Anda di halaman 1dari 10

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

PENGARUH TEKNIK SHAPING DENGAN POSITIVE REINFORCEMENT


TERHADAP KECEMASAN BERPISAH PADA ANAK
Michelle Natasha Lois1, I Wayan Sujana2, Luh Ayu Tirtayani3
1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: marumawir@gmail.com1, sujanawyn59@gmail.com2, ayu.tirtayani@gmail.com3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari teknik shaping dengan positive
reinforcement terhadap kecemasan berpisah anak pada seting kelas. Kecemasan
berpisah yang dialami oleh anak terhadap figur lekat memiliki dampak yang negatif
terhadap interaksi sosial serta keterlibatan anak saat proses pembelajaran di kelas
berlangsung. Dampak negatif ini dikhawatirkan semakin meningkat jika kecemasan
berpisah anak tidak mendapat penanganan yang tepat. Teknik keperilakuan terbukti
efektif pada kasus anak dengan kecemasan berpisah. Oleh sebab itu teknik shaping
dengan positive reinforcement diterapkan dalam penelitian ini sebagai bentuk intervensi
terhadap kecemasan berpisah anak. Penelitian eksperiman kasus tunggal ini
menggunakan desain A-B dimana A adalah fase baseline atau fase tanpa penerapan
teknik dan B adalah fase intervensi atau fase penerapan teknik. Pengumpulan data
dilaksanakan dengan metode observasi dan wawancara. Data kuantitatif dianalisis
secara visual (visual inspection), sedangkan data kualitatif dipaparkan secara deskriptif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa teknik shaping dengan positive reinforcement pada
seting kelas memiliki pengaruh dalam kecemasan berpisah anak, ditunjukkan dengan
menurunnya gejala kecemasan berpisah serta meningkatnya kemandirian anak di dalam
kelas.

Kata-kata kunci: kecemasan berpisah, positive reinforcement, teknik shaping

Abstract

The aim of this study was to determine the effect of shaping technique with positive
reinforcement toward the anxiety of child’s separation in classroom setting. Separation
anxiety negatively impact child’s social interaction and his classroom learning acitivities.
This negative impact could increase if the anxiety aren’t handled appropriately.
Behavioral techique has been proven effective in handling child with separation anxiety.
Therefore, this study involved behavioral technique called shaping with positive
reinforcement as an intervention to child with separation anxiety. This single case
experimental study used A-B design, the A phase involved baseline observations of the
natural frequency and the B was the intervention phase where the technique applied.
Quantitative data were analyzed visually (visual inspection) using inter-condition and
between condition analysis, also the qualitative data were presented in narrative form.
The result of the study showed that shaping with positive reinforcement technique have
an influence to child with separation anxiety, indicated by the decreasing of separation
anxiety’s symptomps and the increasing of child’s autonomy in classroom.

Keywords: positive reinforcement, separation anxiety, shaping technique


e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

PENDAHULUAN keluar. Selain itu, jika anak ditemani oleh


Salah satu pengalaman yang dialami figur lekat di dalam kelas, posisi duduk ibu
anak saat mulai bersekolah adalah harus tepat berada di samping tempat
perpisahan anak dalam waktu yang cukup duduk anak. Anak juga menunjukkan
lama dengan orangtua untuk mengikuti ketidakmandirian saat mengerjakan tugas
kegiatan pembelajaran di dalam kelas. karena selalu bertanya dan meminta
Perpisahan ini dapat memunculkan rasa persetujuan kepada figur lekat.
cemas pada anak. Namun, munculnya rasa Berdasarkan kasus yang ditangani,
cemas tersebut adalah hal yang wajar maka teknik shaping dipilih sebagai teknik
terjadi pada masa awal sekolah. yang digunakan untuk mengatasi
Permasalahan muncul ketika kecemasan kecemasan berpisah pada anak. Shaping
yang dialami anak masih muncul setelah merupakan salah satu teknik dalam
melewati masa adaptasi yaitu empat membentuk perilaku dengan cara
minggu pertama pembelajaran di kelas. Hal memberikan penguat secara sistematik dan
tersebut seringkali menjadi alasan langsung setiap kali tingkah laku
munculnya penolakan anak untuk pergi ke ditampilkan (Komalasari, 2014), sementara
sekolah (Dabkowska, 2011) serta reaksi Martin dan Pear (2015) mendefinisikan
lainnya seperti meminta figur lekat untuk shaping sebagai pengembangan sebuah
menemani di dalam kelas, menolak dengan perilaku operan baru lewat penguatan
menarik atau bahkan menangis apabila aproksimasi suksesif perilaku tersebut dan
figur lekat akan pergi keluar kelas. Anak pemunahan aproksimasi sebelumnya
yang mengalami kecemasan berpisah terhadap perilaku tersebut sampai perilaku
senantiasa memiliki kebutuhan untuk target yang baru muncul. Dapat
bersama dengan figur lekatnya untuk disimpulkan bahwa shaping merupakan
menerima cinta dan mendapat dukungan pembentukan perilaku baru dengan cara
atas aktivitas yang dilakukannya, sehingga memberi penguat secara sistematik atau
ketidakhadiran figur lekat akan membuat bertahap jika telah muncul perilaku-perilaku
anak menjadi defensif serta mengurangi yang menyerupai (aproksimasi suksesif)
keterlibatan anak dalam pembelajaran di perilaku yang diinginkan (target behavior).
dalam kelas saat anak bersekolah Shaping diterapkan secara bertahap karena
(Hasanah, 2013). perilaku memiliki tingkatan kejadian,
Keterlibatan yang rendah dalam sehingga tidak mungkin untuk
proses pembelajaran di kelas yang meningkatkan atau membentuk suatu
disebabkan oleh kecemasan berpisah tentu perilaku seorang individu hanya dengan
akan berdampak negatif bagi pendidikan menunggu sampai perilaku target terjadi
anak sehingga perilaku tersebut harus dan kemudian baru diberi penguat.
diatasi dan ditangani sesegera mungkin. Terdapat dua jenis shaping untuk
Intervensi berupa teknik keperilakuan membentuk sebuah respons atau perilaku,
merupakan bentuk penanganan yang dinilai yaitu external shaping dan internal shaping/
efektif terhadap kasus anak dengan autoshaping. External shaping adalah
kecemasan berpisah. proses pembentukan sebuah perilaku
Berdasarkan hasil observasi yang dengan penguat yang berasal dari luar
dilakukan pada kelompok B1 di TK subjek. Sedangkan internal shaping/
Ganesha Denpasar Selatan, terdapat satu autoshaping merupakan proses
anak yang mengalami kecemasan berpisah pembentukan sebuah perilaku yang berasal
dengan figur lekat (ibu). Sebagai akibat dari dari dalam subjek. Internal shaping dapat
kecemasan berpisah tersebut, anak terjadi dalam lingkungan yang sangat
memiliki keterlibatan yang rendah di dalam bebas dan sangat tidak berstruktur dan
kelas dengan menghindari tugas-tugas membutuhkan kecerdasan, akal, dan
yang diberikan oleh guru, menolak keahlian yang besar dari orang yang
ditinggalkan oleh figur lekat, menangis melakukan shaping.
dengan kencang, meronta-ronta serta Aspek-aspek dalam shaping antara
berusaha memanggil kembali figur lekat lain: (1) topografi, yaitu bentuk konfigurasi
untuk masuk ke dalam kelas jika figur lekat spasial atau bentuk respons seperti
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

gerakan fisik yang terlibat pada sebuah dapat dimakan; (2) social reinforcers, yaitu
perilaku; (2) jumlah, yaitu frekuensi atau sebuah gerak-isyarat atau tanda seperti
durasi dari sebuah perilaku tertentu; (3) anggukan, senyuman, tepuk tangan, pujian
latensi, yaitu waktu antara munculnya atau ucapan terima kasih; (3) activity
stimuli dan respons yang dibangkitkan reinforcers, yaitu kesempatan untuk terlibat
stimulus tersebut atau waktu reaksi; dan (4) dalam aktivitas yang disukai seperti
intensitas atau daya/kekuatan sebuah permainan, kegiatan, dan sebagainya.
respons, merujuk pada efek fisik yang Kecemasan berpisah adalah rasa
dimiliki respons atau yang secara potensial takut yang dialami oleh anak bahwa
memengaruhi lingkungan. orangtua atau orang terdekatnya akan
Penguat yang diberikan pada teknik meninggalkan mereka. Ketika anak jauh
shaping ini adalah penguat yang bersifat dari rumah atau dari orangtua, anak merasa
positif (positive reinforcer), yaitu sebuah harus tahu keberadaan orangtuanya dan
benda, kejadian yang menyenangkan yang merasa harus selalu bersama mereka
diberikan setelah perilaku yang diinginkan (Schroeder & Gordon, 2002). Kecemasan
ditampilkan dengan tujuan agar tingkah berpisah didefinisikan sebagai kecemasan
laku yang diinginkan tersebut diulang, yang menetap, berlebihan dan berkembang
meningkat, atau menetap di masa yang secara tidak tepat mengenai perpisahan
akan datang (Komalasari, 2014; Martin & dari rumah atau dari figur lekat anak dan
Pear, 2015; Ormrod, 2009). Positive menyebabkan ketakutan yang signifikan
reinforcement adalah prinsip yang paling (Dabkowska, 2011; Lask, 2003).
sering digunakan dalam manajemen Untuk menghindari perpisahan
perilaku. Penelitian Bowen (2004) dengan figur lekatnya, anak dengan
melaporkan bahwa pendidik lebih memilih kecemasan berpisah menunjukkan
intervensi yang bersifat positif atau beberapa perilaku yang dapat
menyenangkan daripada intervensi yang memunculkan gangguan yang signifikan
bersifat aversif, karena intervensi yang pada fungsi sosial dan akademisnya. Anak
bersifat aversif akan mengakibatkan dengan kecemasan berpisah menunjukkan
permasalahan lain ketika akan membentuk perilaku tantrum, melekat pada orangtua,
sebuah perilaku yang baru. selalu mengikuti/membuntuti orangtua dari
Terdapat dua jenis reinforcer dalam ruangan ke ruangan atau bahkan menolak
positive reinforcement yang dapat untuk bermain tanpa kehadiran orangtua
digunakan dalam modifikasi perilaku, yaitu: (Pincus, dkk., 2005). Pada beberapa kasus,
(1) primary/unconditioned reinforcer, yaitu anak bahkan menunjukkan rasa tertekan
penguat yang merupakan kepentingan ketika mulai bersekolah bahkan terjadi aksi
biologis yang berfungsi sebagai berguling dan menangis ketika harus
konsekuensi untuk meningkatkan perilaku berpisah dengan figur lekat anak.
yang mendahuluinya, dapat juga diartikan Gejala dari kecemasan berpisah
sebagai penguat yang langsung dapat biasanya memuncak pada usia 9 bulan
dinikmati seperti oksigen, suhu udara, hingga 13 bulan, menurun setelah usia 2
makanan dan minuman; (2) secondary/ tahun seiring meningkatnya kemandirian
conditioned reinforcer, yaitu penguat yang anak di usia 3 tahun. Namun kecemasan
pada awalnya bersifat netral namun berpisah ini dapat meningkat lagi pada usia
bertambah kemampuan penguatnya karena 4 hingga 5 tahun ketikaanak mulai masuk
dipasangkan dengan primary reinforcer sekolah (Figueroa, 2012). Dalam DSM-V
yang memenuhi kebutuhan psikologis dan (American Psychiatric Association, 2013),
sosial (Cooper, dkk., 1987; Corey, 2010; dijelaskan bahwa onset kecemasan
Martin & Pear, 2015; Sundel & Sundel, berpisah muncul paling awal pada usia pra-
2005). sekolah dan bertahan hingga usia sekolah
Bentuk-bentuk positive reinforcer dengan rata-rata usia kemunculan adalah
antara lain (Cooper, dkk., 1987; Martin & 7,5 tahun.
Pear, 2015; Ormrod, 2009): (1) tangible Kecemasan berpisah dapat
reinforcers, yaitu sebuah benda nyata dan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
dapat disentuh termasuk sesuatu yang terjadinya transisi dalam lingkungan baru
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

(sekolah), adanya hubungan kelekatan perencanaan dengan mendata aproksimasi


yang tidak aman (insecure attachment), suksesif atau perilaku awal yang akan
serta pengalaman keluarga yang buruk. diberi penguat; (4) mengimplementasikan
Selain itu penelitian menunjukkan bahwa rencana, dengan cara memberitahu anak
faktor genetis, jenis kelamin anak, kualitas tentang tujuan dan rencana sebelum teknik
temperamen anak, pola asuh orangtua dimulai, kemudian langsung memberi
serta latar belakang sosial-budaya yang penguatan setiap kemunculan perilaku
merugikan serta faktor ekonomi orangtua awal. Perlu diperhatikan bahwa saat
berperan penting dalam perkembangan memberi penguat agar tidak berpindah ke
anak dengan kecemasan berpisah tahapan yang baru sampai anak sungguh
(Dabkowska, 2011; Figueroa, 2012). menguasai perilaku yang terdahulu dan
Karakteristik anak dengan kecemasan tidak memperkuat terlalu lama di salah satu
berpisah oleh Wilmshurt (2009) disimpulkan tahap atau memberi penguatan terlalu
menjadi: (1) perasaan tertekan yang sedikit.
berlebihan akibat mengantisipasi terjadinya
perpisahan; (2) ketakutan yang berlebihan Kriteria Subjek
1. Anak TK usia 4-6 tahun
bahwa figur lekat mengalami kecelakaan 2. Menunjukkan kriteria kecemasan berpisah
atau marabahaya; (3) kekhawatiran yang 3. Perilaku muncul di kelas dengan dampak:
berlebihan bahwa suatu peristiwa dapat menghambat partisipasi anak dalam aktivitas
pembelajaran, menghambat keberlangsungan proses
memicu perpisahan di masa depan; (4) belajar dan fungsi individu lain, serta memerlukan
penolakan terhadap sekolah (school penanganan lebih banyak dari staf sekolah
refusal); (5) ketakutan terhadap kesendirian
tanpa figur lekat atau orang dewasa
lainnya; (6) penolakan untuk tidur sendiri Perilaku Cemas Berpisah
atau tidur jauh dari rumah; (7) mimpi buruk 1. Harus ditemani oleh figur lekat di dalam kelas
mengenai perpisahan, dan (8) keluhan fisik sepanjang pembelajaran
2. Figur lekat duduk bersama anak dengan jarak kurang
yang berulang seperti sakit kepala, mual, dari 1 meter
dan sakit perut. Sementara Eisen dan 3. Menunjukkan perilaku tidak percaya diri saat
mengerjakan tugas
Schaefer (2005) menyimpulkan menjadi 4. Sangat bergantung pada figur lekat saat mengerjakan
empat karakteristik, yaitu: (1) Fear of Being tugas atau mengambil suatu benda
Alone atau ketakutan akan ditinggal 5. Menangis, meronta bahkan mengamuk jika figur lekat
pergi
sendirian pada beberapa area tertentu
sehingga menyebabkan anak selalu
mengikuti figur lekat; (2) Fear of
Abandonment atau ketakutan akan Intervensi
Teknik Shaping dengan Positive Reinforcement
diabaikan dan cenderung menghindari
lokasi-lokasi tertentu karena takut tidak
akan bertemu lagi dengan mereka; (3) Fear
of Physical Illness/Somatic Complaints, Perilaku Cemas Berpisah Menurun
merupakan respon yang muncul saat 6. Figur lekat menunggu anak di luar kelas
7. Tidak menangis, meronta jika figur lekat pergi
mengantisipasi terjadinya perpisahan, 8. Menunjukkan kepercayaan diri saat mengerjakan
misalnya sakit kepala, sakit perut, meriang, tugas
9. Mengerjakan tugas atau mengambil suatu benda
mual, cegukan dan sebagainya; (4) Worry secara mandiri/tanpa bantuan figur lekat
about Calamitous Events atau kekhawatiran 10. Menyelesaikan tugas kelompok dengan baik
akan terjadi marabahaya terhadap diri
sendiri, orang lain dan/atau figur lekat anak.
Demi keberhasilan penerapan teknik Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
keperilakuan dalam penelitian ini, ada
beberapa langkah yang harus diperhatikan METODE
(Martin & Pear, 2015), yaitu: (1) menyeleksi Penelitian ini merupakan penelitian
perilaku target final dengan menyeleksi satu eksperimen kasus tunggal (Kazdin, 2001;
perilaku yang spesifik; (2) menyeleksi Sunanto, dkk., 2005; Sundel & Sundel,
penguat yang tepat, dilakukan dengan 2005) dengan desain A-B (Barlow &
observasi dan wawancara; (3) memulai Hersen, 1984). Kriteria penghentian fase
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

didasarkan pada kestabilan data pada lembar observasi dengan checklist


pengukuran dengan simpangan sebesar perilaku. Observasi juga dilakukan untuk
15% dari rerata (Barlow & Hersen, 1984; mengetahui kesiapan dan keterlibatan
Sunanto, dkk., 2005). Lokasi penelitian partisipan dalam kegiatan belajar dan
adalah TK Ganesha Denpasar yang interaksi sosial sehari-hari di dalam kelas.
beralamat di Jalan Raya Sesetan, Pada setiap pengukuran dilibatkan dua
Kecamatan Denpasar Selatan, Kota orang observer yang tdak terlibat dalam
Denpasar, Provinsi Bali. Subjek penelitian kegiatan kelas.
adalah satu siswa laki-laki di kelas B1 tahun Pelaksanaan penelitian meliputi fase
ajaran 2015/2016. baseline pada 3 Mei 2016 – 23 Mei 2016
Penelitian ini menggunakan dua dan fase intervensi pada 24 Mei 2016 – 3
variabel dalam penelitian. Pertama, variabel Juni 2016. Interobserver agreement (IA)
bebas yaitu teknik shaping dengan positive secara keseluruhan adalah 100% (Barlow &
reinforcement dan kecemasan berpisah Hersen, 1984; Sundel & Sundel, 2005).
anak sebagai variabel terikat. Data dianalisis secara vsual dan kualitatif
Instrumen yang digunakan selama (Barlow & Hersen, 1984; Sunanto, dkk.,
proses penelitian berlangsung adalah: (1) 2005). Perhitungan kuantitatif melibatkan
modul penelitian yang berisi panduan statistik deskriptif sederhana mean, median
dalam menerapkan teknik di dalam kelas; dan modus.
(2) lembar observasi yang digunakan
mengukur perilaku di dalam kelas; dan (3) HASIL DAN PEMBAHASAN
panduan wawancara perkembangan Hasil
perilaku kecemasan berpisah sebelum dan Pada peneltiian kasus tunggal,
setelah penerapan teknik yang diberikan perlakuan dan kontrol terletak pada subjek
pada guru dan orangtua. penelitian sehingga analisis kuantitatif
Teknik shaping dengan positive dilakukan dengan membandingkan hasil
reinforcement diterapkan dengan cara pengukuran subjek pada kondisi menerima
memberi penguat jika telah muncul dan tidak menerima intervensi.
perilaku-perilaku yang menyerupai atau
mendekati perilaku target (aproksimasi
20 A B
suksesif), sehingga pada akhirnya
Frekuensi Target Behavior

memunculkan perilaku target tersebut.


Jenis penguat yang diberikan adalah 15
penguat yang bersifat menyenangkan dan
disukai anak serta diberikan setelah tingkah 10
laku yang diinginkan ditampilkan yang
bertujuan agar tingkah laku yang diinginkan
tersebut diulang, meningkat atau menetap 5
di masa yang akan datang. Dalam
penelitian ini, teknik shaping dilaksanakan 0
sesuai dengan prinsip dasar shaping yaitu 1 3 5 7 9 11 13 15 17
memberikan penguat sesuai dengan
Observasi ke-
perilaku target yang mampu dilakukan anak
secara bertahap. Pada tiap tahapan yang
mampu dilakukan, anak akan diberikan Gambar 2. Grafik Frekuensi Perubahan
reward berupa spidol warna, buku Kecemasan Berpisah Anak
mewarnai, dan makanan berupa permen.
Pengukuran frekuensi perilaku Pada gambar 2, terjadi perubahan
kecemasan berpisah anak dilakukan perilaku kecemasan berpisah anak yang
dengan observasi setiap perilaku tunggal ditunjukkan dengan meningkatnya perilaku
sebagai 1 perilaku, diobservasi selama 60 kemandirian anak dari fase baseline hingga
menit kegiatan inti di dalam kelas. fase intervensi. Hasil analisis kondisi
Pencatatan kemunculan perilaku menunjukkan bahwa:
kecemasan berpisah dilakukan secara tally
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

1) Kecemasan berpisah, dalam hal baseline. Di fase intervensi, anak telah


ini tunjukkan dengan gejala mampu menunjukkan perubahan pada
menolak ditinggalkan oleh figur perilaku kecemasan berpisahnya yang
lekat dimunculkan anak dengan ditunjukkan dengan perhatian yang
frekuensi yang cukup tinggi pada menetap pada penjelasan guru meskipun
fase baseline (A). Hal ini figur lekat keluar kelas. Hal ini diperkuat
ditunjukkan dengan rerata dengan hasil rerata kemandirian anak
kemandirian yang hanay sebesar sebesar 2,00 dan berlangsung stabil hingga
7,33 meskipun ada akhir fase intervensi.
kecenderungan membaik sebesar Pada indikator III, kecemasan
1,5 poin. frekuensi target behavior berpisah anak berdampak pada tingkat
pada fase ini ada dalam rentang kemandirian anak dalam mengambil/
6,5-8,5. meletakkan alat-alat belajarnya dengan
2) Pada fase intervensi (B), rerata 4,77 dan kecenderungan arah
kecemasan berpisah anak yang mendatar, sehingga peningkatan frekuensi
dalam hal ini ditunjukkan dengan kemandirian tidak menunjukkan perubahan
gejala menolak ditinggalkan oleh ke arah yang membaik. Pada fase
figur lekat menurun. Hal ini intervensi, kecemasan berpisah anak
ditunjukkan dengan rerata menurun yang ditunjukkan dengan rerata
kemandirian anak sebesar 16,11 frekuensi kemandirian yang meningkat
dimana peningkatan di hari menjadi 6,66 dengan kecenderungan
pertama penerapan program membaik sebesar 1,5 poin.
adalah sebesar 4,5 poin. Pada indikator IV, dalam fase
meskipun pada observasi ke-15 baseline, anak menunjukkan tingkat
hingga observasi ke-16 terjadi kecemasan berpisah yang cukup tinggi
penurunan frekuensi perilaku sehingga mengakibatkan partisipasi anak
anak, namun perilaku anak yang rendah dalam penyelesaian tugas
menunjukkan indikasi membaik kelompok. Hal ini ditunjukkan dengan rerata
sebesar 5,5 poin dalam 9 hari perilaku sebesar 2,33 dengan
penerapan teknik. kecenderungan arah mendatar sehingga
tidak terjadi perubahan perilaku. Pada fase
Apabila dilihat dari masing-masing intervensi, terjadi peningkatan pada
indikator, maka akan diketahui perubahan kemampuan anak menyelesaikan tugas
tingkat kecemasan berpisah anak mulai dari berkelompok yang ditunjukkan dengan
indikator I dimana pada fase baseline anak rerata sebesar 3,44 dengan kecenderungan
menunjukkan gejala menolak ditinggalkan membaik sebesar 4 poin.
figur lekat dengan frekuensi yang tinggi Analisis kualitatif terhadap hasil
ditunjukkan dengan frekuensi kemandirian observasi serta wawancara guru dan
anak yang memiliki rerata 0,00. Selama orangtua menunjukkan adanya peningkatan
fase baseline, anak selalu ditemani oleh keterlibatan anak dalam kegiatan
figur lekat di dalam kelas dengan posisi pembelajaran di kelas. Penialaian tidak
duduk tepat di samping anak. Sedangkan hanya didasarkan pada kualitas hasil karya,
pada fase intervensi, sejak hari pertama tetapi juga kemampuan mengikuti kegiatan
penerapan teknik shaping dengan positive yang diselenggarakan pihak sekolah dan
reinforcement anak telah mampu secara melaksanakan instruksi sebagaimana
bertahap menunjukkan perilaku target yang disampaikan guru. Seiring penerapan
ditunjukkan dengan rerata kemandirian teknik, anak menunjukkan antusiasme dan
anak sebesar 4,00 dan dalam keadaan mampu terlibat dalam kegiatan belajar
yang sangat stabil. meskipun tidak ditemani oleh figur lekat.
Pada indikator II, subjek penelitian Adanya minat mendasari anak untuk
menunjukkan gejala menolak ditinggalkan memberikan perhatian lebih dan
oleh figur lekat dengan frekuensi yang menyebabkan anak mampu secara
tinggi, ditunjukkan dengan rerata bertahap terlibat dalam kegiatan belajar
kemandirian anak sebesar 0,22 di fase yang diselenggarakan di dalam kelas tanpa
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

merasa khawatir akan ketidakberadaan intervensi ini terjadi kestabilan pada


figur lekat anak. frekuensi perilaku kemandirian anak,
Di samping keterlibatan, terjadi pula meskipun pada observasi ke-16 sempat
interaksi yang positif dengan teman sebaya menurun akibat anak terlambat masuk ke
di kelas. Anak berupaya melibatkan diri dalam kelas sehingga anak kembali
dalam tiap tugas kelompok yang diberikan menunjukkan gejala kecemasan berpisah
oleh guru dan seiring penerapan teknik sehingga figur lekat kembali menemani
anak semakin banyak melibatkan diri anak di dalam kelas. Namun gejala ini
bersama teman dibanding sebelum hanya muncul pada interval waktu yang
penerapan teknik. Perubahan perilaku pada singkat (3 menit) pada awal dari kegiatan
figur otoritas, baik guru maupun orangtua inti.
juga ditunjukkan oleh anak dan terjadi Pada masing-masing indikator, terjadi
secara bertahap. Perubahan respon terlihat perubahan perilaku yang cukup signifikan
dari kemampuan anak memberi perhatian sejak hari pertama intervensi diterapkan. Di
terhadap guru di depan kelas dan adanya indikator I, secara stabil anak mampu
kontak mata selama guru memberi melakukan perubahan secara bertahap
penjelasan tugas tanpa khawatir akan sesuai dengan aproksimasi suksesif yang
ketidakberadaan figur lekat anak. ditentukan. Saat hari pertama diterapkan
intervensi, ekspresi wajah anak masih
Pembahasan menunjukkan kecemasan ketika figur lekat
Hasil pengukuran menunjukkan ada pertama kali mulai duduk menjauh, namun
perbedaan yang signifikan pada perilaku tidak terjadi tangisan atau upaya menarik
kecemasan berpisah anak, sehingga figur lekat karena pada saat itu reward
intervensi berupa manajemen keperilakuan langsung diberikan pada anak. Di hari ke-
dalam membentuk perilaku anak secara dua hingga hari ke-sembilan, anak secara
bertahap dengan penguatan yang bersifat konsisten menunjukkan kemampuan untuk
positif dapat menurunkan kecemasan ditinggalkan oleh figur lekat di dalam kelas
berpisah dan meningkatkan kemandirian meskipun saat akan masuk kelas anak
anak di dalam kelas. masih harus ditemani figur lekat untuk
Perilaku kecemasan berpisah anak meletakkan tas. Hal ini selaras dengan
dapat dikarenakan adanya penguatan- pendapat Packer dan Pruitt (2010)
penguatan dan pembiaran yang secara mengenai perlunya ritual check-in ketika
tidak langsung diperoleh anak saat anak sampai di sekolah. Saat anak memiliki
berinteraksi di dalam kelas bersama figur rasa wajib untuk melapor kepada individu
lekat. Kemunculan perilaku kecemasan tertentu (dalam hal ini figur lekat) serta
berpisah di dalam kelas yang bertahan disambut secara hangat oleh guru dapat
lebih dari 6 bulan menjadi dasar pentingnya meningkatkan keinginan siswa untuk masuk
intervensi diterapkan di dalam kelas. ke dalam kelas. Perubahan pada indikator II
Pada fase baseline, meskipun terjadi seiring dengan perubahan yang
intervensi belum diterapkan pada subjek terjadi pada indikator I. Kemampuan anak
penelitian namun ada perubahan perilaku untuk ditinggalkan oleh figur lekat
yang cenderung membaik pada perilaku ditunjukkan dengan perilaku anak yang
kecemasan berpisah anak. Hal ini tetap memperhatikan guru serta tidak
disebabkan karena prinsip pembelajaran menunjukkan rasa cemas ketika figur lekat
pada anak usia dini menuntut untuk selalu keluar kelas. Perilaku ini secara konsisten
ada peningkatan yang lebih baik (Sujiono, ditunjukkan oleh anak sejak intervensi
2012:6). Penerapan teknik shaping dengan diterapkan mulai hari ke-dua hingga hari ke-
positive reinforcement dilakukan setiap hari sembilan.
di dalam kelas sebagai suatu bentuk Di indikator III, kemampuan anak
pembiasaan perilaku terhadap anak. untuk mengambil/meletakkan alat-alat
Lingkungan kelas terlibat secara aktif dalam belajarnya secara mandiri sudah
proses pembiasaan sehingga ini menjadi ditunjukkan mulai fase baseline dengan
pendukung keberhasilan teknik shaping frekuensi antara 4-5,5 dengan
dengan positive reinforcement. Pada fase kecenderungan arah mendatar. Hal ini
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

karena lokasi tempat duduk anak berada Eskpresi yang ditunjukkan memiliki
tepat di depan lokernya sehingga anak pengaruh dalam proses interaksi sosial
mampu mengambil sendiri alat-alat anak dengan lingkungan. Ekspresi ceria
belajarnya namun ketergantungan anak yang ditampilkan anak berdampak positif
pada figur lekat untuk mengambil alat-alat pada kedekatan sosial anak di dalam kelas.
belajar yang terletak jauh dari posisi Apabila anak merasa bahagia di dalam
duduknya masih tinggi. Pada fase kelas, maka kewaspadaan akan meningkat
intervensi, seiring dengan kemampuan dan selanjutnya anak mampu merespon
anak untuk ditinggalkan figur lekat di dalam dengan tepat stimulasi yang disampaikan
kelas kemampuan anak untuk mengambil/ teman. Kemampuan merespon secara tepat
meletakkan alat-alat belajarnya secara menjadikan anak lebih disukai dan pada
mandiri juga meningkat dengan rentang 6- akhirnya semakin dilibatkan dalam interaksi
8. Penurunan yang terjadi di fase intervensi yang positif dengan teman.
disebabkan pada observasi ke-13, proses Penerapan teknik shaping dengan
pembelajaran di kelas tidak membutuhkan positive reinforcement di dalam kelas dapat
alat-alat belajar yang banyak karena ada diterima oleh guru dengan beberapa
persiapan untuk kegiatan karya wisata alasan, antara lain: (1) program ini dapat
sekolah. Sementara pada observasi ke-16, diterapkan seiring proses pembelajaran,
penurunan terjadi karena anak terlambat sehingga tidak harus menyediakan seting
masuk ke dalam kelas. khusus dalam penanganan siswa; (2)
Di indikator IV, partisipasi anak dalam penyediaan hadiah tidak membutuhkan
penyelesaian tugas kelompok dimunculkan biaya besar karena dapat menggunakan
dalam frekuensi yang variabel. Sejak fase alat-alat tulis yang ada di kelas sehingga
baseline, anak mampu melakukan tugas- terjangkau untuk penyelenggaraan yang
tugas kelompok yang diberikan oleh guru dilakukan pihak sekolah; (3) monitoring dan
namun tidak akan mau melakukan jika tidak umpan balik dilakukan secara bertahap,
ditemani oleh figur lekat. Di fase intervensi, sehingga guru juga dapat mencatat
terjadi penurunan pada observasi ke-10 perkembangan yang ditunjukkan anak.
karena anak masih fokus pada posisi duduk Beberapa alasan tersebut sesuai dengan
figur lekat sehingga kurang menghiraukan kelebihan penerapan intervensi di seting
teman-teman di kelompoknya. Peningkatan kelas sebagaimana dijelaskan oleh Bowen,
yang terjadi pada observasi ke-11 hingga dkk., (2004) yakni tidak menyita waktu di
observasi ke-13 terjadi karena anak luar jam sekolah, hemat biaya,
semakin nyaman terhadap keberadaannya menghasilkan keterampilan sosial bagi
di dalam kelompok, sehingga semakin anak di seting pembelajaran sehari-hari,
mempererat kedekatan anak dengan serta menambah keterampilan guru dalam
teman-temannya. Sementara penurunan upaya menangani perilaku anak yang
yang terjadi pada observasi ke-14 hingga bermasalah.
observasi ke-15 disebabkan aktivitas Beberapa kelemahan dalam penelitian
kelompok yang tidak sebanyak hari-hari ini adalah: (1) penerapan teknik shaping
sebelumnya. dengan positive reinforcement dilaksanakan
Hadiah yang disertakan di kelas menjelang berakhirnya masa pembelajaran
sebagai penguat atas keberhasilan anak dalam kelas untuk semester genap tahun
dalam menunjukkan kemandirian ajaran 2015/2016, sehingga pada kegiatan
disesuaikan dengan minat anak. Pilihan inti fasilitator seringkali meninggalkan kelas
hadiah tersebut antara lain: spidol warna, dan meminta peneliti untuk mengajar di
buku mewarnai dan makanan berupa dalam kelas dan mempersiapkan segala
permen. Penyertaan hadiah yang perlengkapan belajar bagi siswa lainnya; (2)
didasarkan pada minat anak dapat penerapan teknik seringkali tidak diterapkan
meningkatkan dorongan untuk terlibat secara konsisten karena anak harus
dalam kegiatan-kegiatan yang mengikuti latihan menjelang pementasan
diselenggarakan di kelas. Untuk menjaga seni akhir tahun, dimana latihan tersebut
antusiasme anak, pemberian dan jenis diadakan di ruangan yang berbeda dengan
hadiah yang ditawarkan bervariasi. ruang kelas tempat penelitian dilaksanakan.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

SIMPULAN DAN SARAN Corey, Gerald. 2010. Teori dan Praktek


Berdasarkan hasil analisis dan Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
pembahasan, disimpulkan bahwa teknik Refika Aditama.
shaping dengan positive reinforcement
Dabkowska, M. dkk. 2011. Separation
berpengaruh terhadap kecemasan berpisah
Anxiety in Children and Adolescents
anak. Hal ini ditunjukkan dengan
dalam Handbook of Different Views of
menurunnya gejala kecemasan berpisah
Anxiety Disorders. Rijeka: Intech.
anak dan meningkatnya perilaku
kemandirian anak di dalam kelas. Teknik Eisen, A. R., dan Charles E. S. 2005.
shaping dengan positive reinforcement Separation Anxiety in Children and
dapat digunakan pada kasus anak Adolescents: An Individualized
berkecemasan berpisah dengan gejala fear Approach to Assessment and
of being alone atau ketakutan ditinggalkan Treatment. New York: The Guilford
sendiri oleh figur lekat dan diterapkan Press.
seiring pembelajaran di dalam kelas.
Figueroa, Ana. 2012. Anxiety Disorders
Berdasarkan simpulan di atas dapat
dalam IACAPAP Textbook of Child
diajukan saran sebagai berikut. Bagi guru
and Adolescent Mental Health.
TK Ganesha Denpasar agar dapat
Geneva: IACAPAP.
menggunakan teknik shaping dengan
positive reinforcement pada perilaku Hasanah, Nur. 2013. Terapi Token
kecemasan berpisah anak dengan kriteria Ekonomi untuk Mengubah Perilaku
serupa di dalam kelas. Bagi Kepala TK Lekat di Sekolah. Jurnal Humanitas,
Ganesha Denpasar disarankan agar Volume I Nomor 1.
mampu memberikan dorongan atau
Kazdin, Alan E. 2001. Behavior Modification
motivasi kepada guru-guru untuk
in Applied Settings. Belmont:
menerapkan teknik-teknik keperilakuan
Wadsworth Thomson Learning.
yang nantinya mampu menurunkan
permasalahan yang terjadi pada anak, Komalasari, G. dkk. 2014. Teori dan Teknik
terutama permasalah kecemasan berpisah Konseling. Jakarta: PT Indeks.
pada anak. Bagi peneliti selanjutnya
Lask, B. dkk. 2003. Practical Child
disarankan agar: (1) menerapkan teknik ini
Psychiatry: The Clinician’s Guide.
pada kasus-kasus perilaku kecemasan
London: BMJ Publishing Group.
berpisah dengan karakteristik serupa; (2)
melengkapi modul dengan gambar-gambar Martin G. dan Joseph Pear. 2015.
pendukung yang menerangkan cara tepat Modifikasi Perilaku Makna dan
fasilitator menerapkan teknik di dalam Penerapannya, Edisi Kesepuluh.
kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2009. Psikologi
DAFTAR PUSTAKA
Pendidikan, Jilid 1, Edisi Keenam.
American Psychiatric Association. 2014.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorers, 5th Edition. Packer, L. E. dan Sheryl K. P. 2010.
Washington, DC: American Challenging Kids Challenged
Psychiatric Publishing. Teachers. Maryland: Woodbine
House.
Barlow, David H. dan Michael H. 1984.
Single Case Experimental Designs Pincus, D. B. dkk. 2005. Adaping Parent-
Strategies for Studying Behavior Child Interaction Therapy for Young
Change, 2nd Edition. New York: Children with Separation Anxiety
Pergamon Press, Inc. Disorder. Boston: Education and
Treatmen of Children.
Cooper, J. O. dkk. 1987. Applied Behavior
Analysis. Colombus: Merrill Publishing
Company.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)

Schroeder, C. S. dan Betty N. G. 2002.


Assessment and Treatment of
Childhood Problems, 2nd Edition. New
York: The Guilford Press.
Sunanto, Juang dkk. 2005. Pengantar
Penelitian dengan Subjek Tunggal.
Tsukuba: CRICED University of
Tsukuba.
Sundel, M. dan Sandra S. S. 2005.
Behavior Change in the Human
Services, 5th Edition. Thousand Oaks:
Sage Publications.

Anda mungkin juga menyukai