Anda di halaman 1dari 17

Purwanto, Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya

Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya


Purwanto
STAIN Surakarta

Abstrak: Intelegensi merupakan kemampuan yang bersifat umum dan potensial. Para ahli tidak
mencapai kesepakatan dalam banyak hal mengenai intelegensi. Definisi-definisi yang dikemukakan
menunjukkan batasan yang tidak serupa. Mereka juga tidak sepaham dalam melihat apakah
intelegensi merupakan heriditas atau modifikasi. Beberapa mencoba menghubungkan intelegensi
dengan bakat, kreativitas, dan prestasi. Para ahli juga berbeda dalam melihat komponen-komponen
yang terdapat dalam intelegensi. Hal itu tampak dalam teori-teori yang mereka ajukan. Beberapa ahli
yang mengajukan teorinya mengenai intelegensi, di antaranya adalah Terman, Spearman,
Sternberg, Thurstone, Guilford, dan Gardner. Intelegensi diukur menggunakan tes intelegensi dan
diskala menggunakan ukuran yang dikenal dengan IQ. Skor IQ diinterpretasikan dengan
membandingkan IQ seseorang dengan kelompok sebaya atau kelompok norma.

Kata kunci: kemampuan, potensial, teori intelegensi, IQ, dan kelompok


sebaya.

Abstract. Intelligence is a common and potential capability. Theorist have not agreed in its concept
yet. Their definitions are not identical. They also do not agree with factors which contribute to
intelligence. They try to correlate intelligence with talent, creativity and achievement. Their theories
contain different elements. Some theorist are Lewis Terman, Charles Spearman, Sternberg, Louis
Thurstone, James P Guilford and Howard Gardner. Intelligence is measured by a test and scaled in IQ.
IQ score is interpreted by comparing one’s IQ with his peer or norm group.

Key words : capability, potential, intelligence theory, IQ, and peer


group.

Pendahulua n ka p a s i t a s k h u s us . Kedua, kecakapan


n nyata (actual ability) atau
Is t il a h i nt e l i g e ns i s ang at ak r a b da l a m
dun i a pendidikan dan pembelajaran. Hal ini
disebabkan karena pendidikan dihadapkan pada
anak-anak dengan berbagai kemampuan
inteligensi. Pendidik harus memahami keragaman
inteligensi anak didik. Pemahaman keragaman
diperlukan untuk dapat memberikan layanan
yang tepat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Manusia dapat mempertahakan ke
l a n g - sungan hidup dan mengembangkan diri
karena m e m p u n y a i s e j u m l a h k e m a m p u a
n . M e n u r u t S uk mad i na t a ( 2 0 0 3 : 9 2 ) ,
ke m a m p u a n a t a u kecakapan dapat dibagi
menjadi dua. Pertama, ke ca k a p a n p o t e n s i
al ( p o t e nt i a l a b i l i t y ) a t a u k a p a s i t a s (
capacity). Kecakapan potensial
merupakan kecakapan yang masih tersembunyi,
belum termanifestasikan dan dibaw
a d a r i kelahirannya. Kecakapan ini dapat dibagi
menjadi dua yaitu inteligensi (intelligence) dan
bakat (apti- tude). Inteligensi merupakan
kapasitas umum, s e d a n g b ak a t m e r u p ak a
477 477
prestasi (achievement). Kecakapan
n y a t a m e r u p ak a n k e c a k a p an y a n g s u d
a h t e r b u ka , t e r m a n i f e s t a s i k a n dalam
b erbagai a s p e k kehidupan dan perilaku.
Kecakapan ini berpangkal pada kecakapan
potensial. Kecakapan terbentuk karena
pengaruh lingkungan.
Inteligensi merupakan salah satu kemam-
puan manusia. Kemampuan inteligensi bersifat
p o t e n s i a l d an m e r u p a k an ke c a k ap a n u
m um . Kecakapan ini dapat terwujud menjadi
kecakapan nyata karena bantuan lingkungan.
Meski inteligensi sangat penting
dalampendidikan, rentang pemahama
n m e n g e n a i konsep ini sangat bervariasi.
Akibatnya timbul perdebatan konsep inteligensi
dalam pelaksanaan pendidikan. Tulisan ini
membuat kajian teoritik m e ng e n a i i n t e l i g e
n s i , k h u s u s ny a i n t e l i g e n s i sebagai
kemampuan intelektual. Kajian berangkat dari
masalah: 1) Bagaimana konsep inteligensi?
2) Apakah inteligensi merupakan heridititas atau
modifikasi? 3) Bagaimana hubungan inteligensi
dengan bakat, kreativitas dan presta
s i ? 4 ) Bagaimana perkembangan teori
inteligensi? dan

478 478
Purwanto, Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 4, Juli 2010

5) Bagaimana melakukan pengukuran inteligensi? Winkel dan Suryabrata membuat pengelom-


Oleh karenanya tujuan kajian ini adalah untuk p o k ka n d e f i ni s i d e n g a n c a r a y a ng b e r
mengetahui: 1) konsep inteligensi, 2) b e d a . Menurut Winkel (1996:138), inteli
inteligensi merupakan heriditas atau modifikasi, 3) gensi dapat diberikan pengertian luas dan
hubungan inteligensi dengan bakat, kreativitas sempit. Dalam arti
dan prestasi,
4 ) p e r k e m b an g a n t e o r i i n t e l i g e ns i , 5
) c a r a melakukan pengukuran inteligensi.

Kajian Literatur
Pengertian
inteligensi
Para ahli belum sepakat mengenai berbagai hal
tentang inte ligensi. Konsensus me ng enai
arti inteligensi hampir tidak mungkin. Tahun
1921 diadakan simpo sium te ntang intelige
nsi yang dilaporkan dalam Journal of
Educational Psychol- o g y . D a r i 1 2 o r a n g p
sikolog yang d i m i n t a panda ngannya, t
erdapat 1 2 pandangan yang berbeda
(Woolfolk dan Nicolich, 1984 : 130).
Dalam hal definisi, terdapat banyak definisi
yang dikemukakan oleh para ahli de
n g a n beberapa variasi perbedaan. Definisi
Thornburg, Freeman dan Robinson & Robinson
mempunyai banyak kesamaan. Menurut
Thornburg (1984 :
179), inteligensi adalah ukuran bag
a i m a n a individu berperilaku. Inteligensi
diukur dengan pe rilaku ind ivi du, i nteraksi
interp erso nal dan prestasi. Inteligensi dapat
didefinisikan dengan beragam cara: (1)
kemampuan berpikir abstrak, (2) kemampuan
mempertimbangkan, memahami dan menalar,
(3) kemampuan beradaptasi dengan lingkungan,
dan (4) kemampuan total individu unt u k b e r t
i nda k de n gan se ng aj a d a n s e c ar a
rasional dalam lingkungan. Menurut Free
man ( A b r o r, 1993:43), inteligensi m
e m p u n ya i pengertian: 1) inteligensi adalah
adaptasi atau p e n y e s u a i a n i n d i v i d u d e n
g a n k e s e l u r u h a n lingkung an, 2)
inteligensi adalah ke mampuan u n t u k belaj
a r, d a n 3 ) i n te l i g e n s i a d a l a h
kemampuan berpikir abstrak. Sedang menurut
Robinson dan Robinson (Woolfolk dan Nicolich,
1984 : 130), inteligensi didefinisikan sebagai: 1)
kapasitas untuk belajar; 2) total pengetahuan
yang dic ap ai sese o rang ; d an 3) kemamp
uan beradaptasi secara sukses dengan situasi
baru dan lingkungan pada umumnya.
Purwanto, Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 4, Juli 2010
luas, inteligensi adalah kemampuan mencapai n b e r b a g a i ke t e r k ai t a n g e n e t i k. Ha si l
p r e s t a s i d a l a m b e r b a g ai b i d a ng k e h i d k o r e l a s i t e r s e b ut disajikan berikut :
u p a n . Sedang dalam art i sempit, inteli
gensi adalah kemampuan untuk mencapai
prestasi di sekolah. Inteligensi dalam pengertian
sempit mempunyai p e n g e r t i a n y a n g s a m a
dengan kemampuanintelektual atau
kemampuan a k a d e m i k . Suryabrata (2002
: 124 – 134) mengelompokkan beragam definisi
menjadi lima kelompok, yaitu: 1) Konsepsi yang
bersifat spekulatif. Konsepsi ini memandang
inteligensi sebagai taraf umum dari sejumlah
besar daya khusus; 2) Konsepsi yang b e r s i f a
t pragmatis. Menurut konsepsi ini, i
nteligensi adalah apa yang dites ole
h t e s inteligensi (intelligence is what the tests
test); 3) Konsepsi yang didasarkan pada
analisis faktor. Menurut konsepsi ini,
penyelidikan dan pencarian sifat hakikat
inteligensi harus mempergunakan teknik
analisis faktor; 4) Konsepsi yang bersifat
operasional. Menurut konsepsi ini, faktor-faktor
yang mendukung sifat dan hakikat
inteligensi sudah diketahui. Pengujian
dimaksudkan untuk mencari letak faktor; 5)
Konsepsi yang didasarkan pada analisis
fungsional. Menurut konsepsi ini, sifat dan
hakikat inteligensi disusun berdasarkan
bagaimana berfungsinya inteligensi.

Heriditas atau
modifikasi
Perdebatan mengenai inteligensi tidak berhenti
dalam definisi. Pandangan mengenai faktor-faktor
yang memberi kontribusi terhadap inteligensi juga
masih kont ro versi. Kont ro versi t erjadi dal
am m e m a n d a n g a p a k a h i n t e l i g e n s i m e
r u p a k a n heriditas yang dibawa secara genetik
sejak lahir atau modifikasi dari lingkungan.
Pendapat pertama menyatakan b
a h w a inteligensi dipengaruhi oleh heriditas.
Menurut pandangan ini, inteligensi adalah
kemampuan yang di bawa sejak lahir yang
memungkinkan s e s e o r a n g berbuat ses
uatu dengan cara tertentu. Wa t e r i
nk ( P u r wa n t o , 2 0 0 3 : 5 2 ) m e n y at a k a
n b a hw a b e l u m d a p a t d i b u kt i k a n bahwa
inteligensi dapat diperbaiki atau dilatih. Bukti
yang mendukung sifat penurunan inteligensi
ditunjukkan oleh Bouchard (Atkinson, Atkinson,
Smith dan Bem, 2003:185) dengan m
eng- korelasikan inteligensi denga
Tabel 1. Korelasi inteligensi dengan berbagai secara genetik lebih superior dari ras lainnya.
keterkaitan genetik
Menurut Haviland (1999 : 192), pandangan yang
No Hubungan Korelasi menyatakan bahwa IQ seseorang sampai batas
1 Kembar identik
tertentu dapat diwariskan adalah pendapat yang
a Dibesarkan bersama 0,86
b Dibesarkan terpisah 0,72 sesat. Tes-tes yang diadakan oleh para
2 Kembar fraternal peneliti kulit putih untuk orang kulit putih dan
Dibesarkan bersama 0,60 hitam sering menunjukkan bahwa orang kulit
3 Saudara kandung
putih mendapat nilai lebih tinggi. Apa yang
a Dibesarkan bersama 0,47
b Dibesarkan terpisah 0,24 diperlihatkan oleh tes- tes itu adalah bahwa
4 Orang tua dan anak 0,40 dalam situasi sosial tertentu orang kulit putih
5 Orang tua angkat dan anak 0,31 berprestasi lebih baik daripada orang kulit
6 Sepupu 0,15
hitam. Tes tidak mengukur inteligensi tapi
mengukur kemampuan orang-orang tertentu yang
Dari dat a tersebut t erli hat ad anya
di b esar kan dal am ke b udayaan t e rte nt u u n
hubungan antara heriditas dan inteligensi.
tuk menjawab masalah-masalah y
Misalnya, anak kembar identik mempunyai
a n g terpengaruh o leh ko ndisi so si al t ert
korelasi yang lebih tinggi (0,86) dibandingkan
entu. Tes dibuat oleh o rang kulit putih
anak kembar fraternal (0,60). Orang tua dan anak
mestinya untuk sesama orang kulit putih.
berkorelasi lebih tinggi (0,40) dibandingkan
Adalah tidak realistis m e ng ha r ap or a ng - o r
orang tua angkat dan anak (0,31).
ang yang t i d ak t e rb i asa dengan nilai-nilai
Pendapat kedua menyatakan b dan sifat-sifat orang kulit putih d a p a t m e n j a
a h w a inteligensi merupakan hasil modifikasi w a b m a s a l a h - m a s a l a h y a n g
lingkungan. P e n d a p a t i n i d i d a s a r k a n p a didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan tersebut.
da bukti y a n g di tunj ukkan o le h Fro hn Ha si l pe ne l i t ia n me nd uk ung b ahwa t
(Pu rwant o, 2 0 0 3:5 2) bahwa daya pikir anak- id ak relevan menghubungkan inteligensi dengan
anak yang telah mendapat didikan dari sekolah ras. Sebuah penelitian dilakukan di Israel
menunjukkan sifat-sifat yang l e b i h b a i k d a r i mengenai anak-anak yang tinggal di pemukiman
p a d a a n a k- a n a k y a n g t i d a k bersekolah. (kibbutzim) (Atkinson, Atkinson, Smith dan Bem,
Pendapat bahwa inteligensi dapat dimodifikasi t.th : 190 –
dapat pula diambil dari kesimpulan penelitian 196). Israel menghadapi masalah a
Head Start Program (Atkinson, Atkinson, Smith danya
dan Bem, 2003 : 187 – 190). Anak keluarga perbedaan yang besar pada inteligensi dan latar
kurang mampu di AS cenderung tertinggal dalam belakang pendidikan di antara orang Yahudi dari
perkembangan kognitif dan pemeri berbagai budaya. Rata-rata kemam
n t a h menyelenggarakan program yang diberi p u a n intelektual Yahudi keturunan Eropa lebih
nama Head Start Program. Guru khusus tinggi dibandingkan dengan orang-orang
mengunjungi anak di rumah beberapa kali setiap Yahudi dari negara-negara Arab. Dalam
minggu untuk bermain dengan mereka, program, anak-anak dibe sarkan dal am
melibatkan anak dalam a k t i v i t a s m e n yu s u n pemukiman t erte ntu, tidak tinggal dengan
b a l o k , m e l i h a t g a m b a r, m e n y e b u t k a n orang tuanya, di rumah di bawah pengawasan
warna dan sebagainya. Gurumemberi para wanita yang terlatih khusus m e n g a s u h
kan rangsangan intelektual yang a n a k . H a s i l n y a , i n t e l i g e n s i a n a k ce
biasanya didapatkan anak-anak dari kal angan nderung tidak be rhubungan de ngan negara
atas. Hasil dari program, anak-anak yang berperan asalnya.
serta dalam program memiliki nilai yang lebih
tinggi p ad a te s S t an fo r d – B i ne t at a u Inteligensi : hubungannya dengan
WIS C, l e bi h percaya diri dan cakap secara sosial bakat, kreativitas, dan prestasi
dibandingkan anak-a nak yang t idak mempe ro Dalam diri manusia terdapat tiga
l eh perh at ian khusus. kemampuan yang berhubungan yaitu
Pendapat yang menyatakan bahwa inteligensi inteligensi, bakat dan kreativitas. Inteligensi
merupakan hasil modifikasi juga dihubungkan merupakan kemampuan potensial umum (general
dengan ras. Menurutnya, tidak terdapat ras yang potential ability). Bakat merupakan kemampuan
potensial khusus (specific potential ability).
Sedang kreativitas berhubungan dengan
kemampuan dan pola mendekati masalah dengan
cara yang berbeda.
Inteligensi berhubungan dengan bakat. Anak at d i r a m a l k a n berdasarkan variasi dalam
yang berbakat adalah anak yang sangat cerdas inteligensi. Menurut Barrett dan Depinet
atau mempunyai inteligensi yang sangat tinggi. (Atkinson, Atkinson, Smith dan
Kemampuan intelektual menjadi salah satu ukuran
keberbakatan. Menurut Semiawan (1997:24), satu
persen dari populasi total penduduk Indonesia
ya ng r e n t a ng a n IQ 1 3 7 k e a t as m e r u p
a k a n manusia berbakat tinggi (highly gifted),
sedang mereka yang rentang IQ berkisar antara
120 –
137 merupakan berbakat sedang (moderately
gifted). Mereka mempunyai keberba
k a t a n intelektual (academic talented).
Bakat berhubungan dengan kreati
v i t a s . Kr eativitas te lah menjadi dimensi
baru untuk mengide nt ifikasi keb erbakat an.
Keberbakatan selain mencakup kemampuan
intelektual tinggi juga menunjuk pada
kemampuan kreatif. Bakat dal am pe nge rt ian
b aru menga nd ung dime nsi kreatif. Menurut
Cl ark, kreativitas merupakan ekspresi tertinggi
dari keberbakatan (Semiawan,
1997:50).
Inteligensi sering dihubungkan kreativitas.
Orang yang mempunyai IQ tinggi belum tentu
kreatif, tapi orang kreatif pasti mempunyai IQ
tinggi. Oleh karenanya apabila tes intelige nsi
digunakan untuk mengidentifikasi anak berbakat,
se ki tar 7 0% anak ya ng kr eat iv it asnya ti
nggi ditinggalkan (Morse dan Wingo,
1970:262). Hal itu disebabkan karena
kreativitas berhubungan deng an IQ tapi te s
IQ tidak secara langsung mengukur kreativitas
(Good dan Brophy, 1990 :
617). Terman (Guilford, 1971:138 – 139) me-
nu nj ukk a n b u kt i b ah wa t e s i n t e l i g e ns i
t i d a k m a m p u m e nd i s kr i m i na s i ka n kr e a
t i v i t a s . D i a melakukan penelitian atas tujuh
orang anak yang pandai dan tujuh orang anak
yang bodoh. Hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa anak yang mempunyai IQ tinggi dapat
memperoleh hasil yang t i ng gi a t au re nd ah
d al am t es p ro du ksi divergen. Dengan dasar
ini maka kemampuan produksi divergen telah
keluar dari domain tes dan konsep inteligensi.
Oleh karenanya, kreativitas sebagai salah satu
dimensi keberbakatan harus dicari di luar
batasan IQ.
Banyak ahli sepakat bahwa inteli
g e n s i berhubungan dengan prestasi. Oleh
karenanya v a r i a s i dalam prestasi dap
480 480
B em , t .t h: 1 6 7 ) , ni l ai t e s i nt e l i g en s i perhitungan kalender. U k u r a n inteligensi
sa n gat berkorelasi dengan berbagai parameter (intelligence quotient)
prestasi a k a d e m i k ( n i l a i , k e l a n g s u n g a
n d i s e k o l a h , kemungkinan lulus, dan
sebagainya). Anak yang m e nc a pa i n i l a i l e b
i h t i ng g i p a d a t e s se p e r t i Stanford-Binet
dan Wechler Intelligence Scale mendapatkan nilai
yang lebih baik, lebih menikmati se ko lah, lebih
mampu mengikuti pe lajaran di s e k o l a h , d a
n dalam kehidupan selanjutnya
cenderung mendapatkan keberhasilan kerja yang
lebih besar.
Walaupun inteligensi berhubungan dengan
prestasi, inteligensi hanya salah satu faktor yang
mene ntukan prestasi . Fakt or inte lige nsi
akan dapat meramalkan lebih baik prestasi
apabila dilakukan bersama faktor lain. Menurut
Purwanto (200 3:59 ), int elig ensi memberi
kemungkinan untuk berkembang. Kemungkinan
dapat direali- s as ik a n te r ga n tung pul a ke
pa d a p r i ba d i da n kesempatan yang ada.

Perkembangan teori
inteligensi
Beberapa ahli mencoba memberikan penjelasan
teoretik mengenai inteligensi. Beberapa di antara
mereka adalah Lewis Terman, Charles Spearman,
Sternberg, Louis L Thurstone, JP Guilford dan
H o w a r d G a r d n e r. Te o r i - t e o r i m e r e k a
d a p a t dijelaskan berikut.
1. Lewis Terman (1900)
Terman melanjutkan kerja yang dilakukan oleh
Binet dalam melakukan pengukuran inteligensi
dengan mempertahankan konsep Binet mengenai
u s i a m e n t a l . M e n u r u t Te r m a n , i n t e
ligensimerupakan satu kemampuan t
u n g g a l y a n g disebut usia mental (mental
age). Usia mental adalah kemampuan yang
seharusnya dimiliki rata- rata anak pada usia
tertentu. Dia mendefinisikan inteligensi sebagai
kemampuan untuk berpikir abstrak (Winkel,
1996:139). Dia yakin bahwa i n t e l i g e n s i m
e r u p a k a n f a k t o r t u n g g a l y a n g
merupakan kemampuan individu dalam verbalisasi
dan berpikir abstrak. Menurut Thornburg (1984:
179), inteligensi merupakan monogenetik karena
didasarkan pada faktor umum tunggal (general,
disingkat g) yang diwarisi.
Di samping usia mental, dikenal pula
konsep usia kronologis (chronological age). Usia
kronologis adalah usia anak menurut

481 481
merupakan rasio perbandingan antara usia men- 3. Sternberg (1931)
t a l d e ng a n u s i a k r o no l o g i s . J i k a i n t e l Menurut Sternberg inteligensi mempunyai tiga
i g e n s i diberikan notasi dengan IQ, usia mental bagian sehingga teorinya dikenal dengan teori
dengan MA dan usia kronologis dengan CA, inteligensi triarkhis. Tiga bagian inteligensi itu
maka dapat disajikan rumus perhitungannya adalah konseptual, kreatif dan kontekstual (Good
berikut : dan Brophy, 1990: 597). Pertama, konseptual
adalah komponen pemro sesan informasi yang
MA
IQ  digunakan dalam inteligensi. Menurut Winkel (1996
CA : 140), bagian konseptual mempunyai tiga
fungsi y a i t u k o m p o n e n p e n g a t u r d a n p
Dari rumus di atas diketahui bahwa pada anak e n g o n t r o l (metacomponent atau
yang mempunyai inteligensi normal maka MA = metacognition), komponen pelaksanaan
CA atau MA sama dengan MA rata-rata anak (performance) dan komponen untuk memperoleh
s e us i a ny a. A n ak ya n g m e m p u n ya i MA informasi baru (knowledge acquisi- tio n).
> CA mempunyai inteligensi di atas rata-rata, Kedua, kre ati f me rupakan ke mampuan se
dan anak yang mempunyai MA < CA mempunyai seorang untuk me nghadapi tantangan baru
inteligensi di bawah rata-rata. secara efektif dan mencapai taraf kemahiran dalam
be rp i ki r se hi ng ga muda h ber ha si l m en ga
2. Charles Spearman (1927)
ta si s e g a l a p e r m a s a l a h a n y a n g m u n c u
Menurut Spearman, inteligensi bu
l . K e t i g a , kontekstual adalah kemampuan
k a n l a h kemampuan tunggal, melainkan terdiri
untuk menempat- kan diri dalam lingkungan
dari dua faktor, sehingga teorinya dikenal
yang memungkinkan a k a n b e r h a s i l , m e n y
sebagai teori inteligensi dwifaktor atau
esuaikan diri d e n g a n lingkungan dan
bifaktor. Kecerdasan dapat dibagi menjadi dua
mengadakan perubahan terhadap lingkungan bila
yaitu kecerdasan umum
perlu, misalnya memilih kasus, menyesuaikan
( general ability) dan kecerdasan khusus (specific dengan lingkungan kerja baru dan kelincahan
ability), sehingga inteligensi mempunyai dua
pergaulan sosial.
faktor. Dua faktor itu adalah faktor yang bersifat
umum (general factor, disingkat g) dan yang 4. Louis L Thurstone (1938)
bersifat khusus (specific factor, disingkat s).
Thurstone memandang inteligensi b
Faktor umum mendasari semua tingkah laku,
e r s i f a t m u l t i f a k t o r. Fa k t o r - f a k t o r ya n
sedang faktor khusus hanya mendasari tingkah
g m e m b e n t u k inteligensi adalah faktor umum
laku tertentu. Menurut Suryabrata (2002:128),
(common factors, disingkat c) dan faktor khusus
faktor umum bergantung kepada keturunan dan
(specific factors). Fa k t o r u m u m t e r d i r i d a r
faktor khusus be rgantung ke pada pengalaman
i t u j uh f a k t o r ya n g membentuk perilaku
(lingkungan, pendidikan).
tertentu yang bersifat umum. Fa k t o r khusus
Set iap masalah d ipecahkan meng adalah faktor-faktor y a n g mendasari
gunakan kombinasi antara inteligensi umum dan perilaku yang bersifat khusus. Menurut Suryabrata
spesifik. Menurut Winkel (1996:139), inteligensi (2002:129), tingkah laku dibentuk oleh dua faktor
adalah hasil perpaduan antara faktor umum dan yaitu faktor umum (c) dan faktor khusus (s).
sejumlah faktor khusus. Perpaduan faktor g dan s Faktor c sebanyak tujuh macam, sedang faktor s
bersifat unik untuk setiap orang, sehingga ada sebanyak tingkah laku khusus yang dilakukan
perbedaan i nd i v i d u sa t u s a m a l a i n . M e oleh manusia yang bersangkutan.
nu r u t S p e ar m a n (Atkinson, Atkinson, Smith
Menurut Thurstone, tidak ada faktor g
dan Bem, t.th:174), semua individu memiliki
seperti d a l a m t e o r i S p e a r m a n . K e m a m p
faktor inteligensi umum (g) dalam jumlah yang
u a n u m u m bukanlah faktor g melainkan
bervariasi. Seseorang dapat d i k a t ak a n s e c a r
kombinasi faktor- faktor c. Faktor c adalah
a um u m c e r d a s a t a u b o d o h tergantung
kemampuan mental utama ( p r i m a r y m e n t a l
pada jumlah g yang ia miliki. Faktor g m e r u p a k
abilities) yang m e r u p a k a n kombinasi
an determinan utama kemampuan
dari tujuh faktor umum. Oleh karenanya teori
mengerjakan soal tes inteligensi.
Thurstone kadang dikenal sebagai te ori
kemampuan mental utama (primary mental abili-
ties theory). Menurut Anastasi dan Urbina (1997:
312 – 313) faktor meliputi : (1) penalaran verbal dan independen satu sama lain. Tiap-tiap
(verbal comphrehension, disingkat V), kelacaran kemampuan
kata (word fluency, disingkat W), angka (number,
disingkat N), ruang (space, disingkat S), memori
as o s ia ti f (as so ci at i ve m e m o r y, di si ng ka
t M) , kecepatan perseptual (perceptual speed,
disingkat P), dan induksi atau penalaran umum
(general rea- soning, disingkat R).

5. JP Guilford (1967)
Menurut Guilford, faktor yang memb
e n t u k inteligensi bukan hanya satu faktor
(Terman), dua faktor (Spearman), tiga faktor
(Sternberg) atau tujuh faktor (Thurstone),
melainkan 120 faktor. Berdasarkan analisis
faktor, Guilford mengusulkan m o de l b e r b e n tu
k kub us ya ng d i se bu t m o d e l struktur
intelektual dengan 120 faktor.
Sejumlah 120 faktor itu merupakan kombinasi
dari tiga dimensi. Ketiga dimensi inteligensi itu
adalah dimensi operasi/proses, dimensi isi/materi/
konten, dan dimensi hasil/produk (Guilford, 1971:
61 – 62). Operasi mempunyai lima faktor yaitu
ko gni si, memori, berpikir konvergen, berpikir
divergen dan evaluasi. Konten mempunyai empat
fa k t o r y ai t u f i g ur a l , s i m b o l i k , s e m a nt i
k d a n perilaku. Sedang produk mempunyai enam
faktor yaitu unit, kelas, hubungan, sistem,
transformasi dan i mplikasi. Secara kese
luruhan intel igensi mempunyai 5 x 4 x 6 = 120
faktor.

6. Howard Gardner (1983)


M e n u r u t G a r d n e r, i nt e l i g e n s i b uk a n l
a h s a t u ke m a m p ua n s e b a g a i m a na d i s a
m p a i ka n o l e h Terman, Spearman,
Sternberg, Thurstone, dan G ui l fo r d . Int e l i g
e ns i m e rup ak an ke m am p ua n ganda
(multiple intelligence). Kemampuan ganda dalam
konsep inteligensi menurut Gardner, terdiri dari
sembilan kemampuan (Suparno, 2004: 19).
Kesembilan kemampuan itu adalah (1) linguistik,
(2) matematis – logis, (3) ruang, (4) kinestetik –
badani, (5) musikal, (6) interperson
a l , ( 7 ) intrapersonal, (8) lingkungan /
naturalis, dan (9) eksistensial.
Masing-masing kemampuan dalam inteligensi
menurut Gardner bersifat independen. Gardner
(Good dan Brophy, 1990: 595) menyatakan bahwa
inteligensi bukanlah tunggal tetapi jamak, yang
masi ng-masi ng pent ing untuk bi dangnya
bersifat independen. Menurut Atkinson, Atkinson, inteligensi menjadi tes inteligensi umum
Smit h dan Be m (2003: 18 1), tiap int eli (general ability test) dan tes inteligensi
gensi merupakan “modul terbungkus” di dalam
otak yang bekerja menurut aturan dan
prosedurnya sendiri. Cedera otak tertentu dapat
mengganggu salah satu jenis inteligensi dan
tidak memiliki pe ng aruh p ada inte li gensi
lain. Indepe ndensi kemampuan-kemampuan
juga dijelaskan o leh Winkel (1996:140).
Menurutnya, independensi k e m a m p u a n d i d a
sarkan adanya bukti: (1) kerusakan
otak pada bagian tertentu tidak
mengakibatkan gangguan pada bagian lain,
(2) orang sering menyolok pada suatu inteligensi
tapi tidak pada inteligensi yang lain.

Pengukuran
inteligensi
Pengukuran inteligensi adalah pr
osedurpengukuran yang meminta pe
s e r t a u n t u k menunjukkan penampilan
maksimum, sehingga pengukuran inteligensi
dilakukan menggunakan te s yang di ken al de
nga n t es i nt e l ig ensi. Tes inteligensi awalnya
dikembangkan oleh Sir Francis Galton. Dia
tertarik dengan perbedaan individu dari teori
evolusi Charles Darwin.
Dilihat dari segi pelaksanaanny
a t e s inteligensi dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu tes individual dan kelompok.
Termasuk dalam tes individual adalah skala
Stanford-Binet dan Wechler. Tes kelompok
diberikan kepada sejumlah siswa dengan
jawaban tertulis. Tes ini pertama kali digunakan
di Amerika Serikat selama Perang Dunia I
berupa Army Alpha Test dan Army Beta Test.
Army Alpha Test digunakan untuk menyeleksi
calon prajurit yang dapat membaca, menulis dan
berbahasa Inggris. Army Beta Test digunakan
untuk menyeleksi calon prajurit yang buta huruf
dan tidak bisa berbahasa Inggris (Abror, 1993:
53 – 57).
Inteligensi diramalkan berhubungan dengan
prestasi, baik dalam kehidupan mau
p u n d i sekolah. Oleh karenanya prestasi yang
hendak diramalkan oleh t es inteligensi dapat
bersifat u m u m dan khusus. Prestasi u
m u m a d a l a h keberhasilan hidup secara
umum. Secara khusus prestasi adalah prestasi
dalam bidang tertentu di sekolah, misalnya
matematika, bahasa, dan sebagainya. Oleh
karenanya Winkel (1996:142) membagi tes
khusus (specific ability test). Tes inteligensi umum dewasa di atas umur 15 tahun. Menurut Abror
terdiri dari butir soal dal am berb agai (1993: 56), skala Wechler dibagi menjadi dua
bidang penggunaan seperti bahasa, bilangan, kelompok subtes
ruang, dan se bagainya. Te s i nte ligensi
khusus mengarah untuk menyelidiki siswa yang
mempunyai bakat kh u s us d a l am b i d a ng s t
ud i t e r t e nt u s e p e r t i bahasa, matematika,
dan sebagainya. Tes-tes i n t e l i g e n s i b i a s a
n y a m e n g a c u p a d a k o n s e p inteligensi
sebagai inteligensi umum. Terdapat be
rmacam-macam t es int eli gensi yang dapat
digunakan, di antaranya tes Stanford-Binet dan
Wechler.
Tes pertama yang merupakan tes inteligensi
moderen dikembangkan oleh ahli psik
o l o g i Perancis Alfred Binet pada tahun 1881.
Pada saat itu pemerintah Perancis mengeluarkan
Undang- undang yang mewajibkan semua
anak masuk s e k o l a h . P e m e r i n t a h m e m i
n t a B i n e t u n t u k membuat tes guna
mendeteksi anak-anak yang terlambat intelekt
ualnya (Atkinson, Atki nson, Smith dan Bem,
t.th: 152). Tes-tes inteligensi kemudian
banyak mengacu pada tes yang telah
dikembangkan oleh Binet. Tes inteligensi Binet
mengalami beberapa kali revisi. Revisi terakhir
adalah revisi yang dikerjakan bersama Terman
dari Universitas Stanford yang dikenal dengan
tes int elige nsi Stanford-Binet . Tes terdi ri
dari 17 subtes yang dikelompokkan dalam
empat area t e o r e t i k y a i t u p e n a l a r a n v e
r b a l , p e n a l a r a n kuantitatif, penalaran
abstrak-visual, dan ingatan jangka pendek
(Good dan Brophy, 1990: 588).
Wechle r menyusun t es int el ige nsi kare
na be be rapa ke lemahan yang te rdapat pada
tes intekegensi Stanford-Binet. Kelemahan itu:
1) tes S t anf o r d - B in e t t i dak d a pa t d i g un
ak a n un t u k m e n g u k u r i n t e l i g e n s i o r a
ng d e wa s a ; 2 ) t e s S t a n f o r d - B i n e t te
rlalu tergantung p a d a kemampuan
bahasa (Atkinson, Atkinson, Smith dan Bem,
t.th: 157). Wechler menyusun tiga tes inteligensi
yaitu 1) the Wechler Preschool and Pri- mary Scale
of Intelligence (WPPI). Tes ini digunakan untuk
mengukur inteligensi anak prasekolah atau pada
umur 4 – 5 tahun, 2) the Wechler Intelligence
Scale for Children (WISC). Tes ini digunakan
untuk mengukur inte ligensi anak-anak umur 5
– 15 tahun, dan 3) the Wechler Adult Intelligence
Scale (WAIS). Tes ini digunakan untuk orang
yaitu tes verbal dan tes perbuatan Keterangan : butir dapat dijawab benar (x), butir tidak
(performance). Tes verbal terdiri dari enam dapat dijawab (-).

macam yaitu tes informasi, tes pemahaman


umum, tes penalaran berhitung, tes analogi,
tes lamanya mengingat angka, dan tes
perbendaharaan kata sebanyak
4 0 b ua h k a t a ya n g d i s us un m e n ur ut
ur ut a n kesulitan. Tes perbuatan terdiri dari
lima macam yait u tes si mbol-angka yang
me mi nta subjek untuk menjodohkan simbol
dengan angka, tes menyempurnakan gambar,
tes potongan balok, t es me nyus un g am b ar,
d a n t e s p em a san ga n objek.
Intel igensi ditetapkan dalam ukuran
yang disebut intelligence quotient (IQ). Ukuran IQ
adalah nisbah atau rasio antara umur
kecerdasan (men- tal age, disingkat MA) dengan
umur kalender (chro- nological age, disingkat
CA) (Suryabrata, 2002 :
152 ). MA diperoleh dari tes psikolo gi dan
CA dihitung dari tanggal kelahiran peserta
tes. IQ dihitung dengan rumus berikut :

MA
IQ  x100
C
A
IQ dapat dihitung dengan langkah-
langkah: (1) menghitung CA. CA dihitung atas
dasar kartu kelahirannya, (2) menghitung MA.
MA dihitung dengan memberikan terlebih dulu
tes inteligensi. Awalnya tes diberikan dengan
tes untuk umur yang paling rendah (paling
mudah), bertahap makin sukar sampai testi
tidak dapat menyelesai- kan sama sekali, (3)
menghitung IQ menggunakan rum us. Car a p er
hitung an IQ dap at di beri kan contohnya
sebagai berikut.
Seorang anak bernama A berumur 5
tahun mengikuti tes inteligensi yang terdiri dari
enam butir soal tes inteligensi. Hasil yang
diperoleh A dalam tes disajikan dalam tabel
berikut:

Tabel 2. Contoh hasil uji inteligensi

Butir untuk Butir ke


umur 1 2 3 4 5 6
3;0 x x x x x x
4;0 x x x x x x
5;0 x x x x x x
6;0 x x x x x x
7;0 x x x - - -
8;0 - - - - - -
Dari data tersebut inteligensi A dapat dihitung inte ligensi. Beberapa hasi l pe ne liti an
sebagai berikut: (1) CA = 5 tahun, (2) MA = 6 menun- j u k k a n b a h w a i n t e l i g e n s i d i p e
tahun roleh secara
+ 3/6 tahun = 6,5 tahun, (3) IQ = (MA/CA) x 100
= (6,5/5) x 100 = 130.
IQ dapat d iint erp retasikan dengan me
m- b a nd i ng ka n a nt a r a C A d e n g a n M A .
I nd i vi d u dengan inteligensi normal mempunyai
MA yang sama dengan CA. Mereka yang
mempunyai MA di atas CA mempunyai inteligensi
di atas rata-rata, s e d a n g y a n g m e m p u n y a
i M A d i b a w a h C A mempunyai inteligensi di
bawah rata-rata.
IQ juga dapat diinterpretasikan d
e n g a n membandingkan dengan skor kelompok
norma. Asumsinya, pada populasi, inteligensi
mempunyai distribusi normal. Pada sampel yang
representatif, inteligensi mempunyai distribusi
normal sebagai- mana po pulasinya. Sebagai se
buah distribusi no r m a l , i n t e l i g e n s i d a p a
t d i b a g i - b a g i d al a m daerah-daerah kurva
normal . Sko r se seo rang dalam te s inte li
gensi dapat dii nte rpret asikan mengacu
kepada daerah-dae rah dalam kurva no r m al .
P e ng g o l o ng a n d ae r a h- d a e r a h d a p at m e
ngikuti klasifikasi IQ yang dibuat ol
e h Woodworth dan Marquis (Suryabrata, 2002 :
157) sebagai berikut:

Tabel 3. Klasifikasi IQ
Skor IQ Kategori
Di atas 140 Luar biasa (genius)
120 – 139 Cerdas sekali (very superior)
110 – 119 Cerdas (superior)
90 – 109 Sedang (average)
80 – 89 Bodoh (dull average)
70 – 79 Anak pada batas (border line)
50 – 69 Debil (moron)
30 – 49 Ambisil (embicile)
Di bawah 30 Ideot

Simpulan dan
saran
Simpulan
Belum ada kesepakatan tentang d
e f i n i s i inteligensi. Inteligensi dapat diberikan
arti sempit dan luas. Dalam arti sempit,
inteligensi adalah prestasi di sekolah. Dalam
arti luas, inteligensi a d a l a h prestasi dal
am berbagai b i d a n g kehidupan.
Kesepakatan juga belum diperoleh mengenai
faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap
heriditas, namun beberapa hasil penelitian lain gnya p e r ana n in t el i ge nsi d al a m pe ndi d i
juga menunjukkan bahwa inteligensi kan, m aka
dapat dimodifikasi. Banyak yang sep
a k a t b a h w a inteligensi merupakan kombinasi
antara heriditas dan modifikasi.
Inteligensi berhubungan dengan
b a k a t , kreativitas dan prestasi. Inteligensi
berhubungan dengan bakat karena anak yang
berbakat adalah anak dengan inteligensi sangat
tinggi. Inteligensi b e r h u b u n g a n d e n g a n k r
e a t i v i t a s w a l a u p u n kreativitas tidak dapat
diidentifikasi menggunakan te s int el ige nsi . Int
eli gensi juga berhubungan dengan prestasi.
Variasi dalam prestasi dapat diramalkan dari
variasi dalam inteligensi.
Teori inteligensi terus mengalami perkem-
bangan. Perkembangan teori dimulai dari Lewis
Terman, Charles Spearman, Sternberg, Lewis L
T h ur s t o ne , J am e s P G ui lf o r d h i n g ga H
o war d Gardner.
Inteli ge nsi diukur me ng gunakan tes int
e- ligensi. Ukuran yang biasa digunakan adalah
IQ sehingga tes inteligensi biasa dikenal sebagai
tes I Q . U k u r a n I Q a d a l a h r a s i o anta
r a u m u r kecerdasan dengan umur kalender.

Saran
Meski para ahli tidak sepakat mengenai konsep
inteligensi, namun mereka sepenuhnya sepakat
bahwa inteligensi merupakan konsep
y a n g penting untuk dipahami, khususnya
dalam dunia pend idikan. Pe mahaman yang
baik me ngenai i n t e l i g e n s i akan memb
antu m e m b e r i k a n pelayanan yang optimal
dalam pendidikan. Oleh karenanya kajian
mengenai inteligensi sangat penting untuk terus
dikembangkan.
Kepentingan untuk melakukan k
a j i a n mengenai inteligensi berhubungan dengan
usaha memahami ko nsep dan cara p
engukura nnya. Pengukuran inteligensi yang
memadai memang masih menyisakan
kontroversi karena sulitnya diperoleh
kesepahaman dalam konsep. Konsep yang ber
beda akan me ng hasi l kan p e rbed aan da lam
ca ra mel akukan pe ngukur ann ya. Cara
pengukuran inteligensi akan terus berkembang
sejalan perkembangan konsepnya.
Meski belum diperoleh kesekatan dalam cara
me ng uku r in te l i g e ns i, m e ng i ngat p e nt in
usaha-usaha untuk mengidentifikasi inteligensi itu diperlukan agar data inteligensi mempunyai
harus dilakukan melalui proses pengukuran. Hal landasan yang kuat.

Pustaka Acuan
Abror, Abd Rachman. 1993. Psikologi pendidikan. Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Anastasi, Anne dan Urbina, Susana. 1997. Psychological testing. Seventh edition. Upper Saddle
River, NJ: Prentice Hall, Inc
Atkinson, Rita L; Atkinson, Richard C; Smith, Edward E dan Bem, Daryl J. 2003. Pengantar psikologi.
Terjemahan oleh Widjaja Kusuma. Batam Centre: Interaksara
Good, Thomas L dan Brophy, Jere E. 1990. Educational psychology a realistic approach. New
York: Longman
Guilford, JP. 1971. The nature of human intelligence. London: McGraw Hill
Haviland, William A. 1999. Antropologi. Terjemahan oleh RG Sukidjo. Edisi keempat. Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Morse, William C dan Wingo, G Max. 1970. Psychology and teaching. Glenview, Illinois: Scott,
Foresman and Company
Purwanto, M Ngalim. 2003. Psikologi pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Semiawan, Conny. 1997. Perspektif pendidikan anak berbakat. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2003. Landasan psikologi proses pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Suparno, Paul. 2004. Teori inteligensi ganda dan aplikasinya di sekolah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Thornburg, Hershel D. 1984. Introduction to educational psychology. St Paul: West Publishing Company
Winkel, WS. 1996. Psikologi pengajaran. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorraine McCune (1984). Educational psychology for teachers.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc

Anda mungkin juga menyukai