Anda di halaman 1dari 8

NAMA : RENI MUNAWAROH

NIM : 170221100001
MATA KULIAH : PENGANTAR AKUNTANSI FORENSIK

BAB 14
AUDIT INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK PERPAJAKAN

1. PENGANTAR
Investigatif Dengan teknik perpajakan menggunakan dua teknik yang secara luas
dipraktekan oleh IRS (Internal Revenue Services) di Amerika Serikat. Kedua teknik
investigasi ini digunakan untuk menentukan penghasilan kena pajak (PKP) yang belum
dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT-nya. Penerapan teknik-teknik ini terus berkembang,
sehingga menjadi umum digunakan dalam memerangi organized crime.
Kedua teknin investigasi ini adalah Net Worth Method dan Expenditure Method.
Keduanya menggunakan logika pembukuan atau akuntansi yang sederhana. IRS
menggunakannya sebagai bukti tidak langsung (circumstantial evidence). Teknik ini
menggeser beban pembuktian dari negara/fiskus kepada wajib pajak. Perlinsungan hak
wajib pajak diperlukan karena pergeseran beban pembuktian tersebut diatas.

2. NET WORTH METHOD


Net worth method diterapkan oleh kantor pajak Amerika Serikat (IRS).
Pemakaiannya bisa ditelusuri kembali ke tahun 1931 ketika IRS berhasil menjaring AI
(fonso) Capone. Sejak Congress mengundangkan RICO Act pada tahun 1970,
penggunaannya diperluas untk memenuhi indikasi illegal income dari organized crime
(kejahatan yang diorganisasi deperti mafia, Triad, dan lain-lain).
Net worth method untuk investigasi pajak ingin membuktikan adanya PKP yang
belum dilaporkan oleh wajib pajak. Untuk organized crime yang ingin dibuktikan aldalah
terdapatnya pengasila yang tidak sah, melawan hukum atau illegal income.
Net Worth Method untuk Perpajakan
Di Amerika Serikat di mana Net Worth Method diterma sebagai cara pembuktia
tidak langsung, dasar penggunaannya adalah kewajiban ajib pajak untuk melaporkan semua
penghasilannya (sebagaimana didefinisikan oleh undang-undangnya) dalam tax returns
mereka. Ketentuan serupa juga berlaku di Indonesia di mana wajib pajak diwajibkan
penghasilanya secara lengkap dan benar dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan, dalam
hal ini SPT PPh).
Pemeriksa pajak menetapkan net worth atau kekayaan bersih pada awl tahun. Ini
diperoleh dari pengurangan seluruh assets seseorang dengan seluruh liabilities-nya. Jadi di
awal tahun tertentu, sebutlah Tahun-1, net worth = assets-lialibilities. Hal yang sama
dilakukan untuk menentukan net worth Tahun-2.
selanjutnya, net worth Tahun-1 dibandingkan dengan net worth tahun-2.
Perbandingan ini akan menunjukkan kenaikan net worth (net worth increase) yang
seharusnya sama dengan PKP untuk tahun-2. Karena itu kenaikan net worth ini
dibandingkan dengan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT PPh tahun-2.
Di Amerika serikat dimana net worth method diterima sebagai cara pembuktian
tidak langsung, dasar penggunaannya adalah kewajiban wajib pajak untuk melaporkan
semua penghasilannya dalam tax returns mereka.
Meskipun tidak ditegaskan dalam undang-undang perpajakan di Indonesia, net
worth method sebenarnya sudah lama diterapkan. Dalam zaman penjajahan Belanda, kita
mengenal undang-undang pajak kekayaan. Dalam reformasi perpajakan di zaman Orde
Baru, pajak kekayaan ini dihilangkan. Pajak kekayaan tidak lain dari pajak atas penghasilan
yang karena macam-macam alasan, belum terkena pajak penghasilan. SPT pajak kekayaan
juga memuat informasi untuk penghitungan net worth.
Net worth method dipraktikan kembali di Indonesia, dengan dimintanya daftar harta
dan kewajiban dalam SPT PPh. Banyak informasi lisan yang diminta petugas pajak ketika
memeriksa SPT mengindikasikan penggunaan net worth method dan expenditure method
yang akan dijelaskan di bawah. Hal ini tidak mengherankan karena pemerintah
mendapatkan bantuan teknis dari para ahli IRS atau mantan pejabat IRS.
Net Worth Method untuk Organized Crime
Seperti yang telah disebutkan, di Amerika Serikat metode ini digunakan dalam
memerangi organized crime. Di Indonesia pendekatan ini dapat digunakan untuk
memerangi korupsi. Ketentuan perundangannya sudah ada, yakni, laporan mengenai
kekayaan pejabat.

Beberapa catatan
Ada beberapa catatan yang harus diperhatikan penyidik atau investigator dalam
menerapkan net worth method.
1. Rekaman – Makin banyak transaksi terekam, makin ampuh pula net worth method.
Misalnya, penggunaan rekening bank baik giro, tabungan, maupun deposito. Semuanya
terekam, semuanya meninggalkan jejak. Contoh lain, penggunaan kartu kredit, kartu
debit.
2. Penyimpanan uang tunai – Istilah sehari-hari adalah simpan bawah bantal atau cash
hoarding. Pelaku kejahatan cukup canggih untuk menggunakan jasa perbankan atau
pasar modal untuk menanamkan uang dalam jumlah besar. Akan tetapi, dalam berbagai
kasus pidana perpajakan, pencucian uang, dan korupsi yang besar-besar sekalipun, cash
hoarding masih sering dilakukan.
3. Tambahan “penghasilan” – Penjelasan yang diberikan oleh pelaku untuk unreport
taxable income atau illegal income bisa bermacam-macam, mulai dari warisan,
pinjaman, hadiah atau gratifikasi, dan lain-lain.
4. Pembalikan beban pembuktian – sebenarnya net worth method membalikkan kewajiban
membuktikan dari pemerintah kepada yang bersangkutan. Rumusnya logis, dan kalau
pelaku sudah melaporkan semua unsur dengan rumus net worth method maka tidak akan
ada lagi unreport taxable income atau illegal income. Atau kalaupun ada, jumlahnya
tidak boleh materiel atau signifikan.
5. Catatan pembukuan – yang sering kali menjadi tantangan bagi penyidik adalah tidak
adanya catatan pembukuan. Atau, itulah yang sering diklaim oleh pelaku kejahatan.
Oleh karena itu, kantor pajak di zaman penjajahan Belanda secara aktif melakukan
penelitian dari bermacam-macam kelompok etnis. Kesungguhan dan kejelian penyidik
sering berhasil “mengorek” catatan-catatan informal yang secara sengaja maupun tidak
sengaja dihimpum oleh pelaku kejahatan sebelum audit investigatif dilakaukan.
6. Penyidik kurang sabar – dalam menghadapi pelaku yang tangguh dalam tindak pidana
perpajakan, penyidik mungkin menyerah ketika pelaku bersedia membayar dengan cepat
“temuan si penyidik”. Penyidik perlu berhati-hati terutama ketika menerapkan net worth
method untuk pertama kalinya pada wajib pajak yang bersangkutan. Itu sebabnya,
informasi penting harus dikumpulkan, baik secara formal maupun informal.
7. Pembuktian tidak langsung – berunglang kali dijelaskan di atas bahwa net worth method
adalah metode pembuktian tidak langsung, dan membalikan beban pembuktian kepada
pelaku. Di Indonesia, undang-undang belum menentukan net worth method sebagai alat
pembuktian. Kalau akan menggunkannya, cara pembuktiannya harus dengan ketentuan-
ketentuan yang melindungi wajib pajak. Tuduhan atau dakwaan harus jelas dan
ditetapkan secara formal dalam surat tugas, khususnya dalam makna dan sifat net worth
method, asumsi yang dipakai, dan kesimpulan yang dapat ditarik oleh kedua pihak.
8. Kejahatan lain – sering kali dalam menerapkan net worth method untuk tujuan
perpajakan, penyidik dapat mengungkapkan kejahatan lain, jadi bukan tindak pidana
perpajakan.

3. EXPENDITURE METHOD
Sebagaimana halnya dengan Net Worth yang dijelaskan, penerapan Expenditure
Method juga dipelopori IRS. Expenditure Method yang merupakan derivasi atau turunan
dari net worth method digunakan IRS sejak tahun 1940an. Ketika RICO Act diundangkan
dalam tahun 1970, Expenditure Method dimanfaatkan sebagai petunjuk organized crime.
Expenditure Method juga merupakan cara pembuktian tidak langsung.
Seperti Net Worth Method, Expenditure Method juga dimaksudkan untuk
menentukan unreported taxable income. Expenditure Method lebih cocok untuk para wajib
pajak yang tidak mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai pengeluaran-pengeluaran
besar (mewah).
Expenditure Method lebih populer dari Net Worth Method, karena Expenditure
Method lebih mudah dibuat atau dihitung, dan juga lebih mudah dimengerti oleh orang
awam. Mahkamah Agung di Amerika Serikat tidak menetapkan Expenditure Method secara
khusus sebagai alat pembuktian, karena Expenditure Method dianggap derivasi atau
turunan dari Net Worth Method. Seorang akuntan harusnya mampu menghitung unreported
taxable income berdasarkan Net Worth Method akan mengkonversikannya ke Expenditure
Method.
Expenditure Method harusnya digunakan untuk kasus-kasus perpajakan apabila
kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau dominan:
1. Wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan atau catatan.
2. Pembukuan dan catatan wajib pajak tidak tersedia, misalnya karena terbakar.
3. Wajib pajak menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memadai.
4. Wajib pajak menyembunyikan pembukuan.
5. Wajib pajak tidak mempunyai assets yang terlihat atau dapat diidentifikasi.
Expenditure Method harusnya digunakan untuk kasus-kasus organized crime
apabila kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau dominan:
1. Tersangka kelihatannya tidak membeli asset seperti rumah, tanah, saham, perhiasan,
mobil atau kapal mewah, dan seterusnya.
2. Tersangka mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya diluar kemampuannya.
3. Tersangka diduga mengepalai jaringan kejahatan, atau semua saksi yang memberatkan
dia adalah para penjahat yang sudah dijatuhi hukuman.
4. Illegal income harus ditentukan untuk menghitung denda (misalnya dalam kejahatan
penebangan hutan ilegal), menghitung kerugian negara (dalam kasus korupsi), dan
pungutan negara lainnya.
Expenditure Method adalah derivasi dari Net Worth Method. Namun, perlakuan
terhadap asset dan liabilities-nya berbeda. Misalnya, dalam Net Worth Method penyidik
akan mencantumkan saldo akhir kas dan bank. Dalam Expenditure Method, hanya
perubahannya yang diambil (kenaikan atau penurunan kas dan bank). Hal yang sama juga
berlaku untuk persediaan barang, piutang, utang, dan pinjaman bank. Depresiasi,
amortisasi, deplesi, deffered gains, dan semacamnya juga diabaikan dalam Expenditure
Method ini sebenarnya merupakan hal yang elementer untuk seorang akuntan.
5. PENERAPAN DI INDONESIA
Dua metode investigasi dibahas di atas. Metode-metode tersebut diterapkan oleh
kantor pajak (IRS) di Amerika Serikat untuk memberi petunjuk adanya penghasilan yang
belum dilaporkan. Wajib pajak kemudian membuktikan adanya kekeliruan perhitungan
oleh IRS atau mengakui kesalahannya dan membayar kekurangan pajak beserta dendanya,
metode yang sama dapat diterapkan oleh penegak hukum (FBI) di sana untuk memberi
petunjuk adanya penghasilan atau asset yang diperoleh dari kegiatan melawan hukum
(Illegal activition)
Apakah metode-metode di atas dapat diterapkan di Indonesia? Di bawah akan
disajikan dua contoh dan beberapa pertanyaan.
Contoh pertama, laporan PPATK tentang transaksi bank atau trasfer yang sangat
besar ke rekening penyelenggara negara, termasuk penegak hukum, anggota DPR dan
pempinan partai politik. PPATK tidak melakukan investigasi. Laporannya merupakan
bagian dari pelaporan transaksi-transaksi mencurigakan (suspicious transaction reporting)
oleh lembaga keuangan ke PPATK. Pertanyaan bagi pimpinan lembaga yang bersangkutan:
1. Apa yang anda lakukan dengan informasi ini?
2. Apakah laporan kekayaan pejabat dapat dimanfaatkan kalau tidak, mengapa tidak?
Kalau dapatm untuk apa dan bagaimana melakukannya?
3. Apakah informasi perpajakan seperti SPT dapat dimanfaatkan? Kalau tidak, mengapa
tidak? Kalau dapat, untuk apa dan bagaimana melakukannya?
Contoh kedua , KPK mempunyai informasi mengenai kekayaan pejabat sebelum
menjabat dan pada akhir masa jabatannya. Tanpa laporan PPATK apakah informasi ini
dapat dimanfaatkan sebagi petunjuk awal adanya korupsi? Bagaimana?
Daftar kekayaan calon presiden dan calon wakil presiden adalah contoh konkrit.
Pada pemilihan presiden 2009, media membritakan kekayaan capres dan cawapres.

Pertanyaan Selayang –Pandang


1. Bagaimana mengelompokkan data di atas agar diperoleh apples-to-apples comparison?
2. Dari pandang sekilas dan pengelompokan data, apakah keganjilan yang ada dalam data
kekayaan capres dan cawapres?
3. Apa klarifikasi yang diminta dari capres dan cawapres mengenai keganjilan tersebut?
4. Sumber data apa yang dapat dipergunakan capres dan cawapres untuk menjelaskan
keganjilan tersebut?
5. Sebaliknya, sumber apa yang dapat dipergunakan untuk menguatakan argumen
mengenai keganjilan tersebut?
6. Lihat kolom terakhir (Data per) apa saran buat KPK?
Pertanyan-pertanyaan di atas bersifat selayang-pandang, bukan pertanyaan dalam
rangka suatu audit investigatif. Pertanyaan itu dapat diajukan pengamat, wawancara,
pembawa acara dalam debat Pilpres 2009.
Pertanyaan yang berhubungan dengan prosedur pemeriksaan. Daftar kekayaan
capres dan cawapres.
Nama Capres/Cawapres Kekayaan (Rp Juta) Data Per
Susilo Bambang Yhudoyono 7.600 22/07/2007
Megaawati Soekarnoputri 113.800 09/12/2004
Jusuf Kalla 253.00 31/05/2007
Boediono 18.660 31/05/2008
Prabowo Subianto 1.700.000 18/05/2009
Wiranto 46.215 18/05/2007

1. Untuk apa investigasi (percocokan fisik dengan daftar kekayaan)?


2. Apakah perlu mencari aset yang belum masuk daftar kekayaan capres dan cawapres?
Kalau “iya”, mengapa dan bagaimana caranya? Kalau tidak, mengapa?
3. Data kekayaan pada awal menjabat Presiden dan Wakil Presiden akan dibandingkan
dengan data kekayaan pada akhir masa bakti mereka. Apakah data awal ini dapat
dikoreksi oleh orang yang bersangkutan? Dalam hal apa? Apakah KPK perlu meminta
representation letter mengenai kebenaran dan kelengkapan data tersebut?
Misalkan setiap akhir tahun selama masa bakti mereka. Presiden dan Wakil
Presiden selalu menyampaikan laporan kekayaan mereka. Misalkan selama atau pada akhir
“perjalanan” sebagi Presiden dan Wakil Presiden ada tuduhan, dugaan, atau tip-off dari
whistleblower tentang perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri mereka atau
korporasi mereka, teknik audit investigatif apa yang dapat mengungkapkan perbuatan itu?
Jawaban atas pertanyaan terakhir menunjukkan bahwa tanpa beban pembuktian
terbalik, tertuduh, dugaan atau tip-off dari whistleblower hanya dapat dibuktikan dengan
mengombinasikan “teknik perpajakan” yang dibahas dalam bab ini dengan teknik-teknik
audit investigatif lainnya.

Anda mungkin juga menyukai