Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK I

TEKNIK INVESTIGASI DAN PERHITUNGAN KERUGIAN NEGARA


Audit Investigasi Dengan Teknik Audit

Oleh :
Rian Abrori 180251100007
Hoirus Solihin 180251100000
Rukmawati 180251100012

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2019
Audit Investigasi Dengan Teknik Audit

Istilah audit investigatif menjelaskan bahwa yang dilaksanakan adalah suatu audit. Audit
umum atau audit keuangan memberi pendapat auditor independen mengenai kewajaran laporan
keuangan. Oleh karena itu, audit ini juga disebut opinion audit. Audit investigatif lebih dalam
dan tidak jarang melebar ke audit atas hal-hal yang disentuh atau tidak tersentuh oleh opinion
audit. Audit investigatif diarahkan kepada pembuktian ada atau tidak adanya fraud (termasuk
korupsi) dan perbuatan melawan lainnya (seperti tindak pidana pencucian uang).
Meskipun tujuan opinion audit berbeda dari audit investigatif, teknik auditnya sama. Hal
yang berbeda hanyalah penerapan yang lebih intens dalam audit investigatif. Penerapan teknik
yang lebih mendalam, kadang-kadang melebar dengan fokus pada bukti hukum untuk menetukan
apakah seseorang melakukan atau tidak melakukan fraud.
Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan
keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit. Oleh karena itu, ada penulis yang
menggunakan istilah teknik audit dan jenis bukti audit (types of audit evidence) dalam makna
yang sama. Ada tujuh teknik, yang dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan
jenis bukti auditnya dalam kurung (kata benda bahasa Inggris), yakni:
1. Memeriksa fisik (physical examination);
2. Meminta konfirmasi (confirmation);
3. Memeriksa dokumen (documentation);
4. Review analitikal (analytic review atau analytical review);
5. Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditor (inquiries of the auditee);
6. Menghitung kembali (reperformance);
7. Mengamati (observation).

Jika teknik-teknik itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang berhasil
dihimpun akan mendukung pendapat auditor independen. Dalam audit investigatif, teknik-teknik
audit tersebut bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan”, atau probing (misalnya,
dalam review analitikal) maupun pengalaman (misalnya dalam confirmation dan documentation).
Teknik-teknik audit relatif sederhana untuk diterapkan dalam audit investigatif. Sederhana,
namun ampuh. Tema kesederhanaan dalam pemilihan teknik audit (termasuk audit investigatif)
dikemukakan beberapa penulis pasca-Sarbanes Oxley.
Mengenai sifat eksploratif dari teknik audit untuk audit investigatif, Davia dalam bukunya
di atas mengibaratkan orang memancing. Memancing bukan sekedar memasang umpan pada kail
dan melemparkan tali pancing, sambil mengharapkan ikan akan datang. Mungkin saja ikannya
akan datang dan memakan umpan. Banyak auditor mencoba menangkap fraud dengan cara
demikian. Pemancing yang terampil mulai dengan bertanya ada dirinya, “ikan apa yang akan ku
pancing hari ini?” Untuk ikan yang berbeda ada pancing yang berbeda, ada umpan yang
berbeda. Probing atau eksplorasi menemukanfraud tidak berbeda dengan memancing tadi.

1. KUNCI KEBERHASILAN
Kunci keberhasilan dari semua teknik audit investigatif adalah sebagai berikut:
1. Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diaudit investigatif.
Di pembahasan sebelumnya dijelaskan bagaimana akuntan forensik mengidentifikasi
persoalan ini, sejak tahap audit fraud yang proaktif sampai diterimanya tuduhan, dugaan,
keluhan, dan temuan sementara.
2. Kuasai dengan baik teknik-teknik audit investigatif. Penguasaan yang baik memungkinkan
investigator menerapkan teknik yang tepat untuk menyelesaikan persoalan
yang investigator identifikasi. Sama seperti pemancing di atas, atau seorang seni pahat
memilih alat yang tepat dalam setiap tahap pekerjaannya.
3. Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih. Biarpun tekniknya tepat, apabila
pelaksanaan tidak cermat, hasilnya tidak seperti diharapkan. Itulah sebabnya mengapa due
professional care merupakan standar audit yang penting. Dalam audit investigatif,
kecermatan ini terlihat antara lain dari carainvestigator mengajukan pertanyaan,
menentukan kapan pertanyaan tersebut harus diajukan, menindaklanjuti jawabannya,
mempertanyakan sesuatu (ungkapan khas investigator: “apa iya”, “adakah cara atau jalan
lain”, “apakah ini tidak terlalu bagus untuk benar” atau too good to be true, dan
seterusnya).
4. Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yanginvestigator pilih.
Temuan yang kelihatannya “sepele”, di tangan penyelidik yang mempunyai pengetahuan
dan pengalaman yang luas, merupakan bukti yang kuat dalam proses pengadilan.
Kecermatan dalam menafsirkan temuan jelas terlihat dalam computer forensics.
2. TEKNIK-TEKNIK AUDIT
Berikut ini adalah teknik audit yang lazim dikenal dalam berbagai audit atas aporan keuangan,
dengan aplikasi dan contoh audit investigastif.
1. MEMERIKSA FISIK DAN MENGAMATI
Memeriksa fisik atau physical examination iartikan sebagai perhitungan uang tunai (baik
dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, prsediaan barang, asset
tetap, dan barang berwujud lainnya. Pemeriksaan fisik dan pengamatan dapat dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1) Inventarisasi (opname)
Inventarisasi (opname) adalah pemeriksaan fisik dengan menghitung fisik barang,
menilai kondisinya (baiik, kurang baik, dan rusak berat), serta membandingkannya
dengan dengan saldo menurut buku (administrasi), kemudian mencari sebab-sebab
teradinya perbedaan apabila ada. Hasil opname biasanya dituangkan dalam suatu Berita
Acara (BA). Teknik audit inventarisasi dapat diterapkan misalnya untuk barang
inventaris, perabot kantor, kebun ataupun ternakk, kas, persediaan barang, sejauh ada
fisiknya.
2) Inspeksi
Inspeksi adalah meneliti secra langsung ke tempat kejadian, yang lazim pula disebut on
the spot inspection, yang dilakukan secara rinci dan teliti. Inspeksi sering dilakukan
pendadakan. Inspeksi meliputi pemeriksaan yang rinci terhadap dokumen dan catatan
serta pemeriksaan sumber dya berwujud. Inspeksii sering kali digunakan dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, baik bottom-up maupun top-down. Dengan
melakukan inspeksi atas dokumen, auditor dapat menentukan ketepatan persyaratan
dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian buttom-up atas transaksi
akuntansi tersebut.
Contoh kegiatan inspeksi adalah pemeriksaan terhadap bukti-bukti transaksi seperti
rekening bank, kuitansi atau tanda terima lainnya untuk mengevaluasi apakah transaksi
yang dilakukan telah sesuai atau menyimpang dari rencana dan anggaran yang telah
ditetapkan.
3) Pengamatan
Pengamatan/observasi (surveillance) adalah peninjauan atas suatu objek fisik, kegiatan,
pergerakan seseorang atau sekelompok orang, yang merupakan bagian dari suatu
tindakan fraud, secara hati-hati dan kontinu selama kurun waktu tertentu untuk
membuktikan suatu keadaan atau masalah penggunaan indera manusia, seperti indera
pendengaran dan penglihatan kecermatan, dan pengetahuan auditor. Teknik ini sering
dilakukan dari jarak jauh dan tanpa disadari oleh pihak yang diamati.
Observasi juga memiliki kelemahan karena terdapat risiko bahwa karyawan klien yang
terlibat pada aktivitas-aktivitas yang sedang diobservasi telah menyadari kehadiran
auditor sehingga kehadiran auditor sehingga pada saat dilakukan observasi, karyawan
akan mengubah perilakunya dengan melaksanakan tanggungjwabnya sesuai dengan
kebijakan perusahaan. Oleh karena itu, auditor wajib untuk menindaklanjuti berbagai
kesan pertama yang didapat dengan berbagai bukti audit lainnya yang bersifat nyata.
Observasi merupakan suatu hal yang berbeda dengan pengujian fisik. Observasi
difokuskan pada aktivitas klien untuk mengetahui siapa mereka atau bagaimana dan
kapan mereka melakukannya sedangkan pengujian fisik melibatkan penghitungan atas
aktiva tertentu.
Terdapat beberapa teknik pengamatan, yaitu:
a. Stationery or fixed points
Simple fixed-points atau stationary observations dapat dilakukan oleh siapa saja.
dalam melakukan pengamatan ini, investigator harus memastikan lokasi dari kegiatan
yang akan diamati, mengantisipasi berbagai kegiatan yang mungkin terjadi dalam
kegiatan tersebut, serta mencatat secara detail keseluruhan aktivitas yang melibatkan
tersangka pelaku fraud atau merekamnya ke dalam video atau rekaman.
Catatan atau rekaman yang detail (detailed records) harus dilengkapi dengan tanggal
dan hari dilaksanakannya pengamatan, nama dari yang melaksanakan kegiatan
pengamatan, nama dari saksi-saksi yang menguatkan kejadian tersebut, posisi
darimana pengamatan dilakukan, jarak pengamatan terhadap kegiatan, dan waktu
dimulainya pengamatan dan berakhirnya pengamatan, serta catatan mengenai
keseluruhan aktivitas kegiatan yang diamati secara detail, termasuk dengan waktu
untuk setiap aktivitas (detailed time log). Sebagai contoh, pengamatan atas kegiatan
seseorang yang akan menerima dari pengusaha.
b. Moving and tailing
Pengamatan secara mobile atau bergerak (tailing), atau seringkali disebut dengan
membuntuti aktivitas terduga pelaku fraud, seringkali memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan stationary surveillance. Sebagai contoh, ada auditor internal
yang ditembak pada saat sedang membuntuti (tailing) seorang terduga pelaku fraud.
Risiko kegagalan dari pengamatan jenis ini juga tinggi. Tailing hanya boleh
dilakukan oleh para professional
c. Electrinoc surveillance
Penggunaan alat elektronik untuk pengamatan, menggunakan kamera video
seringkali digunakan. Selain itu, penyadapan (wiretapping), yang merupakan bentuk
lain dari pengamatan, biasanya hanya digunakan oleh para aparat penegak hukum.
Pengamatan menggunakan alat elektronik biasanya terbatas penggunaannya, karena
terkait dengan privasi dari seseorang di tempat kerja. Walaupun demikian,
penggunaan wiretapping juga bermanfaat, terutama dimana aparat penegak hukum
ikut terlibat dalam melakukan pengamatan. Oleh karena itu, sebelum melakukan
metode ini, investigator harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak terkait
untuk melihat aspek legalitas dari penggunaan alat elektronik.
d. Covert or undercover operations
Operasi rahasia dan penyamaran (covert or undercover operations) merupakan
kegiatan yang legal dan diperbolehkan untuk mengamati aktivitas seseorang atau
sekelompok orang secara diam-diam. Undercover operations ini sangat memakan
biaya dan waktu dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Undercover operations
bisa gagal jika seseorang atau agen yang diberikan tugas untuk menyamar ternyata
diketahui oleh pihak lawan operations has been compromised), agen tersebut
ketakutan, atau agen tersebut menjadi terpengaruh di dalam kegiatan kejahatan yang
diamati, sehingga agen menjadi simpati terhadap terduga pelaku fraud.
Undercover operations dilakukan hanya jika:
a. Kolusi atau fraud skala besar terjadi
b. Berbagai metode investigasi fraud lain gagal
c. Investigasi dapat dimonitor secara langsung;
d. Terdapat alasan yang logis dan cukup untuk yakin bahwa fraud terjadi atau akan
terjadi kembali;
e. Investigasi yang dilakukan mematuhi hukum yang berlaku
f. Investigasi tetap berlangsung secara rahasia;
g. Otoritas penegak hukum diberikan informasi secara reguler ketika bukti yang
cukup telah diperoleh

Bukti fisik (physical evidence) dapat berguna pada berbagai kasus, terutama kasus
yang melibatkan persediaan dimana stok fisik persediaan dihitung dan persediaan
yang hilang dicari. Walaupun demikian, bukti fisik ini sering diasosiasikan dengan
kejahatan non-fraud, seperti penembakan, misalnya terdapat selongsong peluru yang
menjadi bukti bagi aparat terkait kasus tersebut. Karena fraud terkadag sulit
ditemukan dan memiliki sedikit tanda-tanda, bukti fisik seringkali sulit untuk
ditemukan.
Pengumpulan bukti fisik melibatkan proses analisis terhadap objek, seperti
persediaan, asset, kunci yang rusak, zat-zat tertentu seperti minyak atau cairan, jejak-
jekak seperti cat atau noda,dan tanda-tanda khusus, sperti bekas luka, jejak roda ban
di jalan, sidik jari . bukti fisik juga melibatkan proses pencarian data di computer.

2. MEMINTA INFORMASI DAN KONFIRMASI


Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada kepada auditee, merupakan prosedur
yang biasa dilakukan auditor. Pertanyannya, apakah dalam audit investigatif hal itu perlu
dilakukan? Apakah sebaiknya investigator tidak meminta informasi, supaya yang diperiksa
tidak mengetahui apa yang investigator cari? Yang bersangkutan yang mempunyai
kepentingan dan peluang untuk berbohong.
Permintaan keterangan (inquiry) dapat dilakukan untuk menggali informasi tertentu
berbagai pihak yang berkompeten. Pihak yang kompeten bisa berarti pegawai atau pejabat
auditi yang berkaitan dengan permasalahan atau pihak ketiga termasuk para spesialis atau
profesional suatu bidang ilmu. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara tertulis maupun
secara lisan. Permintaan informasi secara tertulis dapat dilakukan dengan wawancara,
kuesioner (questioner), surat permintaan informasi.
Seperti dalam audit, juga dalam audit investigatif, permintaan informasi harus dibarengi,
diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat
(substantiated) dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting, dan juga merupakan
prosedur yang normal dalam suatu audit investigatif.
Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diaudit investigative) untuk
menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Konfirmasi adalah
memperoleh bukti untuk meyakinkan auditor dengan cara mendapatkan/ meminta
informasi sah dari pihak yang relevan. Dalam konfrmasi, auditor telah memiliki informasi
data yang akan dikonfirmasikan.
Konfirmasi dapat dilakukan dengan lisan, yaitu dengan wawancara langsung kepada pihak
yang bersangkuan, atau dapat dilakukan secara tertulis dengan mengirimkan surat
konfirmasi. Dalam konfirmasi, jawaban harus diterima langsung oleh auditor. Jika
konfirmasi dilakukan secara tertulis, amak harus ditegaskan bahwa jawaban akan
dialamatkan ke kantor auditor. Surat permintaan konfirmasi kepada responden sebaiknya
ditandatangani oleh auditi.

3. MEMERIKSA DOKUMEN
Dokumen dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu dokumen internal dan eksternal. Dokumen
internal adalah dokumen yang dipersiapkan dan digunakan dalam organisasi klien dan
disimpan tanpa pernah disampaikan kepada pihak di luar organisasi, contohnya laporan
jam kerja karyawan dan laporan penerimaan persediaan.
Sedangkan, dokumen eksternal adalah dokumen yang ditangani oleh pihak luar organisasi
yang mewakili pihak klien dalam melakukan transaksi tetapi dokumen ini dapat dengan
mudah diakses oleh klien dengan segera, contohnya faktur dari pemasok, polis asuransi,
dan lain sebagainya. Dokumen eksternal memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi
sehingga lebih dapat diandalkan daripada dokumen internal karena dokumen eksternal
pernah berada baik di tangan klien maupun pihak lain (pihak eksternal) sebagai lawan
transaksi klien.
Teknik-teknik audit yang dapat digunakan untuk mengumpulkan bukti dokumen
adalah:
1. Verifikasi
Verifikasi adalah pengujian secara rinci dan teliti tentang kebenaran, ketelitian
kesahihan, pembukuan, pemilikan dan eksistensi suatu dokumen. Verifikasi adalah
pengujian secara rinci dan teliti tentang kebenaran, ketelitian, kesahihan, pembukuan,
pemilikan dan eksistensi suatu dokumen. Verifikasi ini mencakup teknik-teknik audit
lain untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti dokumen.
2. Pemeriksaan bukti pendukung / vouching
Pemeriksaan bukti pendukung meliputi :
a. Pemilihan ayat jurnal dalam catatan akuntansi
b. Mendapatkan serta memeriksa dokumen yang digunakan sebagai dasar ayat jurnal
tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi.
Adapun tujuan dari vouching:
a. Bukti tersebut telah disetujui oleh pejabat yang berwenang dan terkait
b. Bukti tersebut sesuai dengan tujuannya
c. Jumlah yang tertera di dalam bukti adalah benar dan sesuai dengan transaksi
d. Pencatatan dilakukan secara benar
e. Kepemilikan dan keberadaannya sah.
3. Penelusuran / Tracing
Tracing atau Penelusuran adalah teknik audit dengan menelusuri suatu bukti
transaksi/kejadian (voucher) menuju ke penyajian/informasi dalam suatu dokumen.
Teknik audit tracing merupakan cara perolehan bukti dengan arah pengujian yang
terbalik dari teknik audit vouching. Dalam penelusuran disebut penelusuran ulang,
auditor :
a. memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan, dan
b. menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat
dengan benar dalam catatan akuntansi (jurnal dan buku besar).
4. Scaning
Scanning adalah pemeriksaan terhadap dokumen yang kurang terinci untuk menentukan
apakah terdapat hal yang tidak biasa yang memerlukan investigasi lanjutan. Penggunaan
scan pada audit piutang adalah auditor bisa men-scan daftar piutang untuk melihat
piutang setiap pelanggan yang memiliki kejadian piutang yang tidak biasa, seperti
adanya saldo piutang negatif, piutang yang umumnya lama, dan pitang yang nilainya
besar.
5. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah mencocokkan dua data yang terpisah, mengenai hal yang sama yang
dikerjakan oleh instansi/unit/bagian yang berbeda. Tujuan teknik audit rekonsiliasi
adalah untuk memperoleh jumlah yang seharusnya atau jumlah yang benar mengenai
suatu hal tertentu. Misalnya rekonsiliasi dilakukan terhadap catatan bendahara mengenai
jumlah saldo simpanan di bank yang dituangkan dalam Buku Pembantu Bank dengan
saldo simpanan di bank menurut reke koran yang diterima dari pihak bank. Kedua data
tersebut biasanya akan menunjukkan saldo yang berbeda karena perbedaan waktu
pencatatan. Dengan melakukan teknik rekonsiliasi maka dapat diketahui berapa
sesungguhnya saldo simpanan di bank yang seharusnya.
Selain itu, Albrecht et a l(2011) juga menekankan bahwa setelah melakukan kejahatan,
pelaku umumnya menyembunyikan (concealment) fraud mereka dengan menutupi jejak
mereka, mengaburkan bukti, serta menghapus red flag jika memungkinkan.
Penyembunyian fraud ini umumnya dilakukan dengan memanipulasi bukti dokumen,
seperti purchase invoices, sales invoices, credit memos, deposit slips, checks, receiving
reports, bills of lading, lease, titles, sales receipts, money orders, atau cashier’s checks.
Sedangkan, dari sudut pandang digital, penyembunyian tindakan fraud ini dapat
dilakukan dengan memodifikasi atau menghapus catatan di dalam database perusahaan.
teknik investigasi terkait concealment ini melibatkan beberapa cara untuk menemukan
dokumen fisik atau catatan komputer yang telah dimanipulasi. Ketika dihadapkan pada
pilihan antara keterangan dari saksi mata atau sebuah dokumen sebagai bukti, maka
kebanyakan ahli forensic fraud akan memilih dokumen. Hal ini disebabkan dokumen
merupakan catatan historis suatu kegiatan, tidak memberikan ambiguitas, tidak dapat
bersumpah palsu, dan tidak dapat memberikan cerita yang tidak konsisten di dalam
kesempatan yang berbeda.
Dokumen mengandung informasi yang sangat penting pada saat dilakukannya
investigasi atas fraud. Sebagai contoh, jika investigator sedang melakukan pemeriksaan
atas adanya kickback atau forgery scheme, maka sebuah cek akan menuntun
investigator kepada teller bank yang memproses transaksi tersebut dan tersebut bisa
saja ingat mengenai informasi terkait pelaku fraud. Selain it u sebuah cek juga
membantu investigator dalam melengkapi paper trail atau jejak dokumen atas
keseluruhan transaksi.
Karena dokumen memberikan banyak bukti yang signifikan pada banyak kasus fraud,
investigator harus mengerti aspek-aspek terkait legalitas dan tata cara dalam
penanganan dokumen. Secara spesifik, investigator harus memahami beberapa aspek
berikut dari bukti dokumen:
1) Chain of custody of documents
Dari sejak bukti dokumen telah diterima, maka chain of custody harus dilakukan
dengan baik. Secara umum, chain of custody berarti semua catatan atau dokumen
harus dijaga pada saat dokumen diterima. Pencatatan yang baik harus dilakukan jika
dokumen tersebut dipinjamkan ke pihak lain atau di luar kendali penguji fraud.
Hal ini disebabkan karena pihak pelaku fraud akan terus mencoba kemungkinan
bahwa dokumen yang menjadi bukti tersebut dikatakan sebagai dokumen palsu.
Sebuah catatan atau memo harus dibuat pada saat dokumen tersebut dipinjamkan ke
pihak lain dan memo lain juga harus dibuat jika terdapat perubahan di dalam status
dokumen
2) Marking of evidence
Ketika bukti dokumen diterima, maka dokumen tersebut harus ditandai secara unik
(uniquely marked), sehingga dapat diidentifikasi di kemudian hari. Sebagai contoh
penggunaan amplop transparan yang digunakan untuk penyimpanan dokumen yang
disertai dengan tanggal penerimaan dokumen dan inisial dari investigator. Selain itu,
dokumen tersebut di- copy. kemudian dokumen asli disimpan di tempat lain yang
aman. Dokumen yang telah di-copy inilah yang digunakan selama proses investigasi.
Pada saat persidangan, dokumen asli dapat dikeluarkan untuk digunakan dalam
proses pengadilan.
3) Organization of documentary evidence
Kasus fraud dapat memberikan bukti dokumen dalam jumlah yang sangat banyak
Selain dokumen dalam bentuk hard copy, dokumen juga diperlukan dalam bentuk
soft copy. Ini dapat berupa hasil scan, format .PDF, dan format digital lain. Hal ini
akan sangat membantu dalam pemeriksaan investigasi, karena dapat memudahkan
pencarian bukti yang terkait kasus fraud tersebut.
4) Coordination of evidence
Investigator dapat memutuskan untuk saling berbagi bukti dokumen dengan pihak
lain yang terkait untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kasus yang
sedang dihadapi.
5) Rules concerning original versus copies of documents
Dokumen original atau dokumen asli selalu lebih dipilih jika dibandingkan dengan
bukti dalam bentuk fotokopi. Faktanya, di dalam suatu persidangan, terdapat empat
situasi dimana penggunaan dokumen hasil fotokopi digunakan (biasanya
dipertimbangkan sebagai bukti kedua atau secondary evidence). Pada empat situasi
berikut, pengadilan harus memiliki bukti bahwa dokumen original benar-benar ada
dan secondary evidence yang digunakan merupakan copy dari document original
a. Dokumen asli telah hilang atau hancur tanpa adanya kesengajaan sehingga pihak
terkait menggunakan secondary evidence
b. Dokumen asli berada dalam penguasaan pihak lain yang gagal dalam melakukan
pengamanan dokumen (padahal telah diperingatkan untuk berhati-hati
sebelumnya), atau pihak yang mengamankan dokumen tersebut berada di luar
jurisdiksi pengadilan;
c. Dokumen atau catatan berada dalam pengamanan kantor agen khusus;
d. Dokumen original terlalu banyak dan besar untuk dilakukan pengujian, sehingga
sekedar ringkasan dari isi dokumen dapat diterima oleh pengadilan

4. REVIEW ANALITIKAL
Stringer dan Stewart mendefinisika Review analitikal sebagai bentuk penalaran deduktif.
Tekanannya terletak pada penalaran dan proses berfikir. Penalaran yang membawa seorang
auditor atau investigator pada gambaran mengenai wajar, layak, atau pantasnya suatu data
individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh atau
agregat.
Diakhir Tahun 1970an Deloitte Haskins & Sells (DHS) mengembangkan beberapa
perangkat lunak untuk review analytical, diantaranya ialah Statistical tchniques for
Analitycal Review (STAR) in auditing.
Bagaimana kesimpulan diperoleh? Stringer dan Stewart mengemukakan review analytical
meliputi perbandingan antara data keuangan menurut catatan dengan yang selayaknya
terjadi. Pada dasarnya seorang investigator secara intuitif terobsesi dengan”sesuatu yang
agaknya tidak benar”, sesuatu yang melenceng”. Oleh karena itu memerlukan patokan /
benchmark untuk membandingkannya dengan yang dhadapinya. Patokan inilah yang
dirumuskan oleh Stringer dan Steward sebagai result that may reasonably be expected.
Misalkan kita sedang melakukan audit investigative suatu bank yang berkewajiban
memungut pajak penghasilan atas bunga yang diperoleh nasabahnya. Apakah bank
menyetorkan pajak penghasilan sesuai ketentuan, baik dalam jumlah maupun waktu
penyetoran? Apakah audit investigative harus dimulai di cabang-cabang atau kantor-kantor
perwakilan? Menurut review analytical, tidak.
Kita mulai dengan mencocokkan angka-angka agregat. Pertama, kita tentukan jumlah
pajak penghasilan yang sudah disetorkan untuk bank secara keseluruhan (kantor pusat dan
cabang-cabang), menurut pembukuan bank itu (Data A). selanjutnya ita hitung apa yang
dikatakan Stringer dan Steward sebagai result that may reasonably be expected. Ini adalah
hasil perkalian antara tariff pajak (misalkan 10%) denngan jumlah bunga yang dibayarkan
bank itu kepada para nasabahnya (Data B). perbedaan antara data A dan data B bias
merupakan perbedaan waktu saja, yakni perbedaan saat memotong dan saat menyetor
pajak penghasilan. Timing Difference ini juga mudah dialokasikan.
Ada bermacam-macam variasi dari teknik review analitikal, namunn semuanya didasarkan
atas perbandingan antara apa yang dihadaappi dengan apa yang layaknya harus terjadi, dan
berusaha menjawab sebabnya terjadi kesenjangan. Apakah ada kesalahan (error), fraud,
atau salah merumuskan patokannya. Berikut ini adalah beberapa teknik review analitikal,
diantaranya ialah:
a. Betriebs Vergleich dan Zeit Vergleich
Dalam Betriebs Vergleich kita membandingkan perusahaan (Betriebs) yang kkita audit
investigasi dengan perusahaan saingannyayang seukuran. Terutama kalau Betriebs
lainnya cukup banyak, kita bsa mempunyai rata-rata industry yang andal. Pada dasarnya
Betriebs Vergleich dimanfaatkan untuk menganalisis kompetisi atau persaingan.
Dalam Zeit Vergleich kita membandingkan perusahaan yang kita audit investigative
pada sekarang dengan hal yang sama di masa (Zeit ) lalu. Dalam Zeit Vergleich kita
mencoba memahami bagaimana perusahaan yang kita audit investigative ini berbeda
dengan masa lalunya, dan mengapa. Michael Porter menggunakan Zeit Vergleich untuk
menerangkan kesenambungan laba (profit subtainability) dari suatu perusahaan.
Investigator menggunakan teknik yang sama untuk melihat indikasi fraud, karena fraud
menganam kesinambungan laba tadi.
Dalam contoh Betriebs Vergleich dan Zeit Vergleich diatas, kita melihat pentingnya
menentukan patokan atau benchmark. Patkan ini harus seukuran dan sejenis, ia harus
comparable. Patokan yang betul-betul comparable tentunya sangat langka.
Perbandingan (comparison, vergleich) tidak otomatis berarti bahwa patokan atau
banchmarknya benar, atau kalau ada penyimpangan yang signifikan pastilah
penyimpangan itu merupakan kesalahan data yang kita audit investigative, belum tentu.
Itulah sebabnya judgementnsangat penting, kecermatan sangat mutlak. Kalau perlu, cari
data pembanding lainnya. Hal yang utama adalah mengerti, kenapa berbagai data itu
berbeda.
b. Membandingkan anggaran dengan realisasi
Membandingkan anggaran dengan realisasi dapat mengindikasikan adanya fraud. Hal
yang perlu dipahami di sini adalah mekanisme pelaksanaan anggaran, evaluasi atas
pelaksanaan anggaran, dan insentif (keuangan maupun non keuangan) yang terkandung
dalam system anggarannya.
Dalam entitas yang merupakan profit center atau revenue center, pejabat tertentu
menerima insentif (bonus) sesuai dengan “keberhasilan” yang diukur dengan
pelampauan anggaran. Investigator perlu mengantisipasi kecenderungan realisasi
penjualannya dibuat tinggi (overstated). Penjualan kredit dan pengirim barang secara
besar-besaran pada akhir tahun memperkuat indikasi adanya fraud.
c. Analisis vertical dan Horizontal
Analisis vertical dan horizontal merupakan analisis rasio laporan keuangan. Analisis
vertical menunjukkan rasio antara satu akun dengan akun lainnya dalam laporan
keuangan untuk tahun yang sama.
Contoh analisis vertical dalam laporan laba rugi: rasio antara harga pokok pejualan
dengan penjualan, raio antara laba kotor dengan pejualan, rasio anttara biaya penjulan
dengan penjualan, dan seterusnya. Analisis tersebut disebut analisis vertical karena
angka-angka yang dibandingkan terletak secara vertical dalam laporan keuangan.
Misalnya dalam contoh laporan laba rugi dibawah ini
Akun Laba Rugi Jumlah Presentase
Penjualan 1.000.000 100
HPP 400.000 40
Laba Kotor 600.000 60
Biaya penjualan 100.000 10
Biaya admnministrsi 75.000 7,5
Biaya lain 25.000 2,5
Jumlah biaya 200.000 20
Laba sebelum pajak penghasilan 400.000 0
Pajak penghasilan 120.000 12
Laba bersih 280.000 28
Dalam contoh diatas, semua akun laba rugi dibandingkan dengan akun penjualan. Alam
stuktur laporan laa rugi, akun-akun ini tersusun secara vertical.
Dengan analisis vertical, kita dapat mengubah angka-angka laporan keuangan dari nilai
(dalam rupiah atau mata uang lain) menjado anngkka-angka dalam presentase. Laporan
keuangan dalam presentase ini desebut laporan keuangan berukuran sama. Ada neraca
berukuran sama, lapora laba rugi berukuran sama dan laporn arus kas berukuran sama.
Apa gunanya laporan keangan berukuran sama? Atau apa gunya analisis vertical?
Manfaatnya adalah dalam membandigkkan perusahaan sejenis yang memiliki ukuran
berbeda. Mislanya, kita ingin membandingkan perusahaan obat-obatan. Perusahaan A
memiliki omset Rp100 miliar, sedangkan perusahan B Rp.10triliun. kita bias
mengabaikan nilai rupiah dari kedua perusahaan ini, karena yang ingin diketahui,
misalnya apakah laba kotor sebagai presentase dari penjualan untuk perusahaan A lebih
besar atau kecil dari perusahaan B.
Analisis Horizontal menunjukkan perubahn (kenaikan atau penurunan) suatu akun
untuk suatu tahun (periode) dibandingkan tahun (perioade) sebelumnya atau tahun
(periode) berikutnya. Analisis eitvergleich yang dibahas diatas.
Angka-angka untuk akun yang sama dati tahun (periode) sebelumnya atau tahun
berikutnya, dalam penyajian laporan keuangan, disajikan berdampingan. Oleh karena
itu, analisis ini disebut analisis horizontal.
d. Hubungan antara Satu data Keuangan dengan data keuangan lain
Beberapa akun, baik dalam suatu maupun beberapa lapran keuangan, bias mempunyai
leterkaitan yang dapat dimanfaatkan untuk review analitikal. Contoh: angka penjualan
dengan piutang dan persediaan rata-rata., angka penjualan dengan bonus bagian
penjualan, penghasilan bunga dengan slado rata-rata tabunngan, an seterusnya.
e. Menggunakan data keuangan
Inti dari review analitikal adalah mengenal pola hubungan, relationship pattern. Pola
hubungan ini tidak mesti hanya antara satu data degan data keuangan yang lain. Pola
hubungan non keuangan pun bias bermacam-macam bentuknya.
Dalam bisnis perkebunan ada hubungan antara jumlah pupuk yang dipergunakan
dengan hasil produksi: angka keluaran maupun masukan dinyatakan dalam satuan non
keuangan, seperti jumlah ton untuk pupuk dan sawit.
Di pabrik gua ada ukuran anttara jumlah ton tebu yang masuk ke pabrik dan jumlah ton
gula yang dihasilkan. Pola hubungan antara masukan dan keluaran ini dinyatakan dalam
rasio yan dalam industry gula dikenal sebagai rendemen.
f. Regresi atau analisis fraud
Dengan data historkal yang memadai (makin banyak makin baik), review analitikal
dapat mengungkapkan trend. Berbagai perangkat lunak mempermudah hitungan dan
grafiknya, milsakan STAR, perangkat lubak Deloitte.
g. Menggunakan Indikator Ekonomi makro
Ada hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam suatu tahun
dengan indicator-indikator ekonomi seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan
devisa, indicator ekonomi Negara-negara yang menjadi partner perdagangan Indonesia,
harga minyak mentah dan komoditi lain, dan lain-lain. Ini merupakan bidang studi yang
ditekuni para hli ekonomi makro dan ekonometri.
Keandalan perumusan ekonometri akan membantu auditor atau investigator melalui
data agregat, tanpa harus memasuki pemeriksaan SPT sebagai langkah pertama. Jika
ada indikasi kuat, baru ke pemeriksaan SPT dengan Net Wort Methode atau Expenditur
method.

5. MENGHITUNG KEMBALI
Menghitung kembali atau reperform tidak lain dari mengecek kebenaran perhitungan. Ini
merupakan prosedur yang sangat lazim dalam audit. Biasanya tugas ini diberikan kepada
seseorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor.
Dalam audit investigative, perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks,
didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumitt, mungkin sudah terjadi perubahan ddan
renegoisasi berkali-kali dengan pejabat (cabinet ) yang berbeda. Perhitungan ini dilakukan
atau disupervisi oleh investigator yang berpengalaman.

RINGKASAN KASUS
1. Belanja Modal Bangunan Gedung Perwakilan (Mess) di Jakarta senilai
Rp1.500.000.000,00.
Sdr. Aji Ahmad Yusuf melakukan penawaran mess Pemerintah Kabupaten Jeneponto di
Jakarta dalam satu paket harga rumah termasuk diantaranya biaya pembelian perabot, biaya
renovasi dan biaya peresmian seluruhnya senilai Rp1.500.000.000,00. Atas dasar penawaran
tersebut, Pemimpin Kegiatan (Sdr. Makkaraeng) mengajukan usulan calon pemenang dengan
penunjukan langsung Sdr. Aji Ahmad Yusuf kepada Bupati Jeneponto (Sdr. DR. Ir. H.
Baharuddin Baso Tika, MSi) yang kemudian disetujui dengan menerbitkan Surat Perintah
Kerja (SPK). SPK dikeluarkan pada tanggal 21 Juli 2003 sedangkan berdasarkan bukti
pengeluaran (SPM dan Nota Pembayaran dari BPD serta kuitansi pembayaran), pembayaran
kepada sdr. Aji Ahmad Yusuf dilakukan pada tanggal 16 Juli 2003. Hal ini menunjukkan
bahwa pembayaran dilakukan terlebih dahulu sebelum SPK diterbitkan. Pembayaran
pengadaan rumah dinas (mess) oleh Bendaharawan Sekretariat senilai Rp1.500.000.000,00
tidak menggunakan SPM Beban Tetap (SPM-BT) tetapi menggunakan Beban Sementara
(SPM-BS/PK) dan dilakukan melalui Bupati Jeneponto (Sdr. DR. Ir. H. Baharuddin Baso
Tika, Msi).
Dalam transaksi jual beli tersebut, bahwa Sdr. Aji Ahmad Yusuf hanya bertindak
sebagai perantara dan belum sebagai pemilik rumah pada saat mengajukan penawaran kepada
Pemimpin Kegiatan. Berdasarkan Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh
Notaris Ny. Anne Meyanne Alwie, SH yang berkedudukan di Jakarta Barat tanggal 21
Nopember 2003, diketahui bahwa harga rumah yang disepakati sebesar Rp288.186.000,00,
sedangkan berdasarkan kuitansi pembelian rumah oleh Sdr. Aji Ahmad Yusuf dari Ny. Ngui
Lenawati, harga rumah yang dibayar oleh Sdr. Aji Ahmad Yusuf sebesar Rp720.000.000,00,
sehingga terjadi pembayaran berlebih sebesar Rp431.814.000 (Rp720.000.000,00 -
Rp288.186.000,00). Menurut Sdr. Aji Ahmad Yusuf diakui bahwa harga tersebut dibuat untuk
menghindari adanya pembayaran pajak yang cukup tinggi.

2. Pembebasan tanah untuk pembangunan Waduk Kelara-Kareloe senilai


Rp5.000.000.000,00.
Pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Waduk Karoloe tidak melalui Panitia
Pengadaan Tanah sesuai dengan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kabupaten
Jeneponto dengan Pemerintah Kabupaten Gowa. Dengan tidak adanya Panitia Pengadaan
Tanah, harga tanah sebesar Rp4.500,00 per M2 yang disepakati dalam Nota Kesepakatan
antara Bupati Jeneponto dengan Sdr. H.M. Sanusi (Direktur PT. Arafah sanusi) tidak
berdasarkan hasil musyawarah dengan para pemilik tanah.
Pelaksanaan pembayaran oleh Bendaharawan Sekretariat dengan menggunakan dana
cadangan tidak dilakukan langsung kepada Sdr. H.M. Sanusi namun melalui Bupati Jeneponto
(Sdr. DR. Ir. H. Baharuddin Baso Tika, MSi) sebesar Rp1.500.000.000,00 dan Asisten
Administrasi (Sdr. Drs. Haruna Rasyid) sebesar Rp3.500.000.000,00.
Berdasarkan bukti-bukti pembelian tanah dari Sdr. H.M. Sanusi kepada masyarakat
diketahui bahwa harga tanah berkisar antara Rp2000,00 s.d. Rp3.500,00 atau total seluruhnya
untuk tanah seluas 119,93 M2 sebesar Rp2.708.615.000,00. Dengan demikian terjadi
kemahalan harga sebesar Rp2.291.385.000,00 (Rp5.000.000.000,00 – Rp2.708.615.000,00)
dan merugikan Pemerintah Kabupaten Jeneponto.
Berdasarkan keterangan dari Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Gowa
dan BPN Kabupaten Jeneponto bahwa dokumen-dokumen pengadaan tanah di lokasi Waduk
Kelara-Karoloe tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga apabila dokumen pengadaan tanah
tersebut akan dijadikan sebagai dasar hukum untuk pengalihan status hak kepemilikan Sdr.
H.M. Sanusi kepada Pemerintah Kabupaten Jeneponto, masih diperlukan penelitian oleh
pihak BPN Kabupaten Gowa. Hal ini berpotensi merugikan Pemerintah Kabupaten Jeneponto
sebesar pengeluaran yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jeneponto untuk
pembebasan tanah Waduk Kelara-Kareloe sebesar Rp5.000.000.000,00.

TEKNIK AUDIT INVESTIGASI


Dalam melaksanakan audit investigasi ini, tim audit investigasi telah melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Menelaah informasi awal dari Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah APBD Tahun
2003 Pemerintah Kabupaten Jeneponto.
b. Melakukan analisa APBD, Perubahan APBD Tahun Anggaran 2002 dan 2003, Perhitungan
APBD Tahun Anggaran 2002 dan 2003, DIPDA/Revisi DIPDA Tahun Anggaran 2002 serta
DASK Tahun Anggaran 2003 Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto;
c. Melakukan analisa dokumen-dokumen pengadaan Mess Pemerintah Kabupaten Jeneponto di
Jakarta dan pembebasan tanah untuk lokasi pembangunan Waduk Kelara-Kareloe;
d. Melakukan konfirmasi kepada instansi/pihak-pihak terkait dengan pengadaan Mess Pemda
Kabupaten Jeneponto di Jakarta yaitu : Kantor Notaris Anne Meyanne Alwie, SH. yang
berkedudukan di Cengkareng Barat, Jakarta dan Kantor Pemasaran Perumahan Permata
Taman Palem di Jakarta. Sedangkan instansi/pihak-pihak yang terkait dengan masalah
pembebasan tanah untuk pembangunan Waduk Kelara-Kareloe, yaitu BPN Kabupaten
Jeneponto, BPN Kabupaten Gowa, Kepala Dusun Parassangeng dan Kepala Dusun Tompona
yang terletak di Desa Tonrorita Kecamatan Biringbulu Kabupaten Gowa.
e. Melakukan pemeriksaan fisik Mess Pemerintah Kabupaten Jeneponto di Jakarta dari tanggal
26 September 2005 samapai dengan 30 September 2005 dan lokasi pembebasan tanah Waduk
Kelara-Kareloe pada tanggal 3 Oktober 2005;
f. Melakukan perhitungan ulang atas kerugian daerah yang diindikasikan;
g. Melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dan sumber informasi, yaitu:
1) DR. Ir. H. Baharuddin Baso Tika, MSi. (Mantan Bupati Jeneponto Periode 1999–2003);
2) Drs. H. Drs. Haruna Rasyid (Anggota DPRD, Mantan Asisten Administrasi Sekretariat
Daerah Kabupaten Jeneponto);
3) Drs. H. Syamsul Bahri, Msi (Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten
Jeneponto, Mantan Kabag. Keuangan);
4) Makaraeng (Kepala Bidang Perpajakan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Jeneponto, mantan Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Jeneponto);
5) Hawemansyah, SE. (Staf Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Jeneponto,
mantan Pemegang Kas Sekretariat Daerah Kabupaten Jeneponto);
6) H. Mappa (Bendaharawan Umum Daerah Kab. Jeneponto);
7) Drs. Muh. Arifin Nur (Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Jeneponto);
8) Aji Ahmad Yusuf (wiraswasta, rekanan pengadaan Mess Pemda Kabupaten Jeneponto di
Jakarta;
9) Irwan, SH, MH. (Kepala Seksi Hak-hak Atas Tanah pada Kantor BPN Kabupaten
Jeneponto);
10) Drs. H. Rahman Abdullah (Kepala Kantor BPN Kabupaten Gowa);
11) Budiman Langga, SH. (Kepala Seksi Hak-hak Atas Tanah pada Kantor BPN Kabupaten
Gowa);
12) H. Syamsuddin, Kepala Dusun Tompona, Desa Tonrorita Kecamatan Biringbulu
Kabupaten Gowa;
13) Modding, Kepala Dusun Parrasangeng, Desa Tonrorita Kecamatan Biringbulu Kabupaten
Gowa.

Anda mungkin juga menyukai