Anda di halaman 1dari 9

Psikoedukasi Keterampilan Komunikasi Asertif Pada Individu

Mengalami Konflik Dalam Keluarga


Muh Riyadh Ma’arif1) | Adinda Barwin2)

muh.riyadhmaarif@gmail.com | adindabarwin12@gmail.com |
Abstrak:
Permasalahan yang dialami oleh klien dalam kegiatan intervensi Psikoedukasi ”Keterampilan
Komunikasi Asertif” diakibatkan oleh rendahnya kualitas komunikasi antara anak dan orangtuanya.
Tujuan kegiatan yang dilakukan adalah pemberian edukasi berupa konsep dasar dari komunikasi
asertif, penjelasan mengenai dampak positif dari komunikasi asertif sebagai salah satu bentuk perilaku
asertif, serta edukasi mengenai teknik untuk menerapkan komunikasi asertif. Sehingga pemberian
Psikoedukasi yang dilakukan dapat meningkatkan pemahaman klien terkait konsep komunikasi asertif
agar mampu melakukan pengendalian, penyadaran, dan menguasai tekanan dari emosi-emosi negatif
yang dirasakan saat berkomunikasi. Pelaksanaan edukasi dilakukan secara personal yaitu hanya satu
klien yang didampingi oleh dua fasilitator, kegiatan berlangsung selama satu hari pada hari Sabtu, 19
November 2022 selama kurang lebih 90 menit. Berdasarkan hasil Psikoedukasi yang telah dilakukan,
melalui pemberian pre and post-test subjek mengalami peningkatan pemahan terkait materi yang telah
diberikan.

Kata Kunci: Keluarga, Psikoedukasi, Komunikasi Asertif

PENDAHULUAN

Komunikasi dalam sebuah keluarga memegang peranan yang sangat penting


karena keharmonisan keluarga ditentukan oleh lancar atau tidaknya komunikasi dalam
keluarga. Komunikasi dalam keluarga berfungsi sebagai salah satu bentuk upaya
memberikan dorongan yang positif, saling memahami, dan memberikan efek
perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial (Musfiroh
Majidatul, dkk, 2019). Keluarga merupakan sebuah entitas kelompok masyarakat
terkecil yang memberikan peranan penting bagi individu dalam pemenuhan
kesehariannya secara fisiologis, sosial, dan psikologis. Dalam menjalankan hubungan
tersebut hendaknya menerapkan bentuk komunikasi yang terbuka secara efektif
dalam keluarga (Fensi, 2018).
Keluarga memiliki definisi universal dan telah banyak dimaknai oleh para ilmuwan
sosial. Menurut George Murdock (1965) keluarga merupakan kelompok sosial dengan
karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses
produksi (dalam Sri Lestari, 2016). Selanjutnya, menurut Koerner dan Fitzpatrick
(2004) mendefinisikan keluarga dalam tiga bentuk sudut pandang; (1) Definisi
Struktural, memfokuskan pada bagian atau peranan tertentu yang dilakukan oleh tiap
individu yang berada dalam system keluarga; (2) Definisi Fungsional, sebagai wadah
pemenuhan tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial yang meliputi perawatan,
sosialisasi, dukungan emosi dan materi, serta pemenuhan peran-peran tertentu; (3)
Definisi Transaksional, keluarga dimaknai sebagai kelompok yang bisa membangkitan
keintiman melalui perilau-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga,
berikatan secara emosional, pengalaman historis, cita-cita dan masa depan (dalam Sri
Lestari, 2016).
Dalam sebuah keluarga juga memiliki peranan penting untuk melaksanakan fungsi
keluarga itu sendiri. Menurut BKKBN terdapat 8 fungsi yang harus dipastikan berjalan
dengan baik pada setiap keluarga, diantaranya adalah Fungsi Keagamaan, Sosial
Budaya, Cinta Kasih, Perlindungan, Reproduksi, Sosialisasi dan Pendidikan, Ekonomi,

1
Pembinaan Lingkungan. Fungsi keluarga harus dipahami dengan baik oleh semua
keluarga maupun pasangan yang akan berkeluarga agar dapat menyiapkan dan
menjalankan keluarga yang sejahtera dan harmonis (Rochaniningsih, 2014). Ketika
keluarga berfungsi dengan baik maka anggota keluarga dapat melakukan
penyelesaikan masalah, mendukung satu sama lain, berkomunikasi efektif, dan
menanggapi suatu tantangan yang timbul (Maulina dan Amalia, 2019).
Berdasarkan hasil identifikasi masalah klien dalam kegiatan intervensi merupakan
salah satu mahasiswi perantau di Universitas Negeri Makassar yang mengalami konflik
keluarga diakibatkan rendahnya kualitas komunikasi dalam keluarga. Saat dilakukan
wawancara untuk mengidentifikasi masalah yang dialaminya mengungkap bahwa hal
tersebut berawal dari persoalan yang sudah lama ketika klien mengetahui suatu
masalah yang dialami oleh orangtuanya dan tidak diceritakan kepada dirinya, sehingga
masalah tersebut diketahui dari orang lain. Ketika itu terjadi, klien mengalami konflik
dengan orangtuanya yang mengakibatkan hubungan komunikasi merenggang,
bahkan ketika ingin berkomunikasi dengan orangtuanya, klien melibatkan orang ketiga
sebagai narahubung untuk menyampaikan pesan atau kabar. Selama masalah itu
terjadi, klien mengalami berbagai perasaan yang tidak mengenakkan dalam
kesehariannya seperti menganggap dirinya tidak berguna dan menyalahkan diri.
Untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh klien, dianggap perlu diberlakukan
intervensi “Psikoedukasi Keterampilan Komunikasi Asertif” agar klien mampu
melakukan pengendalian, penyadaran, dan menguasai tekanan dari emosi-emosi
negatif yang dirasakan saat berkomunikasi.
Menurut Walsh (2010) psikoedukasi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan
pada individu, keluarga, dan kelompok yang fokus untuk mengedukasi, memberikan
pemahaman, dan strategi kepada partisipannya mengenai tantangan atau masalah
yang dialami, membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan
dukungan sosial dalam menghadapi tantangan, serta mengembangkan keterampilan
coping untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan. Tujuan dari psikoedukasi yang
dilakukan adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan pemahaman klien
terhadap dampak positif dari komunikasi asertif sebagai salah satu bentuk perilaku
assertif kepada SUBJEK, sebab komunikasi asertif sendiri tidak dibawa sejak lahir,
melainkan merupakan perilaku hasil belajar dan bersifat situasional, yaitu perilaku ini
berkembang sejak kecil dan bergantung pada lingkungan sosial dimana individu
belajar tingkah laku (Garner dalam Tri Widyastuti, 2017).
Berkomunikasi asertif akan membuat hubungan lebih baik dengan
mengedepankan cara pandang untuk mengemukakan pendapat dan perasaan tanpa
memaksakan kehendak serta tidak melanggar batas-batas peran dalam keluarga.
Beberapa penelitian terdahulu juga telah menjelaskan efektifivitas penerapan
komunikasi asertif dalam berkomunikasi. Tri Widyastuti (2017) dalam penelitiannya
menunjukkan komunikasi asertif berpengaruh secara signifikan terhadap pengelolaan
konflik. Sehingga semakin baik kemampuan komunikasi asertif maka pengelolaan
konflik yang diterapkan akan semakin baik. Selanjutnya, Irsyadi (2009) menjelaskan
kemampuan komunikasi asertif sebagai kemampuan komunikasi yang berdiri pada
titik tengah antara komunikasi pasif dan agresif. Asertivitas adalah suatu kemampuan
untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada
orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan
pihak lainnya. Menurut Garner (Widyastuti, 2017), manfaat berperilaku asertif dalam
komunikasi adalah menghilangkan rasa takut dan kecemasan, memberikan

2
pengawasan pribadi dalam bertindak dan melihat secara personal bagaimana
sebaiknya bersikap terhadap orang lain, dan meningkatkan kepercayaan diri dan
penghargaan terhadap orang lain.

METODE YANG DIGUNAKAN

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan subjek menggunakan


teknik Psikoedukasi yang dilaksanakan secara daring pada 19 November 2022
menggunakan aplikasi zoom meeting, dalam kegiatan ini fasilitator menggunakan
modul kegiatan komunikasi asertif sebagai dasar dalam melakukan intervensi bagi
subjek. Adapun tahapan dalam pelaksanaan kegiatan pembekalan komunikasi asertif
yaitu; a) pemberian pre and post-test, b) penyajian materi komunikasi asertif, dan c)
refleksi.
a. Pemberian Pre-Post test
Di awal kegiatan, subjek diberikan pre-test untuk mengukur pemahaman subjek
terkait komunikasi asertif sebelum pemberian materi oleh fasilitator. Selanjutnya,
diakhir sesi fasilitator juga memberikan post-test untuk mengetahui peningkatakan
pemahaman subjek terhadap materi yang telah diberikan. Jumlah pertanyaan dalam
pre and post-test sebanyak lima butir pertanyaan yang terdiri dari tiga pertanyaan
pilihan ganda dan dua pertanyaan isian. Fasilitator memberikan waktu untuk
pengerjaan masing-masing selama 10 menit.
b. Penyajian materi Komunikasi Asertif
Pada kegiatan ini topik pembahasan yang dibahas adalah konsep dasar komunikasi
asertif yaitu materi seputar definisi komunikasi asertif, manfaat komunikasi asertif,
aspek-aspek komunikasi asertif, dan teknik komunikasi asertif. Tujuan dari materi ini
agar klien dapat menerapkan konsep komunikasi asertif dalam berkomunikasi dengan
orangtuanya, agar percakapan yang dilakukan dapat terhindari dari konflik yang
berpotensi mengakibatkan kerugian terhadap relasi antara orangtua dan untuk dirinya
sendiri terhadap lingkungan sosialnya.
c. Refleksi
Pada bagian ini disajikan beberapa pertanyaan sebagai salah satu cara untuk
mengukur bagaimana kinerja kegiatan. Selain itu fasilitator juga memberikan
kesempatan kepada subjek untuk berdiskusi perihal penerapan komunikasi asertif
untuk mengatasi masalah yang dialami subjek.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan ini dilaksanakan pada Hari sabtu, 19 November 2022. Menggunakan


aplikasi Zoom Meeting, pada kegiatan ini Pemateri menyampaikan Sebuah Materi yang
berjudul ”Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Asertif secara Efektif”. Modul
dibuat berdasarkan hasil Need Assesment yang telah dilakukan pada partisipan
bernama SUBJEK. Adapun tahapan Pelaksanaan pada kegiatan Psikoedukasi ini ialah
penyajian Pre-test, Penyajian Materi, dan penyajiab Post-test.
a. Pre-test
Pada tahapan ini peserta diberikan sebuah soal pre-test berjumlah 5 nomor
dengan menggunakan G-form sebagai media pengisiannya, dengan diberikan waktu
sekitar 10 menit untuk pengisiannya, fungsi dalam pemberian pre-test ini untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman peserta terkait materi yang akan disampaikan.

3
Hasil dari pengerjaan Pre-test dari 5 soal peserta hanya menjawab 1 soal dengan
benar, sehingga dapat disimpulkan bahwa peserta memiliki pengetahuan yang minim
mengenai komunikasi asertif.
b. Penyajian Materi
Pada tahapan ini fasilitator menyampaikan materi yang sudah dipersiapkan
sebelumnya yang berjudul ”Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Asertif secara
Efektif” pada materi yang disajikan terdapat 4 sub materi yang disampaikan kepada
peserta.
1) Defenisi Komunikasi asertif

Gambar 1. Defenisi komunikasi Asertif

Saat pemberian materi defenisi komunikasi asertif yang di paparkan oleh


fasilitator, partisipan belum begitu memahamami komunikasi asertif tapi dapat
menjelaskan defenisi komunikasi secara luas setelah pemaparaan materi
partisipan diberikan pertanyaan mengenai komunikasi asertif oleh fasilitator
yang kemudian di jawab sesuai dengan apa yang telah dijelaskan.
2) Manfaat komunikasi asertif

Gambar 2. Manfaat Komunikasi Asertif

4
Sebelum fasilitator memaparkan materi selanjutnya, partisipan diminta
untuk menjelaskan manfaat dari komunikasi asertif berdasarkan pemahaman
dari partisipan namun partisipan masih kurang paham dan hanya menjelaskan
sepengetahuannya mengenai manfaat komunikasi, sehingga fasilitator
menjelaskan manfaat komunikasi asertif dengan lebih rinci dan jelas dengan
menyampaikan pendapat dari beberapa ahli kemudian memberikan contoh
kecil manfaat komunikasi asertif.
3) Aspek-aspek komunikasi asertif

Gambar 3. Aspek Komunikasi Asertif


Saat pemaparan materi selanjutnya fasilitator bertanya kepada partisipan
mengenai pemahamannya pada aspek komunikasi asertif yang pertama yang
kemudian dijawab sesuai dengan pemahaman partisipan pada pemaparan ini
partisipan sudah mulai memahami komunikasi asertif dibuktikan dengan
kemampuan partisipan menjelaskan aspek komunikasi asertif yang pertama
secara tepat, fasilitator juga menjelaskan aspek-aspek komunikasi asertif
secara lebih jelas dan detail dengan menambahkan contoh pada setiap aspek.
4) Tehnik berkomunikasi asertif.

Gambar 4. Tehnik Komunikasi Asertif

5
Fasilitator memaparkan materi selanjutnya dengan menjelaskan secara
detail dan rinci pada setiap poin-poinnya, kemudian memberikan pertaanyaan
kepada partisipan mengenai pemahamannya mengenai tehnik komunikasi
asertif yang telah di jelaskan yang kemudian ditanyakan kembali jika ada
beberapa tehnik yang sudah dilakukan sebelumnya dan apa feedback yang
didapatkan, partisipan menjelaskan bahwa telah mencoba tehnik menyatakan
harapan dengan jelas yang kemudian diperjelas bahwa partisipan merasa
belum menyampaikan harapan sesuai dengan keterampilan asertif, dimana
partisipan menyampaikan harapan menggunakan komunikasi yang cenderung
agresif.
c. Penyajian Post-test
Pada tahapan ini peserta diberikan sebuah soal post-test berjumlah 5 nomor
dengan menggunakan G-form sebagai media pengisiannya, dengan diberikan waktu
sekitar 10 menit untuk pengisiannya, fungsi dalam pemberian post-test ini untuk
mengetahui pemahaman peserta terkait materi yang telah disampaikan oleh pemateri.
Hasil dari post-test dari 5 soal peserta dapat menjawab semua soal dengan benar
sehingga dapat disimpulkan bahwa peserta mengalami peningkatan selama
pemberian materi.

Tabel 1. Hasil skor Pre-test dan Post-test


Peserta Pre-test Poin Post- Poin
test
SUBJEK 1 0 1 20
2 0 2 20
3 0 3 20
4 0 4 20
5 20 5 20
TOTAL 5 soal 20 5 soal 100

Berdasarkan hasil tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan


pengetahuan peserta terhadap komunikasi asertif, dapat dilihat pada hasil skor pre-
test hanya bernilai 20 Poin dan skor Post-test bernilai 100 Poin.
d. Refleksi

Fasilitator melakukan sesi diskusi saat pemaparan materi berakhir, partisipan


diberikan kesempatan untuk membagikan penglamannya dan juga
mengungkapkan pendapatnya mengenai tehnik-tehnik komunikasi asertif yang
telah dipaparkan, partisipan juga merasa mendapatkan manfaat saat materi
berakhir dan juga akan menerapkan tehnik komunikasi asertif dikehidupan sehari-
hari.
dikarenakan menggunakan media zoom dalam pemaparanya sehingga terjadi
sedikit kendala jaringan yang menyebabkan sharing materi yang dilaksanakan
kurang maksimal sehingga partisipan merasa ada beberapa materi yang tertinggal,
namun setelah pemberian materi fasilitator telah menyediaan poster yang berisi
ringkasan materi kepada partisipan sehingga ilmu bisa diserap lebih baik bukan
hanya untuk diri sendiri namun juga lingkungan sekitar.

6
Gambar 5. Poster Komunikasi Asertif

7
Gambar 6. Pelaksanaan Psikoedukasi

KESIMPULAN

Pemberian ”Psikoedukasi Keterampilan Komunikasi Asertif Pada Individu


Mengalami Konflik Dalam Keluarga” terhadap satu subjek yang dilakukan secara
daring melalui empat tahap yaitu: 1) Pemberian pre-test di awal kegiatan, 2) Penyajian
materi, 3) Pemberian Post-test, dan 4) Refleksi. Berdasarkan hasil psikoedukasi yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa subjek mengalami peningkatan pemahaman
terkait materi yang telah diberikan. Materi mengenai kemampuan komunikasi asertif
yang diberikan bertujuan agar subjek mampu mengimplementasikan materi yang
disampaikan dalam kehidupan sehari-harinya sehingga subjek mampu membangun
kemampuan komunikasi yang lebih efektif dan menjadi salah satu alternatif
penyelesaian konflik dalam kehidupan individu yang lebih persuasif.
Adapun harapan fasilitator terhadap peserta psikoedukasi agar informasi dan
pengetahuan yang didapatkan tidak hanya berhenti kepada diri sendiri namun dapat
disebarluaskan pada keluarga dan lingkungan sekitar sehingga manfaat komunikasi
asertif dapat diedukasikan secara luas.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abilleira, M. P., García, M. L. R., Vázquez, T. C., Deus, M. P. R., Josefa, M., & Cortizas, M. J.
I. (2019). Personality characteristics of a sample of violent adolescents against their
partners. Journal Psicologia: Reflexao e Critica, 37(11), 1–11.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (2018). Kuatkan 8 Fungsi Keluarga untuk
Kesejahteraan Indonesia. Jakarta, ID: BKKBN.
Fensi, F. (2018). Membangun Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dengan Anak Dalam
Keluarga. Jurnal Fasilitatoran dan Kewirausahaan, 1(1).
Irsyadi, Abdur Rahman. "Meningkatkan Komunikasi Asertif." GEMA Jamsostek Media Internal
Vol.2 Edisi 6 2009: 12-13.
Lestari, S. (2016). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanaman Konflik dalam
Keluarga. Prenada Media.
Maulina, R. D., & Amalia, S. (2019). Keberfungsian keluarga bagi penyesuain sosial mahasiswa
baru. Jurnal Psikologi, 15(1), 57-67.
Musfiroh, M., Mulyani, S., Cahyanto, E. B., Nugraheni, A., & Sumiyarsi, I. (2019). Analisis
Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di Kampung Kb Rw 18 Kelurahan Kadipiro Kota
Surakarta. PLACENTUM: Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya, 7(2), 61-66.
Rochaniningsih, N. S. (2014). Dampak pergeseran peran dan fungsi keluarga pada perilaku
menyimpang remaja. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 2(1).
Walsh, J. (2010). Terjemahan: Psychoedication in mental health. Chicago: Lyceum Books, Inc.
Widyastuti, T. (2017). Pengaruh Komunikasi Asertif Terhadap Pengelolaan Konflik. Widya
Cipta, I(1), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai