muh.riyadhmaarif@gmail.com | adindabarwin12@gmail.com |
Abstrak:
Permasalahan yang dialami oleh klien dalam kegiatan intervensi Psikoedukasi ”Keterampilan
Komunikasi Asertif” diakibatkan oleh rendahnya kualitas komunikasi antara anak dan orangtuanya.
Tujuan kegiatan yang dilakukan adalah pemberian edukasi berupa konsep dasar dari komunikasi
asertif, penjelasan mengenai dampak positif dari komunikasi asertif sebagai salah satu bentuk perilaku
asertif, serta edukasi mengenai teknik untuk menerapkan komunikasi asertif. Sehingga pemberian
Psikoedukasi yang dilakukan dapat meningkatkan pemahaman klien terkait konsep komunikasi asertif
agar mampu melakukan pengendalian, penyadaran, dan menguasai tekanan dari emosi-emosi negatif
yang dirasakan saat berkomunikasi. Pelaksanaan edukasi dilakukan secara personal yaitu hanya satu
klien yang didampingi oleh dua fasilitator, kegiatan berlangsung selama satu hari pada hari Sabtu, 19
November 2022 selama kurang lebih 90 menit. Berdasarkan hasil Psikoedukasi yang telah dilakukan,
melalui pemberian pre and post-test subjek mengalami peningkatan pemahan terkait materi yang telah
diberikan.
PENDAHULUAN
1
Pembinaan Lingkungan. Fungsi keluarga harus dipahami dengan baik oleh semua
keluarga maupun pasangan yang akan berkeluarga agar dapat menyiapkan dan
menjalankan keluarga yang sejahtera dan harmonis (Rochaniningsih, 2014). Ketika
keluarga berfungsi dengan baik maka anggota keluarga dapat melakukan
penyelesaikan masalah, mendukung satu sama lain, berkomunikasi efektif, dan
menanggapi suatu tantangan yang timbul (Maulina dan Amalia, 2019).
Berdasarkan hasil identifikasi masalah klien dalam kegiatan intervensi merupakan
salah satu mahasiswi perantau di Universitas Negeri Makassar yang mengalami konflik
keluarga diakibatkan rendahnya kualitas komunikasi dalam keluarga. Saat dilakukan
wawancara untuk mengidentifikasi masalah yang dialaminya mengungkap bahwa hal
tersebut berawal dari persoalan yang sudah lama ketika klien mengetahui suatu
masalah yang dialami oleh orangtuanya dan tidak diceritakan kepada dirinya, sehingga
masalah tersebut diketahui dari orang lain. Ketika itu terjadi, klien mengalami konflik
dengan orangtuanya yang mengakibatkan hubungan komunikasi merenggang,
bahkan ketika ingin berkomunikasi dengan orangtuanya, klien melibatkan orang ketiga
sebagai narahubung untuk menyampaikan pesan atau kabar. Selama masalah itu
terjadi, klien mengalami berbagai perasaan yang tidak mengenakkan dalam
kesehariannya seperti menganggap dirinya tidak berguna dan menyalahkan diri.
Untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh klien, dianggap perlu diberlakukan
intervensi “Psikoedukasi Keterampilan Komunikasi Asertif” agar klien mampu
melakukan pengendalian, penyadaran, dan menguasai tekanan dari emosi-emosi
negatif yang dirasakan saat berkomunikasi.
Menurut Walsh (2010) psikoedukasi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan
pada individu, keluarga, dan kelompok yang fokus untuk mengedukasi, memberikan
pemahaman, dan strategi kepada partisipannya mengenai tantangan atau masalah
yang dialami, membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan
dukungan sosial dalam menghadapi tantangan, serta mengembangkan keterampilan
coping untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan. Tujuan dari psikoedukasi yang
dilakukan adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan pemahaman klien
terhadap dampak positif dari komunikasi asertif sebagai salah satu bentuk perilaku
assertif kepada SUBJEK, sebab komunikasi asertif sendiri tidak dibawa sejak lahir,
melainkan merupakan perilaku hasil belajar dan bersifat situasional, yaitu perilaku ini
berkembang sejak kecil dan bergantung pada lingkungan sosial dimana individu
belajar tingkah laku (Garner dalam Tri Widyastuti, 2017).
Berkomunikasi asertif akan membuat hubungan lebih baik dengan
mengedepankan cara pandang untuk mengemukakan pendapat dan perasaan tanpa
memaksakan kehendak serta tidak melanggar batas-batas peran dalam keluarga.
Beberapa penelitian terdahulu juga telah menjelaskan efektifivitas penerapan
komunikasi asertif dalam berkomunikasi. Tri Widyastuti (2017) dalam penelitiannya
menunjukkan komunikasi asertif berpengaruh secara signifikan terhadap pengelolaan
konflik. Sehingga semakin baik kemampuan komunikasi asertif maka pengelolaan
konflik yang diterapkan akan semakin baik. Selanjutnya, Irsyadi (2009) menjelaskan
kemampuan komunikasi asertif sebagai kemampuan komunikasi yang berdiri pada
titik tengah antara komunikasi pasif dan agresif. Asertivitas adalah suatu kemampuan
untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada
orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan
pihak lainnya. Menurut Garner (Widyastuti, 2017), manfaat berperilaku asertif dalam
komunikasi adalah menghilangkan rasa takut dan kecemasan, memberikan
2
pengawasan pribadi dalam bertindak dan melihat secara personal bagaimana
sebaiknya bersikap terhadap orang lain, dan meningkatkan kepercayaan diri dan
penghargaan terhadap orang lain.
3
Hasil dari pengerjaan Pre-test dari 5 soal peserta hanya menjawab 1 soal dengan
benar, sehingga dapat disimpulkan bahwa peserta memiliki pengetahuan yang minim
mengenai komunikasi asertif.
b. Penyajian Materi
Pada tahapan ini fasilitator menyampaikan materi yang sudah dipersiapkan
sebelumnya yang berjudul ”Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Asertif secara
Efektif” pada materi yang disajikan terdapat 4 sub materi yang disampaikan kepada
peserta.
1) Defenisi Komunikasi asertif
4
Sebelum fasilitator memaparkan materi selanjutnya, partisipan diminta
untuk menjelaskan manfaat dari komunikasi asertif berdasarkan pemahaman
dari partisipan namun partisipan masih kurang paham dan hanya menjelaskan
sepengetahuannya mengenai manfaat komunikasi, sehingga fasilitator
menjelaskan manfaat komunikasi asertif dengan lebih rinci dan jelas dengan
menyampaikan pendapat dari beberapa ahli kemudian memberikan contoh
kecil manfaat komunikasi asertif.
3) Aspek-aspek komunikasi asertif
5
Fasilitator memaparkan materi selanjutnya dengan menjelaskan secara
detail dan rinci pada setiap poin-poinnya, kemudian memberikan pertaanyaan
kepada partisipan mengenai pemahamannya mengenai tehnik komunikasi
asertif yang telah di jelaskan yang kemudian ditanyakan kembali jika ada
beberapa tehnik yang sudah dilakukan sebelumnya dan apa feedback yang
didapatkan, partisipan menjelaskan bahwa telah mencoba tehnik menyatakan
harapan dengan jelas yang kemudian diperjelas bahwa partisipan merasa
belum menyampaikan harapan sesuai dengan keterampilan asertif, dimana
partisipan menyampaikan harapan menggunakan komunikasi yang cenderung
agresif.
c. Penyajian Post-test
Pada tahapan ini peserta diberikan sebuah soal post-test berjumlah 5 nomor
dengan menggunakan G-form sebagai media pengisiannya, dengan diberikan waktu
sekitar 10 menit untuk pengisiannya, fungsi dalam pemberian post-test ini untuk
mengetahui pemahaman peserta terkait materi yang telah disampaikan oleh pemateri.
Hasil dari post-test dari 5 soal peserta dapat menjawab semua soal dengan benar
sehingga dapat disimpulkan bahwa peserta mengalami peningkatan selama
pemberian materi.
6
Gambar 5. Poster Komunikasi Asertif
7
Gambar 6. Pelaksanaan Psikoedukasi
KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Abilleira, M. P., García, M. L. R., Vázquez, T. C., Deus, M. P. R., Josefa, M., & Cortizas, M. J.
I. (2019). Personality characteristics of a sample of violent adolescents against their
partners. Journal Psicologia: Reflexao e Critica, 37(11), 1–11.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (2018). Kuatkan 8 Fungsi Keluarga untuk
Kesejahteraan Indonesia. Jakarta, ID: BKKBN.
Fensi, F. (2018). Membangun Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dengan Anak Dalam
Keluarga. Jurnal Fasilitatoran dan Kewirausahaan, 1(1).
Irsyadi, Abdur Rahman. "Meningkatkan Komunikasi Asertif." GEMA Jamsostek Media Internal
Vol.2 Edisi 6 2009: 12-13.
Lestari, S. (2016). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanaman Konflik dalam
Keluarga. Prenada Media.
Maulina, R. D., & Amalia, S. (2019). Keberfungsian keluarga bagi penyesuain sosial mahasiswa
baru. Jurnal Psikologi, 15(1), 57-67.
Musfiroh, M., Mulyani, S., Cahyanto, E. B., Nugraheni, A., & Sumiyarsi, I. (2019). Analisis
Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di Kampung Kb Rw 18 Kelurahan Kadipiro Kota
Surakarta. PLACENTUM: Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya, 7(2), 61-66.
Rochaniningsih, N. S. (2014). Dampak pergeseran peran dan fungsi keluarga pada perilaku
menyimpang remaja. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 2(1).
Walsh, J. (2010). Terjemahan: Psychoedication in mental health. Chicago: Lyceum Books, Inc.
Widyastuti, T. (2017). Pengaruh Komunikasi Asertif Terhadap Pengelolaan Konflik. Widya
Cipta, I(1), 1–7.