Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL,

SIKAP TERHADAP BAHASA INGGRIS DAN RASA


PERCAYA DIRI TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA
CERITA BAHASA INGGRIS

(Survei di SMA Kabupaten Serang Provinsi Banten)

WENI KUSWARDHANI
7816120891

Tesis yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


untuk Memperoleh Gelar Magister

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
KECERDASAN EMOSIONAL

3. Kecerdasan Emosional

a. Hakikat Emosi

Emosi merupakan wujud perasaan unik yang dimilki oleh manusia. Perasaan

emosi adalah suatu ungkapan perasaaan yang hadir pada saat seseorang dalam

keadaan ataupun kondisi tertentu yang membuat seseorang dapat melakukan suatu

tindakan berdasarkan respon dari keadaan yang diterimanya sebagaimana Damasio

nyatakan sebagaimana diungkapkan oleh Sala, dan kawan-kawan,, :

a unique source of information about the environment and that it unavoidably


informs thoughts and actions. Emotion is an adaptive response and part of the
process of normal reasoning and decision making; his research suggests that
emotion information helps the brain make decisions and establish priorities
and is critical to learning and memory.1

Emosi adalah bagian dari proses penyesuaian diri mengacu pada respon ataupun

tindakan yang diterima oleh seseorang. Pada saat seseorang dalam keadaan emosi,

tindakan yang diambil berdasarkan respon yang diterima adalah suatu hal yang

wajar. Dalam penelitian yang dilakukan Damasio pada saat emosi terjadi, otak

terstimulus untuk berpikir dan melakukan tindakan. Pengambilan tindakan yang

dilakukan mengacu pada hal prioritas yang harus dilakukan pada saat kejadian, dan

emosi merupakan proses pembelajaran kritis serta mengesankan.

Emosi merupakan kekuatan yang dapat membuat seseorang melakukan

apapun untuk mendapat apa yang diinginkan sebagaimana yang diungkapkan oleh

Terell dan Hughes:

Emotion is the power that connects human beings to everything they care
about! Without emotion we cannot tell what is valuable, or why it is, or how
much time and effort we should spend trying to get it or get away from it!.2

1
Fabio Sala, Vanessa Urch Druskat, dan Gerald Mount, Linking Emotional Intelligence and Performance At
Work-Current Research Evidence With Individuals and Groups (New Jersey: Lawrence Erlabum Associates
Publishers, 2006), h. xxvii.
2
James Bradford Terrell, dan Marcia Hughes, A Coach's Guide to Emotional Intelligence-Strategies for
Developing Successful Leaders (San Francisco: Published by Pfeiffer, 2008). h. xi.
Jika seseorang dalam keadaan emosi sifat dari reaktif adaptif dalam

mengambil suatu tindakan mengacu pada ingatan seketika yang terlintas dalam

pikirannya pada saat emosi, dan merupakan suatu hal yang normal dan tak dapat

dihindari. Pada saat seseorang dalam keadaan emosi, otak dengan cepat akan

berpikir kritis dengan mengedepankan skala prioritas (berpikir secara spontan disaat

ia dalam keadaan terdesak pada saat situasi tertentu) untuk mengambil keputusan

dan tindakan.

Menurut Ekman, Friesen dan Ellsworth, di ikuti oleh Oatley dan Laird

sebagaimana dikutip oleh Quinlann dan Dyson mengasumsikan ada lima dasar

emosi yang dikenal dengan kebahagiaan (happiness), kesedihan (sadness),

kecemasan atau ketakutan (anxiety or fear), kemarahan (anger), dan kekesalan

(disgust).3

Bradberry dan Greaves menyatakan emosi memiliki lima perasaaan inti;

kebahagiaan, sedih, marah, takut, dan malu. Menurut penelitian hanya 36 persen

orang yang diuji mampu mengidentifikasikan secara akurat emosi mereka pada saat

kejadian yang memicu emosi itu terjadi. Dalam hal Ini berarti, dua pertiga dari

individu yang dikendalikan emosi belum mampu mengidentifikasikan emosinya

dengan tepat saat emosi itu muncul, artinya mereka tidak memiliki keterampilan

untuk mengelola emosi tinggi ketika dihadapkan masalah yang menantang dalam

kehidupan mereka. Seringkali orang memberikan keputusan yang kurang tepat pada

saat mengalami emosi tinggi, dalam hal ini emosi mengalahkan pengetahuan faktual

3
Philip Quinlan, dan Ben Dyson, Cognitive Psychology(London: Pearson Prentice Hall, 2008), h. 604.
yang mereka miliki. Maka disinilah pengelolaan emosi memegang peranan penting

yang disebut dengan istilah kecerdasan emosional. 4

Adapun menurut Sylwester sebagaimana dikutip oleh Novick dan kawan-

kawan, emosi merupakan bagian daya ingat manusia yang terorganisir, berkaitan

dengan proses kognitif dari setiap kejadian yang dialami. Jika informasi yang

tersimpan berupa ingatan negatif, orang akan sangat mudah untuk mengingatnya,

terlarut, dan bahkan mengulangnya kembali.5

Selanjutnya, Salovey dan Slyter mengungkapkan bahwa pada saat seseorang

dalam keadaan emosional, hubungan saraf terjadi menyebabkan reaksi terhadap

rasa emosi yang kuat dan cepat merespon terhadap efek prilaku yang terjadi pada

seseorang, bahkan lebih cepat dari kemampuan kognitifnya sendiri; dalam artian

orang bereaksi cepat pada saat emosi terjadi, sebelum orang itu sempat berpikir apa

yang harus dilakukan pada saat dalam keadaan emosi.6

Ketika seseorang dalam keadaan emosi, merupakan hal wajar jika

pengambilan keputusan dan tindakan diambil secara langsung berdasarkan

informasi yang diterima dan direspon oleh otak. Emosi menyebabkan otak bereaksi

untuk berpikir secara kritis, hingga pengambilan keputusan dan tindakan pun

akhirnya mengacu pada ingatan yang terlintas seketika.

Menurut beberapa pernyataan di atas, emosi merupakan penyesuaian diri

berupa ungkapan perasaan yang berasal dari proses reaksi adaptasi terhadap

permasalahan yang dihadapi. Respon seseorang dalam pengambilan keputusan

pada saat dalam keadaaan emosi, sesungguhnya pusat emosional otak sudah

4
Travis Bradberry, dan Jean Greaves, Emotional Intelligence Appraisal, Emotional Intelligence 2.0 (San Diego:
TalentSmart@, 2009), h.14.
5
Bernard Novick, Jeffrey S. Kress, dan Maurice J. Elias, Building Learning Communities with CharacterHow to
Integrate Academic, Social, and Emotional Learning (Virginia: Association for Supervision and Curriculum
Development, 2002), h. 24.
6
Ibid., h. 25.
memainkan peran yang membuat orang tersebut harus berpikir cerdas dan

beralasan dalam pengambilan keputusan dan tindakan.

a. Kecerdasan

Kecerdasan berasal dari kata latin intelligere, yakni memahami atau

memandang. Kecerdasan menurut definisi bahasa Cina yaitu memiliki pendengaran

yang tajam dan penglihatan yang jelas. Kata ini merefleksikan cara pandang orang

Cina tentang kecerdasan yang secara historis mengarah pada kebenaran persepsi

seseorang dan pemahaman. Maknayang tersiratadalah bahwa denganpersepsi yang

jelasserta pemahamanakan suatu situasi,seseorang bisa saja bertindak dengan

benar.7 Pengambilan tindakan yang tepat disaat situasi yang tepat diperlukan

kemampuan intelektual yang kuat. Kemampuan intelektual didasari atas kecermatan

untuk mendengar dan melihat sehingga ia akan dapat memiliki persepsi yang jelas

membaca situasi yang terjadi pada akhirnya dapat berpikir dan memutuskan

tindakan apa yang harus diambil.

Menurut Yang dan Sternberg mereka menemukan pengaruh pada dua

filsafat utama aliran budaya Cina pada etnis Tionghoa mengenai teori kecerdasan

berdasarkan budaya;

As noted earlier, full self-knowledge and being perceptive and responsive to


changes in immediate circumstances are key aspects of intelligence in the
Taoist tradition; cultivation of character and lifelong learning in the context of
everyday life are key aspects of intelligence in the Confucian tradition. To a
certain extent, conceptions of intelligence are cultural inventions that reflect
the values of a given culture.8

Mengacu pada pernyataan diatas menurut tradisi Tao, kunci sukses dari kecerdasan

adalah tanggap langsung terhadap perubahan, dengan demikian orang akan

7
Robert J. Sternberg, dan Scott Barry Kaufman, The Cambridge Handbook of Intelligence(NewYork: Cambridge
University Press, 2011), h. 625.
8
Ibid.,h.626.
berpacu terus untuk mengembangkan pengetahuannya agar dapat memberi

sumbangsih yang besar dalam kehidupan. Adapun konsep kecerdasan menurut

tradisi Konfusianisme adalah pembelajaran sepanjang hayat yang ditandai dengan

nilai-nilai budaya yang dilahirkan. Nilai-nilai budaya bisa berupa artefak, cara dan

pola berpikir, kehidupan sosial masyarakat dan sebagainya.

Chiang, dan kawan-kawan berpendapat, sebagaimana dikutip King,

kecerdasan merupakan bakat yang diturunkan dari genetika, namun yang menjadi

titik fokus adalah bukan faktor hubungan genetika, maupun struktur otak, tetapi

seberapa besar pengaruh genetika dan struktur otak berperan penting bagi

kecerdasan.9 Kecerdasan yang diturunkan melalui genetika merupakan faktor

penentu apakah seseorang itu akan mengalami gangguan intelektualnya

dikarenakan kelainan struktur otak yang dimiliki. Namun faktor genetika bukanlah

penentu mutlak bagi anak yang kurang secara intelektualitas, dikarenakan

kecerdasan akan tetap dapat dikembangkan dengan diasah terus menerus melalui

latihan serta stimulus yang diberikan pada otak sesuai dengan kebutuhan, dan

disesuaikan dengan batas kemampuan yang dimiliki anak tersebut.

King mengungkapkan mengenai definisi kecerdasan, Intelligence consists of

the ability to solve problems and to adapt to and learn from everyday experiences.10

Kecerdasan terdiri dari kemampuan menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri

serta belajar dari pengalaman sehari-hari yang dialami. Penyelesaian masalah dapat

dilakukan dengan baik jika seseorang mampu menarik pembelajaran berdasarkan

pengalaman yang dialami. Demikian pula sebaliknya, seseorang akan mendapatkan

sedikit kesulitan dalam penyelesaian masalah jika ia belum pernah mengalami hal

tersebut sebelumnya. Salah satu prosedur trial error atau belajar dari kesalahan

9
Laura King, The Science of PsychologyAn Appreciative View(New York: McGraw-Hill, 2011),h.257.
10
Ibid., h. 272.
merupakan salah satu bentuk pengalaman yang akhirnya seseorang mampu

memecahkan suatu masalah.

Berdasarkan pendapat di atas konsepsi kecerdasan adalah penemuan

budaya yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang diberikan. Kecerdasan

merupakan pengetahuan diri yang membuat seseorang menjadi tanggap dan

responsif terhadap perubahan keadaan yang terjadi, karakter dan pembelajaran

yang terus menerus merupakan aspek kunci dari kecerdasan.Kecerdasan

merupakan bakat yang diturunkan dari faktor genetika, namun kecerdasan bukanlah

masalah seberapa besar genetika berpengaruh besar terhadap kecerdasan, namun

seberapa besar genetika berpengaruh meliputi kemampuan dalam menyelesaikan

masalah, adaptasi dan belajar dari pengalaman sehari-hari.

Menurut Gardner kecerdasan mencakup beberapa kemampuan yakni:

..., a human intellectual competence must entail a set of skills of problem


solving enabling the individual to resolve genuine problems or difficulties
that he or she encounters and, when appropriate, to create an effective
product and must also entail the potential for finding or creating problems
and thereby laying the groundwork for the acquisition of new knowledge.11

Manusia harus memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah yakni

kemampuan untuk menyelesaikan masalah sebenarnya atau kesulitan yang sedang

ia hadapi, pada saat yang tepat untuk menciptakan dan menghasilkan sesuatu yang

efektif, juga mengharuskan kemampuan untuk menemukan atau menciptakan

masalah, dengan demikian maka ia dapat meletakan landasan dasar untuk

memperoleh pengetahuan baru.

Hal senada diungkapkan Nickerson dalam Sternberg dan Kaufman,

kecerdasan adalah kemampuan untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan

11
Howard Gardner, The Theory ofMultiple Intelligences(New York: Basic Books, 2011), hh. 64-65.
menyelesaikan dengan baik pada setiap tantangan yang dihadapi baik sudah

diprediksi ataupun tidak dapat diprediksi sebelumnya, dalam kehidupan sehari-

hari.12

Maka berdasarkan beberapa pendapat di atas, kecerdasan merupakan

kemampuan menciptakan sesuatu yang efektif dan berguna. Pengetahuan baru

akan diperoleh jika individu tersebut mampu menemukan dan menciptakan

permasalahan serta merumuskannya dengan tepat.

b. Kecerdasan Emosional

Dalam beberapa penelitian menemukan, bahwa kesuksesanseseorang tidak

hanya dipandang dari kecerdasan intelektual, namun kecerdasan emosional sangat

berpengaruh dan saling melengkapi diantara keduanya. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Bradberry, dan Greaves:

IQ, personality, and EQ are distinct qualities we all possess. Together, they
determine how we think and act. It is impossible to predict one based upon
another. People may be intelligent but not emotionally intelligent, and people
of all types of personalities can be high in EQ and/or IQ. Of the three, EQ is
the only quality that is flexible and able to change.13

IQ (Intelectual Quality) dan EQ (Emotional Quality) adalah kecerdasan yang

keduanya menentukan kualitas pribadi seseorang. Kecerdasan intelektual

merupakan kecerdasan yang terbatas dan lebih sulit dikembangkan dibandingkan

dengan kecerdasan emosional. Seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual

tinggi, belum tentu memiliki kecerdasan emosional yang tinggi pula. Kecerdasan

emosional lebih mengarah kepada kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan

12
Robert J. Sternberg, dan Scott Barry Kaufman, op. cit., h. 108.
13
TravisBradberry, dan JeanGreaves, EmotionalIntelligence (SanDiego: TalentSmart, 2009) h.19.
seseorang dalam mengatur emosi baik dalam diri sendiri maupun dalam hubungan

sosial masyarakat. Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan yang dapat

berubah dan dikembangkan dibandingkan kecerdasan intelektual.

Pendapat ini didukung Goleman yang dikutip oleh Patton dalam Uno, para

ahli psikologi sependapat, kecerdasan emosional hanya menyumbang sekitar 20

persen faktor yang menentukan keberhasilan, sedangkan 80 persen sisanya berasal

dari faktor lain termasuk kecerdasan emosional.14

Masih menurut Goleman,dan kawan-kawan, sebagaimana dikutip oleh Elias

mengemukakan:

Emotional intelligence serves as the integrative concept, in that competence


in social and emotional functioning is a product of an interrelationship of skills
in the emotional, cognitiveand behavioral areas.15

Kecerdasan emosional berfungsi sebagai konsep integratif, dalam

kompetensinya fungsi sosial dan emosional merupakan produk dari keterkaitan

keterampilan dalam dimensi emosi, kognisi dan perilaku. Dengan demikian

keterampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan keterampilan kognisi.

Oleh karena itu orang-orang yang berprestasi tinggi,ia memiliki kemampuan

keduanya. Sehingga semakin rumit pekerjaan yang dihadapi, maka kecerdasan

emosi memiliki peranan penting, dikarenakan kesuksesan merupakan gabungan dari

kecakapan intelektual dan emosional yang baik".

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan intelektual merupakan dasar yang penting dan saling terkait dengan

14
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran (Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2008), h. 70.
15
Maurice J. Elias, Promoting Social and Emotional LearningGuidelines for Educators (Virginia: Association for
Supervision and Curriculum Development, 1997), hh. 28-29.
kecerdasan emosional. Individu yang di dalam dirinya terdapat potensi kecerdasan

emosional, ia akan dengan mudah mengembangkan potensi kecerdasan intelektual

ke puncak yang optimal, serta memiliki rasa empati, mampu mengungkapkan dan

memahami perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memiliki keyakinan

tentang dirinya (percaya diri) dan penuh dengan antusias, pandai memilih dan

menggunakan informasi sehingga dapat membimbing pikiran dan tindakan.

Adapun Thorndike sebagaimana dikutip oleh Matthews, dan kawan-kawan

mendefinisikan kecerdasan emosional sebagaimana pernyataannya berikut ini:

...three broad classes of intelligence: (a) abstract/scholastic, the ability


tounderstand and manage ideas; (b) mechanical/visuospatial, theabilityto
understand and manipulate concrete objects; (c) social, the abilityto
understand and manage people and act wisely in social contexts.
Socialintelligence was defined as wisdom in social contexts; in practice,the
study of how people made judgments regarding others and the accuracyof
such social judgments.16

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang meliputi banyak hal, seperti

halnya pengelolaan diri serta serta adaptasi terhadap diri maupun secara sosial.

Dalam hal ini kecerdasan emosional merupakan cara bagaimana seseorang dapat

berlaku bijaksana secara sosial.

Adapun Gardner sebgaimana dikutip Sternberg mengemukakan;

intra- and interpersonal intelligences are related to the multifaceted construct


of emotional intelligence (EI)...What they have in common is a focus on the
abilities that allow some individuals to use emotions effectively in their daily
lives. These capacities include being able to perceiveand convey emotions,

16
Gerald Matthews, Moshe Zeidner,dan Richard D. Roberts, Emotional Intelligence Science and Myth (London:
The MIT Press, 2004), h. 62.
understand and reason with emotions, and regulate emotionsin ones self and
others.17

Kecerdasan dalam memahami diri merupakan dasar dari kecerdasan

emosional. Ia berperan dalam menentukan kemampuan seseorang dalam

mengendalikan serta menggunakan emosi dengan tepat, baik terhadap dirinya

maupun pada orang disekitarnya.

Sparrow dan Knight mengungkapkan emotional intelligence is highly

correlated with performance.18 Kecerdasan emosional bilai dikaitkan dengan kinerja

ataupun unjuk kerja, seseorang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, tentu

akan mudah beradaptasi sesuai dengan keadaan yang menuntutnya untuk dapat

merubah dirinya sesuai dengan keadaan.

Psikolog Salovey dan Mayer sebagaimana dikutip Stough dan kawan-kawan,

pertama kali mengemukakan bahawa kemampuan individu dalam memahami,

mengerti dan menggunakan emosi berbeda antara satu dan yang lainnya.

Kemampuan ini disebut dengan kecerdasan emosional (EI);

emotional intelligence (El) and formally defined it as involving (a) the ability to
perceive, appraise, and express emotion accurately; (b) the ability to access
and generate feelings when they facilitate cognition; (c) the ability to
understand affect-laden information and make use of emotional knowledge;
and (d) the ability to regulate emotions to promote emotional and intellectual
growth and well-being.19

17
Robert J. Sternberg, dan Scott Barry Kaufman, op. cit., h. 71.
18
Tim Sparrow dan Amanda Knight, op. cit., h. 7.
19
Con Stough, Donald H.Saklofske,dan James D.A. Parker, Assessing Emotional IntelligenceTheory Research and
Application(New York: Springer, 2009), h. 44.
Salovey mengungkapkan bahwa, kualitas emosional penting bagi

keberhasilan. Kualitas emosional memiliki peranan penting sebagai pembangkit

energi untuk menunjang keberhasilan seseorang, hanya orang yang benar-benar

mengoptimalkan kecerdasan emosional, mereka akan memiliki kepekaan, daya

cipta, komitmen yang tinggi, dan mampu mengatasi berbagai tantangan. Dengan

demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan mudah

membangun relasi sosial dalam lingkungan keluarga, kantor, bisnis maupun sosial.

Oleh karena itu kecerdasan emosional merupakan syarat mutlak sebagai penunjang

keberhasilan. Proses dasar keterampilan emosional mencakup; 1) Identifikasi dan

ekspresi emosi, 2) Penggunaan emosi untuk memfasilitasi cara berpikir, 3)

Pemahaman emosi, 4) Manajemen emosi dalam diri sendiri dan orang lain.20

20
Steven J. Stein, Emotional Intelligence For Dummies(Mississauga: Published byJohn Wiley & Sons
Canada, Ltd., 2009), hh. 52-53.
Kecerdasan emosional menurut Mayer dan Salovey diilustrasikan dalam

gambar berikut;

Gambar 2. 1.

Empat Kecakapan Kecerdasan Emosional

Sumber: David R. Caruso dan Peter Salovey, The Emotionally Intelligent Manager How to Develop
and Use the Four Key Emotional Skills of Leadership (San Fransisco: Jossey Bass, 2004), h. xi.

Kemampuan menempatkan emosi serta memfasilitasi penyaluran emosi

berfungsi untuk memusatkan perhatian, mengkomunikasikan perasaan, serta proses

kognitif lainnya seperti penalaran, pemecahan masalah, dan pengambilan

keputusan. Kemampuan untuk memahami informasi emosional, merupakan

kemampuan dalam mengkomunikasikan perasaan secara efektif, dapat memahami

gabungan emosi yang timbul, kemajuan emosi yang dimiliki, serta mampu

memahami transisi emosi dari hal satu ke yang lainnya. Dan manajemen emosi
dalam diri sendiri dan orang lain merupakan kemampuan untuk membuka diri dan

pemahaman pribadi serta pikiran.

Menurut beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan, kecerdasan emosional

melibatkan kemampuan memahami diri sendiri ketika emosi itu terjadi, menilai emosi

baik dalam bentuk negatif ataupun positif, mengekspresikan emosi sesuai dengan

keadaan ataupun situasi yang tepat agar tidak menyinggung perasaan diri sendiri

maupun orang disekitar. Adapun kemampuan untuk mengakses dan

membangkitkan perasaan ketika dalam keadaan sadar adalah kemampuan yang

berkaitan dengan aksesibilitas diri dalam mencerna emosi, membangkitkan emosi

diri sendiri maupun orang lain dengan menggunakan kemampuan kognisi yang

dimiliki sehingga muncul rasa seperti empati, memahami isi serta pengaruh

informasi dalam pemanfaatan pengetahuan. Kecerdasan emosional berperan dalam

kemampuan memaknai dan berpikir logis saat pengambilan keputusan sehingga

tidak terjadi mispersepsi ataupun salah paham dalam memaknai emosi seseorang.

Kemampuan pengendalian emosional bertujuan untuk mengembangkan

intelektualitas untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan hubungan sosial yang

baik.

Anda mungkin juga menyukai