Anda di halaman 1dari 9

8 METODE PENELITIAN

8
METODE PENELITIAN

Hal. 1 dari 9
8 METODE PENELITIAN

Chapter 8
INFORMAN DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Capaian Pembelajaran:
Mahasiswa mampu menentukan informan dan unit analisis yang sesuai dalam penelitian kualitatif.

INFORMAN DAN UNIT ANALISIS DALAM PENELITIAN KUALITATIF


Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, kepercayaan orang yang akan diteliti dan
kesemuanya tidak dapat di ukur dengan angka. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan dalam
penelitian tidak dipaksakan untuk memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut
pandangan manusia yang telah diteliti (Sulistyo-Basuki,2006:24).

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan alat-alat yang mewakili jumlah, intensitas atau
frekuensi. Peneliti menggunakan dirinya sendiri sebagai perangkat penelitian, mengupayakan
kedekatan dan keakraban antara dirinya dengan obyek atau subyek penelitiannya.

Sebelum membahas informan, akan dipaparkan metode pengumpulan data yakni wawancara
(interview).
1. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan antara peneliti (seseorang yang berharap mendapat
informasi) dan informan (seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting
tentang suatu objek)(Berger, 2000:111). Wawancara merupakan metode pengumpulan
data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.

Wawancara terbagi dalam dua kelompok, yakni (a) wawancara dalam penelitian kualitatif,
yang disebut sebagai wawancara mendalam (depth interview) atau wawancara secara
intensif (intensive-interview) dan kebanyakan tak berstruktur. Tujuannya untuk
mendapatkan data kualitatif yang mendalam; (b) wawancara dalam riset kuantitatif,
biasanya bersifat terstruktur (dilengkapi dengan daftar pertanyaan terstruktur) dan sebagai
penambah data yang diperoleh dari kuesioner.

Jenis – jenis wawancara antara lain : wawancara pendahuluan, wawancara terstruktur


(structured interview), wawancara semistruktur (semistructured interview) dan wawancara
mendalam (depth interview).

Pada penelitian kualitatif, peneliti harus memperhatikan beberapa faktor yang


mempengaruhi wawancara, yaitu informan (responden), topik, situasi, kemampuan
pewawancara menggunakan teknik wawancara, dan faktor-faktor sosial budaya yang

Hal. 2 dari 9
8 METODE PENELITIAN

mempengaruhi interaksi antara pewawancara dengan responden atau informan (Irianto,


2001).

2. Informan Dalam Penelitian Kualitatif


Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil penelitian. Hasil
penelitian lebih bersifat kontekstual dan kasuistik, yang berlaku pada waktu dan tempat
tertentu sewaktu penelitian dilakukan. Besarnya sampel bukan menjadi tolok ukur baik
tidaknya penelitian, pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada
penelitian kualitatif disebut informan atau subjek penelitian, yaitu orang-orang yang dipilih
diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan penelitian. Disebut subjek penelitian – bukan
objek – karena informan dianggap aktif mengkonstruksi realitas, bukan sekedar objek yang
hanya mengisi kuesioner. (Kriyantono, 2012 : 165)

Dalam wawancara mendalam, dibedakan antara responden (orang yang akan


diwawancarai hanya sekali) dengan informan (orang yang ingin peneliti ketahui/pahami
dan akan diwawancarai beberapa kali). Karena itu disebut juga wawancara intensif
(intensive-interviews).

a. Pengertian Informan
Informan adalah orang-dalam pada latar penelitian. Informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.
Jadi, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia
“berkewajiban” secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya
bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan
kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi orang-dalam tentang nilai-
nilai, sikap, bangunan, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat
(Moleong, 2004 : 90).

b. Memilih Informan

Dalam memilih dan menentukan seorang informan, secara umum syarat yang harus
dipenuhi adalah ia harus jujur, taat pada janji, patuh pada peraturan, suka berbicara,
tidak termasuk anggota salah satu kelompok yang bertentangan dalam latar penelitian,
dan mempunyai pandangan tertentu tentang suatu hal atau tentang peristiwa yang
terjadi.

Usaha untuk menemukan informan dapat dilakukan dengan cara : (1) melalui
keterangan orang yang berwenang, baik secara formal (pemerintahan) maupun

Hal. 3 dari 9
8 METODE PENELITIAN

informal (pemimpin masyarakat seperti tokoh masyarakat, pemimpin adat, dan lain-
lain). Perlu dijajaki jangan samapi terjadi informan yang disodorkan itu berperan ganda,
misalnya sebagai “peagawai” lurah dan sebagai informan pembantu peneliti; (2) melalui
wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti. Dengan wawancara
pendahuluan peneliti menilai berdasarkan persyaratan yang dikemukakan di atas
(Moleong, 2004)

Dalam hal tertentu informan perlu direkrut seperlunya dan diberi tahu tentang maksud
dan tujuan penelitian jika hal itu mungkin dilakukan. Agar peneliti memperoleh informan
yang benar-benar memenuhi persyaratan, seyogyanya ia menyelidiki motivasinya, dan
bila perlu mengetes informasi yang diberikannya, apakah benar atau tidak.

c. Kegunaan Informan

Kegunaan informan bagi peneliti ialah membantu agar secepatnya dan tetap seteliti
mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat terutama bagi peneliti yang
belum mengalami latihan etnografi (Lincoln dan Guba, 1985:258). Di samping itu
pemanfaatan informan bagi peneliti ialah agar dalam waktu yang relatif singkat banyak
informasi yang terjangkau, jadi sebagai internal sampling, karena informan
dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau membandingkan suatu kejadian
yang ditemukan dari subjek lainnya (Bogdan & Biklen, 1982:65).

d. Pengaruh Informan dalam Wawancara


Pada wawancara mendalam, pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respon
informan, artinya informan bebas memberikan jawaban. Karena itu peneliti mempunyai
tugas berat agar informan bersedia memberikan jawaban-jawaban yang lengkap,
mendalam, bila perlu tidak ada yang disembunyikan.

Singarimbun (1995) memberikan gambaran tentang beberapa faktor yang


mempengaruhi keberhasilan wawancara, yaitu pertama, situasi wawancara yang
meliputi tempat, waktu, kehadiran orang lain dan sikap masyarakat; kedua, responden
atau informan, yang mencakup : karakteristik sosial, kemampuan menangkap
pertanyaan, kemampuan menjawab pertanyaan; ketiga, isi wawancara, yang
mencakup : peka untuk ditanyakan, sukar untuk ditanyakan, sumber kekhawatiran;
keempat adalah pewawancara : karakteristik sosial, keterampilan berwawancara,
motivasi dan rasa aman.

Hal. 4 dari 9
8 METODE PENELITIAN

Dari sisi informan, sering ditemui bahwa informan sulit ditanyai atau bahkan sulit
ditemui. Kalaupun bersedia, informan tidak secara terbuka menjawab pertanyaan atau
ada sesuatu yang disembunyikan. Karena itu, wawancara bisa berjalan lancar, bila
terjalin hubungan baik dan mendalam dengan informan. Hubungan baik ini dapat
terjaga bila terjalin saling percaya. Dalam metode wawancara mendalam maupun
observasi, saling percaya ini disebut dengan nama rapport. Tidak semua informan
mempunyai karakteristik sama, ada yang memiliki kemampuan menangkap dan
menjawab pertanyaan dengan cepat dan ada yang tidak. Peneliti dituntut kesabaran
dalam menghadapi informan yang “lambat” memahami pertanyaan, bila perlu
mengganti pertanyaan dengan kata atau kalimat yang lebih sederhana (Kriyantono,
2012).

Kesediaan untuk ditemui, ditanya dan menjawab secara apa adanya dan lengkap
sangat dipengaruhi oleh ketertarikan terhadap topik yang akan ditanyakan. Bila
informan tertarik atau minimal mengetahui dan menguasai topik itu, maka akan
memudahkan peneliti. Ada topik pertanyaan yang mempunyai sifat kepekaan yang
tinggi. Misalnya pertanyaan berkaitan dengan jenis pekerjaan dan penghasilan. Banyak
orang yang lebih suka merahasiakan karena adanya kekhawatiran kalau
penghasilannya diketahui akan berpengaruh pada tagihan pajak. Ada kalanya informan
enggan diajak wawancara karena situasinya tidak memungkinkan. Misalnya
pewawancara datang tanpa perjanjian, datang pada waktu istirahat, pada waktu jam
kantor dimana informan sangat sibuk. Karena itu pewawancara perlu melakukan kontak
perjanjian bertemu. Situasi ini juga bisa diartikan suasana tempat wawancara. Bisa saja
informan enggan memberikan jawaban secara terbuka dan berterus terang karena
takut didengarkan orang. Karena itu pewawancara harus memastikan tempat
wawancara tenang, santai, tidak banyak gangguan dan lebih baik hanya berdua,
karena hal ini akan menjamin keamanan informan (Kriyantono, 2012).

Seringkali proses wawancara menjadi terganggu karena pewawancara kurang


memahami karakter informan, khususnya menyangkut latar belakang sosial-budaya.
Contoh, informan sering menggunakan bahasa nonverbal untuk mengganti bahasa
verbal. Karena itu pewawancara harus mampu menginterpretasikan bahasa-bahasa
nonverbal ini. Cara kita mewawancarai pun tergantung karakter sosial budaya
informan. Misalnya kita ingin meneliti tentang kepuasan organisasi dalam sebuah
perusahaan, cara kita wawancara akan berlainan sewaktu kita wawancara dengan
manajer, direktur atau tukang kebun (Kriyantono, 2012).

Hal. 5 dari 9
8 METODE PENELITIAN

e. Jumlah Informan
Jumlah informan dalam penelitian kualitatif bersifat mudah berubah (bertambah atau
berkurang), tergantung kesediaan data di lapangan (Lichman, 2006 :9). Dikenal istilah
“saturasi” (saturation), yaitu peneliti dapat mengakhiri kegiatan pencarian data jika ia
merasa bahwa tidak ada lagi informasi baru yang ia peroleh dari kegiatan mencari data
(Hesse-Bibber & Leavy, 2006). Misalnya, peneliti telah mewawancarai 10 orang,
karena dirasa kurang ia mewawancarai lima orang lagi. Ternyata informasi yang
disampaikan lima orang yang terakhir tidak ada yang baru (telah disampaikan oleh ke-
10 orang yang pertama), maka peneliti dapat mengakhiri kegiatan mencari data. Data
dari kelima orang terakhir bersifat data jemu (Kriyantono, 2012 : 165)

Wawancara dapat diakhiri bila peneliti merasa bahwa data yang diinginkan sudah
dianggap mencukupi untuk menjawab tujuan penelitian. Dengan kata lain bila terjadi
“data jenuh”, karena tidak ada sesuatu yang baru yang dapat diungkap. Karena itu
teknik pemilihan subjek penelitian biasanya menggunakan purposif atau snowball.
(Kriyantono, 2012 : 109)

f. Instrumen Penelitian Kualitatif

Instrumen pengumpulan data atau disebut instrumen penelitian adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data agar kegiatan itu
menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 1995 : 134).

Dalam penelitian kualitatif, penyusunan instrumen lebih bebas dan tidak terikat aturan.
Peneliti bebas menggali data tanpa aturan-aturan ketat seperti pembuatan kuesioner,
bebas memilih informan, bebas menilai keadaan, bebas menentukan data mana yang
dipakai dan yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian. Karena itu, instrumen pokok
dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Peneliti adalah “alat pengumpul data”.
(Kriyantono, 2012 : 134)

Sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif, maka validitas dan reliabilitas instrumen
ada pada peneliti. Artinya adalah tergantung pada kemampuan peneliti dalam menjaga
keabsahan data dalam penelitian kualitatif yakni kompetensi subjek riset,
trustworthiness, intersubjectivity agreement, dan conscientization.

3. Satuan Kajian (Unit of Analysis)


Penentuan informan dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan penelitiana kuantitatif.
Pada penelitian kuantitatif sampel dipilih dari suatu populasi sehingga dapat digunakan

Hal. 6 dari 9
8 METODE PENELITIAN

untuk mengadakan generalisasi. Jadi, sampel benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi.
Pada paradigma alamiah, menurut Lincoln dan Guba (1985:200), peneliti mulai dengan
asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga masing-masing konteks itu ditangani dari segi
konteksnya sendiri.

Selain itu, dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor
kontekstual. Jadi, maksud penentuan informan dalam hal ini ialah untuk menjaring
sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya
(constructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya
perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya
adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Maksud
kedua dari penentuan informan (sampling) dalam penelitian kualitatif ialah menggali
informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh karena itu,
pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive
sample).

Sampel bertujuan dapat ditandai dari ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Rancangan sampel yang muncul : sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih
dulu.
b. Pemilihan sampel secara berurutan : tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya
hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan jika satuan
sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis. Setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk
memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dulu sehingga dapat
dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui. Dari mana atau
dari siapa ia mulai tidak jadi persoalan, tetapi bila hal itu sudah berjalan, maka
pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan peneliti. Teknik snowball
bermanfaat dalam hal ini, yaitu mulai dari satu menjadi makin lama makin banyak.
c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel : pada mulanya setiap sampel dapat sama
kegunaannya. Namun, sesudah makin banyak informasi yang masuk, ternyata bahwa
sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian.
d. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan : pada sampel bertujuan seperti ini
jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan.
Jika maksudnya memperluas informasi, jika tidak ada lagi informasi yang dapat
dijaring, maka penarikan sampel pun dapt diakhiri. Jadi, kuncinya di sini ialah jika

Hal. 7 dari 9
8 METODE PENELITIAN

sudah mulai terjadi pengulangan informasi, maka penarikan sampel harus dihentikan.
(Moleong, 2004 : 165-166)

Satuan kajian (unit of analysis) biasanya ditetapkan juga dalam rancangan penelitian.
Keputusan tentang penentuan informan, besarnya dan stratetgi sampling itu pada
dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian itu
bersifat perseorangan seperti siswa, klien, pasien yang menjadi satuan kajian. Bila
perseorangan itu sudah ditetapkan sebagai satuan kajian, maka pengumpulan data
dipusatkan di sekitarnya. Yang dikumpulkan ialah apa yang terjadi dalam kegiatannya, apa
yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya, dan semacamnya.

Jika penelitian menghendaki adanya perbandingan antara sekelompok orang tertentu


dengan kelompok lainnya, maka satuan kajiannya jelas bukan lagi perseorangan,
melainkan kelompok.

Keseluruhan program atau keseluruhan latar, misalnya rumah sakit, penjara, sekolah dapat
pula menjadi satuan kajian. Jika keseluruhan satuan demikian yang menjadi satuan kajian,
maka arah perhatian peneliti adalah pada variasi satuan-satuan tersebut, bukan lagi pada
perseorangan yang ada didalamnya.

Satuan kajian dalam kelompok tidak mutually exclusive. Meskipun demikian, masing-
masing kelompok memperlihatkan sesuatu yang mungkin cirinya berbeda. Dengan
demikian satuan kajian memberikan kesempatan bagi pengumpulan data secara tersendiri,
fokus yang tersendiri, barangkali tingkatannya berbeda sehingga penarikan kesimpulannya
membawa perbedaan pula (Moleong, 2004).

Tugas :
Buatlah populasi sample dan teknik sample atau informan dan unit analisis sesuai dengan jenis
proposal yang Anda buat!

Hal. 8 dari 9
8 METODE PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1995. Memilih Instrumen pengumpul Data dalam Manajemen Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta
Bogdan, Robert C & Sari Knopp Biklen, 1982. Qualitative Research for Education : An
Introduction to Theory and Methods. Boston : Allyn and Bacon, Inc.
Kriyantono, Rachmat, 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi : Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Lincoln, Yvonna S., & Egon G Guba, 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills : Sage Publication.
Margono. 2005. Metodologi Penelitian pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta
Masyhuri. 2008. Metode Penelitian, Pendekatan Praktis dan Aplikatif, Bandung, Refika Aditama
Moleong, Lexy J, 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Noor, Juliansyah. 2014. Metodologi Penelitian, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Rangkuti, Freddy.2011. Riset Pemasaran.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Singarimbun, Masri.1995. Metode Penelititan Survei. LP3S, Jakarta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
UniversitasTerbuka,2010.ModulMetodePenelitianSosial,Jakarta:UTPress
Widarjono, Agus. 2015. Statistika Terapan. Jokjakarta:UPP STIM YKPN.

Hal. 9 dari 9

Anda mungkin juga menyukai