Istilah wawancara (interview) dan interogasi (interrogation) sering dianggap sebagai sinonim atau sama yang disebabkan oleh faktor
ketidaktahuan. Namun, ada juga penyidik yang mengerti perbedaan makna kedua istilah ini, tetapi sengaja menggunakannya secara keliru.
Misalnya, untuk memberi kesan kepada majelis hakim bahwa ia tidak menggunakan kekerasan, maka ia menggunakan istilah wawancara
padahal istilah interogasi lebih tepat menggambarkan tidak pemeriksaan atau investigasinya.
Perbedaan utama wawancara dan interogasi adalah wawancara bersifat netral dalam hal ini tidak menuduh (nonaccusatory), sedangkan
interogasi bersifat menuduh (accusatory). Walaupun investigator mengetahui bahwa sebenarnya terdakwa memang terlibat dalam kejahatan
dengan cara berbohong saat diwawancarai, tentunya dengan alasan logis melalui bukti yang dimiliki investigator. Namun karena wawancara
memiliki substansi dan caranya bersifat nonaccusatory atau tidak bersifat menuduh, maka investigator tetap tidak diperbolehkan hal-hal
tersebut. Investigator harus mengembangkan hubungan yang menimbulkan rasa percaya dan hormat. Dengan orang yang diwawancarainya.
Tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi. Oleh karena itu, selama melakukan wawancara investigator harus mengumpulkan
informasi yang penting bagi investigasinya (investigative information) dan informasi mengenai perilaku dari orang yang diwawancarainya
(behavioral information). Tujuan dari investigative information adalah untuk memperoleh informasi seperti bagaimana hubungan antara orang
yang diwawancarai dengan orang yang dicurigai merupakan otak dari perbuatan tindak pidana yang diperiksa. Sedangkan, contoh dari
behavioral information ialah keterangan mengenai perilaku orang yang diwawancarai ketika ia menjawab pertanyaan, bagaimana ia duduk,
kontak mata dengan yang mewawancarainya, ekspresi wajahnya, caranya memberi tanggapan atau jawaban, pilihan kata atau kalimat, yang
sehingga semua ini dapat memberi petunjuk apakah yang diwawancarai berkata jujur atau berbohong.
Investigator harus menilai kredibilitas dari tanggapan yang diberikan oleh orang yang diwawancarai melalui evaluasi atas sikap ( behavioral
responses) selama wawancara. Wawancara dapat dilakukan sejak awal investigasi untuk mengumpulkan lebih banyak informasi sesuai
dengan tujuan wawancara itu sendiri. Wawancara bisa dilakukan di berbagai tempat dan suasana. Wawancara semestinya fleksibel, tidak
terstruktur, dan bisa melompat dari satu pokok ke pokok pembicaraan lain.
Sebelum wawancara dimulai, sebaiknya investigator mempunyai gambaran mengenai informasi apa yang ingin dikumpulkannya dengan
membuat catatan mengenai wawancara formal (formal interview) yang dilakukannya. Wawancara formal adalah wawancara yang dilakukan
dalam lingkungan terkendali (controlled information).
Manfaat lain dari mencatat adalah dapat membuat investigator memperlambat proses bertanya yang dapat dimanfaatkan oleh investigator
untuk mengamati perilaku dari orang yang diwawancarainya. Pencatatan hasil wawancara harus dilakukan dari awal sampai akhir dan tidak
boleh secara sporadic (kadang dicatat, kadang tidak) karena dapat memberi kesan kepada yang diwawancarai bahwa hanya jawaban tertentu
penting sehingga dicatat oleh investigator.
Sedangkan, interogasi merupakan pertanyaan atau pemeriksaan terhadap seseorang melalui pertanyaan lisan yang bersistem dan bersifat
menuduh. Interogasi dilakukan karena investigator yakin kalau wawancara sebelumnya yang bersifat nonaccusatory, orang itu telah
berbohong. Sehingga interogasi tidak dilakukan hanya dengan bertanya terus karena kecil kemungkinan untuk mendapatkan keterangan
yang berisi kebenaran dari sini. Dengan ini, investigator menggunakan taktik “membuat pertanyaan” dan bukan “mengajukan pertanyaan”.
Tujuan interogasi adalah mengakui yang sebenarnya, meliputi apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang sebenarnya melakukan, berapa
jumlah atau nilai fraud sebenarnya, dan seterusnya. Interogasi dapat dikatakan berhasil bukan diwujudkan dalam pengakuan bersalah,
melainkan dalam mengetahui siapa yang sebenarnya bersalah.
Interogasi dilakukan dalam lingkungan yang terkontrol (controlled environment) dan tidak disembarang tempat. Interogasi hanya dilakukan
sesudah investigator yakin mengenai kesalahan seseorang. Investigator tidak boleh membuat catatan sebelum tertuduh menceritakan yang
sebenarnya dan berkomitmen untuk keberatan dari posisi itu. Membuat catatan terlalu awal dapat menyadarkan terdakwa jikalau
keterangannya akan merugikan dirinya.
C. Manfaat Melakukan Wawancara Sebelum Interogasi
Nilai yang hanya bisa ditemukan ketika dilakukan suatu wawancara adalah behavioral information dan investigative information karena sangat
diperlukan di tingkat selanjutnya. Maka dari itu, penting bagi investigator untuk tidak melewati tahap wawancara dan langsung melakukan
interogasi. Interogasi hanya dapat dilakukan ketika sudah ada bukti atau petunjuk untuk menuduh seseorang, bukan hanya sekadar melabeli
seseorang karena bersikap aneh padahal untuk menentukan seseorang berperilaku aneh, wawancara yang bersifat tidak menuduh merupakan
sarana yang lebih baik dari interogasi.
Manfaat dilakukannya sebuah wawancara sebelum interogasi ialah:
1. Sifat tidak menuduh dalam wawancara memungkinkan investigator membangun hubungan saling memercayai dan menghormati yang tidak
mungkin didapatkan dalam interogasi.
2. Investigator dapat mengorek keterangan penting mengenai tertuduh yang sangat berharga selama wawancara.
3. Tidak ada jaminan tertuduh akan mengaku bersalah dalam proses interogasi. Padahal, kalau ia diwawancarai terlebih dahulu dan
memberikan keterangan palsu selama wawancara, investigator dapat menggunakan keterangan dari hasil interogasi yang mengungkpakan
kebohongannya. Hal ini membawanya lebih dekat kearah putusan pengadilan yang menyatakan ia bersalah.
4. Ada keuntungan psikologi bagi investigator ketika ia melakukan wawancara sebelum interogasi. Agar interogasi berhasil, tertuduh harus
memercayai investigator bahwa ia objektif atau tidak memihak dan jujur. Karena melalui wawancara akan lebih mudah tertuduh
menceritakan yang sebenarnya.
BPKP (2007) menyatakan untuk memperoleh hasil wawancara yang memadai, maka wawancara seharusnya dilakukan oleh auditor investigatif
yang mempunyai karakteristik, seperti:
5. Orang yang mudah bergaul, berbakat dalam berinteraksi.
6. Ingin membuat orang lain ingin berbagi informasi.
7. Pewawancara tidak akan mengiterupsi responden dengan pertanyaan yang tidak penting.
8. Dapat menyusun pertanyaan yang spesifik yang bisa membuat responden secara sukarela memberikan informasi.
9. Menunjukkan keseriusan dan perhatian atas jawaban yang diberikan responden.
10. Cara mengajukan pertanyaan tidak dengan sikap yang menyalahkan.
11. Pewawancara harus tepat waktu, berpakaian rapi dan bersikap fair dalam berinteraksi dengan responden.
BPKP (2008) mengidentifikasikan bahwa wawancara adalah suatu sesi tanya jawab yang dirancang
untuk memperoleh informasi. Tidak seperti pembicaraan biasa, wawancara memiliki bentuk tersendiri,
terstruktur, dan memiliki tujuan tertentu. Wawancara dapat saja berupa satu pertanyaan atau
rangkaian pertanyaan yang kemudian dituangkan dalam suatu Bertita Acara Permintaan Keterangan
yang disetujui oleh pihak pewawancara dan yang diwawancarai.
Tuanakotta (2009) menyebutkan bahwa wawancara bersifat netral, tidak menuduh. An interview
is nonaccusatory. Ini perbedaan utama antara wawancara dengan interogasi. Sekalipun investigator
mempunyai alasan untuk percaya bahwa yang bersangkutan terlibat dalam kejahatan atau ia telah
berbohong, substansi dan caranya bersifat nonaccusatory ketika melakukan wawancara.
Dengan cara dan dana yang tidak bersifat menuduh, investigator dapat mengembangkan hubungan
yang menimbulkan rasa percaya dan hormat. Dengan orang yang diwawancarainya.
Tuanakotta (2009) menyatakan tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi.
Selama melakukan wawancara, investigator harus mengumpulkan informasi yang
penting bagi investigasinya (investigative information) dan informasi mengenai perilaku
dari orang yang diwawancarainya (behavioral information). Contoh investigative
information: apa hubungan antara orang yang diwawancarai dengan orang tertentu
yang dicurigai merupakan otak dari perbuatan tindak pidana yang diperiksa. Contoh
behavioral information: keterangan mengenai perilaku orang yang diwawancarai ketika
ia menjawab pertanyaan, bagaimana ia duduk, kontak mata dengan yang
mewawancarainya, ekspresi wajahnya, caranya memberi tanggapan atau jawaban,
pilihan kata atau kalimat; semua ini dapat memberi petunjuk apakah ia berkata jujur
atau berbohong.
D. Wawancara
Pada akhirnya, pewawancara harus menilai kredibilitas dari tanggapan yang diberikan oleh orang yang diwawancarai. Hal ini utamanya
dilakukan melalui evaluasi atas sikap (behavioral responses) selama wawancara, seiring dengan penilaian atas substansi informasi yang
diberikan.
Wawancara dapat dilakukan pada awal investigasi. Karena tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi, tentunya semakin
banyak informasi yang diketahui pemeriksa sebelum wawancara dimulai, semakin baik. Wawancara terkadang terpaksa dilakukan meskipun
pemeriksa baru mempunyai gambaran kasar tentang bagaimana kemungkinan fraud dilaksanakan, atau bahkan sebekum pemeriksaan dapat
mengidentifikasi bukti yang harus diperoleh.
Wawancara dapat dilakukan dalam berbagai lingkungan atau suasana. Pemeriksa terkadang mempunyai peluang menemui orang itu di
kantornya, atau dalam pejalanan (jalan kaki) dari tempatnya makan siang, di sudut jalan, dalam mobil, dan lain-lain.Memang, idealnya,
wawancara meskipun semua informasi belum diperolehnya.
Wawancara harusnya bersifat cair, tidak terstruktur, dan bisa melompat dari satu pokok ke pokok pembicaraan lain. Sebelum
wawancara dimulai, pemeriksaan mempunyai gambaran mengenai informasi apa yang ingin dikumpulkannya. Namun, ia juga tidak boleh
kaku. Secara kreatif, ia harus mengembangkan pertanyaan atas informasi yang diterimanya selama wawancara berlangsung. Informasi baru
mungkin tidak diduga atau diharapkan. Pemeriksa juga pandai membaca suasana, misalnya untuk memutuskan menghentikan wawancara
meskipun semua informasi belum diperolehnya.
Investigator harus membuat catatan mengenai wawancara formal (formal interview) yang dilakukannya. Wawancara formal adalah
wawancara yang dilakukan dalam lingkungan terkendali (controlled information). Mencatat mempunyai beberapa kegunaan. Bukan saja ada
pendokumentasian, tetapi mencatat juga menyebabkan investigator memperlambat proses bertanya. Ini memungkinkan investigator
mengamati perilaku dari orang yang diwawancarainya. Pemeriksa perlu mengetahui bahwa seseorang lebih mudah berbohong ketika
pertanyaan diajukan dengan kecepatan tinggi., seperti tembakan yang dilepas dari senapan otomatis. Mengatur tanya-jawab yang diselingi
masa hening yang panjang memberi peluang bagi yang diwawancarai untuk berfikir mengenai tanggapan yang bersifat menyesatkan
(deceptive response). Pada gilirannya, ini akan menyebabkan kecemasan yang terlibat dalam gejala tingkah laku menipu (behavior symptoms
of deception). Juga, kalau yang diwawancarai adalah orang yang tidak bersalah, ia bisa bingung menghadapi pertanyaan yang diajukan
dengan kecepatan tinggi.
Catat hasil wawancara dari awal sampai akhir, dan jangan sporadic (kadang dicatat, kadang tidak). Mencatat secara sporadic memberi
kesan kepada yang diwawancarai bahwa jawaban tertentu penting sehingga dicatat oleh investigator. Ketika ditanyakan, pertanyaan lain yang
terkait dengan jawaban yang dicatat, ia akan menjadi ekstra hati-hati. Mencatat secara sporadis akan menghambat arus informasi selama
wawancara.
Kebohongan atau tipuan dalam dunia investigasi disebut
E. Behavior deception atau desepsi. Desepsi adalah sebuah tindakan Your Picture Here