Vicky Oktaryanto
Tria Noveinia
Indah Amelia
Arin D.M
Sasmi Akta
Suci Asmara
Umi
Dosen Pembimbing
Mata Kuliah
: Psikologi Kepribadian I
Jurusan
: Psikologi Islam
Fakultas
DAFTAR ISI
Daftar isi..............................................................................................................................iiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Pendahuluan.............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikososial menurut Erik Erikson.........................................................5
B. Tahap Tahap Perkembangan.................................................................................7
C. Kritikan Menurut Psikologi Islam...........................................................................8
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi kebanyakan anak, paling tidak di tahun-tahun awal, tumbuh berarti menjadi
lebih besar, lebih kuat, dan lebih terkoordinasi. Tumbuh juga dapat menjadi saat saat yang
menakutkan, mengecewakan, menggairahkan, dan membingungkan.
Anak-anak prasekolah sangat aktif. Keterampilan motorik-kasar (otot-otot besar)
mereka meningkat tajam selama umur dua hingga lima tahun. Antara umur itu, otot-otot anak
prasekolah tumbuh lebih kuat, keseimbangan mereka meningkat, pusat gravitasi mereka
pindah lebih rendah, sehingga mereka dapat lari, melompat, memanjat, dan meloncat. Bagi
anak-anak kecil, seperti halnya bagi banyak remaja dan orang dewasa, kegiatan fisik dapat
menjadi tujuan kegiatan itu sendiri. Oleh karena mereka tidak selalu dapat memutuskan
kapan harus berhenti, anak-anak prasekolah mungkin membutuhkan saat-saat istirahat yang
dijadwalkan setelah periode menguras tenaga (Daercey & Travers, 2006)
Namun, selama tahun-tahun sekolah dasar, perkembangan fisik terjadi terus-menerus
dengan kecepatan agak tetap untuk kebanyakan anak. Mereka menjadi lebih tinggi, lebih
lentur, dan lebih kuat, sehingga mereka lebih mampu menguasai berbagai olahraga dan
permainan. Sepanjang sekolah dasar, banyak anak perempuan yang tubuhnya cenderung
sama besar atau lebih besar dibanding anak laki-laki di kelasnya. Diskrepansi ukuran anak
perempuan mungkin merasakan konflik tentang itu dan, sebagai akibatnya, kurang
mengembangkan kemmapuan fisik mereka.
Setelah melewati tahap sekolah dasar, akan ada masa yang menandai dimulainya
kematangan seksual;Pubertas. Pubertas merupakan serangkaian perubahan yang melibatkan
hampir setiap bagian tubuh. Perubahan-perubahan fisik masa remaja memiliki efek-efek
signifikan pada identitas sosial mereka. Para psikolog sangat tertarik dengan perbedaan
akademik, sosial, dan emosional yang mereka temukan diantara para remaja yang matang
dini dan mereka yang terlambat matang. Faktanya, remaja lebih banyak mengalami krisis
perkembangan seperti bulimia (binge eating) dan anorexia nervosa (self-starvation), untuk
itulah diperlukan suatu pemahaman khusus mengenai perkembangan psikososial manusia.
Ilmu psikososial mendeskripsikan hubungan antara kebutuhan emosional individu dengan
lingkungan sosialnya. Teori psikososial yang dikenala secara luas adalah milik Erik Erikson,
yang menkankan tentang kemunculan self, pencarian identitas, hubungan individu dengan
orang lain, dan peran budaya di sepanjang kehidupan.
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Psikososial menurut Erik Erikson
Teori Erik Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori
kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa
kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori
tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah
perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson,
perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita
dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan
memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah
alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara proses-proses
maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan kekuatan-kekuatan
sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut pandang seperti ini, teori
Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi dibandingkan
teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson membahas perkembangan psikologis di
sepanjang usia manusia, dan bukan hanya tahun-tahun antara masa bayi dan masa remaja.
Seperti Freud, Erikson juga meneliti akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman
usia dini terhadap masa-masa berikutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan
menyelidiki perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir
kehiduaan.
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson
mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia, satu hal yang tidak dilakukan oleh
Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran
manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap
lebih realistis.
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan
pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa
hambatan atau konflik, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan kombinasi
antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan. Ego bukan budak tetapi
justru menjadi tuan/pengatur id, superego dan dunia luar. Jadi, ego di samping basil proses
faktor-faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks kultural dan
historik. Ego yang sempurna, digambarkan Erikson memiliki tiga dimensi, faktualitas,
universalitas, dan aktualitas:
Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan
metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data basil interaksi dengan
lingkungan.
Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sells of reality) yang
menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan
prinsip realita dari Freud.
Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat
hubungan untuk mencapai tujuan bersama. Ego adalah realitas kekinian, terus
mengembangkan cara baru dalam memecahkan masalah kehidupan, yang lebih efektif,
prospektif, dan progresif.
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat taksadar, mengorganisir dan mensintesa
pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan
datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling behubungan, yakni body ego (mengacu
ke pangalaman orang dengan tubuh/fisiknya sendiri), ego ideal (gambaran mengenai
bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal), dan ego identity (gambaran
mengenai diri dalam berbagai peran sosial). Ketiga aspek itu umumnya berkembang sangat
cepat pada masa dewasa, namun sesungguhnya perubahan ketiga elemen itu terjadi pada
semua tahap kehidupan.
Teori Ego dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan dari teori
perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai teori yang
khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik.
Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya,
lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Menurut Erikson, fungsi psikoseksual dari
Freud yang bersifat biologis juga bersifat epigenesis, artinya psikoseksual untuk berkembang
membutuhkan stimulasi khusus dari lingkungan, dalam hal ini yang terpenting adalah
lingkungan sosial.
Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari
perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego dalam
bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Menurutnya, situasi memberi makan
merupakan model interaksi sosial antara bayi dengan dunia luar. Lapar jelas manifestasi
biologis, tetapi konsekuensi dari pemuasan id (oleh ibu) itu akan menimbulkan kesan bagi
bayi tentang dunia luar. Dari pengalaman makannya, bayi belajar untuk mengantisipasi
interaksinya dalam bentuk kepercayaan dasar (basic trust), yakni mereka memandang kontak
dengan manusia sangat menyenangkan karena pada masa lalu hubungan semacam itu
menimbulkan rasa aman dan menyenangkan. Sebaliknya, tanpa basic trust bayi akan
mengantisipasi interaksi interpersonal dengan kecemasan, karena masa lalu hubungan
interpersonalnya menimbulkan frustrasi dan rasa sakit
Kepercaayaan dasar berkembang menjadi karakteristik ego yang mandiri, bebas dari
dorongan drives darimana dia berasal. Hal yang sama terjadi pada fungsi ego seperti persepsi,
pemecahan masalah, dan identias ego, beroperasi independen dari drive yang melahirkan
mereka. Ciri khas psikologi ego dari Erikson dapat diringkas sebagai berikut:
Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh
sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasakan ego yang sehat, alih-alih konflik salah
suai yang neurotik.
Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan konsep
epigenetik kepribadian.
Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls id yang
taksadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran
sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan
dasar kepercayaan bebas dari Id, membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sitem
kerja id.
Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama menyesuaikan
diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberlanjutan diri dengan masa lalu dan
masa yang akan datang.
adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.
Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan
anak-anak.
Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun Selama remaja ia
mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya. Anak dihadapkan dengan
penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam
kehidupannya (menuju tahap kedewasaan). Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru
dan status sebagai orang dewasa pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus
mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran
khusus. Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif
untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai. Jika suatu identitas remaja
ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan
masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela. Namun bagi
mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri,
perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini. Bagi mereka yang tidak
yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung
terhadap diri dan masa depannya.
Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun) Erikson percaya tahap ini
penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen
dengan orang lain. Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang
komit dan aman. Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk
mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang
memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin
suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika
mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan
orang.
Potensi positif dan negatif manusia ini banyak diungkap oleh Al-Quran. Di antaranya ada
dua ayat yang menyebutkan potensi positif manusia, yaitu Surah at-Tin [95] ayat 5 (manusia
diciptakan dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya) dan Surah al-Isra [7] ayat 70
(manusia dimuliakan oleh Allah dibandingkan dengan kebanyakan makhlik-makhluk yang
lain). Di samping itu, banyak juga ayat Al-Quran yang mencela manusia dan memberikan
cap negatif terhadap manusia. Di antaranya adalah manusia amat aniaya serta mengingkari
nikmat (Q.S. Ibrahim [14]: 34), manusia sangat banyak membantah (Q.S. al-Kahfi [18]: 54),
dan manusia bersifat keluh kesah lagi kikir (Q.S. al-Maarij [70]: 19).4
Sebenarnya, dua potensi manusia yang saling bertolak belakang ini diakibatkan oleh
perseteruan di antara tiga macam nafsu, yaitu nafsu ammarah bi as-suu (jiwa yang selalu
menyuruh kepada keburukan), lihat Surah Yusuf [12] ayat 53; nafsu lawwamah (jiwa yang
amat mencela), lihat Surah al-Qiyamah [75] ayat 1-2; dan nafsu muthmainnah (jiwa yang
tenteram), lihat Surah al-Fajr [89] ayat 27-30.5 Konsepsi dari ketiga nafsu tersebut merupakan
beberapa kondisi yang berbeda yang menjadi sifat suatu jiwa di tengah-tengah pergulatan
psikologis antara aspek material dan aspek spiritual. 6
Pola-pola Kepribadian Menurut Al-Quran
Kepribadian merupakan keniscayaan, suatu bagian dalam (interior) dari diri kita yang
masih perlu digali dan ditemukan agar sampai kepada keyakinan siapakah diri kita yang
sesungguhnya. Dalam Al-Quran Allah telah menerangkan model kepribadian manusia yang
memiliki keistimewaan dibanding model kepribadian lainnya. Di antaranya adalah Surah alBaqarah [2] ayat 1-20. Rangkaian ayat ini menggambarkan tiga model kepribadian manusia,
yakni kepribadian orang beriman, kepribadian orang kafir, dan kepribadian orang munafik.7
Berikut ini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri dari masing-masing tipe kepribadian berdasarkan
apa yang dijelaskan dalam rangkaian ayat tersebut.
4 Ibid., hlm. 372.
5 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Quran, hlm. 373-374
6 Ibid., 377.
7 Ibid., hlm. 381-382.
Gambaran manusia mukmin dengan segenap ciri yang terdapat dalam Al-Quran ini
merupakan gambaran manusia paripurna (insan kamil) dalam kehidupan ini, dalam batas
yang mungkin dicapai oleh manusia. Allah menghendaki kita untuk dapat berusaha
mewujudkannya dalam diri kita. Rasulullah saw. telah membina generasi pertama kaum
mukminin atas dasar ciri-ciri tersebut. Beliau berhasil mengubah kepribadian mereka secara
total serta membentuk mereka sebagai mukmin sejati yang mampu mengubah wajah sejarah
dengan kekuatan pribadi dan kemuliaan akhlak mereka.9 Singkatnya, kepribadian orang
beriman dapat menjadi teladan bagi orang lain.
b. Kepribadian Orang Kafir (Kafirun)
Ciri-ciri orang kafir yang diungkapkan dalam Al-Quran antara lain:
Mereka tidak mau mendengar dan berpikir tentang kebenaran yang diyakini kaum
Muslim,
Mereka sering tidak setia pada janji, bersikap sombong, suka dengki, cenderung
Ciri-ciri orang kafir sebagaimana yang tergambar dalam Al-Quran tersebut menyebabkan
mereka kehilangan keseimbangan kepribadian, yang akibatnya mereka mengalami
penyimpangan ke arah pemuasan syahwat serta kesenangan lahiriah dan duniawi. Hal ini
membuat mereka kehilangan satu tujuan tertentu dalam kehidupan, yaitu beribadah kepada
Allah dan mengharap rida-Nya untuk mengharap magfirah serta pahala-Nya di dunia dan
akhirat.10
c. Kepribadian Orang Munafik (Munafiqun)
Munafik adalah segolongan orang yang berkepribadian sangat lemah dan bimbang. Di antara
sifat atau watak orang munafik yang tergambar dalam Al-Quran antara lain:
Mereka lupa dan menuhankan sesuatu atau seseorang selain Allah swt.,
Dalam berbicara mereka suka berdusta,
Mereka menutup pendengaran, penglihatan, dan perasaannya dari kebenaran,
Orang-orang munafik ialah kelompok manusia dengan kepribadian yang lemah,
peragu, dan tidak mempunyai sikap yang tegas dalam masalah keimanan.
Mereka bersifat hipokrit, yakni sombong, angkuh, dan cepat berputus asa.
Ciri kepribadian orang munafik yang paling mendasar adalah kebimbangannya antara
keimanan dan kekafiran serta ketidakmampuannya membuat sikap yang tegas dan jelas
berkaitan dengan keyakinan bertauhid.
Dengan demikian, umat Islam sangat beruntung mendapatkan rujukan yang paling benar
tentang kepribadian dibanding teori-teori lainnya, terutama diyakini rujukan tersebut adalah
wahyu dari Allah swt. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw., manusia teladan
kekasih Allah. Oleh karena itu pula, Nabi Muhammad saw. diutus oleh Allah swt. ke muka
bumi untuk memainkan peran sebagai model insan kamil bagi umat manusia. Kepribadian
10 Ibid., hlm. 387-389.
dalam kehidupan sehari-hari mengandung sifat-sifat manusiawi kita, alam pikiran, emosi,
bagian interior kita yang berkembang melalui interaksi indra-indra fisik dengan lingkungan.
Namun lebih dalam lagi, kepribadian sesungguhnya merupakan produk kondisi jiwa (nafs)
kita yang saling berhubungan. Atau, dapat dikatakan pula bahwa kepribadian seseorang
berbanding lurus dengan kondisi jiwanya (nafs). 11
Berangkat dari teori kepribadian di atas, maka kita dapat membagi kepribadian manusia
menjadi dua macam, yaitu:
Dan, bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
11 Rani Anggraeni Dewi, Kepribadian (Psikologi Al-Quran).
12 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 263.
kamu dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Q.S. alAnam [6]: 153)
Itulah beberapa gambaran mengenai psikologi dan kepribadian manusia dalam Al-Quran.
Tentu gambaran di atas belum sepenuhnya berhasil meng-cover keseluruhan maksud AlQuran mengenai manusia dengan segala kepribadiannya yang sangat kompleks. Sebab,
begitu luasnya aspek kepribadian manusia sehingga usaha untuk mengungkap hakikat
manusia merupakan pekerjaan yang sukar.
Walaupun demikian, paling tidak penjelasan di atas dapat memberikan gambaran bahwa
manusia memiliki dua potensi yang saling berlawanan, yaitu potensi baik dan potensi buruk.
Dua potensi ini lantas memilah manusia ke dalam tiga kategori, yaitu mukmin, kafir, dan
munafik. Pembinaan kepribadian manusia lewat pendidikan yang baik akan menuntun
manusia agar bisa memperkokoh potensi baiknya sehingga ia bisa memaksimalkan tugas
utamanya untuk beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah Allah di muka bumi.
Sebaliknya, pembinaan kepribadian manusia yang kurang maksimal akan memerosokkan
manusia ke dalam derajat yang sangat rendah, bahkan lebih rendah dari binatang. 13