AUDIT FORENSIK
“Interview Interogasi”
DISUSUN OLEH :
KELAS B
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM PROFESI AKUNTANSI
MAKASSAR
2022
1
1. Definisi Wawancara dan Interogasi
2
Tuanakotta (2009) menyebutkan bahwa wawancara bersifat netral, tidak
menuduh. An interview is nonaccusatory. Ini perbedaan utama antara wawancara
dengan interogasi. Sekalipun investigator mempunyai alasan untuk percaya bahwa yang
bersangkutan terlibat dalam kejahatan atau ia telah berbohong, substansi dan caranya
bersifat nonaccusatory ketika melakukan wawancara.
Dengan cara dan dana yang tidak bersifat menuduh, investigator dapat
mengembangkan hubungan yang menimbulkan rasa percaya dan hormat. Dengan orang
yang diwawancarainya.
3
interogasi. Sebelum seseorang mengaku bersalah, pertama, ia harus bersedia mendengar
pertanyaan-pertanyaan yang dibuat investigator.
Investigator sering kali melakukan interogasi meskipun ia tidak punya bukti atau
petunjuk untuk menuduh seseorang, dan keputusan untuk menginterogasi orang itu
didorong oleh keinginan untuk mencari bukti. Umumnya, interogasi semacam ini
dilakukan sekadar karena investigator mempunyai persepsi bahwa orang itu mempunyai
perilaku aneh. Padahal, untuk menentukan seseorang berperilaku aneh, wawancara yang
bersifat tidak menuduh merupakan sarana yang lebih baik dari interogasi.
Selain nilai behavioral information dari suatu wawancara, juga ada investigative
information. Investigative information ini sangat diperlukan ketika wawancara akan
ditingkatkan menjadi interogasi. Namun, investigator sering tergoda untuk mengambil
jalan pintas, mengabaikan wawancara, dan langsung melakukan interogasi. Pendekatan
ini sangat tidak disarankan karena:
1. Sifat tidak menuduh dalam wawancara memungkinkan investigator membangun
hubungan saling memercayai dan menghormati yang mungkin dibangun dalam suasana
dan sifat menuduh yang melekat pada interogasi;
2. Selama wawancara, investigator sering kali mengorek keterangan penting mengenai
tertuduh yang sangat berharga sewaktu melaksanakan interogasi;
3. Tidak ada jaminan tertuduh akan mengaku bersalah dalam proses interogasi. Padahal,
kalau ia diwawancarai terlebih dahulu dan memberikan keterangan palsu selama
wawancara, investigator dapat menggunakan keterangan dari hasil interogasi yang
mengungkpakan kebohongannya. Hal ini membawanya lebih dekat kearah putusan
pengadilan yang menyataka ia bersalah;
4. Ada keuntungan psikologi bagi investigator ketika ia melakukan wawancara sebelum
interogasi. Agar interogasi berhasil, tertuduh harus memercayai investigator bahwa ia
objektif (tidak memihak) dan jujur. Ini akan lebih mudah dicapai apabila investigator
menawarkan kesempatan kepada tertuduh untuk menceritakan yang sebenarnya melalui
wawancara.
4
Tentu ada perkecualian terhadap saran di atas. Misalnya, dalam kasus penyuapan
yang “tertangkap tangan” atau fraud yang terungkap dalam suatu covert operation,
interogasi sebaiknya langsung dilakukan tanpa didahului dengan wawancara.
BPKP (2007) menyatakan untuk memperoleh hasil wawancara yang memadai,
maka wawancara seharusnya dilakukan oleh auditor investigatif yang mempunyai
karakteristik berikut yaitu: