Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS BUDI LUHUR

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PERTEMUAN 10
Wawancara dan Interogasi

Capaian : Mahasiswa dapat memahami dan


mengetahui dan mampu membedakan
Pembelajaran kegiatan wawancara dan interogasi dalam
audit investigative.
Sub Pokok : 10.1 Perbedaan antara wawancara dan
interogasi
Bahasan
10.2 Manfaat melakukan wawancara
sebelum interogasi
10.3 Wawancara
10.4 Behavior symptom analysis dan
saluran komunikasi
10.5 Verbal behavior
10.6 Paralingustic behavior
Daftar Pustaka : Theodorus, M. Tuanakotta, 2007. Akuntansi
Forensik & Audit Investigatif,.
Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
10.1 Perbedaan Antara Wawancara dan Interogasi
Wawancara dan interogasi sering digunakan sebagai sinonim, hal ini umumnya
karena ketidaktahuan, namun ada pula yang mengetahuinya, tetapi sengaja
menggunakannya secara “keliru”. Seperti untuk memberikan kesan kepada majelis
hakim bahwa ia menggunakan kekerasan, maka ia menggunakan istilah wawancara
padahal istilah interogasi lebih tepat menggambarkan tindan pemeriksaan atau
investigasinya.

Ciri-Ciri Suatu Wawancara


Wawancara bersifat netral, tidak menuduh. Ini perbedaan utama antara wawancara
dan interogasi. Dengan cara dan nada yang tidak bersifat menuduh, investigator
dapat mengembangkan hubungan yang menimbulkan rasa percaya dan hormat
dengan orang yang diwawancarainya. Tujuan wawancara adalah mengumpulkan
informasi. Informasi yang dikumpulkan merupakan informasi yang penting bagi
keperluan investigasi dan informasi mengenai perilaku dari orang yang
diwawancarainya. Contoh investigative information: apa hubungan antara orang
yang diwawancarai dengan orang tertentu yang dicurigai merupakan otak dari
perbuatan tindak pidana yang diperiksa. Contoh lain behavioral information:
keterangan mengenai perilaku orang yang diwawancarai ketika menjawab
pertanyaan.

Ciri-Ciri Suatu Interogasi


Interogasi bersifat menuduh. Interogasi dilakukan dengan persuasi yang aktif.
Tujuan interogasi adalah mengetahui yang sebenarnya, artinya apa yang
sebenarnya terjadi, siapa yang sebenarnya melakukan, berapa jumlah atau nilai
fraud sebenarnya, dan seterusnya. Interogasi dilakukan dalam lingkungan yang
terkontrol atau terkendali, bukan disembarang tempat. Teknik persuasi yang
digunakan memerlukan lingkungan yang ada privacy, tidak tergangu dengan orang
yang lalu lalang dan bebas dari halangan lain (seperti suara bising di tempat umum).

10.2 Manfaat Melakukan Wawancara Sebelum Interogasi


Investigative information sangat diperlukan ketika wawancara akan ditingkatkan
menjadi interogasi. Pendekatan ini sangat tidak disarankan, karena:
1. Sifat tidak menuduh dalam wawancara memungkinkan investigator
membangun hubungan saling mempercayai dan menghormati yang tidak
mungkin dibangun dalam suasana dan sifat menuduh yang melekat pada
interogasi;
2. Selama wawancara, investigator sering kali mengorek keterangan penting
mengenai tertuduh yang sangat berharga sewaktu melaksanakan interogasi;
3. Tidak ada jaminan tertuduh akan mengaku bersalah dalam proses interogasi.
Padahal, kalau ia diwawancarai terlebih dahulu dan memberikan keterangan
palsu selama wawancara, investigator dapat menggunakan keterangan dari
hasil interogasi yang mengungkapkan kebohongannya. Hal ini membawanya
lebih dekat ke arah putusan pengadilan yang menyatakan ia bersalah;
4. Ada keuntungan psikologis bagi investigator ketika ia melaksanakan
wawancara sebelum interogasi. Agar interogasi berhasil, tertuduh harus
mempercayai investigator bahwa ia objektif (tidak memihak) dan jujur. Ini
akan lebih mudah apabila investigator menawarkan kesempatan kepada
tertuduh untuk menceritakan yang sebenarnya melalui wawancara.

10.3 Wawancara
Melalui analisis dan pengamatan yang tajam, beberapa fakta memungkinkan
pemeriksa membuat sketsa awal dari fraud yang diduga terjadi. Sketsa awal ini
dikembangkan, didalami, dan diperluas dengan wawancara. Wawancara harus
dimulai dari orang-orang yang diduga paling kecil menjadi pelaku atau ikut serta
dalam melakukan fraud, dilanjutkan dengan orang-orang yang karena alasan pribadi
ingin menjadi whistleblower dan diakhiri dengan mereka yang diduga menjadi
perencana atau otak dari tindak pidananya.Sewaktu mewawancarai seseorang, catat
secara detail yang diberikannya tanpa menginterupsinya. Beri kesempatan seluas-
luasnya kepada orang yang diwawancarai untuk memberikan detail dari keterangan
yang diberikannya dengan caranya. Wawancara secara formal dan interogasi
dilakukan dalam suasana yang menjamin privacy seseorang; yang ada dalam ruang
wawancara hanyalah investigoator dan yang diwawancarai. Berikut saran-saran
untuk pengadaan ruang wawancara:
1. Ciptakan suasan privacy;
2. Pintu ruangan harusnya tidak berkunci dan tidak boleh ada penghalang
apapun;
3. Hilangkan segala sesuatu yang bisa mengganggu, seperti lukisan, hiasan
dinding, barang-barang kecil (kunci, stapler, klips dll), jendela dan hal lainnya
yang dianggap mengganggu;
4. Penerangan ruangan harus cukup;
5. Minimalkan kebisingan apapun;
6. Kursi antara investigator dan orang yang diwawancarai berjarak sekitar satu
setengah meter, mereka harus berhadapan dan tidak terhalang oleh benda
apapun;
7. Denah ruang wawancara yang berbeda untuk keperluan yang berbeda.

Beberapa lemabaga mempunyai kebijakan mengenai tempat di mana wawancara


harus dilakukan (misalnya: hanya di kantor pusat atau perwakilan lembaga
tersebut), dan tempat di mana wawancara dilarang dilakukan (misalnya tempat-
tempat umum yang terbuka seperti restoran, apalagi tempat umum yang tertutup
seperti kamar hotel atau motel). Melakukan wawancara di tempat umum yang
terbuka bertentangan dengan asas privasi, dan tempat yang tertutup menimbulkan
presepsi yang negatif, terutama di Indonesia.

10.4 Behavior Symptom Analysis (BSA) dan Saluran Komunikasi


Secara harfiah, behavior symptom analysis dapat diterjemahkan sebagai analisis
gejala perilaku. Para dokter, psikolog, dan psikiater mengikuti pentingnya
mengevaluasi perilaku pasien atau klien mereka untuk membantu mendiagnosis
penyakit. Berdasarkan penelitian John Reid, menunjukkan terdapat tiga tingkat atau
saluran yang kita gunakan untuk berkomunikasi, antara lain:
1) Verbal channel, adalah ucapan yang keluar dari mulut seseorang, pilihan kata,
dan susunan kata-kata yang digunakannya untuk megirimkan pesan;
2) Paralinguistic channel, adalah ciri-ciri percakapan (characteristics of speech) di
luar ucapan;
3) Nonverbal channel, adalah sikap tubuh (body posture), gerak tangan (hand
gesture), dan mimik wajah (facial expression).

Interogasi
Interogasi bersifat menuduh; dari pandangan investigator, tersangka ini bersalah
meskipun seseorang dalam pengertian hukum dianggap bersalah kalau sudah ada
ketetapan hakim mengenai hal yang bersifat tetap. Terdapat langkah-langkah dalam
proses interogasi, antara lain:
1) Langkah 1 – Direct, Positive Confrontation.
Tanpa ragu sedikitpun, investigator “menembakkan” sangkaannya secara
langsung (direct). Investigator mengkonfrontasi tersangka secara tegas (positive
confrontation), sebaiknya dalam posisi berdiri. Kegiatan investigator ini akan
menciptakan suatu keheningan yang disengaja yan disebut behavioral pause
atau jeda perilaku.
Tujuan jeda perilaku ini adalah mengevaluasi tanggapan verbal dan nonverbal si
tersangka terhadap direct positive confrontation. Tanggapan verbal dan
nonverbal dalam jeda perilaku memberi: petunjuk kepada investigator apakah
tersangka salah atau tidak; dan insight (kemampuan untuk melihat dan mengerti
secara tajam) mengenai bagaimana investigator harus melanjutkan
investigasinya.
2) Langkah 2 – Interrogation Theme.
Langkah kedua ini sebenarnya memperkuat pembenaran yang sudah dibuat
tersangka. Tersangka yang bersalah akan mendengarkan theme ini dengan
seksama, sebaliknya tersangka yang tidak bersalah tidak pernah memikirkan
pembenaran untuk melakukan kejahatan itu.

3) Langkah 3 – Handling Denials.


Tidak mudah bagi investigator mendapatkan pengakuan dari tersangka.
Tersangka yang bersalah maupun yang tidak bersalah akan memberikan
penyangkalan (denials). Tujuan dari langkah ketiga ini adalah mencegah
tersangka meluncurkan penyangkalan yang tidak perlu dan sebenarnya hanya
akan mengganggun perhatiannya dari tema interogasi dan upaya investigator
selanjutnya untuk mengungkapkan kebenarannya.
4) Langkah 4 – Overcoming Objections.
Dalam langkah ini, investigator berupaya mengatasi benteng pertahanan kedua
dari si tersangka. Pertahanan pertamanya adalah penyangkalan (denials).
Benteng pertahanan keduanya adalah keberatan (objections).
Kalau investigator dalam langkah 3 berupaya mencegah tersangka melancarkan
denials, investigator dalam langkah 4 justru memanfaatkan dan mendalami
objection ini dalam dialognya. Langkah 4 ini terdiri dari:
(1) mengenali keberatan;
(2) menghargai keberatan;
(3) membalikkan keberatan.

5) Langkah 5 – Keeping the Suspect’s Attention.


Dalam tahap ini, kedekatan fisik, jarak kursi investigator dan tersangka, serta
kontak mata sangat penting. Perilaku verbal dari investigator juga sangat
menentukan dalam mempertahankan momentum ini. Kedekatan secara fisik
akan mendekatkan tersangka secara psikologis kepada investigatornya.
Investigator harus mendekati tersangka secara hati-hati dan bukan dengan
menarik kursi secara mendadak dan menimbulkan bunyi yang keras.
6) Langkah 6 – Handling The Suspect’s Passive Mood.
Pada tahap ini tersangka menyadari bahwa kebohongannya tidak mengahasilkan
keinginannya tadi, karena itu sekarang ia lebih bersedia mendengarkan.
7) Langkah 7 – Presenting the Alternative Question.
Investigator tidak boleh mengajukan pertanyaan alternatif tertentu, seperti:
(1) pertanyaan alternatif tidak boleh bersifat “memperdagangkan pasal-pasal
dalam ketentuan perudang-undangan”;
(2) pertanyaan alternatif tidak boleh bersifat ancaman;
(3) pertanyaan alternatif tidak boleh menjanjikan keringanan hukuman.
8) Langkah 8 – Bringing the Suspect Into the Conversation.
Dalam langkah ini, tersangka diarahkan untuk menceritakan perincian dari
perbuatannya yang pada akhirnya akan dirumuskan menjadi pengakuan yang
bisa diterima sebagai bukti hukum.
9) Langkah 9 – The Written Confession.
Pada puncaknya, tersangka memberikan pengakuan secara tertulis. Padanannya
untuk kita di Indonesia adalah Berita Acara Pengakuan atau dokumen semacam
itu. Di Indonesia, investigator sering melakukan interogasi sambil mengetik
jawaban tersangka menurut persepsi investigator. Pada akhir interogasi,
tersangka diminta menandatangani berita acara pemeriksaan.
Hal yang perlu diingat oleh para investigator, antara lain:
a) Tujuan interogasi bukanlah untuk mendapat pengakuan bersalah, baik lisan
maupun tulisan. Interogasi bertujuan untuk mencari kebenaran.
b) Sukses dari suatu interogasi bergantung pada kejelian investigator untuk
mengenali situasi sehingga ia menerapkan prosedur yang tepat untuk langkah
yang sedang dijalani, pertanyaan yang tepat dan cerdas, serta momentum
dan dinamika dapat dipertahankan.
c) Kesembilan langkah tadi mencerminkan progresi mental tersangka.
d) Tidak semua interogasi harus berjalan dari langkah 1 dan berakhir pada
langkah 9. Tersangka mungkin masuk secara verbal ke langkah 4 sejak dini,
dan investigator dapat memasuki langkah 6 secara tepat.

10.5 Verbal behavior


Apabila terdapat pertanyaan : “ Apakah anda yang memalsukan dokumen
invoice ini ?” Seandainya yang bersangkutan memutuskan untuk bersikap jujur maka
jawabannya adalah : “ Ya, sayalah yang memalsukan.” Yang bersangkutan
mengatakan the truth sehingga tidak akan menimbulkan kecemasan. Alternatif yang
lain adalah yang bersangkutan akan membuat “pengakuan” yang dibungkus dalam
ketidaksengajaan atau kekhilafan, bisa dibarengi dengan nonverbal behavior berupa
gelengan kepala atau dengan paralinguistic behavior berupa ucapan berbisik, nyaris
tak terdengar seraya berkata : “saya khilaf pak.” Tingkat kecemasan ada tetapi
masih rendah. Pilihan yang selanjutnya adalah yang bersangkutan mengelak atau
menghindar. Dalam evasion tersirat ungkapan tidak bersalah tanpa menyatakan
secara tegas, maka jawabannya adalah : “ kenapa saya musti melakukan itu pak?”
Atau bisa juga : “ memangnya saya ini siapa pak?” tingkat kecemasan lebih besar
dari pada omission. Dan opsi terakhir adalah berbohong habis-habisan. Jawabannya
: “ Tidak, saya tidak memalsukan dokumen invoice.” Tingkat kecemasannya paling
tinggi.
Cara lain berbohong adalah berbohong dengan menunjuk kepada sesuatu atau
“Lying by referral”. Perhatikan wawancara sebagai berikut :
Penyidik B : Apakah anda yang mensubmit dokumen PIB No aju >>> ke sistem
aplikasi impor kantor anda ?

Tsk X : Rekan bapak (Penyidik A) sudah menanyakan pertanyaan itu. Sudah


saya jawab, saya tidak tahu apa-apa tentang itu pak.”

Dalam wawancara di atas Tsk X tidak berbohong. Dia berbohong kepada


Penyidik A yang menanyakan hal yang sama sebelumnya. Dalam wawancara yg
sebelumnya dia menjawab: saya tidak tahu apa-apa tentang itu. Dalam wawancara
kedua, ia tidak berbohong dalam arti memang itulah yang dikatakan pada saat
wawancara pertama. Namun dalam wawancara kedua dia berbohong dengan cara
merujuk ke wawancara pertama. Itulah lying by referral.

Kadang-kadang pada saat pers conference pimpinan kita terpojok oleh


pertanyaan wartawan yang tidak bisa dijawab secara jujur karena masalah yang
sensitif sehingga jawabannya tidak menjawab pertanyaan, namun justru dengan
mengutip peraturan atau undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan lain-lain.
Ini juga merupakan taktik berbohong yang disebut dengan istilah Qualified response
yaitu tanggapan dengan catatan. Ada beberapa jenis yaitu :

Generalization statements : pernyataan yang dibuat subyek yang berbohong untuk


membuat penjelasannya kelihatan atau kedengaran meyakinkan
Contoh : generally …. (umumnya / biasanya…..), As a matter of habit….,
typically…,

Menyalahkan ingatan sendiri, seperti : “ ya, maklumlah, saya kan sudah tua….”,
sepanjang ingatan saya….., kalau tidak salah ingat ……., yang saya ketahui ….., saya
tidak ingat apakah……..,
Omission qualifier, yaitu ada freseologi yang mengindikasikan bahwa yang
bersangkutan menghilangkan sebagian jawabannya
Contoh : hampir tidak pernah……, tidak sering sih….., nggak juga sih……, nggak
ada yang penting sih……

Estimation phrases, contoh : “jawaban saya mengenai hal itu adalah, tidak” atau
“I would have to say, no”
Jawaban yang kadang-kadang justru mengandung kebohongan adalah seringkali
diembel-embeli dengna fraseologi tertentu untuk meningkatkan keyakinannya,
contoh : Demi Tuhan……, Aku bersumpah……, kukatakan sejujurnya……

Strategi lain untuk menekan perasaan cemas adalah memberikan pernyataan yang
kelihatannya mengingkari kepentingan pribadi, sebelum memulai dengan kalimat
yang berisi kebohongan, contoh : bukannya saya tidak mau menjawab pertanyaan
bapak, namun ………….(yang bersangkutan memang tidak menjawab pertanyaan);
saya tidak bermaksud menyalahkan siapa-siapa, tapi……….( tapi selanjutnya yang
bersangkutan menyalahkan orang lain).

Ada juga usaha yang dilakukan untuk dapat berbohong yang meyakinkan, tentunya
yang bersangkutan akan menghafal jawaban atas pertanyaan seperti layaknya
menghafal skenario dalam sinetron. Nah, untuk menghadapi Verbal behavior yang
terlatih tersebut biasanya menggunakan :

Noncontracted denial, dalam bahasa inggris orang bisa mengatakan I don’t, I didn’t,
I wasn’t (disebut contracted: karena bentuk pendek atau terpotong) atau bisa juga I
do not, I did not, I was not (disebut noncontracted). Apabila jawaban pertanyaan
selalu menggunakan noncontracted dan diulang-ulang, maka besar kemungkinan dia
berbohong yang terlatih.

Listing, yang bersangkutan membuat jawaban layaknya membuat daftar


kemungkinan, lengkap dengan penomorannya, contoh :
Penyidik A : “Menurut saudara mengapa saudara tidak mungkin menjadi
pelakunya?”

Tsk X : ” Pertama, perusahaan impor ini tempat saya mencari nafkah


selama bertahun-tahun. Kedua, saya juga turut andil dalam membesarkan
perusahaan ini. Ketiga, saya kenal banyak sekali dengan pejabat bea
cukai……”

10.6 Paralinguistic behavior

Selain verbal behavior perlu diperhatikan juga ciri-ciri tertentu dari


percakapan (speech characteristics) yang terlihat dari suatu wawancara untuk
mendeteksi adanya desepsi. Misalnya menjadi suatu kebiasaan seorang bos
perusahaan importir menyebut bawahannya sedang “bersemangat” padahal
kenyataannya sedang “loyo”. Jadi dia mengubah keadaannya 180 derajat berbeda,
dengan ucapan : “ Bah, mengapa kalian menjadi besemangat begini, ayo move on
….” Ciri-ciri tersebut yang dinamakan paralinguistic behavior, dan jika dibandingkan
dengan saluran verbal, saluran paralinguistic ini lebih sedikit terkontaminasi dengan
faktor-faktor eksternal sehingga lebih natural dan lebih mudah untuk mendeteksi
adanya desepsi.

Ciri-ciri yang lainnya adalah :

 response latency menunjukkan rentang waktu antara kata terakhir dari


pertanyaan pewawancara dengan kata pertama dari jawaban yang
diwawancara. Dalam the NSA study, response latency rata-rata untuk jawaban
jujur adalah 0,5 detik. Sedangkan untuk jawaban bohong adalah 1,5 detik.
 early response, yaitu jawaban lebih awal sudah dikatakan padahal
pewawancara belum menyelesaikan pertanyaan. Untuk jawaban jujur, early
response hanya terjadi di awal-awal wawancara dan itupun pada saat
pewawancara menyelesaikan pertanyaan yang bersangkutan akan mengulang
jawaban yang sudah diberikan di awal pertanyaan tadi. Berbeda dengan
jawaban bohong, early response bisa juga terjadi di tengah bahkan di akhir
wawancara. Selain itu yang bersangkutan merasa tidak perlu mengulang
jawabannya kembali pada saat pewawancara menyelesaikan pertanyaannya.
 response length. Penelitian menunjukkan bahwa secara statistik jawaban yang
jujur akan memberikan jawaban yang lebih panjang, detil dan lengkap
dibandingkan jawaban bohong. Bahkan dimungkinkan adanya jawaban
tambahan yang relevan dengan pertanyaan si pewawancara. Berbeda dengan
jawaban bohong yang singkat dan cenderung mengalihkan topik pertanyaan.
 response delivery. Penyampaian jawaban jujur biasanya terlihat dari
kecepatan (rate), tinggi rendahnya nada (pitch) dan
kejelasan (clarity) informasi maupun kata-kata yang diucapkan. Sebaliknya
jawaban bohong biasanya diucapkan dengan suara pelan, tidak jelas dan
menggumam (mumble).
 continuity of the response. Jawaban yang jujur akan mengalir dengan bebas,
kalimat satu dengan kalimat yang lain sambung menyambung, tidak melompat-
lompat, spontan dan menjadi satu kesatuan berpikir. Sebaliknya jawaban yang
tidak jujur terdapat perilaku stop-and-start behavior, artinya pada saat yang
bersangkutan menjawab pertanyaan dan ada hal yang tidak nyaman yang
bersangkutan akan berhenti sejenak dan kemudian melanjutkannya lagi.
 erasure behavior yaitu perilaku yang mencoba menghapus apa yang baru saja
dikatakan. Sebagai contoh dalam percakapan sehari-hari seseorang yang
barusan mengatakan sesuatu kepada orang lain yang selanjutnya terpikir
olehnya bahwa kata-kata tersebut kurang pantas dan khawatir akan membuat
tersinggung, maka ia mengatakan “becanda aja koq” sambil diiringi gerakan
alis ke atas dan tersenyum. Dalam komunikasi paralinguistic, selain gerakan alis
ke atas dan tersenyum terdapat perilaku tertentu lainnya yaitu : tertawa,
batuk-batuk kecil atau berdehem, segera sesudah mengucapkan bantahan.

Rangkuman

Wawancara bersifat netral, tidak menuduh. Ini perbedaan utama antara wawancara
dan interogasi, sedangkan Interogasi bersifat menuduh. Interogasi dilakukan dengan
persuasi yang aktif. Tujuan interogasi adalah mengetahui yang sebenarnya, artinya
apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang sebenarnya melakukan, berapa jumlah atau
nilai fraud sebenarnya, dan seterusnya.

Melalui analisis dan pengamatan yang tajam, beberapa fakta memungkinkan


pemeriksa membuat sketsa awal dari fraud yang diduga terjadi. Sketsa awal ini
dikembangkan, didalami, dan diperluas dengan wawancara. Wawancara harus
dimulai dari orang-orang yang diduga paling kecil menjadi pelaku atau ikut serta
dalam melakukan fraud, dilanjutkan dengan orang-orang yang karena alasan pribadi
ingin menjadi whistleblower dan diakhiri dengan mereka yang diduga menjadi
perencana atau otak dari tindak pidananya.

Latihan

1. Apakah yang dimaksud dengan wawancara?


2. Apakah yang dimaksud dengan interogasi?
3. Jelaskan perbedaan antara wawancara dan interogasi!
4. Apakah yang dimaksud dengan verbal behavior?
5. Apakah yang dimaksud dengan paralingustic behavior?

Anda mungkin juga menyukai