1 Kunci Keberhasilan
Kunci keberhasilan dari semua teknik audit investigatif adalah sebagai berikut:
1. Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diaudit
investigatif. Di pembahasan sebelumnya dijelaskan bagaimana akuntan forensik
mengidentifikasi persoalan ini, sejak tahap audit fraud yang proaktif sampai
diterimanya tuduhan, dugaan, keluhan, dan temuan sementara.
2. Kuasai dengan baik teknik-teknik teknik audit investigatif. Penguasaan yang baik
memungkinkan investigator menerapkan teknik yang tepat untuk menyelesaikan
persoalan yang investigator identifikasi. Sama seperti pemancing di atas, atau
seorang seni pahat memilih alat yang tepat dalam setiap tahap pekerjaan
pekerjaannya.
3. Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih. Biarpun tekniknya tepat, apabila
pelaksanaan tidak cermat, hasilnya tidak seperti diharapkan. Itulah sebabnya
mengapa due professional care merupakan standar audit yang penting. Dalam audit
investigatif, kecermatan ini terlihat antara lain dari cara investigator mengajukan
pertanyaan, menentukan kapan pertanyaan tersebut harus diajukan,
menindaklanjuti jawabannya, mempertanyakan sesuatu (ungkapan khas
investigator: “apa iya”, “adakah cara atau jalan lain”, “apakah ini tidak terlalu
bagus untuk benar” atau too good to be true, true dan seterusnya).
4. Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang investigator
pilih. Temuan yang kelihatannya “sepele”, di tangan penyelidik yang mempunyai
pengetahuan dan dan pengalaman yang luas, merupakan bukti yang kuat dalam
proses pengadilan. Kecermatan dalam menafsirkan temuan jelas terlihat dalam
computer forensics
Peringatan serupa juga di berikan Thomas P. Houck dalam buku yang berjudul
Why and How Audits Must Change. Salah satu teknik yang diunggulkannya adalah
analytical procedures (atau review analitikal) yang dijelaskannya dengan kata sifat
(adjective) yang serba wah: quality, efficiency, client service, dan staff morale. Berulang
kali Houck menekankan pentingnya―”think pentingnya think analytical first”, dan
bukan langsung terjun ke prosedur audit (atau audit investigatif) yang detail. Mengenai
sifat eksploratif dari teknik audit untuk audit investigatif, Davia dalam bukunya di atas
mengibaratkan orang memancing. Memancing bukan sekedar memasang umpan pada
kail dan melemparkan tali pancing, sambil mengharapkan ikan akan datang. Mungkin
saja ikannya akan ddatangg dan memakan umpan. Banyak auditor mencoba menangkap
fraud dengan cara demikian. Pemancing yang terampil mulai dengan bertanya ada
dirinya, “ikan apa yang akan ku pancing hari ini?” Untuk ikan yang berbeda ada
pancing yang berbeda, ada umpan yang berbeda. Probing atau eksplorasi menemukan
fraud tidak berbeda dengan memancing tadi.
1. Verifikasi
Verifikasi adalah pengujian secara rinci dan teliti tentang kebenaran, ketelitian
perhitungan, kesaksian, pembukuan, pemilikan dan eksistensi suatu dokumen.
Verifikasi ini mencakup teknik-teknik audit lain untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti dokumen.
2. Pemeriksaan bukti pendukung / Vouching
Pemeriksaan bukti pendukung meliputi :
a. Pemilihan ayat jurnal dalam catatan akuntansi
b. Mendapatkan serta memeriksa dokumen yang digunakan sebagai dasar ayat
jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi.
Dalam melakukan vouching, arah pengujian berlawanan dengan yang
digunakan dalam tracing. Prosedur pemeriksaan bukti pendukung digunakan
secara luas untuk mendeteksi salah saji berupa penyajian yang lebih tinggi dari
yang sebenarnya dalam pencatatan akuntansi. Prosedur ini penting untuk
memperoleh bukti sehubungan dengan penegasan terhadap keberadaan
(existence) dan kejadian (occurrence).
Adapun tujuan dari vouching untuk memastikan bahwa:
a. Bukti tersebut telah disetujui oleh pejabat yang berwenang dan terkait
b. Bukti tersebut sesuai dengan tujuannya
c. Jumlah yang tertera di dalam bukti adalah benar dan sesuai dengan
transaksi
d. Pencatatan dilakukan secara benar
e. Kepemilikan dan keberadaannya sah.
Contoh kegiatan pemeriksaan bukti pendukung adalah auditor memilih ayat jurnal
“Pembelian ATK” di jurnal, kemudian membandingkanya dengan kuitansi
pembelian ATK tersebut atau tanda pembeliannya.
3. Penelusuran / Tracing
Tracing atau Penelusuran adalah teknik audit dengan menelusuri suatu bukti
transaksi/kejadian (voucher) menuju ke penyajian/informasi dalam suatu
dokumen. Teknik audit trasir merupakan cara perolehan bukti dengan arah
pengujian yang terbalik dari teknik audit vouching. Dalam penelusuran seringkali
disebut penelusuran ulang, auditor :
a. Memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan, dan
b. Menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah
dicatat dengan benar dalam catatan akuntansi (jurnal dan buku besar).
Arah pengujian prosedur ini berawal dari dokumen menuju ke catatan akuntansi,
sehingga menelusuri kembali asal-usul aliran data melalui sistem akuntansi. Salah
satu kelemahan dari teknik audit tracing ini adalah memerlukan waktu yang lama,
karena biasanya dokumen sumber suatu perusahaan sangat banyak jumlahnya dan
hampir setiap transaksi mempunyai satu dokumen sumber. Akan tetapi kelemahan
ini dapat diatasi oleh auditor dengan hanya menguji beberapa saja dengan
menggunakan metode sampling. Contoh kegiatan penelusuran adalah auditor
membandingkan antara angka yang tertera dalam kwitansi transaksi yang telah
dilakukan dan jumlah angka yang tertera dalam jurnal. Hal ini menunjukan apakah
ada kesesuaian penyajian, yaitu penyajian yang lebih rendah atau yang lebih
tinggi.
4. Scanning
Scanning adalah pemeriksaan terhadap dokumen yang kurang terinci untuk
menentukan apakah terdapat hal yang tidak biasa yang memerlukan investigasi
lanjutan. Penggunaan scan pada audit piutang adalah auditor bisa men-scan daftar
piutang untuk melihat piutang setiap pelanggan yang memiliki kejadian piutang
yang tidak biasa, seperti adanya saldo piutang negatif, piutang yang umurnya
lama, dan piutang yang nilainya besar.
5. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah mencocokkan dua data yang terpisah, mengenai hal yang
sama yang dikerjakan oleh instansi/unit/bagian yang berbeda. Tujuan teknik audit
rekonsiliasi adalah untuk memperoleh jumlah yang seharusnya atau jumlah yang
benar mengenai suatu hal tertentu. Misalnya rekonsiliasi dilakukan terhadap
catatan bendahara mengenai jumlah saldo simpanan di bank yang dituangkan
dalam Buku Pembantu Bank dengan saldo simpanan di bank menurut rekening
koran yang diterima dari pihak bank. Kedua data tersebut biasanya akan
menunjukkan saldo yang berbeda karena perbedaan waktu pencatatan. Dengan
melakukan teknik rekonsiliasi maka dapat diketahui berapa sesungguhnya saldo
simpanan di bank yang seharusnya.
Selain itu, Albrecht et al (2011) juga menekankan bahwa setelah melakukan
kejahatan, pelaku umumnya menyembunyikan (concealment) fraud mereka dengan
menutupi jejak mereka, mengaburkan bukti, serta menghapus red flag jika
memungkinkan. Penyembunyian fraud ini umumnya dilakukan dengan memanipulasi
bukti dokumen, seperti purchase invoices, sales invoices, credit memos, deposit slips,
checks, receiving reports, bills of lading, lease, titles, sales receipts, money orders,
atau cashier’s checks. Sedangkan, dari sudut pandang digital, penyembunyian
tindakan fraud ini dapat dilakukan dengan memodifikasi atau menghapus catatan di
dalam database perusahaan.
Kebanyakan teknik investigasi terkait concealment ini melibatkan beberapa
cara untuk menemukan dokumen fisik atau catatan komputer yang telah dimanipulasi.
Ketika dihadapkan pada pilihan antara keterangan dari saksi mata atau sebuah
dokumen sebagai bukti, maka kebanyakan ahli forensik fraud akan memilih dokumen.
Hal ini disebabkan dokumen merupakan catatan historis suatu kegiatan, tidak
memberikan ambiguitas, tidak dapat bersumpah palsu, dan tidak dapat memberikan
cerita yang tidak konsisten di dalam kesempatan yang berbeda.
Dokumen mengandung informasi yang sangat penting pada saat dilakukannya
investigasi atas fraud. Sebagai contoh, jika investigator sedang melakuka pemeriksaan
atas adanya kick back atau forgery scheme, maka sebuah cek akan menuntun
investigator kepada teller bank yang memproses transaksi tersebut dan teller tersebut
bisa saja ingat mengenai informasi terkait pelaku fraud. Selain itu, sebuah cek juga
membantu investigator dalam melengkapi paper trail atau jejak dokumen atas
keseluruhan transaksi. Karena dokumen memberikan banyak bukti yang signifikan
pada banyak kasus fraud, investigator harus mengerti aspek-aspek terkait legalitas dan
tata cara dalam penanganan dokumen. Secara spesifik, investigator harus memahami
beberapa aspek berikut dari bukti dokumen:
1. Chain of custody of documents
Dari sejak bukti dokumen telah diterima, maka chain of custody harus dilakukan
dengan baik. Secara umum, chain of custody berarti semua catatan atau dokumen
harus dijaga pada saat dokumen diterima. Pencatatan yang baik harus dilakukan
jika dokumen tersebut dipinjamkan ke pihak lain atau di luar kendali penguji
fraud. Hal ini disebabkan karena pihak pelaku fraud akan terus mencoba
kemungkinan bahwa dokumen yang menjadi bukti tersebut dikatakan sebagai
dokumen palsu. Sebuah catatan atau memo harus dibuat pada saat dokumen
tersebut dipinjamkan ke pihak lain, dan memo lain juga harus dibuat jika terdapat
perubahan di dalam status dokumen.
2. Marking of evidence
Ketika bukti dokumen diterima, maka dokumen tersebut harus ditandai secara
unik (uniquely marked), sehingga dapat diidentifikasi di kemudian hari. Sebagai
contoh, penggunaan amplop transparan yang digunakan untuk penyimpanan
dokumen yang disertai dengan tanggal penerimaan dokumen dan inisial dari
investigator. Selain itu, dokumen tersebut di-copy, kemudian dokumen asli
disimpan di tempat lain yang aman. Dokumenyang telah di-copy inilah yang
digunakan selama proses investigasi. Pada saat persidangan, dokumen asli dapat
dikeluarkan untuk digunakan dalam proses pengadilan.
3. Organization of documentary evidence
Kasus fraud dapat memberikan bukti dokumen dalam jumlah yang sangat banyak.
Selain dokumen dalam bentuk hard copy,, dokumen juga diperlukan dalam bentuk
soft copy. Ini dapat berupa hasil scan, format .PDF, dan format digital lain. Hal ini
akan sangat membantu dalam pemeriksaan investigasi, karena dapat
memudahkan pencarian bukti-bukti yang terkait kasus fraud tersebut. Manfaat dari
format digital ini, yaitu:
a. Menghemat banyak waktu dan tempat;
b. Meningkatkan kemampuan pencarian dokumen;
c. Mampu berbagi informasi pada pihak terkait yang berada di kota lain atau
negara lain;
Selain itu, pengorganisasian dokumen dapat diurutkan sesuai dengan tanggal
dokumen, sumber dari mana dokumen tersebut diperoleh, tanggal dokumen
diperoleh oleh investigator, atau berdasarkan ruang lingkup dokumen.
4. Coordination of evidence
Investigator dapat memutuskan untuk saling berbagi bukti dokumen dengan pihak
lain yang terkait untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kasus
yang sedang dihadapi.
5. Rules concerning original versus copies of documents
Dokumen original atau dokumen asli selalu lebih dipilih jika dibandingkan dengan
bukti dalam bentuk fotokopi. Faktanya, di dalam suatu persidangan, terdapat
empat situasi dimana penggunaan dokumen hasil fotokopi digunakan (biasanya
dipertimbangkan sebagai bukti kedua atau secondary evidence). Pada empat
situasi berikut, pengadilan harus memiliki bukti bahwa dokumen original benar-
benar ada dan secondary evidence yang digunakan merupakan copy dari dokumen
original.
a. Dokumen asli telah hilang atau hancur tanpa adanya kesengajaan, sehingga
pihak terkait menggunakan secondary evidence;
b. Dokumen asli berada dalam penguasaan pihak lain yang gagal dalam
melakukan pengamanan dokumen (padahal telah diperingatkan untuk
berhati-hati sebelumnya), atau pihak yang mengamankan dokumen tersebut
berada di luar jurisdiksi pengadilan;
c. Dokumen atau catatan berada dalam pengamanan kantor agen khusus;
d. Dokumen original terlalu banyak dan besar untuk dilakukan pengujian,
sehingga sekedar ringkasan dari isi dokumen dapat diterima oleh pengadilan
Tak ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan
kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi
yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara elektronis (digital).
Tabel 12.1.
Contoh Analisis Vertikal
https://www.scribd.com/document/355602116/13-audit-Investigatif-Dengan-Teknik-Audit
AUDIT INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK AUDIT
Kelompok 5
2019