Anda di halaman 1dari 12

SKALA EMPATI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka: 1995 dalam


Abnes Oktara Ginting: 2009) Empati adalah keadaan mental yang membuat
seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau
fikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Pemahaman yang melibatkan
komponen kognisi dan afeksi tersebut membuat individu mampu menghargai
posisi dan perasaan orang lain, sebagai dasar membina hubungan interpersonal
yang baik dan menyenangkan.
Davis (Gini; Albiero; Benelli; Altoe, 2006) dalam Maria Ulfah & Mira
Aliza Rachmawati (http//psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwalkuliah/naskah 
publikasi 03320213.pdf) mengemukakan bahwa empati merupakan bagian dari
dua tipe yang tidak dapat terpisahkan yaitu kognitif dan emosional/afektif.
Kemampuan kognitif mencerminkan kemampuan dalam memahami orang lain
berdasarkan perspektif yang diambil. Kemampuan emosional atau afektif ditandai
dengan perasaan untuk memperhatikan atau simpati ke orang. Komponen Kognitif
terdiri dari Perspective Taking (PT) dan Fantacy (FS, sedangkan komponen
afektif meliputi Empathic Concern (EC) dan Personal Distress (PD).
Menurut Zulfan Saam (2013: 42) Empati adalah adanya persamaan
perasaan, pandangan, pemahaman yang mendalam dan pengakuan terhadap orang
lain.
Lanjut Decete & Mayer (2008) dalam Zulfan Saam (2013:40) menyatakan
empati adalah “ A Sense of similarity in feelings experienced by the self and the
other, without confusion between the two individuals” (Rasa kesamaan perasaan
yang dialami oleh diri dan orang lain, tanpa kebingungan antara satu dengan yang
lain.) Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka seseorang
terhadap emosinya maka akan semakin terampil ia membaca perasaan orang lain
(Goleman, 1995 dalam Abnes Oktara Ginting, 2009)
Leiden, dkk (1997: 317) dalam Gusti Yuli Asih dan Margaretha Maria
Shinta Pratiwi (Volume I, No 1, Desember 2010) menyatakan empati sebagai
kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain sehingga orang lain seakan-
akan menjadi bagian dalam diri. Senada dengan ini Daniel H. Pink (2006) Empti
adalah Kemampuan untuk membayangkan diri berada pada posisi orang lain dan
memahami dengan intuisi apa yang dirasakan orang lain juga merupakan
kemampuan untuk mengalami dari sudut pandang orang lain, melihat dengan
matanya dan merasakan hatinya. Kemudian Gusti Yuli Asih dan Margaretha
Maria Shinta Pratiwi (Volume I, No 1, Desember 2010) mengungkapkan empati
merupakan kemampuan yang dimiliki individu untuk mengerti dan menghargai
perasaan orang lain dengan cara memahami perasaan dan emosi orang lain serta
memandang situasi dari sudut pandang orang lain. Empati merupakan emosi atau
afeksi yang positif. Empati ini berperan penting dalam mengatasi masalah yang
dihadapi individu dan dalam membentuk sikap prilaku terhadap orang lain. Orang
yang mempunyai empati tinggi lebih berorientasi pada orang lain yang mengalami
kesulitan tanpa banyak mempertimbangkan kerugian-kerugian yang akan
diperoleh, seperti pengorbanan waktu, tenaga dan biaya. Dengan demikian
seseorang yang mempunyai empati tinggi akan peduli terhadap orang lain
disekelilingnya. (Brigham, 1991 Dalam Abnes Oktara Ginting: 2009).
Johnson dkk (1983) dalam Ari Tris Ochtia Sari, Neila Ramdhani, dan Mira
Eliza (2003) mengemukakan bahwa empati adalah kecenderungan untuk
memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain. Seorang yang empati
digambarkan sebagai seorang yang toleran, mampu mengendalikan diri, ramah,
mempunyai pengaruh, serta bersifat humanistik.
Hurlock (1999: 118) Empati adalah Kemampuan seseorang untuk dapat
mengerti perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan
diri sendiri ditempat orang lain. Kemampuan untuk empati ini mulai dapat
dimiliki seseorang ketika menduduki masa akhir kanak-kanak awal (6 tahun)
dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua individu memiliki dasar
kemampuan untuk dapat berempati, hanya saja berbeda tingkat kedalaman dan
cara mengaktualisasikannya. Empati seharusnya sudah dimiliki oleh remaja,
karena kemampuan berempati sudah mulai muncul pada masa kanak-kanak awal
(Hurlock, 1999: 118). Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa empati dapat
dipelajari dan dilatihkan (Zulfan Saam, 2013:42), individu yang dari kecil sudah
diajarkan dan dilatihkan sifat empati, ketika ia beranjak remaja ia akan memiliki
kemampuan empati yang matang. Sementara itu individu yang dari kecil tidak
diasah kemampuan empatinya, maka kemampuan empatinya tidak akan
berkembang atau terkikis. Menurut Maria Ulfah Mira
Aliza Rachmawati (http//psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwalkuliah/naskah 
publikasi  03320213.pdf) individu yang memiliki kemampuan empati rendah,
cenderung pendiam, egois, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit bergaul dengan
temannya. Sedangkan individu yang memiliki kemampuan empati tinggi,
cenderung ramah, mudah menyesuaikan diri, percaya diri, dan disenangi dalam
pergaulan. Mengingat pentingnya kemampuan berempati dalam pencapaian
keberhasilan seseorang maka sangat penting mengajarkan anak-anak sedini
mungkin untuk mampu bersikap empati.
Perasaan positif, seperti empati memberikan kontribusi pada
perkembangan moral remaja. Walaupun empati dianggap sebagai keadaan
emosional, sering kali empati memiliki komponen kognitif yaitu kemampuan
melihat keadaan psikologis dalam diri orang lain, atau yang disebut dengan
mengambil perspektif orang lain. Pada usia 10 sampai 12 tahun, individu
membentuk empati terhadap orang lain yang hidup dalam kondisi yang tidak
menguntungkan contohnya orang miskin, orang cacat dan orang-orang yang
dikucilkan. Kepekaan ini membantu anak-anak yang lebih tua untuk bertingkah
laku altruistik dan pada akhirnya memunculkan rasa kemanusiaan pada
perkembangan pandangan ideologis dan politik pada remaja ( Santrock, 2003 )
dalam Agustin Pujiyanti
Kurangnya Empati dapat memicu kecenderungan untuk berperilaku anti
sosial, agresi secara fisik maupun verbal, melihat orang lain sama sama rata,
kekerasan interpersonal dan tidak bisa mengontrol emosi (Isna Astarini : 2013)
Oleh karena itu Empati sangat penting dimiliki oleh seorang remaja untuk
mengontrol dirinya sehingga remaja mampu mengembangkan dan meningkatkan
hubungan sosial yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain baik
dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Seperti yang diungkapkan
(Kurtinez & Grwitz, 1984:106) dalam Imam Setyawan (Proceeding Konferensi
Nasional II Ikatan Psikologi Klinis – Himpsi h. 296 – 300, ISBN : 978-979-21-
2845-1) Empati juga memiliki peran besar bagi individu dalam menentukan dan
meningkatkan hubungan sosial. Hubungan sosial berkualitas yang tercipta dari
kemampuan mengambil perspektif, memungkinkan individu untuk berkreasi dan
mengembangkan identitas diri. Sehingga, harga diri dapat tumbuh dan
dikembangkan secara sehat.

Definisi Operasional Variabel


Empati adalah Kemampuan yang dimiliki peserta didik kelas X SMA N 1
Indralaya laki-laki dan perempuan melalui kesadaran dirinya dalam menempatkan
diri pada posisi orang lain baik perasaan atau fikiran secara mendalam sehingga
orang lain seakan-akan menjadi bagian dalam dirinya, yang mampu
menggambarkan ia sebagai orang yang toleran, peduli, mampu mengendalikan
diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta bersifat altruis dan humanistik. Dalam
hal ini tingkat empati peserta didik akan diukur melalui aspek empati yang
dikembangkan oleh Mark H. Davis yang terdiri dari Perspektive Taking (PT),
Fantacy (FS, Empathic Concern (EC) dan Personal Distress (PD)

Aspek-Aspek yang Terdapat dalam Empati


Berdasarkan aspek empati yang dibuat oleh Davis (1983) dalam Maria
Ulfah & Mira Aliza Rachmawati (http//psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal
kuliah/naskah publikasi 03320213.pdf) secara global ada dua komponen dalam
empati yaitu: Komponen Kognitif dan komponen Afektif yang masing-masing
mempunyai dua Aspek yaitu: Komponen Kognitif terdiri dari Pengambilan
Perspektif/Perspektive Taking (PT) dan Fantasi/Fantacy (FS, Sedangkan
komponen afektif meliputi Perhatian/Empathic Concern (EC) dan Distress
Pribadi/Personal Distress (PD). Keempat aspek tersebut mempunyai pengertian
sebagai berikut:
1. Pengambilan Perspektif/Perspective Taking (PT)
Kemampuan seseorang untuk mengambil sudut pandang psikologis
seseorang secara sepontan. Aspek ini akan mengukur sejauh mana individu
memandang kejadian sehari-hari dari perspektif orang lain. Pentingnya
kemampuan dalam Perspective Taking untuk perilaku non egosentrik yaitu
Kemampuan yang tidak berorientasi pada kepentingan diri sendiri, tetapi pada
kepentingan orang lain. Pengambilan perspektif dalam empati meliputi proses Self
Identiication dan Self Positioning. Self Identiication mengarahkan individu untuk
menyentuh kesadaran dirinya sendiri melalui perspektif yang dimiliki orang lain,
sementara Self Positioning memandu individu untuk memposisikan diri pada
situasi dan kondisi orang lain untuk kemudian membantu penyelesaian
masalahnya. Coke dalam Davis 1983 menyatakan bahwa Perspective Taking
berhubungan dengan reaksi emosional dan perilaku menolong remaja .Inikator
dari Perspective Taking (PT) adalah
a. Mengedepankan sikap Perspektif daripada egoisentris.
b. Mencapai kesadaran diri melalui orang lain
c. Melibatkan diri dalam proses problem solving atas permasalahan orang
lain.
d. Mampu Berfikir dan merasakan berdasarkan situasi dan kondisi orang
lain.
2. Fantacy
Kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam
mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film, cerita
atau orang lain disekitarnya. Ketika mengalami fantasi, seseorang akan terstimuli
untuk menyampaikan perasaan dan persepsi atas suatu kejadian atau proses yang
menyatakan perubahan sikap/perilaku orang lain. Aspek ini melihat
kecenderungan individu menempatkan diri dan hanyut dalam perasaan dan
tindakan orang lain. Stotland dalam davis (1983) mengungkapkan bahwa Fantacy
merupakan aspek yang berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain dan
menimbulkan perilaku menolong. Indikator dari Fantacy adalah:
a. Mampu mengimajinasikan diri dalam situasi fiktif
b. Memberikan reaksi/ respon terhadap perubahan kondisi/ tindakan orang
lain
c. Memunculkan perilaku menolong
3. Empathic Concern (EC)
Perasaan simpati yang berorientasi pada orang lain dan perhatian terhadap
kemalangan orang lain. Aspek ini merupakan cermin dari perasaan kehangatan
yang erat kaitannya dengan kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain. Cialdini
(1987:749) Dalam Imam Setyawan (Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan
Psikologi Klinis-Himpsi hal 296-300, ISBN: 978-979-21-2845-1) menyatakan
bahwa perhatian empati (Empathic concern) meliputi perasaan simpatik, belas
kasihan dan peduli (Lebih terfokus pada orang lain). Indikator Empathic Concern
adalah:
a. Adanya perhatian kepada orang lain
b. Menunjukkan simpati, kepedulian dan belas kasih yang tinggi kepada
orang lain
c. Adanya kepekaan diri yang tinggi terhadap kondisi dan posisi orang lain.

4. Personal Distress (PD)


Sears, dkk (1994: 69) dalam Imam Setyawan (Proceeding Konferensi
Nasional II Ikatan Psikologi Klinis-Himpsi hal 296-300, ISBN: 978-979-21-2845-
1) mendefinisikan Personal Distress sebagai pengendalian reaksi pribadi terhadap
penderitaan orang lain, yang meliputi perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, dan
tidak berdaya. Menekankan pada kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri
sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi setting interpersonal yang tidak
menyenangkan.Indikator dari Personal Distress adalah:
a. Merasa terkejut dan prihatin yang mendalam akan penderitaan yang
dialami orang lain
b. Mengalami ketakutan dan kecemasan yang berlebihan akan penderitaan
yang dialami ornag lain
c. Mengalami kegelisahan yang berkepanjangan akibat melihat orang lain
mengalami sesuatu yang kurang beruntung.
No Butir
Aspek Indikator ∑ Bobot
Favaurable Unfavourable
Perspective a. Mengedepankan sikap Perspektif dari pada 1,4 2, 3, 5 5
Taking egoisentris
b. Mencapai kesadaran diri melalui orang lain 6,7,8 9,10 5
(PT) 25%
c. Melibatkan diri dalam proses 11,13,15 12,14 5
problem solving atas permasalahan orang
lain.
Fantacy a. Mampu mengimajinasikan diri dalam 16,17 18,19,20 5
(F) situasi fiktif
b. Memberikan reaksi/ respon terhadap 21,25 22,23,24 5 25%
perubahan kondisi/ tindakan orang lain
c. Memunculkan perilaku menolong 27,28,29 26, 30 5
Empathic a. Adanya perhatian kepada orang lain 31,33 32, 34,35 5
b. Menunjukkan simpati, kepedulian dan 36,37,38 39,40 5
Concern
belas kasih yang tinggi kepada orang lain
(EC)
c. Adanya kepekaan diri yang tinggi terhadap 42,43 41,44,45 5
25%
kondisi dan posisi orang lain.
Personal a. Merasa terkejut dan prihatin yang 46,47,49 48,50 5
Distress mendalam akan penderitaan yang dialami
(PD) orang lain
b. Mengalami ketakutan dan kecemasan yang 52,53 51,54,55 5
berlebihan akan penderitaan yang dialami
ornag lain
25%
c. Mengalami kegelisahan yang 56,57,58 59,60 5
berkepanjangan akibat melihat orang lain
mengalami sesuatu yang kurang beruntung
TOTAL 30 30 60 100%
BLUE PRINT SKALA EMPATI
SKALA KEMAMPUAN EMPATI

Nama : Jenis Kelamin :P/L


Kelas : Tanggal Mengisi :
Sekolah :

A. PETUNJUK PENGISIAN
Skala ini merupakan skala untuk mengungkap tingkat kemampuan
empati peserta didik. Pada skala ini terdapat 60 pernyataan. Baca dan pahami
pernyataan pada setiap nomornya. Beri tanda cheklist (√) pada salah satu
kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi Anda saat ini.
Skala ini tidak berhubungan dengan nilai sekolah, jadi jawablah dengan
sejujur-jujurnya sesuai dengan kondisi Anda saat ini (bukan sesuai dengan
yang Anda inginkan). Isilah seluruh pernyataan tanpa ada nomor yang
terlewat. Jawaban Anda akan dijamin kerahasiannya. Isilah terlebih dahulu
identitas diri Anda sebelum membaca 60 pernyataan yang ada.
Adapun alternatif jawaban yang bisa Anda pilih, yaitu:
SS : Sangat Sesuai
S : Sesuai
KS : Kurang Sesuai
TS : Tidak Sesuai
STS: Sangat Tidak Sesuai

Contoh Pernyataan
NO PERNYATAAN
1. Saya memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan pendapatnya

2. Saya merasa tidak dihargai apabila pendapat saya tidak diterima

Contoh Jawaban
NO ALTERNATIF JAWABAN
SS S KS TS STS
1. 
2. 

Atas kesediaan dan kerjasama Anda dalam mengisi skala ini saya
ucapkan terima kasih.
~ SELAMAT MENGERJAKAN ~
NO PERNYATAAN
1. Saya lebih mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan saya.
2. Saya merasa kesal dengan orang yang tidak sependapat dengan saya.
3. Saya tipe orang yang masa bodoh dengan apa yang difikirkan orang lain mengenai saya
4. Saya lebih suka mengerjakan tugas secara kelompok daripada secara individual
5. Menurut saya kerja kelompok hanya membuang-buang waktu dan membebani saya.
6. Saya dapat mengambil pelajaran dari setiap kejadian
7. Melihat kasus Bullying membuat saya takut untuk menyakiti teman saya
8. Saya senang diberikan nasihat oleh orang lain
9. Apa yang dilakukan dan diperbuat oleh saya sama sekali tidak berpengaruh bagi saya.
10. Menurut saya pengemis dijalan adalah kumpulan dari orang-orang malas.

11. Banyak teman-teman yang meminta saya untuk membantu menyelesaikan


permasalahannya.
12. Lebih baik menyelesaikan permasalahan sendiri daripada menyelesaikan permasalahan
orang lain.
13. Saya tertarik untuk mengetahui permasalahan teman secara detil.

14. Saya tidak ingin ikut campur dalam permasalahan orang lain karena itu bukan
tanggung jawab saya.
15. Saya merasa sedih apaila tidak bisa membantu menyelesaikan permasalahan teman
saya.

16. Saat membaca cerita dalam novel saya merasa diri saya hadir dan masuk dalam cerita
tersebut.
17. Ketika menonton film-film yang mengharukan tak terasa saya meneteskan air mata.

18. Saya lebih menyukai film-film action dari pada film-film dramatis.

19. Menurut saya orang yang menonton film sampai meneteskan air mata adalah orang-
orang yang cengeng.
20. Saya tidak bisa memahami makna dari sebuah film atau cerita.

21. Saat saya melihat teman tidak bergairah saat mengikuti pelajaran saya akan
menanyakan keadaan nya.
22. Saya tidak memberikan ucapan selamat kepada teman yang sedang berbahagia.

23. Saya tidak dapat meredamkan amarah teman

24. Jika ada teman yang bertengkar saya memilih untuk menghindar.

25. Saya akan marah apabila ada teman yang dihina atau dipermalukan.

26. Saya malas menanggapi teman yang ingin curhat kepada saya.
27. Saya ingin menolong teman yang mengalami kesulitan.

28. Saya turut membantu korban bencana alam.

29. Jika ada kotak amal saya bersedekah.

30. Saya pura-pura tidak tahu jika ada teman yang membutuhkan pertolongan.

31. Jika bertemu dengan teman saya menyapa dan menanyakan kabarnya.

32. Saya membiarkan teman yang kelelahan saat bekerja.

33. Saya meluangkan waktu untuk menghadiri undangan teman.

34. Saya tidak perduli dengan urusan orang lain.

35. Saya malas memikirkan orang lain, karena belum tentu orang lain memikirkan saya.

36. Melihat teman besedih karena mendapat nilai ujian rendah, saya pun ikut bersedih.

37. Saya menjenguk teman yang sakit.

38. Hati saya merasa iba jika melihat para penyandang cacat.

39. Saya tidak memaafkan orang yang pernah mengecewakan saya.

40. Saya benci dengan orang yang mengeluh akan hidupnya.

41. Saya kurang memahami perasaan-perasaan teman saya.

42. Saya dapat mengetahui teman yang mempunyai masalah dari ekspresi wajahnya.

43. Bagi saya wajar jika ada teman yang mendapatkan prestasi rendah jika ia tidak
memiliki buku penunjang dan fasilitas belajar yang memadai dirumah.
44. Saya tidak bisa menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki teman saya.
45. Orang yang berbuat salah harus dihukum tanpa alasan apapun

46. Saya akan histeris jika melihat pertengkaran/perkelahian yang hebat.

47. Ketika mendengar kabar yang menyedihkan, spontan badan saya menjadi lemas.

48. Perasaan saya biasa-biasa saja saat melihat ada orang yang pinsan.

49. Mengetahui ada teman yang berhenti sekolah hati saya sangat terpukul.

50. Saya tidak panik ketika melihat korban kecelakaan.

51. Saya tidak merasa takut teman saya akan frustasi jika ia selalu gagal meraih apa yang ia
inginkan.
52. Saya menyesal jika tidak bisa membantu menyelesaikan permasalahan teman saya,
karena saya khawatir dia akan depresi.
53. Saya tidak sanggup melihat korban kecelakaan.

54. Melihat teman diolok-olok dan dipermalukan, perasaan saya biasa saja.

55. Saya takut mendekati teman yang sering murung dan menyendiri.

56. Saya gelisah jika meninggalkan teman yang mengalami musibah sendirian.

57. Masalah yang dihadapi teman saya membuat saya mengalami gangguan tidur akibat
turut memikirkannya.
58. Hati saya was-was dan risau jika mengetahui ada teman yang bermasalah.

59. Saya membiarkan teman saya menyelesaikan permasalahannya sendiri.

60. Saya stress jika dihadapkan oleh permasalahan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai