Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian
Filosofi sertivitas didasarkan pada satu premis bahwa setiap individu
memiliki hak yang sama sebagai pribadi dan sebagai bagian dari kelompok
sosial. Menurut Golden (dalam Sriyanto dkk, 2014 : 76) Asertivitas sebetulnya
merupakan konsep yang agak samar untuk didefinisikan. Sebab berada di
antara dua perilaku ekstrim yang bertentangan yaitu perilaku pasif dan agresif
(Wilson & Gallois, Janda dalam Sriyanto dkk, 2014 : 76). Asertivitas
merupakan kemampuan seseorang untuk mengekspresikan diri, pandanganpandangan dirinya, dan menyatakan keinginan dan perasaan diri secara
langsung, jujur, dan spontan tanpa merugikan orang lain.
Menurut Corey (dalam Lilis Ratna, 2012: 35) perilaku asertif adalah
ekspresi langsung, jujur, pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuha atau
hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang beralasan. selanjutnya menurut
Rathus dan Nevid (dalam Llis Ratna, 2012: 35-36) asertif adalah tingkah laku
yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan
kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikirannya apa adanya, mempertahankan
hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal
dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.
Menurut Alberti dan Emmons (dalam Lilis Ratna, 2012: 36) perilaku
asertif adalah perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan
dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan
secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar hak orang lain.
Sedangkan menurut Sugiyo (2005:105) orang menjadi assertive atau
tegas berarti bahwa oang tersebut telah belajar dari hidupnya untuk
mendapatkan apakah dia lurus dan tegas dan berkomunikasi dengan cara yang
jujur serta konstruktif. Orang yang assertive tidak membiarkan orang lain
menghalangi jalur pemenuhan kebutuhannya dan berkomunikasi dengan caracara yang sopan, halus, dan baik sehingga orang lain merasa mendapatkan
perlakuan yang menyenangkan dan pada gilirannya orang tersebut akan
mengerti apa yang dikomunikasikan, sehingga akan tercipta hubungan baik
dengan orang lain dan komunikasi akan menjadi menyenangkan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa asertif ialah
tingkah laku yang menampilkan keberaniannya secara terbuka dan jujur untuk

mempertahnkan haknya tanpa rasa cemas dan menjalankan haknya tanpa


melanggar hak orang lain.
Orang asertif mengarah pada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri.
Asertivitas terkandung perilaku kesanggupan ber-masyarakat, berempati, dan
berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal. Individu yang asertivitasnya
tinggi sadar akan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan memandang
kelebihan-kelebihan tersebut lebih penting daripada kelemahannya, begitu pula
sebaliknya.
B. Tujuan
Latihan asertif merupakan teknik untuk melatih keberanian klien dalam
mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui
bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Cara yang digunakan
adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah: (a) mendorong kemampuan
klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya; (b)
membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri
tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk
meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif
yang cocok untuk diri sendiri.
Menurut Willis (dalam Lilis Ratna, 2012:36) assertive training
bertujuan untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:
1. Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya
2. Mereka yang sopan berlebihan dan memberikan orang lain mengambil
keuntungan dari padanya
3. Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata tidak
4. Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon yang positif lainnya
5. Mereka yang merasa tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan
pikirannya.
Lazarus (dalam Nursalim, 2014 : 143) mengemukakan bahwa tujuan
latihan asertif adalah untuk mengoreksi perilaku yang tidak layak dengan
mengubah respons-respons emosional yang salah dan mengeliminasi pemikiran
irasional. Sedangkan menurut Joyce dan Weil (dalam Nursalim, 2014 : 143)
berpendapat bahwa tujuan latihan asertif adalah: 1) mengembangkan ekspresi

perasaan baik yang positif maupun yang negatif, 2) mengekspresikan perasaanperasaan kontradiktif, 3) mengembangkan perilaku atas dasar prakarsa sendiri.
Dengan demikian tujuan assertive training adalah agar individu belajar
bagaimana mengganti suatu respon yang tidak sesuai dengan respon baru yang
sesuai. Disamping itu juga bertujuan untuk mengkomunikasikan apa yang
diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain secara juju dan terbuka
dengan menghormati hak pribadi kita sendiri.
C. Bentuk-Bentuk Pengkomunikasian Hak-Hak Rasional
Yang dimaksud dengan hak-hak rasional adalah:
1. Setiap orang berhak menyatakan apa yang ia inginkan
2. Setiap orang berhak menolak sesuatu yang tidak ia inginkan
3. Setiap orang berhak mengembangkan hubungan saling menguntungkan
dengan orang lain
4. Setiap orang berhak memperoleh penghargaan sesuai sumbangan karyanya.
Dalam mengemukakan hak rasional kepada orang lain, individu
memiliki 3 cara, yaitu:
1. Mengkomunikasikan dengan pasif
Pasif berupa tidak berbuat apapun, penurut meskipun marah. Respon pasi
bertujuan untuk menghindari konflik dengan cara apapun. Orang yang pasif
atau tidak asertif akan mengatakan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa
yang mereka pikiran, karena takut orang lain tidak setuju. Individu yang
pasif bersembunyi dari orang lain dan menunggu orang lain untuk
memulai percakapan. Mereka meletakkan kepentingan atau keinginan orang
lain diatas dirinya. Dalam suatu hubungan dengan orang lain akan bereaksi
kepada mereka dan memiliki kebutuhan yang tinggi untuk disetujui.
2. Mengkomunikasikan dengan asertif
Asertif berupa bersikap lugas, tegas, santun tanpa menyerang pribadi orang
lain, tenang. Penggunaan I massage: ketika mengkomunikasikan hak
rasional maka gunakan pesan saya agar tujuan kita tersampaiakan tanpa
menyakiti orang lain.
3. Mengkomunikasikan dengan agresif
Agresif berupa sikap menentang, kasar, menyerang pribadi orang lain,
mengarah pada permusuhan. Pada suatu situasi konflik, orang yang agresif
ingin selalu menang dengan cara mendominasi atau mengintimidasi orang
lain. Orang yang agresif memajukan kepentingannya sendiri atau sudut

pandangnya sendiri tetapi tidak peduli atau kejam terhadap perasaan,


pemikiran, dan kebutuhan orang lain.
Perbedaan Asertif, Non Asertif, dan Agresif
Alberti dan Emmons (dalam Lilis Ratna, 2012:38) mengklasifikasikan perilaku
asertif, non asertif, dan agresif, sebagai berikut:
Tingkah laku asertif
Pelaku
Perbaikan/peningkatan

Tingkah laku non


asertif
Pelaku
Penyangkalan diri

Tingkah laku agresif


Pelaku
Perbaikan diri dengan

diri

cara merugikan orang

ekspresif
Bisa meraih tujuan-tujuan

Kecenderungan menahan
Tidak meraih tujuan-

lain
Terlalu ekspresif
Meraih tujuan-tujuan

yang diinginkannya

tujuan yang

dengan mengorbankan

Pilihan utuk diri sendiri


Merasa nyaman dengan

diinginkannya
Pilihan dari orang lain
Tidak tegas, cemas,

orang lain
Memilih untuk orang lain
Memandang rendah

dirinya
penerima
Memahami/menyadari

memandang rendah diri


penerima
Tidak sabar, merasa

orang lain
penerima
Merasa dijatuhkan, dan

situasi/keadaan orang lain


Menghargai perilaku

bersalah, marah
Tidak ada penghargaan

direndahkan
Sakit, dipermalukan, dan

Bisa mencapai keinginan-

dari pelaku
Meraih tujuan-tujuan dan

bertahan
Tidak meraih tujuan-

keinginannya

keinginan pelaku

tujuan yang diinginkan

D. Ciri-Ciri Perilaku Asertif


Menurut Sugiyo (2005:112) ketegasan marupakan suatu bentuk sikap
dan perilaku seseorang yang menunjukkan beberapa sifat seperti:
1. Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri
tetapi juga tidak menutup diri dari saran orang lain yang menjadikan
dirinya lebih baik,
2. Mampu menyuarakan hak-haknya tanpa menyinggung orang lain,
3. Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan perasaan),
banyak dicari dan dikagumi orang lain.

Beberapa ciri yang bisa dilihat dari seorang individu yang asertif
menurut Lilis Ratna (2012 : 39) antara lain:
1. Dapat mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata maupun
tindakan
2. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka
3. Mampu memulai melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan
baik
4. Mampu menolak dan menyatakan ketdaksetujuannya terhadap pendapat
orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat
negatif
5. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika
membutuhkan
6. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan dengan cara yang tepat
7. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan
8. Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha
untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik
berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan
kepercayaan diri (self confidence).
Perilaku asertif juga merupakan

ketegasan

dan

keberanian

menyempaikan pendapat yang meliputi tiga komponen dasar. Tiga komponen


dasar tersebut menurut Lilis Ratna (2012 : 39) yaitu:
1. Kemampuan mengungkapkan perasaan, misalnyanya : untuk menerima dan
mengungkapkan perasaan marah, hangat, seksual
2. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka,
misalnya: mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan
bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini bahkan
sekalipun kita harus mengorbankan sesuatu
3. Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi, tidak membiarkan
orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita. Orang yang asertif bukan
orang yang suka terlalu menahan diri dan juga bukan pemalu, mereka bisa
mengungkapkan perasaannya secara langsung tanpa bertindak agresif atau
melecehkan.
E. Aspek Perilaku Asertif

Rathus dan Nevid (dalam Lilis Ratna, 2012 : 40) mengemukakan 10


aspek dari perilaku asertif, yaitu:
1. Bicara asertif
2. Kemampuan mengungkapkan perasaan
3. Menyapa/memberi salam kepada orang lain
4. Ketidaksepakatan
5. Menanyakan alasan
6. Berbicara mengenai diri sendiri
7. Menghargai pujian orang lain
8. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang yang suka berdebat
9. Menatap lawan bicara
10. Respon melawan rasa takut
Labate dan Milan (dalam Lilis Ratna, 2012 : 40) menjelaskan ada tiga
tipe perilaku asertif, yaitu:
1. Asertif untuk menolak (refusal assertiveness)
Perilaku asertif dalam konteks ketidaksetujuan atau ketika seseorang
berusaha untuk menghalangi atau mencampuri pencapaian tujuan orang lain.
Hal ini membutuhkan keterampilan sosial untuk menolak atau menghindari
campur tangan orang lain.
2. Asertif untuk memuji (commendatory assertiveness)
Mengekspresikan perasaan-perasaan positif teradap orang lain sangat
penting untuk dilakukan. Hal tersebut akan sangat menunjang pencapaian
hubungan interpersonal yang menyenangkan.
3. Asertif untuk meminta (request assertiveness)
Jenis asertif ini terjadi jika seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu
yang memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai tanpa
melakukan pemaksaan.
Komponen asertif tidak hanya meliputi aspek verbal saja. Namun juga
melibatkan aspek non verbal, meliputi antara lain:
1. Kontak mata
Melakukan kontak mata pada saat menyatakan diri
2. Gestur tubuh yang tepat
3. Ekspresi wajah
Menyatakan emosi positif dan negatif yang tepat
4. Volume, nada, intonasi suara yang tepat
5. Konten/isi pernyataan yang baik

F. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif


Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif
adalah:
1. Jenis kelamin
2. Harga diri
3. Kebudayaan
4. Tingkat kebudayaan
5. Situasi-situasi tertentu di lingkungannya
Menurut Rathus dan Nevid (dalam Lilis Ratna, 2012:41) terdapat 6
faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif yaitu :
1. Jenis Kelamin
Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan
perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki-laki.
2. Self Esteem
Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk melakukan
penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang memiliki keyakinan diri
yang tinggi memiliki kekhawatiran sosial yang rendah sehingga mampu
mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan
diri sendiri.
3. Kebudayaan
Tuntutan lingkungan menentukan batas-batas perilaku, dimana batas-batas
perilaku itu sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan status sosial seseorang.
4. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan
berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri
dengan lebih terbuka.
5. Tipe Kepribadian
Dalam situasi yang sama tidak semua individu memberikan respon yang
sama. Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang. Dengan tipe
kepribadian tertentu seseorang akan bertingkah laku berbeda dengan
individu dengan tipe kepribadian lain.
6. Situasi tertentu Lingkungan sekitarnya
Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti
luas, misalnya posisi kerja antara atasan dan bawahan. Situasi dalam
kehidupan tertentu akan dikhawatirkan mengganggu.
Teknik asertif dapat dikatakan berhasil jika konseli dapat :
1. Menurunkan kecemasan

2. Meningkatkan kemungkinan klien mengembangkan perilaku asertif dalam


situasi yang lain.
3. Mendorong perilaku asertif dalam situasi yang lebih menantang.
G. Teknik Teknik Bertindak Asertif
1. Memberikan umpan balik
Kriteria umpan balik yang bermanfaat antara lain :
a. Umpan balik difokuskan pada perilaku seseorang bukan
kepribadiannya
b. Umpan balik bersifat deskriptif bukan evaluatif
c. Umpan balik berfokus pada reaksi individu sendiri bukan atas

2.
3.
4.
5.
6.
7.

maksud orang lain


d. Umpan balik menggunakan kata saya / I massage
e. Umpan balik bersifat spesifik bukan umum
f. Umpan balik difokuskan pada penyelesaian masalah
g. Umpan balik disampaikan secara pribadi
Meminta umpan balik dari orang lain
Menentukan batasan
Membuat permintaan
Berlaku persisten
Mengabaikan provokasi
Merespon kritik

H. Prosedur Terapan Latihan Asertif


Bagaiman latihana asertif dapat dan akan dilakukan, tak ada prosedur
standar. Sebagaimana dinyatakan oleh Redd, Porterfield, dan Anderson
(dalam Nursalim, 2014: 143), kontras dengan teknik-teknik modifikasi
perilaku lain desentisasi sistematik, tak ada prosedur tunggal yang dapat
diidentifikasi sebagai latihan asertif. Tetapi menurut mereka, prosedur latihan
asertif dapat meliputi tiga bagian utama yaitu pembahasan materi (didactic
discussion), latihan atau bermain peran(behavior rehersal/ role playing), dan
praktik nyata (in vivo practice). Sedangkan beberapa ahli Lazarus, Tosy,
Jakubowski, dan Spector (dalam Nursalim, 2014:143) menyatakan bahwa
latihan asertif menggunakan seperangkat teknik luas, diantaranya adalah
reduction, behavior rehersal, social modelling, positive reinforcement,
cognitive restructuring, dan irational ideas.

Block (dalam Nursalim, 2014:143) mengusulkan bahwa latihan asertif


dapat menggunakan teknik dari conditioning operan maupun conditioning
klasikal, disamping pengajaran kognitif, dan dikombinasikan dengan program
pelaksanaan lain seperti systematic, modelling, role playing, behavior
rehersal, baik secara individual maupun kelompok.Fensterheim dan Baer
(dalam Nursalim, 2014:144) mengembangkan suatu model latihan diri (self
training) yang merupakan suatu modifikasi program latihan asertif dengan
dua belas langkah yaitu :
1. Menguji interaksi untuk melihat situasi yang membutuhkan perilaku
asertif
2. Memilih interaksi yang penting untuk mengembangkan perilaku asertif
3. Berkonsentrasi pada pengalaman masa lalu berkaitan dengan reaksi dan
perasaan diri dalam hubungannya dengan orang lain
4. Mereview respons-respons verbal dan nonverbal masa lalu
5. Mengamati model
6. Mendaftar berbagai alternatif pendekatan untuk menjadi asertif
7. Visualisasi
8. Bermain peran
9. Mengulangi langkah ke-7 dan ke-8
10. Menggunakan pendekatan kedalam situasi nyata
11. Merefleksikan keberhasilan
12. Evaluasi
Joyce & Weil (dalam Nursalim, 2014:144) mengemukakan suatu
model latihan asertif dengan lima fase yaitu :
1. Mengidentifikasi perilaku sasaran
2. Menetapkan prioritas bagi situasi dan perilaku
3. Memerankan situasi
4. Latihan
5. Transfer ke situasi yang nyata
I. Hambatan dalam Aplikasi Tindakan Asertif
Hambatan mental mempengaruhi bagaimana seseorang melakukan
tindakan asertif. Hambatan mental tersebut meliputi :
1. Tuntutan terhadap diri klien untuk segera berhasil menjadi asertif
sehingga terburu buru dalam melakukan berbagai latihan
2. Kecemasan diri atas reaksi orang lain ketika kita mengambil sikap
tertentu
3. Kecemasan diri atas kemungkinan sikap orang lain

4. Asertif terkait erat dengan budaya yang kadangkala menyebabkan adanya


kesalahpahaman dalam pengaplikasian tindakan asertif.
J. Kelebihan Teknik Asertif
Adapun kelebihan yang ada dalam teknik asertif antara lain :
1. Teknik ini tidak membutuhkan alat yang mahal
2. Konseli berpikir untuk dapat mengatur perilaku mereka
3. Tidak sulit untuk dipelajari dan dipraktikan
4. Dengan berlatih keterampilan sosial dan perbaikan gaya komunikasi akan
meningkatkan keterampilan asertif individu meskipun dari segi budaya
tidak mendukung.
K. Dukungan Penelitian
Banyak penelitian dan studi kasus Osipow (dalam Mochamad
Nursalim, 2014: 147) menyatakan keefektifan latihan asertif dengan teknik
modelling, rehersal dan homework practice baik secara mandiri maupun
kombinatif. Penggunaan teknik modelling dan rehersal ditambah dengan
praktik dalam situasi nyata. Joyce dan Weil (dalam Mochamad Nursalim,
2014:147) mereka menambahkan bahwa banyak temuan mengindikasikan
bahwa rehersal dapat menjadi suatu strategi perlakuan yang lebih bijaksana
daripada modelling. Namun demikian, juga diakui bahwa modelling dapat
memberikan dampak positif pada latihan.

DAFTAR PUSTAKA
Nursalim, Mochamad. 2014. Strategi & Intervensi Konseling. Jakarta Barat:
akademia.
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: UNNES Press.
Sriyanto, dkk. 2014. Perilaku Asertif dan Kecenderungan Kenakalan Remaja
Berdasarkan Pola Asuh dan Peran Media Massa.

Jurnal Psikologi.

41.1:74-88.
Ratna, Lilis. 2012. Teknik-TeknikKonseling. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai