Anda di halaman 1dari 14

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR

WAWANCARA DAN OBSERVASI

Metode Penelitian Kualitatif dan Observasi


Nama Kelompok :

Lita Alistia – 46117110003

Rahajeng Putri Pertiwi – 46117110017

Aditya Mahendra – 46117110021

Windi Irawati – 46117110022

Ria Hastari – 46117110060

Mita Ayu Fadia – 46117110066

Niken Ayu Maharani – 46117110084

Fakultas Psikologi
2019
A. WAWANCARA
Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering digunakan dalam
penelitian kualitatif. Tidak seperti pada percakapan biasa, wawancara penelitian ditujukan
untuk mendapatkan informasi dari satu sisi saja, oleh karena itu hubungan asimetris harus
tampak. Peneliti cenderung mengarahkan wawancara pada penemuan perasaan, persepsi,
dan pemikiran partisipan.
1. Faktor-faktor yang memengaruhi wawancara
Ada empat faktor (Warwick-Lininger, 1975), yang menentukan keberhasilan dalam
percakapan tatap muka maupun percakapan melalui media. Lebih-lebih lagi kalau
percakapan itu menyangkut moral dan nilai. Keempat factor sebagai berikut:
a. Pewawancara
Beberapa karakteristik yang perlu dimiliki pewawancara:
1) Kemampuan dan keterampilan mewawancarai sumber informasi
2) Kemampuan memahami dan menerima serta merekam hasil wawancara yang telah
dilakukan
3) Karakteristik sosial pewawancara
4) Rasa percaya diri dan motivasi yang tinggi
5) Rasa aman yang dimiliki

Kondisi di atas akan dapat memacu pewawancara untuk mengendalikan diri serta
mampu untuk menyampaikan pertanyaan dengan baik dan memahami jawaban
yang diberikan oleh sumber informasi.

b. Sumber Infromasi
Beberapa hal yang perlu dan diperlukan dari sumber informasi yaitu ;
1) Kemampuan memahami/menangkap pertanyaan dan mengolah jawaban dari
pertanyaan yang diajukan pewawancara
2) Karakteristik sosial (sikap, penampilan, relasi/hubungan) sumber informasi
3) Kemampuan untuk menyatakan pendapat
4) Rasa aman dan percaya diri
Dengan keadaan dan patokan di atas, setiap sumber informasi akan dapat
memberikan jawaban yang tepat dan bermanfaat.
c. Materi pernyataan
Keterlaksanaan wawancara dengan baik adalah harapan dari setiap pewawancara.
Karena itu, pewawancara perlu menghayati berbagai faktor yang terdapat di dalam
materi pertanyaan sehingga memungkinkan wawancara berjalan dengan baik. Di
antara faktor-faktor yang penting dipahami dalam isi/materi pertanyaan, yaitu;
1) Tingkat kesukaran materi yang ditanyakan
Materi pertanyaan hendaklah dalam ruang lingkup kemampuan sumber informasi.
Jangan terlalu sukar dan jangan pula terlalu mudah
2) Kesensitifan materi pertanyaan
Peneliti hendaklah menyadari sejak dini, hal-hal yang menyangkut moral, agama,
ras, atau kedirian tiap sumber informasi yang selalu mengundang subjektivitas,
keengganan, atau penolakan untuk memberi jawaban. Dalam kaitan itulah jati diri,
kemampuan dan keterampilan peneliti diuji dan sangat diperlukan. Usahakan
materi yang sensitif dijadikan normative dan tidak menyinggung kedirian seseorang
maupun orang lain.
d. Situasi wawancara
Dalam situasi wawancara, sekurang-kurangnya ada empat kondisi yang perlu
mendapat perhatian.
1) Waktu pelaksanaan
2) Tempat pelaksanaan
3) Keadaan lingkungan pada waktu wawancara
4) Sikap masyarakat
2. Jenis Wawancara
Walaupun wawancara merupakan percakapan tatap muka atau wawanmuka, namun
kalau ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diajukan maka wawancara dapat dikategorikan atas
tiga bentuk, yaitu :
a. Wawancara terencana-terstruktur
b. Wawancara terencana-tidak terstruktur
c. Wawancara bebas
1) Wawancara terencana-terstruktur adalah suatu bentuk wawancara di mana pewawancara
dalam hal ini peneliti menyusun secara terperinci dan sistematis rencana atau pedoman
pertanyaan menurut pola tertentu dengan menggunakan format yang bagu. Dalam hal ini
pewawancara hanya membacakan pertanyaan yang telah disusun dan kemudian mencatat
jawaban sumber informasi secara tepat.

Keuntungan wawancara terstruktur ialah jarang mengadakan pendalaman pertanyaan


yang dapat mengarahkan yang diwawancarai agar jangan sampai bedusta.

Contoh: pewawancara akan mewawancarai responden yang terkait dengan kenakalan remaja.

Penjelasan pewawancara terhadap responden.

Dewasa ini kita sudah sama-sama melihat kenakalan remaja yang terjadi di sekitar kita semakin
lama semakin membuat kita khawatir. Banyak sekali bentuk kenakalan remaja, misalnya
tawuran, menghisap ganja, pencurian, dan sebagainya. Berikut ini kami akan mengajukan
beberapa pertanyaan yang terkait dengan kenakalan remaja tersebut. Kami harapkan saudara
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan menurut keadaan yang sebenarnya.

No. Pertanyaan Selalu Sering Kali Jarang


1. Mengisap narkoba dalam satu
minggu
2.
Melanggar peraturan sekolah
dalam satu minggu
3. Merokok dilingkungan sekolah
4. Dan lain-lain
Untuk wawancara yang terencana dan terstruktur ini pewawancara hanya membacakan
pertanyaan yang telah disusun dan kemudian mencatat jawaban responden secara tepat.

2) Wawancara terencana –tidak terstruktur

Bentuk wawancara terencana tidak terstruktur adalah suatu bentuk wawancara dimana
pewawancara menyusun rencana (schedule) wawancara yang mantap, tetapi tidak
menggunakan format dan urutan yang telah ditetapkan. Pertanyaan biasanya tidak disusun
terlebih dahulu, malah disesuaikan dengan keadaan responden.

Pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Dalam proses
wawancara demikian kadang-kadang terjadi pewawancara atau yang diwawancarai sudah
“mengajari” semua yang ada dibenaknya dan apa yang diketahui kepada lawan bicaranya. Pada
jenis wawancara seperti ini, orang yang diwawancarai mungkin akan menjawab panjang lebar,
artinya pertanyaan yang diajukan dapat berkembang sejalan dengan proses yang terjadi, jadi
akan ada pertanyaan-pertanyaan lain.

Contoh: penjelasan pewawancara terhadap responden

Tugas saudara adalah menceritakan sebanyak mungkin tentang jenis-jenis kenakalan remaja,
faktor-faktor penyebab yang mendorong bertambah meningkatnya kenakalan remaja.

a. Jenis-jenis kenakalan remaja apa sajakah yang dilakukan bersama teman-temanmu?


b. Apakah kamu bermasalah dengan keluargamu?
c. Bagaimana caranya anda mengikutsertakan teman-teman dalam mendapatkan ganja?

Wawancara tak berstruktur dapat dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut:

a. Bila pewawancara berhubungan dengan orang “penting”


b. Jika pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam lagi pada seseorang
subjek tertentu
c. Apabila pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat penemuan (discovery)
d. Jika ia tertarik untuk mempersoalkan bagian-bagian tertentu yang tidak normal
e. Jika ia tertarik untuk berhubungan langsung dengan salah seorang responden
f. Apabila ia tertarik untuk mengungkapkan motivasi, maksud atau penjelasan dari responden
g. Apabila ia mau mencoba dan mengungkapkan pengertian suatu peristiwa, situasi, atau
keadaan tertentu.
3) Wawancara bebas
Wawancara bebas adalah wawancara yang dilakukan secara alami, tidak diikat atau diatur
oleh suatu pedoman, atau oleh suatu format yang baku. Wawancara bebas ini lebih banyak
memberikan seluas-luasnya kepada responden dalam memberikan jawabannya. Cara
menunjukkan pertanyaan terserah pada pewawancara, sehingga diharapkan interviewee lebih
luwes dan luas dalam menyampaikan jawabannya dan data yang diungkap lebih mendalam.

Jadi jenis wawancara apa yang akan digunakan, tergantung kepada data apa yang dibutuhkan.
Apalagi bagi konselor di sekolah, semua data yang akan dicari tentu terkait dengan kepentingan
pelayanan konseling. Bisa saja konselor mewawancarai orang tua siswa, siswa yang bersangkutan,
atau mungkin juga wali kelas.

3. Prosedur wawancara
Wawancara dapat dilakukan dirumah, di kantor atau di tempat lai, yang memungkinkan
wawancara aman, tertib dan teratur. Wawancara merupaan suatu proses tatap muka antara dua
orang. Disamping itu, juga merupakan suatu interaksi social dan hubungan fungsional serta tujuan
tunggal. Beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam wawancara :

a. Harus diingat bahwa wawancara itu bukanlah percakapan biasa. Pewawancara hendaklah
menciptakan situasi yang menyenangkan dan sadar akan fungsinya.
b. Memilih waktu yang tepat.
Pewawancara hendaklah memmbuat persetujuan dengan responden tentang kesediaannya atau
datang kerumahnya dalam waktu sumber informasi tidak sibuk dengan tugas-tugas lain.
c. Andaikata pewawancara tidak dapat melaksanakan hari pertama kunjungannya terhadap
sumber informasi, bicarakanlah dengan baik, kapan waktu sumber informasi yang tersedia
lagi.
d. Pada waktu wawancara :
1) Ikuti tata aturan yang telah di tetapkan dalam petunjuk,
Perkenalkanlah tujuan penelitian secara jelas dan tepat. Janganlah menerangkan sesuatu
yang akan menambah atau menyimpang dari tujuan
2) Tanyakan pertanyaan dengan hati - hati dan berusahalah agar bersifat informal
sehingga hubungan tanya jawab menjadi lebih komunikatif.
3) Janganlah menarankan jawaban atau membuat persetujuan atau menolak suatu
jawaban yang diberikan sumber informasi
4) Janganlah menginterpretasikan suatu pertanyaaan.
5) Jangan menambah kata dari pertanyaan yang ada. Bacalah apa yang dituliskan
(terutama bagi pemula)
6) Ikutilah aturan pertanyaan yang ada dalam pedoman pertanyaan. Jangan sekali-kali
melompati pertanyaan
7) Jangan bertanya berdasarkan pertanyaan yang telah di hafal. Tetapi bacalah pedoman
yang telah dibuat sebelumnya.
8) Jangan bersikap reaktif terhadap jawaban sumber informasi, seperti tertawa, marah
dan sebagainya.
9) Tugas wawancara mengambil dan mengumpulkan informasi, bukan memberi informasi
10) Usahakan merekam atau mencatat dengan baik, semua jawaban dari sumber
informasi. Jangan berusaha mengubah semua jawaban yang diberikan sumber
informasi
11) Usahakan untuk tidak menceritakan pertanyaan berikutnya, sebelum pertanyaan yang
diberikan dijawab sumber informasi.
12) Usahakan selama wawancara tidak ada orang lain yang mengganggu wawancara
13) Usahakan datang sendirian kepada sumber informasi, kecuali kalau merupakan suatu
Tim.
14) Selalulah melakukan konsultasi dengan pembimbing, kalau pewawancara mengalami
kesulitan
15) Usahakan selalu bersikap sabar dan terjauh dari perbuatan emosional.
16) Usahakan untuk selalu “wajar” dalam tindakan
17) Usahakan selama wawancara untuk selalu memusatkan perhatian sumber informasi
pada pertanyaan
18) Pada akhir wawancara, jangan lupa mengucapkan terima kasih kepada sumber
informasi atas bantuannya, bersama dengan itu, perlu diminta kesediaan sumber
informasi untuk diwawancarai lagi kalau ada data yang kurang lengkap

4. Keuntungan dan Kelemahan Wawancara


Seperti juga teknik pengumpul data yang lain, wawancara merupakan salah satu cara yang
baik dan tepat apabila peneliti menginginkan informasi yang dalam dan mendetail tentang suatu
objek penelitian. Di samping itu, informasi yang didapat lebih banyak. beberapa keuntungan
penggunaan teknik wawancara dalam pengumpulan data penelitian sebagai berikut.
a. Berhubung karena pewawancara langsung menemui responden, maka responserate juga
lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kuesioner.

b. Sampel penelitian lebih sesuai dengan rencana karena semua sumber informasi akan dapat
ditemui.

c. Dapat mengumpulkan informasi sesuai dengan rencana.

d. Visualisasi informasi disajikan dan pewawancara dapat memberikan respons dan terarah
pada fokus persoalan.

e. Dapat melengkapi dan memperbaiki kembali informasi yang kurang atau salah.

f. Dapat menangkap situasi.

g. Dapat mengontrol jawaban masing masing pertanyaan

h. Pertanyaan yang sensitif dapat ditanyakan dengan hati hati kepada sumber informasi

i. Mudah diunduh

j. Lebih lengkap

Walaupun wawancara merupakan teknik yang tepat sebagai alat pengumpul data untuk jenis
peneliti tertentu, namun banyak pula kelemahan yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan
teknik ini. diantara kelemahan itu sebagai berikut :

a. Biaya yang diperlukan lebih tinggi.

b. waktu yang dibutuhkan lebih banyak.

c. Kecondongan (bias) pewawancara.

d. Kurang anonim

e. Tidak ada kesempatan berkonsultasi.


B. OBSERVASI
Observasi dalam implementasinya tidak hanya berperan sebagai teknik paling awal dan
mendasar dalam penelitian, tetapi juga teknik paling sering dipakai, seperti observasi partisipan,
rancangan penelitian eksperimental, dan wawancara. setiap orang dapat melakukan observasi, dari
bentuk sederhana sampai pada tingkatan observasi paling komplek. Metode observasi yang
digunakan pada setiap kegiatan penelitian bervariasi, tergantung pada setting, kebutuhan dan
tujuan penelitian (Santana, 2007: 127). Observasi merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh
kekuatan indera seperti pendengaran, penglihatan, perasa, sentuhan, dan cita rasa berdasarkan pada
fakta-fakta peristiwa empiris. Morris (1973: 906) mendefinisikan observasi sebagai aktivitas
mencatat suatu gejala dengan bantuan instrumen-instrumen dan merekamnya dengan tujuan ilmiah
atau tujuan lain.
Secara mudah observasi sering disebut juga sebagai metode pengamatan. Ringkasnya metode
observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan secara cermat dan
sistematik. Kalau pengamatan dilakukan dengan sambil lalu dan tidak memenuhi prosedur dan
aturan yang jelas tidak bisa disebut observasi.
Agar observasi dapat diulang oleh peneliti lain dan agar dapat dimungkinkan penafsiran
ilmiah maka observasi harus dilakukan secara cermat, melalui prosedur yang benar, dan
tersistematika. Dalam observasi nampaknya hanya sekadar “mengamati’, namun kegiatan
mengamati itu tidak boleh dipandang pekerjaan main-main oleh peneliti. Pekerjaan observasi
adalah pekerjaan yang memerlukan ketekunan dan kesungguhan.
1. Jenis dan Pendekatan Observasi
Observasi dengan Partisipasi dan Nonpartisipasi
Secara umum observasi dapat dilaksanakan dengan partisipasi maupun tanpa partisipasi.
Observasi dengan partisipasi berarti pengamat ikut menjadi partisipan. Misalnya ada peneliti yang
meneliti kehidupan buruh suatu pabrik, peneliti ikut (pura-pura) menjadi buruh pabrik yang
ditelitinya. Dengan cara ini peneliti menyatu total dengan keadaan yang sedang dipelajarinya.
Dengan keterlibatan pengamat akan menimbulkan pengenalan yang baik atas situasi yang diteliti.
Ini merupakan keuntungan observasi jenis ini. Kesulitan yang dihadapi dalam observasi jenis ini
adalah peneliti tidak melihat permasalahannya secara tajam karena peneliti terlalu dekat. Dan juga
memerlukan waktu untuk beradaptasi.
Sedang observasi tanpa partisipasi berarti pengamat bertindak sebagai nonpartisipan.
Observasi jenis kedua menghindari kelemahan observasi jenis pertama. Dalam observasi ini
peneliti berada di luar (menilai dari luar). Karena peneliti sebagai “penilai” seringkali
menyebabkan “kekikukan” obyek yang dinilai sehingga obyek sering bertingkah laku tidak wajar.
Perilaku tidak wajar karena kehadiran peneliti biasanya akan menjadi wajar kembali kalau “sudah
biasa” (artinya perlu waktu). Untuk mengatasi ketidakwajaran obyek tersebut kadang kala peneliti
tidak memberitahukan kehadirannya.
Untuk meneliti kelompok tertutup, metode observasi baik digunakan. Yang disebut kelompok
tertutup misalnya para garong, pelacur dan sebagainya. Dengan melakukan observasi ini peneliti
akan mendapatkan banyak “data” yang tidak terungkap dalam publikasi-publikasi statistik.

2. Cara Pengamatan
Agar pengamatan yang dilakukan menjadi bermanfaat peneliti perlu memperhatikan
beberapa hal berikut:
1. Melengkapi dirinya dengan pengetahuan teoritis berkenaan dengan masalah yang akan
diteliti.
2. Merumuskan secara jelas tujuan observasi serta variabel yang akan diamati.
3. Perlu disiapkan di mana observasi harus dilakukan dan kapan dilaksanakan.
4. Mengetahui data apa saja yang harus dikumpulkan.
5. Siapkan alat pencatat untuk melakukan observasi
6. Dalam mencapai hasil observasi gunakan ukuran yang dapat dikontrol.
7. Jika peneliti tidak melakukan pengamatan sendiri, tetapi mempercayakan pada orang lain
haruslah peneliti melatih asisten tersebut sehingga memang “layak” melakukan pengamatan.

3. Mencatat Pengamatan
Setiap yang dilihat hendaknya dicatat karena sekedar mengamati dapat mengakibatkan
pengamat lupa terhadap apa yang telah diamatinya. hal ini disebabkan kemampuan pengamatan
seseorang lebih lemah dari yang telah seharusnya diingat, serta kemampuan ini pun berbeda satu
dari yang lainnya. karena mungkin seseorang lebih tertarik pada fenomena tertentu, maka lebih
gampang mengingatnya dari pada harus mengingat ingat fenomena lain yang tidak diamatinya.
ada beberapa kesulitan dalam mencatat hasil pengamatan, yaitu :
a. Apabila peristiwa yang hendak diamati berlangsung amat cepat.
b. Pencatatan biasanya mengganggu konsentrasi pengamat karena harus membagi
perhatian.
c. Objek pengamatan menunjukan sikap mengubah diri, bahkan keberatan apabila tahu
dirinya sedang diamati dan dicatat.
Persoalannya sekarang, bagaimana seharusnya mencatat hasil observasi. mencatat hasil
observasi harus memerhatikan beberapa hal.
a. waktu pencatatan
hal terbaik mencatat adalah pada saat objek pengamatan yang diamati tersebut
sedang terjadi, atau disebut dengan pencatatan langsung (on the spot).
b. cara pencatatan
apabila pencatatan on the spot tidak mungkin dilakukan, maka pencatatan dapat
dilakukan dengan menggunakan kata kata kunci (key words).
c. mencatat disela pengamatan
cara ini adalah alternatif lain yang bisa dilakukan , yaitu pengamat mencatat hasil
pengamatannya disela sela objek pengamatan tidka dapat direkam kegiatannya.

4. Teknik Pencatatan Dalam Observasi


Dalam observasi diperlukan beberapa metode dan teknik, baik dalam pelaksanaan maupun
dalam pencatatan data observasi itu sendiri,. Sattler (2002) menguraikan beberapa teknik dalam
pencatatan data observasi, yaitu
a. Teknik Pencatatan Narative
Teknik pencatatan naratif merupakan salah satu teknik pencatatan observasi yang dapat
membantu observer dalam mendeskripsikan perilaku alami subyek. Dalam pencatatan
naratif tersebut pengamatan tidak boleh melakukan interpretasi secara menyeluruh dan
kejadiannya hendaklah menggunakan prosedur pencatatan kuantitatif. Global
description, merupakan pendeskripsian data observasi perilaku secara umum
b. Teknik Interval Recording
Sattler (2002) menjelaskan bahwa interval recording biasa juga disebut dengan time
sampling, interval sampling, atau interval time sampling, dimana pencatatan tersebut
merupakan salah satu teknik observasi yang berfokus pada perilaku spesifik dalam
interval waktu tertentu. Dalam interval recording, pencatatan dilakukan pada perode
interval yang sama dan observer mencatatan sejumlah perilaku yang muncul selama
interval tertentu.
c. Teknik Even Recording
Teknik event recording atau biasa dikenal dengan nama even sampling, dimana
observer dapat mencatat sebuah kejadian pada perilaku spesifik atau pada even yang
terjadi selama periode observasi.
d. Teknik Rating Recording
Sattler (2002) menjelaskan bahwa pada rating recording, observer merate perilaku
pada skala atau checklist, yang terkadang pada akhir periode observasi.

5. Kesulitan Umum Observasi


Beberapa kesulitan umum dalam metode observasi ini, terutama yang terjadi pada pengamat
dan objek pengamatan, antara lain:
1. Amat sering pengamat tertangkap dalam subjektivitasnya tanpa disadari ataupun megetahui
jalan keluarnya.
2. Kadang pula pengamat terbawa situasi yang diamati sehingga melupakan fungsi utamanya.
3. Timbulnya gejala yang diobservasi sering menyulitkan pengamat, terutama kalau gejala itu
sulit dipastikan kapan munculnya.
4. Sering bahwa pelaksanaan observasi menjadi terganggu akibat dari munculnya peristiwa lain
yang tidak terduga. Umpamanya hujan, kebakaran, tabarakan, bencana alam, dan
sebagainya.
5. Pelaksanaan observasi amat terbatas oleh berlangsungnya gejala tersebut, dan ini sangat
menyulitkan karena ada beberapa gejala yang berlangsungnya amat cepat atau sekejap mata,
tetapi ada gejala lain yang berlangsungnya sangat lama.
6. Kadang kala tanpa disadari bahwa pengamat mencampuradukkan antara data observasi dan
pendapat pribadi atau persepsi pribadi pengamat.

Selain adanya kesulitan pastinya metode Observasi ini ememiliki kelebihan. Kelebihan
teknik observasi terletak pada kemudahan mengakses setting. Metode observasi tidak mencolok/
tersamar (unobtrusive), tidak menuntut interaksi langsung dengan partisipan. Menurut Webb,
dkk., (1996) observasi dapat dilakukan secara tersamar, dengan banyak setting dan tipe perilaku.
Kelebihan lain terletak pada upaya meminimalisasi potensi dan pengaruh.
DAFTAR PUSTAKA

Hasanah, Hasyim. (2016). Teknik-Teknik Observasi. Jurnal at-Taqaddum, 8(1)


Rachmawati, Imami Nur. (2007). Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif: Jurnal
Keperawatan Indonesia, 11(1)
A. Muri Yusuf. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan.
Jakarta: Prenadamedia Group

Anda mungkin juga menyukai