambil strategi investasi
(jual, beli, atau tahan) sehingga terjadi ekuilibrium baru.
Pengertian merefleksi secara penuh (fully reflect) adalah bahwa semua signal yang tersedia telah
tertangkap oleh pelaku pasar dan terefleksi dalam harga saham ekuilibrium baru. Untuk
dikatakan efisien, ekuilibrium baru harus tercapai salam waktu yang cukup cepat. Dalam pasar
efisien, pelaku pasar dengan strategi apapum tidak akan dapat memperoleh keuntungan lebih
(return abnormal) dalam jangka panjang. Dengan kata lain, tidak seorang pun dapat mengalahkan
atau mengecoh pasar (no one can beat or fool the market) bila pasar tersebut efisien.
Bentuk Efisiensi Pasar
Karena efisiensi pasar hanya dapat dikaitkan dengan informasi atau signal tertentu dalam suatu
mekanisma penyediaan informasi, terdapat tiga bentuk efisiensi yaitu lemah (weak), semi-kuat
(semi-strong), dan kuat (strong).
Bentuk Lemah. Pasar adalah efisien dalam bentuk lemah jika harga sekuritas merefleksi secara
penuh informasi harga dan voluma sekuritas masa lalu (yang biasanya tersedia secara publik).
Dalam bentuk ini, dianggap pelaku pasar hanya menggunakan data pasar modal historis untuk
menilai investasinya sehingga data tersebut tidak bermanfaat lagi untuk memprediksi perubahan
harga masa datang. Dengan kata lain, pelaku pasar masih di mungkinkan untuk memperoleh
return abonormal dengan memanfaatkan informasi selain data pasar.
Bentuk Semi-Kuat. Pasar adalah efisien dalm bentuk semi-kuat jika harga sekuritas merefleksi
secara penuh semua informasi yang tersedia secara publik termasuk data statemen keuangan.
Karena semua pelaku pasar memperoleh akses yang sama terhadap informasi publik, strategi
investasi yanh mengandalkan data statemen keuangan publikasian tidak akan mampu
menghasilkan return abnormal secara terus-menerus.
Bentuk Kuat. Pasar adalah efisien dalam bentuk kuat jika harga sekuritas merefleksi secara
penuh semua informasi termasuk informasi privatatau dalam (inside information) yang tidak
dipublikasi atau off-the records. Dengan efisiensi semacam ini, pelaku pasar yang mempunyai
akses terhadap informasi dalam sekalipun tidak akan memperoleh return yang berlebih dalam
jangka waktu panjang.

Laba Sebagai Signal


Laba akuntansi yang diumumkan via statemen keuangan merupakan salah satu signal dari
himpunan informasi yang tersedia bagi pasar modal. Walaupun hipotesis pasar efisien
mengisyaratkan bahwa tidak seorangpun akan memperoleh return lebih hanya ata
pengetahuannya terhadap data laba, penelitian empiris menunjukkan bahwa laba (per saham)
yang diumumkan via statemen keuangan mempunyai dampak terhadap harga saham. Oleh
karena itu, sebagaimana telah dibahas sebelum ini, data laba juga sangat diperlukan oleh investor
untuk memprediksi laba dan harga masa datang.
Informasi dalam (inside information) berupa kebijakan manajemen, rencana manajemen,
pengembangan produk, strategi yang dirahasiakan, dan sebagainya yang tidak tersedia secara
publik akhirnya akan terefleksi dalam angka laba (laba per saham) yang dipublikasi via statemen
keuangan. Dengan kata lain, laba merupakan sarana untuk menyampaikan signal-signal dari
manajemen yang tidak disampaikan secara publik. Jadi, laba mempunyai kandungan informasi
(information content) yang penting bago pasar modal. Sementara itu, investor berusaha untuk
mencari informasi untuk memprediksi laba yang akan diumumkan atas dasar data yang tersedia
secara publik. Oleh karena itu, informasi laba sangat diharapkan para analis untuk menangkap
informasi privat atau dalam yang dikandungnya dan untuk mengkonfirmasi laba harapan
investor.
Pengujian Kandungan Informasi Laba
Apakah laba mengandung informasi dapat ditunjukkan oleh reaksi pasar terhadap pengumuman
laba (earnings announcement) sebagai suatu peristiwa (event). Bila angka laba mengandung
informasi, diteorikan bahwa pasar akan bereaksi terhadap pengumuman laba. Pada saat
diumumkan, pasar telah mempunyai harapan tentang berapa besarnya laba perusahaan atas dasar
semua informasi yang tersedia secara publik. Berbagai model prakiraan laba merupakan cara
untuk menentukan laba harapan (expected earnings. Selisih antara laba harapan dan laba laporan
atau aktual (reported atau actual earnings) disebut laba kejutan (unexpected earnings). Laba
kejutan merepresentasikan informasi yang belum tertangkap oleh pasar sehingga pasar akan
bereaksi pada saat pengumuman. Gambar 10.8 melukiskan laba kejutan sebagai representasi
informasi yang dikandung laba pada saat diumumkan yang belum ditangkap oleh pasar.
Laba dalam analisis seperti ini biasanya adalah laba per saham (earnings per share) untuk
perusahaan tertentu. Laba aktual dapat pula berada dibawah laba harapan. Seperti pada
pembahasan nilai intrinsik, laba kejutan adalah angka yang ada dalam persepsi investor
individual. Oleh karena itu, laba kejutan untuk perusahaan tertentu dapat berbeda-beda antar
investor karena berbagai faktor.
Gambar 10.8

Laba Kejutan dalam Peristiwa Pengumuman Laba

Laba aktual (actual earnings)

Model pengharapan laba

(earnings expectation model) } Laba kejutan (unexpected earnings)

Laba harapan (expected earnings)

-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3
Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga pasar (return saham) perusahaan
tertentu yang cukup mencolok pada saat pengumuman laba. Yang dimaksud mencolok adalah
terdapat perbedaan yang cukup besar return yang terjadi (actual return) dengan return harapan
(expected return). Dengan kata lain, terjadi return kejutan atau abnormal (unexpected return)
pada saat pengumuman laba. Berikut ini dibahas komponen-komponen penentu reaksi pasar serta
pengukurannya.
Return atau kembalian adalah apa yang diperoleh investor dari investasinya dalam suatu perioda
yang dalam hal saham dapat berupa dividen dan untung kapital (capital gain) yaitu kenaikan
nilai investasi. Return umumnya dinyatakan dalam persen perubahan. Oleh karena itu, return
saham suatu perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut (Van Horne, 1998, hlm.26) :

Return = R = Dividend per share + (Ending price – Beginning price)


Beginning price

Bila tidak ada deviden dan harga (price) dinotasi dengan P, maka return perusahaan j pada
perioda t dapat dinyatakan sebagai berikut :

Rj.t = Pt1 – Pt0


Pt0

Rj.t merupakan return aktual. Untuk mengetahui adanya return abnormal, harus
ditentukan suatu pembanding yang dianggap sebagai return normal atau return harapan (expected
return). Terdapat berbagai macam modal estimasi untuk menentukan return normal baik yang
menggunakan hanya data perusahaan maupun yang menggunakan data pasar. Bila digunakan
hanya data perusahaan, return normal yang digunakan adalah rata-rata return perusahaan masa
lalu ( R ) . Model ini disebut return sesuaian-mean (mean-adjusted returns). Dapat juga
digunakan retus pasar (Rm) sebagai pembanding. Return pasar (Rm) adalah rata-rata berbobot-
nilai (value-weighted average) seluruh return saham perusahaan yang tercatat di bursa saham
pada saat tertentu. Model yang terakhir disebut dengan return sesuaian-pasar (market-adjusted
returns). Dengan pembanding tersebut, retusn abnormal (RA) perusahaan j pada waktu t
ditentukan sebagai berikut :

Mean adjusted returns : RAj.t = Rj.t - R j

Market-adjusted returns : RAj.t = Rj.t - Rmt


Karena reaksi pasar tidak selalu terjadi seketika pada hari pengumuman reaksi dapat diukur
untuk perioda beberapa hari sebelum dan sesudah peristiwa (disebut jendela peristiwa atau event
window). Dalam menentukan R j untuk suatu perusahaan, return untuk jendela peristiwa
biasanya tidak diperhitungkan. Perioda-perioda (lamanya hari) yang diperhitungkan dalam
menentukan R j disebut perioda estimasi (estimation period). Gambar 10.9 melukiskan return
abnormal untuk jendela peristiwa t1 = -3 sampai dengan t2 = +2 dengan model return sesuaian
mean (RSM) dan return sesuaian-pasar (RSP).
Dengan jendela peristiwa yang lebar, perbedaan kecepatan reaksi antarpelaku pasar dapat
diakomodasi. Reaksi pasar kemudian diukur dengan apa yang disebut return abnormal
kumulatif/RAK (cumulative abnormal return/CAR). RAK untuk jendela peristiwa antara t1 dan
t2 dapat dinyatakan sebagai berikut :

𝑡2

RAK j. (t1. t2) = ∑ RAK j. (t1. t2)


𝑡=𝑡1

Untuk menguji kandungan informasi laba, dua pendekatan dapat dilakukan yaitu pendeketan
asosiasi dan pendekatan peristiwa. Penelitian yang mendasarkan pada pendeketan asosiasi sering
disebut studi asosiasi (association studies) sedangkan penelitian yang menekankan reaksi pasar
disebut studi peristiwa (event studies). Variabel-variabel diatas ditentukan untuk perusahaan
secara individual. Pengujiam harus dilakukan pada level pasar sehingga diperlukan beberapa
perusahaan sebagai sampel untuk mengujinya.
Perioda estimasi dalam model return sesuaian mean pada umumnya cukup panjang bahkan
dalam beberapa penelitian perioda estimasi mencapai 250 hari (misalnya hari -255 sampai
dengan hari -5). Dalam model return pasar sesuaian, perioda estimasi tidak diperlukan karena
setiap saat (hari) return pasar dapat ditentukan dan return pasar tersebut berfluktuasi mengikuti
dinamika pasar.
Pengujian Asosiasi
Studi asosiasi sering disebut pula studi koefisien responsa laba (earnings response coefficient
atau ERC). Koefisien responsa laba adalah kepekaan return saham terhadap setiap rupiah laba
atau laba kejutan. Bila semua variabel dapat ditentukan untuk sampel perusahaan, model-model
pengujian berikut dapat digunakan :

Ri,t = β0 + β1 Li,t + ɛ i,t (i = 1,2,3, ..., n)

Atau
RAi,t = β0 + β1 LKi,t + ɛ i,t (i = 1,2,3, ..., n)

Atau

RAKi,(t1,t2) = β0 + β1 LKi,t + ɛ i,t (i = 1,2,3, ..., n)

Dalam model-model diatas, LK adalah laba kejutan dan β1 adalah koefisien asosiasi. Untuk
model terakhir (t1, t2) adalah jendela peristiwa. Model-model tersebut hanya menggambarkan
secara sederhana hubungan antara laba dan pasar modal. Dalam banyak penelitian akuntansi,
model-model yang lebih canggih telah banyak dikembangkan. Bila secara statistis β1 tidak sama
dengan nol, berarti secara umum terdapat asosiasi antara laba dan return saham. Pengujian ini
menunjukkan bahwa pada tataran pragmatik, laba memang mengandung informasi sehingga
bermanfaat bagi investor.

Studi empiris menunjukkan bahwa asosiasi atau korelasi antara laba dan return tidak begitu kuat
atau tidak sempurna. Beberapa alasan dikemukakan untuk menjelaskan hal ini. Pertama, angka
laba hanya merupakan sebagian kecil faktor yang mempengaruhi harga saham. Persepsi investor
terhadap resiko, kondisi ekonomi, dan sentimen politik juga menjadi faktor tertentu harga pasar.
Kedua, fluktuasi laba tidak selalu menggambarkan perubahan ekonomik perusahaan tetapi
semata-mata merupakan perubahan metoda akuntansi. Ketiga, laba akuntansi dapat dipengaruhi
oleh manajemen dan inkonsistensi internal akuntansi sehingga angka laba mengandung
gangguan (noise). Perubahan laba akuntansi sering lebih merupakan perubahan kosmetik
daripada perubahan fundamental ekonomik dalam perusahaan. Keempat, investor tidak selalu
seragam dalam menginterprestasi informasi yang tersedia di pasar. Terakhir, pasar sering
berperilaku yang tak terprediksi (idiosinkratik).

Pengujian Peristiwa

Angka laba tidak lagi digunakan dalam pengujian ini karena yang menjadi fokus adalah
peristiwa pengumuman laba. Reaksi pasar diukur sebagai return abnormal mean/RAM (mean
abnormal returns) atau return abnormal kumulatif mean/RAKM (mean cumulative abnormal
return) untuk seluruh atau sampel perusahaan di pasar modal. RAM dan RAKM ditentukan
sebagai berikut :
𝑛

RAMt = ∑ RA i (𝑛 = 𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)


𝑖= 1
𝑛

RAMK(t1, t2) = ∑ RAK i (𝑛 = 𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)


𝑖= 1

Reaksi pasar dianggap ada bilamana RAM atau RAKM secara statistis tidak sama dengan nol.
Bila RAM dan RAKM secara statistis positif berarti terjadi reaksi positif terhadap laba sehingga
laba dianggap membawa berita baik (good news) demikian pula sebaliknya.
Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa laba mempunyai efek pragmatik terhadap
perilaku pasar modal. Reaksi pasar paling tidak menujukkan bahwa secara empiris pelaku pasar
modal seolah-olah telah menggunakan laba sehingga dapat dikatakan bahwa laba bermanfaat
bagi investor.

Anda mungkin juga menyukai