Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari teknik shaping dengan positive
reinforcement terhadap kecemasan berpisah anak pada seting kelas. Kecemasan
berpisah yang dialami oleh anak terhadap figur lekat memiliki dampak yang negatif
terhadap interaksi sosial serta keterlibatan anak saat proses pembelajaran di kelas
berlangsung. Dampak negatif ini dikhawatirkan semakin meningkat jika kecemasan
berpisah anak tidak mendapat penanganan yang tepat. Teknik keperilakuan terbukti
efektif pada kasus anak dengan kecemasan berpisah. Oleh sebab itu teknik shaping
dengan positive reinforcement diterapkan dalam penelitian ini sebagai bentuk intervensi
terhadap kecemasan berpisah anak. Penelitian eksperiman kasus tunggal ini
menggunakan desain A-B dimana A adalah fase baseline atau fase tanpa penerapan
teknik dan B adalah fase intervensi atau fase penerapan teknik. Pengumpulan data
dilaksanakan dengan metode observasi dan wawancara. Data kuantitatif dianalisis
secara visual (visual inspection), sedangkan data kualitatif dipaparkan secara deskriptif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa teknik shaping dengan positive reinforcement pada
seting kelas memiliki pengaruh dalam kecemasan berpisah anak, ditunjukkan dengan
menurunnya gejala kecemasan berpisah serta meningkatnya kemandirian anak di dalam
kelas.
Abstract
The aim of this study was to determine the effect of shaping technique with positive
reinforcement toward the anxiety of child’s separation in classroom setting. Separation
anxiety negatively impact child’s social interaction and his classroom learning acitivities.
This negative impact could increase if the anxiety aren’t handled appropriately.
Behavioral techique has been proven effective in handling child with separation anxiety.
Therefore, this study involved behavioral technique called shaping with positive
reinforcement as an intervention to child with separation anxiety. This single case
experimental study used A-B design, the A phase involved baseline observations of the
natural frequency and the B was the intervention phase where the technique applied.
Quantitative data were analyzed visually (visual inspection) using inter-condition and
between condition analysis, also the qualitative data were presented in narrative form.
The result of the study showed that shaping with positive reinforcement technique have
an influence to child with separation anxiety, indicated by the decreasing of separation
anxiety’s symptomps and the increasing of child’s autonomy in classroom.
gerakan fisik yang terlibat pada sebuah dapat dimakan; (2) social reinforcers, yaitu
perilaku; (2) jumlah, yaitu frekuensi atau sebuah gerak-isyarat atau tanda seperti
durasi dari sebuah perilaku tertentu; (3) anggukan, senyuman, tepuk tangan, pujian
latensi, yaitu waktu antara munculnya atau ucapan terima kasih; (3) activity
stimuli dan respons yang dibangkitkan reinforcers, yaitu kesempatan untuk terlibat
stimulus tersebut atau waktu reaksi; dan (4) dalam aktivitas yang disukai seperti
intensitas atau daya/kekuatan sebuah permainan, kegiatan, dan sebagainya.
respons, merujuk pada efek fisik yang Kecemasan berpisah adalah rasa
dimiliki respons atau yang secara potensial takut yang dialami oleh anak bahwa
memengaruhi lingkungan. orangtua atau orang terdekatnya akan
Penguat yang diberikan pada teknik meninggalkan mereka. Ketika anak jauh
shaping ini adalah penguat yang bersifat dari rumah atau dari orangtua, anak merasa
positif (positive reinforcer), yaitu sebuah harus tahu keberadaan orangtuanya dan
benda, kejadian yang menyenangkan yang merasa harus selalu bersama mereka
diberikan setelah perilaku yang diinginkan (Schroeder & Gordon, 2002). Kecemasan
ditampilkan dengan tujuan agar tingkah berpisah didefinisikan sebagai kecemasan
laku yang diinginkan tersebut diulang, yang menetap, berlebihan dan berkembang
meningkat, atau menetap di masa yang secara tidak tepat mengenai perpisahan
akan datang (Komalasari, 2014; Martin & dari rumah atau dari figur lekat anak dan
Pear, 2015; Ormrod, 2009). Positive menyebabkan ketakutan yang signifikan
reinforcement adalah prinsip yang paling (Dabkowska, 2011; Lask, 2003).
sering digunakan dalam manajemen Untuk menghindari perpisahan
perilaku. Penelitian Bowen (2004) dengan figur lekatnya, anak dengan
melaporkan bahwa pendidik lebih memilih kecemasan berpisah menunjukkan
intervensi yang bersifat positif atau beberapa perilaku yang dapat
menyenangkan daripada intervensi yang memunculkan gangguan yang signifikan
bersifat aversif, karena intervensi yang pada fungsi sosial dan akademisnya. Anak
bersifat aversif akan mengakibatkan dengan kecemasan berpisah menunjukkan
permasalahan lain ketika akan membentuk perilaku tantrum, melekat pada orangtua,
sebuah perilaku yang baru. selalu mengikuti/membuntuti orangtua dari
Terdapat dua jenis reinforcer dalam ruangan ke ruangan atau bahkan menolak
positive reinforcement yang dapat untuk bermain tanpa kehadiran orangtua
digunakan dalam modifikasi perilaku, yaitu: (Pincus, dkk., 2005). Pada beberapa kasus,
(1) primary/unconditioned reinforcer, yaitu anak bahkan menunjukkan rasa tertekan
penguat yang merupakan kepentingan ketika mulai bersekolah bahkan terjadi aksi
biologis yang berfungsi sebagai berguling dan menangis ketika harus
konsekuensi untuk meningkatkan perilaku berpisah dengan figur lekat anak.
yang mendahuluinya, dapat juga diartikan Gejala dari kecemasan berpisah
sebagai penguat yang langsung dapat biasanya memuncak pada usia 9 bulan
dinikmati seperti oksigen, suhu udara, hingga 13 bulan, menurun setelah usia 2
makanan dan minuman; (2) secondary/ tahun seiring meningkatnya kemandirian
conditioned reinforcer, yaitu penguat yang anak di usia 3 tahun. Namun kecemasan
pada awalnya bersifat netral namun berpisah ini dapat meningkat lagi pada usia
bertambah kemampuan penguatnya karena 4 hingga 5 tahun ketikaanak mulai masuk
dipasangkan dengan primary reinforcer sekolah (Figueroa, 2012). Dalam DSM-V
yang memenuhi kebutuhan psikologis dan (American Psychiatric Association, 2013),
sosial (Cooper, dkk., 1987; Corey, 2010; dijelaskan bahwa onset kecemasan
Martin & Pear, 2015; Sundel & Sundel, berpisah muncul paling awal pada usia pra-
2005). sekolah dan bertahan hingga usia sekolah
Bentuk-bentuk positive reinforcer dengan rata-rata usia kemunculan adalah
antara lain (Cooper, dkk., 1987; Martin & 7,5 tahun.
Pear, 2015; Ormrod, 2009): (1) tangible Kecemasan berpisah dapat
reinforcers, yaitu sebuah benda nyata dan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
dapat disentuh termasuk sesuatu yang terjadinya transisi dalam lingkungan baru
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)
karena lokasi tempat duduk anak berada Eskpresi yang ditunjukkan memiliki
tepat di depan lokernya sehingga anak pengaruh dalam proses interaksi sosial
mampu mengambil sendiri alat-alat anak dengan lingkungan. Ekspresi ceria
belajarnya namun ketergantungan anak yang ditampilkan anak berdampak positif
pada figur lekat untuk mengambil alat-alat pada kedekatan sosial anak di dalam kelas.
belajar yang terletak jauh dari posisi Apabila anak merasa bahagia di dalam
duduknya masih tinggi. Pada fase kelas, maka kewaspadaan akan meningkat
intervensi, seiring dengan kemampuan dan selanjutnya anak mampu merespon
anak untuk ditinggalkan figur lekat di dalam dengan tepat stimulasi yang disampaikan
kelas kemampuan anak untuk mengambil/ teman. Kemampuan merespon secara tepat
meletakkan alat-alat belajarnya secara menjadikan anak lebih disukai dan pada
mandiri juga meningkat dengan rentang 6- akhirnya semakin dilibatkan dalam interaksi
8. Penurunan yang terjadi di fase intervensi yang positif dengan teman.
disebabkan pada observasi ke-13, proses Penerapan teknik shaping dengan
pembelajaran di kelas tidak membutuhkan positive reinforcement di dalam kelas dapat
alat-alat belajar yang banyak karena ada diterima oleh guru dengan beberapa
persiapan untuk kegiatan karya wisata alasan, antara lain: (1) program ini dapat
sekolah. Sementara pada observasi ke-16, diterapkan seiring proses pembelajaran,
penurunan terjadi karena anak terlambat sehingga tidak harus menyediakan seting
masuk ke dalam kelas. khusus dalam penanganan siswa; (2)
Di indikator IV, partisipasi anak dalam penyediaan hadiah tidak membutuhkan
penyelesaian tugas kelompok dimunculkan biaya besar karena dapat menggunakan
dalam frekuensi yang variabel. Sejak fase alat-alat tulis yang ada di kelas sehingga
baseline, anak mampu melakukan tugas- terjangkau untuk penyelenggaraan yang
tugas kelompok yang diberikan oleh guru dilakukan pihak sekolah; (3) monitoring dan
namun tidak akan mau melakukan jika tidak umpan balik dilakukan secara bertahap,
ditemani oleh figur lekat. Di fase intervensi, sehingga guru juga dapat mencatat
terjadi penurunan pada observasi ke-10 perkembangan yang ditunjukkan anak.
karena anak masih fokus pada posisi duduk Beberapa alasan tersebut sesuai dengan
figur lekat sehingga kurang menghiraukan kelebihan penerapan intervensi di seting
teman-teman di kelompoknya. Peningkatan kelas sebagaimana dijelaskan oleh Bowen,
yang terjadi pada observasi ke-11 hingga dkk., (2004) yakni tidak menyita waktu di
observasi ke-13 terjadi karena anak luar jam sekolah, hemat biaya,
semakin nyaman terhadap keberadaannya menghasilkan keterampilan sosial bagi
di dalam kelompok, sehingga semakin anak di seting pembelajaran sehari-hari,
mempererat kedekatan anak dengan serta menambah keterampilan guru dalam
teman-temannya. Sementara penurunan upaya menangani perilaku anak yang
yang terjadi pada observasi ke-14 hingga bermasalah.
observasi ke-15 disebabkan aktivitas Beberapa kelemahan dalam penelitian
kelompok yang tidak sebanyak hari-hari ini adalah: (1) penerapan teknik shaping
sebelumnya. dengan positive reinforcement dilaksanakan
Hadiah yang disertakan di kelas menjelang berakhirnya masa pembelajaran
sebagai penguat atas keberhasilan anak dalam kelas untuk semester genap tahun
dalam menunjukkan kemandirian ajaran 2015/2016, sehingga pada kegiatan
disesuaikan dengan minat anak. Pilihan inti fasilitator seringkali meninggalkan kelas
hadiah tersebut antara lain: spidol warna, dan meminta peneliti untuk mengajar di
buku mewarnai dan makanan berupa dalam kelas dan mempersiapkan segala
permen. Penyertaan hadiah yang perlengkapan belajar bagi siswa lainnya; (2)
didasarkan pada minat anak dapat penerapan teknik seringkali tidak diterapkan
meningkatkan dorongan untuk terlibat secara konsisten karena anak harus
dalam kegiatan-kegiatan yang mengikuti latihan menjelang pementasan
diselenggarakan di kelas. Untuk menjaga seni akhir tahun, dimana latihan tersebut
antusiasme anak, pemberian dan jenis diadakan di ruangan yang berbeda dengan
hadiah yang ditawarkan bervariasi. ruang kelas tempat penelitian dilaksanakan.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 1 - Tahun 2016)