Anda di halaman 1dari 11

BAB 13

AUDIT INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK AUDIT

Dalam modul ini dibahas teknik audit investigatif yang memanfaatkan teknik – teknik
audit yang sudah dikenal oleh auditor yang melakukan audit atas laporan keuangan.
Perbedaannya hanyalah dalam tujuan dan lingkup. Dalam audit atas laporan keuangan,
tujuannya adalah memberikan pendapat (independent auditor’s opinion) mengenai
kewajaran laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hasil audit ini
ditunjukkan oleh bentuk opini, seperti unqualified opinion, qualified opinion, disclaimer of
opinion, atau adverse opinion. Tujuan audit investigatif adalah mengumpulkan bukti –
bukti yang dapat diterima oleh ketentuan perundang – undangan yang berlaku atau
mengumpulkan bukti hukum dan barang bukti sesuai dengan hukum acara atau hukum
pembuktian yang berlaku. Lingkup atau intensitasnya juga berbeda. Dalam audit atas
laporan keuangan, auditor mengumpulkan bukti audit untuk memberikan reasonable
assurance atau keyakinan yang memadai. Audit investigatif lebih dalam dan lebih luas
dari audit atas laporan keuangan, karena bukti hukum dan barang bukti yang
dikumpulkan akuntan forensik, akan diuji dalam persidangan (pengadilan atau di luar
pengadilan). Pengujian inilah yang akan menentukan apakah bukti dan barang bukti ini
dapat menjadi alat bukti yang dapat memberikan keyakinan kepada majelis hakim (di
dalam pengadilan) atau arbitrators (di luar pengadilan).
Perbedaan lingkup atau intensitas antara audit atas laporan keuangan dan audit
investigatif digambarkan dalam Bagan 13.1.

Bagan 13.1
Intensitas Audit (atas Laporan Keuangan) dan Audit Investigatif

AUDIT INVESTIGATIF
Tidak jarang, cara (mindset) berpikir yang kurang hati – hati dalam audit atas laporan
keuangan, atau cara berpikir yang hati – hati dalam audit investigatif, seolah – olah
membedakan keduanya. Ini sebetulnya tidak boleh terjadi. Contoh, dalam teknik
observasi penghitungan persediaan barang.
Auditor dalam audit atas laporan keuangan, mungkin berpikir bahwa teknik observasi
penghitungan persediaan barang sekadar untuk melihat kecocokan jumlah fisik dan
jumlah administrasi. Selama jumlah kedua informasi ini cocok, auditor puas. Sebaliknya,
auditor dalam audit investigatif memanfaatkan teknik observasi penghitungan persediaan
barang untuk menentukan apakah persediaan barang tidak terlalu banyak, dibandingkan
dengan “kebutuhan normal” atau jumlah pesanan yang ekonomis (economic-order
quantity). Ia melihat potensi fraud dalam pengadaan barang yang berlebihan. Cara
berpikir auditor untuk audit atas laporang keuangan (dalam contoh pengamatan
penghitungan persediaan barang) dan auditor dalam audit investigatif seharusnya
sama. Professional skepticism harus dianut oleh auditor untuk audit atas laporan
keuangan maupun auditor dalam menangani audit investigatif. Meskipun tujuan dan
intensitas kedua jenis audit itu berbeda.

URUTAN PEMBAHASAN

- Pengantar
- Kunci Keberhasilan
- Teknik – Teknik Audit
- Penutup
1. PENGANTAR

Istilah audit investigatif menjelaskan bahwa yang dilaksanakan adalah suatu audit. Audit
umum atau audit keuangan (general audit atau independent audit), bertujuan memberi
pendapat auditor independen mengenai kewajaran laporan keuangan. Oleh karena itu,
audit ini juga disebut opinion audit.
Audit investigatif lebih dalam dan tidak jarang melebar ke audit atas hal-hal yang tidak
disentuh atau tidak tersentuh oleh opinion audit. Audit investigatif diarahkan kepada
pembuktian ada atau tidak adanya fraud (termasuk korupsi) dan perbuatan melawan
hukum lainnya (seperti tindak pidana pencucian uang).
Meskipun tujuan opinion audit berbeda dari audit investigatif, teknik auditnya sama. Hal
yang berbeda hanyalah penerapan yang lebih intens dalam audit investigatif. Penerapan
teknik yang lebih mendalam, kadang-kadang melebar dengan fokus pada pengumpulan
bukti hukum untuk menetukan apakah seseorang melakukan atau tidak melakukan fraud.
Banyak auditor yang sudah berpengalaman mengaudit laporan keuangan perusahaan
atau lembaga lainnya, ragu-ragu untuk melaksanakan fraud audit dan audit investigatif.
Padahal teknik-teknik yang mereka kuasai, memadai untuk diterapkan dalam audit
investigatif.
Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian
laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit. Oleh karena itu,
ada penulis yang menggunakan istilah teknik audit dan jenis bukti audit (types of audit
evidence) dalam makna yang sama. Ada tujuh teknik, yang dirinci dalam bentuk kata
kerja bahasa Indonesia, dengan jenis bukti auditnya dalam kurung (kata benda bahasa
Inggris), yakni:
1. Memeriksa fisik (physical examination);
2. Meminta konfirmasi (confirmation);
3. Memeriksa dokumen (documentation);
4. Review analitikal (analytic review atau analytical review);
5. Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditor (inquiries of the auditee);
6. Menghitung kembali (reperformance);
7. Mengamati (observation).
Kalau teknik-teknik itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang berhasil
dihimpun akan mendukung pendapat auditor independen. Dalam audit investigatif,
teknik-teknik audit tersebut bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan”,
atau probing (misalnya, dalam review analitikal) maupun pengalaman (misalnya
dalam confirmation dan documentation).
Teknik-teknik audit relatif sederhana untuk diterapkan dalam audit investigatif.
Sederhana, namun ampuh. Tema kesederhanaan dalam pemilihan teknik audit
(termasuk audit investigatif) dikemukakan beberapa penulis pasca-Sarbanes Oxley.
Fraud 101 adalah judul buku yang dikarang oleh Howard R. Davia. Ia adalah seorang
akuntan forensik dari General Accountability Office di Amerika Serikat (dahulunya
bernama General Accounting Office—GAO serupa dengan BPK). Angka 101
(dalam fraud 101) menandakan bahwa mata kuliah itu adalah mata kuliah pengantar,
untuk pemula. Davia sebenarnya ingin mengingatkan bahwa teknik audit untuk pemula
sekalipun, bisa menjadi teknik yang ampuh kalau digunakan dengan tepat.
Peringatan serupa juga di berikan Thomas P. Houck dalam buku yang berjudul Why and
How Audits Must Change. Salah satu teknik yang diunggulkannya adalah analytical
procedures (atau review analitikal) yang dijelaskannya dengan kata sifat (adjective)
yang serba wah: quality, efficiency, client service, dan staff morale. Berulang kali
Houck menekankan pentingnya―”think analytical first”, dan bukan langsung terjun ke
prosedur audit (atau audit investigatif) yang detail.
Mengenai sifat eksploratif dari teknik audit untuk audit investigatif, Davia dalam bukunya
di atas mengibaratkan orang memancing. Memancing bukan sekedar memasang umpan
pada kail dan melemparkan tali pancing, sambil mengharapkan ikan akan datang.
Mungkin saja ikannya akan datang dan memakan umpan. Banyak auditor
mencoba menangkap fraud dengan cara demikian. Pemancing yang terampil mulai
dengan bertanya ada dirinya, “ikan apa yang akan ku pancing hari ini?” Untuk ikan yang
berbeda ada pancing yang berbeda, ada umpan yang berbeda. Probing atau eksplorasi
menemukan fraud tidak berbeda dengan memancing tadi.

2. KUNCI KEBERHASILAN

Kunci keberhasilan dari semua teknik audit investigatif adalah sebagai berikut:
1. Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diaudit
investigatif. Di pembahasan sebelumnya dijelaskan bagaimana akuntan forensik
mengidentifikasi persoalan ini, sejak tahap audit fraud yang proaktif sampai
diterimanya tuduhan, dugaan, keluhan, dan temuan sementara.
2. Kuasai dengan baik teknik-teknik audit investigatif. Penguasaan yang baik
memungkinkan investigator menerapkan teknik yang tepat untuk menyelesaikan
persoalan yang investigator identifikasi. Sama seperti pemancing di atas, atau
seorang seni pahat memilih alat yang tepat dalam setiap tahap pekerjaannya.
3. Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih. Biarpun tekniknya tepat, apabila
pelaksanaan tidak cermat, hasilnya tidak seperti diharapkan. Itulah sebabnya
mengapa due professional care merupakan standar audit yang penting. Dalam
audit investigatif, kecermatan ini terlihat antara lain dari
cara investigator mengajukan pertanyaan, menentukan kapan pertanyaan tersebut
harus diajukan, menindaklanjuti jawabannya, mempertanyakan sesuatu (ungkapan
khas investigator: “apa iya”, “adakah cara atau jalan lain”, “apakah ini tidak terlalu
bagus untuk benar” atau too good to be true, dan seterusnya).
4. Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik
yang investigator pilih. Temuan yang kelihatannya “sepele”, di tangan penyelidik
yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang luas, merupakan bukti yang
kuat dalam proses pengadilan. Kecermatan dalam menafsirkan temuan jelas terlihat
dalam computer forensics.

3. TEKNIK-TEKNIK AUDIT

Cakupan dari berbagai teknik audit dalam berbagai audit investigatif, seperti teknik-teknik
yang diterapkan dalam kejahatan perpajakan dan kejahatan terorganisasi (organized
crime), Follow the Money dalam fraud dan tindak pidana pencucian uang, teknik
pembuktian hukum, computer forensics, dan lain sebagainya.
Modul ini membahas beberapa teknik audit yang lazim dikenal dalam audit atas laporan
keuangan, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut untuk tujuan audit
investigatif dengan aplikasi dan contoh-contoh audit investigatif.
MEMERIKSA FISIK DAN MENGAMATI
Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai penghitungan uang
tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, persediaan
barang, aktiva tetap, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya.
Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui
sesuatu. Kalau kita melakukan kunjungan pabrik, kita melihat luasnya pabrik, peralatan
yang ada, kegiatan yang dilakukan, banyaknya dan beragamnya tenaga kerja. Kita juga
mendengar sesuatu, mungkin sesuatu yang wangi (seperti di pabrik parfum, aromatic,
obat, dan lain-lain) atau bahkan bau yang menyengat (misalnya ditempat
penyamakan kulit atau tempat pengolahan sampah). Kita bisa mencicipi,misalnya
dipabrik yang menghasilkan makanan.
Kita merasa suhu panas atau dingin ditempat kerja. Singkatnya, mengamati
adalah menggunakan indera, bisa salah satu atau beberapa indera sekaligus. Dalam
kedua teknik ini investigator menggunakan inderanya, untuk mengetahui atau memahami
sesuatu. Dari beberapa contoh dibawah, kita melihat berbagai tingkat pemahaman yang
bisa diperoleh dari pengamatan dan pemeriksaan fisik:
 Dari kunjungan ke lokasi yang terkena dampak semburan Lumpur panas di
Porong, Sidoarjo tahun 2006, investigator menyaksikan sendiri apa yang terjadi
dan luasnya musibah. Ini salah satu pemahaman. Investigator mempunyai
“bayangan”. Pemahaman ini penting ketika nantinya ia membaca laporan
para ahli secara rinci tentang luasnya kerusakan dan besarnya kerugian.
 Dari kunjungan ke wilayah yang terkena gempa, para relawan dan petugas dari
dinas Sosial dapat menentukan jumlah kilometer jalan, rumah, sekolah, rumah
ibadah, kantor, pabrik, dan lain-lain yang rusak. Pemahaman ini lebih dalam
dari “bayangan” mengenai intensitas kerugian akibat semburan Lumpur panas
tadi. Disini ada data kuantitatif.

MEMINTA INFORMASI DAN KONFIRMASI


Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditan, merupakan prosedur yang
biasa dilakukan auditor. Pertanyaannya, apakah dalam investigasi hal itu
perludilakukan? Apakah sebaiknya kita tidak meminta informasi, supaya yang diperiksa
tidak mengetahui apa yang kita cari? Yang bersangkutan juga mempunyai
kepentingan dan peluang untuk berbohong. Seperti dalam audit juga dalam investigatif,
permintaan informasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari
sumber lain atau diperkuat (substantiated) dengan cara lain. Permintaan informasi sangat
penting, dan juga merupakan prosedur yang normal dalam suatu investigatif.
Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diinvestigasi) untuk
menegaskan kebenaran atau tidak keebenaran suatu informasi. Dalam audit,
tehnik ini umumnya diterapkan untuk mendapat kepastian mengenai saldo
utang-piutang. Tapi sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan
maupun non keuangan.
MEMERIKSA DOKUMEN
Tehnik ini tidak memerlukan pembahasan khusus. Tak ada investigasi tanps
pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen
menjadi luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara
elektronis/digital.
REVIU ANALITIKAL
Dalam reviu analitikal yang penting bukannya perangkat lunaknya, tetapi
semangatnya, Pada dasarnya seorang investigator secara intuitif terobsesi dengan
“sesuatu yang melenceng” dan bahwa “something must be wrong because it appears
so”. Karena itu ia memerlukan patokan atau benchmark untuk membandingkannya
dengan apa yang dihadapinya. Patokan inilah yang dirumuskan Stringer dan Stewart
sebagai results that may reasonably be expected.
Kita mulai dengan mencocokkan angka-angka agregat. Pertama, kita tentukan jumlah
pajak penghasilan yang sudah disetorkan untuk bank secara keseluruhan (Kantor Pusat
dan Cabang-cabang), menurut pembukuan bank itu. Selanjutnya, ini adalah hasil
perkalian antar tarif pajak (misal 10 %) dengan jumlah bunga yang dibayarkan bank itu
kepada kepada para nasabahnya. Perbedaan antara data A dengan data B bisa
merupakan perbedaan waktu (timming difference) saja. Yakni, perbedaan antara saat
memotong dan saat menyetor pajak penghasilan. Timming difference ini juga mudah
dialokasi.
Tetapi mungkin juga ada perbedaan yang bersifat tetap (permanent difference)
misalnya dalam hal deposan dalam negeri yang mendapat pembebasan pajak
penghasilan dan deposan di cabang-cabang luar negeri dimana bank tidak berkewajiban
memungut pajak penghasilannya. Perbedaan ini mudah diketahui karena umumnya
jumlah deposan dalam negeri yang dibebaskan, tidak banyak. Sedangkan untuk deposan
di cabang-cabang diluar negeri, kita mengabaikan seluruh data bunga luar negeri (bagian
dari data B semula). Dengan contoh ini, mari kita saji definisi reviu analitikal diatas: a form
of deductive reasoning in which the propriety of the individual details is inferred from
evidence of the reasonableness of the aggregate results. Kita harus memulai dari
belakang.
Pertama, evidence of the reasonbleness of the aggregate of the results; ini diperoleh dari
data B yang diadjust untuk deposan dalam negeri yang dikecualikan pemungutan pajak
penghasilannya dan bunga di cabang-cabang luar negeri.
Kedua, a form of deductive reasoning. Di sini kita membuat deduksi dari data
agregat, data global, data menyeluruh, yang dalam hal ini adalah data A dan data B.
Deduksi ini berkenaan dengan the proprierty of the individual details. Individual details
disini adalah pemungutan dan penyetoran pajak penghasilan oleh bank secara transaksi
demi transaksi, cabang demi cabang, atau mungkin per pejabat bank sesuai dengan
kewenangannya. Kita “think ananlytical first”, dan tidak langsung terjun dan menyibukkan
diri dengan detailed substantive test.
Ada bermacam-macam variasi dari tehnik reviu analitical, namun semuanya
didasarkan atas perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya
harus terjadi, dan berusaha menjawab sebabnya terjadi kesenjangan. Apakah ada
kesalahan (error), fraud, atau salah merumuskan patokannya.

MEMBANDINGKAN ANGGARAN DENGAN REALISASI


Membandingkan data anggaran dan realisasi dapat mengindikasikan adanya fraud. Yang
perlu dipahami di sini adalah mekanisme pelaksanaan anggaran, evaluasi atas
pelaksanaan anggaran, dan insentif (keuangan maupun non keuangan) yang
terkandung dalam sistem anggarannya.
Dalam entitas yang merupakan profit center atau revenue center, pejabat tertentu
menerima insentif (bonus) sesuai dengan “keberhasilan” yang diukur dengan
pelampauan anggaran. Investigator perlu mengantisipasi kecenderungan realisasi
penjualannya dibuat tinggi (overstated). Penjualan kredit dan pengiriman barang secara
besar-besaran pada akhir tahun merupakan indikasi mengenai hal itu.
Pengembalian barang sesudah akhir tahun memperkuat indikasi adanya fraud.

HUBUNGAN ANTARA SATU DATA KEUANGAN DENGAN DATA KEUANGAN


LAIN
Beberapa akun, baik dalam suatu maupun beberapa laporan keuangan, bisa
mempunyai keterkaitan yang dapat dimanfaatkan untuk reviu analitikal. Contoh:
angka penjualan dengan piutang dan persediaan rata-rata, angka penjualan dengan
bonus bagian penjualan, penghasilan bunga dengan saldo rata-rata tabungan dan
seterusnya.
MENGGUNAKAN DATA NON KEUANGAN
Inti dari reviu analitikal adalah mengenal pola hubungan, relationship pattern. Pola
hubungan ini tidak mesti hanya antara satu data keuangan dengan data keuangan lain.
Pola hubungan non keuanganpun bisa bermacam-macam bentuknya.
Dalam bisnis perkebunan ada hubungan antara jumlah pupuk yang dipergunakan
dengan hasil produksi atau panen; angka masukan maupun keluaran dinyatakan dalam
satuan non keuangan, seperti jumlah ton untuk pupuk dan sawit.
Di pabrik gula ada ukuran antara jumlah ton tebu yang masuk ke pabrik dan jumlah
ton gula yang dihasilkan. Pola hubungan antara masukan dan keluaran ini dinyatakan
dalam suatu ratio yang dalam industri gula dikenal sebagai rendemen. Perhitungan
serupa kita lihat di industri kayu lapis atau blackboard, dengan nama
recovery.mBermacam ratio kita gunakan untuk berbagai industri. Bahkan industri-industri
atau perusahaan pemeringkat mengembangkan dan menyebarkan industry ratios.
Perusahaan penerbangan Garuda mendapatkan hasil yang sangat signifikan
dari perjalanan haji. Data yang penting, jumlah calon haji yang diterbangkan, dapat
diperoleh dari sumber intern maupun ekstern Garuda. Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) di konsulat-konsulat kita diluar negeri, mempunyai hubungan linier dengan
banyaknya visa yang diterbitkan.
Reviu analitikal sering dilakukan dengan hitungan cepat untuk menunjukkan
keganjilan. Seorang bankir mencatat informasi yang diterimanya dari calon
nasabah kreditnya. Dengan cepat ia menetukan bahwa pabrik pulp berkapasitas besar
dilokasi yang terisolasi, tidak akan bisa beroperasi karena bahan bakunya tidak akan
cukup. Semua data untuk membuat kesimpulan itu ia peroleh selama makan siang
dengan calon debiturnya.
REGRESI ATAU ANALISIS TREND
Dengan data historikal yang memadai(makin banyak makin baik, ceteris paribus), reviu
analitikal dapat mengungkapkan trend. Berbagai perangkat lunak mempermudah
hitungan dan grafiknya, misalnya STAR.
MENGGUNAKAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO
Ada hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam suatu tahun
dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan
devisa, indikator ekonomi negara-negara yang menjadi partner perdagangan Indonesia,
harga minyak mentah dan komoditi lain, dan lain-lain. Ini merupakan bidang studi yang
ditekuni para ahli ekonomi makro dan ekonometri.
MENGHITUNG KEMBALI
Menghitung kembali atau repeform tidak lain dari mencek kebenaran perhitungan (kali,
bagi, tambah, kurang, dan lain-lain). Ini prosedur yang sangat lazim dalam audit.
Biasanya tugas ini diberikan kepada seseorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor;
seorang junior auditor di kantor akuntan.
Dalam investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan
atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan
renegoisasi berkali-kali dengan pejabat(atau kabinet) yang berbeda. Perhitungan
ini dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang berpengalaman.
Beberapa contoh penghitungan kembali semacam itu yang berpotensi triliunan rupiah:
 Kasus penyelesaian kewajiban pemegang saham menurut Keputusan Menteri
Keuangan nomor 151/KMK.01/2006 tanggal 16 Maret 2006 mensyaratkan
penetapan jumlah kewajiban berdasarkan data terakhir.
 Perhitungan cost recovery oleh kontraktor bagi hasil (Production Sharing
Contractor). Cost recovery ini sangat besar jumlahnya. Kalau tidak dihitung
kembali oleh counterpart PSC atau lembaga pemeriksa independen, cost
recovery rawan penyalahgunaan.
 Biaya yang dikeluarkan BUMN yang mempunyai kewajiban memberikan
pelayanan umum (public Service Obligation). Keterlambatan pembayaran PSO
mempunyai dampak yang besar terhadap likuiditas BUMN yang bersangkutan.

4. PENUTUP

Terdapat perbedaan antara ruang lingkup atau intensitas antara audit general dan audit
investigatif. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor mengumpulkan bukti audit untuk
memberikan reasonable assurance atau keyakinan yang memadai. Audit investigatif
lebih dalam dan lebih luas dari audit atas laporan keuangan, karena bukti hukum dan
barang bukti yang dikumpulkan akuntan forensik, akan diuji dalam persidangan.
Pengujian inilah yang akan menentukan apakah bukti dan barang bukti ini dapat menjadi
bukti yang dapat memberikan keyakinan kepada majelis hakim.

Anda mungkin juga menyukai