A. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Teknik-Teknik Konseling?
1
Amallia Putri, “Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling Untuk Membangun
Hubungan Antar Konselor Dan Konseli,” JBKI (Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia) 1, no. 1
(March 1, 2016): 11, https://doi.org/10.26737/jbki.v1i1.99. hal.11
B. PEMBAHASAN
1.) Teknik Scaling
a. Asal Muasal Teknik Scaling
Scaling (penskalan) adalah teknik yang membantu konselor maupun
klien untuk membuat masalah kompleks tampak lebih konkret dan nyata.
Scaling bermuasal dalam pendekatan konseling behavioral, dan saat ini
banyak digunakan dalam konseling singkat terfokus-solusi (SFBC), yang
dimulai oleh deShazer dan muncul dari Strategic Family Therapy.
Teknik Scaling memberi klien perasaan memegang kendali dan
tanggung jawab atas konselingnya karena teknik scaling membantu klien
menetapkan sasaran perubahan maupun mengukur kemajuannya kearah
mencapai sasaran itu.2
Scaling merupakan teknik yang digunakan dalam konseling dimana
konseli diminta untuk memberikan penilaian dari skala 0 atau 1 untuk nilai
paling baik (tidak memiliki kendali sama sekali terhadap masalah) hingga
skala 10 untuk nilai yang sangat buruk (memiliki kendali terhadap masalah),
mengenai penghayatan terhadap masalah, serta keyakinan akan keberhasilan
solusi yang ia ciptakan. Tujuan teknik Scaling ini membantu terapis/konselor
dan konseli dalam menjadikan topik masalah yang sebelumnya samar-samar
menjadi konkrit, karena konseli tidak hanya menjelaskan
perasaan/pemikirannya, namun juga menerjemahkannya dalam bentuk
penilaian.3
2
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal. 5
3
Khoirun Nisa Dwi Martina and Supandi Supandi, “KONSELING ISLAMI DENGAN
TEKNIK SCALING QUESTION UNTUK MENGURANGI KECEMASAN PASIEN,” al-Balagh :
Jurnal Dakwah dan Komunikasi 2, no. 2 (December 30, 2017): hal. 215,
https://doi.org/10.22515/balagh.v2i2.1022.
Scaling dapat digunakan untuk mengidentifikasi sasaran atau
membantu klien untuk menuju kearah sasaran yang telah ditetapkan. Setelah
sebuah sasaran ditetapkan, teknik Scaling dapat digunakan untuk membantu
klien bergerak kearah sasaran itu. Setelah klien mengidentifikasi di mana
posisinya pada skala (10 berarti bahwa ia telah mencapai sasaran yang telah
ditetapkan), konselor dapat melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk
menemukan langkah-langkah kecil yang dapat diambil klien untuk mencapai
nomor peringkat berikutnya.
4
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.6-7
Teknik-teknik Scaling cenderung mengukur kemajuan kea rah sasaran
konkret; konsekuensinya, mereka berguna untuk penelitian hasil. Scaling
dapat digunakan di berbagai macam situasi. Beberapa contohnya termasuk
asesmen kemajuan kea rah solusi, keyakinan tentang menemukan solusi,
motivasi, berat-ringannya permasalahan, kemungkinan untuk menyakiti diri
atau orang lain, dan self-esteem. Scaling juga telah digunakan pada remaja
yang terlibat sistem peradilan remaja dan keluarga mereka, maupun keluarga-
keluarga yang terlibat pelayanan kesejahteraan anak. Remaja dari keluarga-
keluarga dengan multimasalah, status sosial ekonomi rendah, atau beragam
latar belakang mengalami kemajuan pada sasaran-sasaran penangana mereka.5
5
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.7
masalhnya membaik, bahkan jika hanya sedikit saja, atau sama sekali tidak
ada (misalnya, “Dia tidak pernah mendengarkan. Satu-satunya orang yang
sabar menghadapinya adalah neneknya.”). Keluhan, atau deskripsi
permasalahan ini mengandung pengecualian yang mungkin tidak disadari atau
tidak dimanfaatkan.
Konselor professional secara historis telah dilatih untuk mendengarkan
detail-detail permasalahan. Agar teknik Exceptions berguna, konselor harus
melatih kembali telinganya untuk mendengarkan berbagai solusi potensial,
sumber kekuatan, dan sumber daya personal. Teknik Exceptions juga dapat
digunakan secara langsung dengan melontarkan, pertanyaan-pertanyaan
seperti : “Ceritakan tentang saat ketika….” Atau “Seberapa dekat Anda telah
sampai pada…?” pertanyaan-pertanyaan ini juga membantu setelah jawaban
untuk miracle question dirumuskan. Konselor professional dapat
menyanyakan apakah bagian mana pun dari miracle (mujizat/keajaiban) telah
terjadi atau apakah klien dapat mengingat saat ketika hal itu terjadi. Konselor
kemudian mendengarkan apa yang telah dilakukan klien dengan cara berbeda
yang membuat masalahnya tidak terjadi atau membaik.6
6
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.19-21
dianggap spele. Pastikan bahwa menunjukkan pengecualian-pengecualian
yang didengar melalui penceritaan masalah dilakukan dengan cara yang penuh
harapan dan terdengar seperti pujian (misalnya, “Wow, bagaimana Anda bisa
mengatasi itu? Padahal kebanyakan orang belum bisa melakukannya!”. Ketika
menanyakan secara langsung tentang pegecualian-pengecualian, pastikan
untuk menganggap valid kekhawatiran dan perspektif klien sebelum
menanyakan dengan hormat.7
7
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.21-22
8
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.26-27
terfokus-solusi lain, Problem-Free Talk adalah suatu perkakas yang
dimaksudkan untuk membangkitkan percakapan yang mengungkapkan
berbagai kekuatan dan sumber daya. Telah disadari bahwa adanya berbagai
kemampuan, minat, sumber daya, dan kekuatan sama pentingnya dengan tidak
adanya keluhan, penyakit, stress, dan gejala-gejala.
Problem-Free Talk menjalankan beberapa tujuan. Pertama, teknik ini
berguna di awal hubungan yang dimaksudkan untuk membantu
mengembangkan rapport (hubungan yang dekat dan harmonis) dengan
individu, pasangan, atau keluarga yang mencari pelayanan konseling karena
menunjukkan bahwa Anda tertarik dengan klien sebagai manusia. Kedua,
teknik ini membantu dalam meredakan kegugupan tentang proses konseling,
yang bisa dianggap misterius bagi banyak orang yang masih baru dengan
pelayanan konseling. Ketiga, teknik ini dapat memulihkan ketidakseimbangan
kekuasaan yang diasumsikan ada oleh banyak klien, sehingga konselor
professional akan tampak seperti seorang pribadi (person) bukan sebagai
seorang pakar yang mahatau.
11
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.34-37
secara spesifik akan berbeda, yang seringkali menghasilkan penetapan tujuan
yang lebih baik karena lebih konkret dan nyata. Terakhir, Miracle Question
berfungsi sebagai alat ukur untuk mengukur kemajuan dalam konseling
karena memberikan tujuan-tujuan yang sangat spesifik yang perlu dicapai,
bukan keluhan-keluhan tidak jelas dan terlalu digeneralisasikan.12
12
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.40-41
memprediksi apa yang akan dilakukannya dalam situasi semacam itu. Begitu
klien telah memberikan prediksi, konselor membantu klien memproses
situasinya, berdasarkan apa yang telah mereka diskusikan di sepanjang proses
konseling. Dengan cara ini, konselor membantu klien mentransferkan
pembelajaran ke dunia luar dan kejadian-kejadian di masa mendatang.13
13
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.43-44
anak, teknik ini lebih efektif jika orangtua memainkan peran dalam partisipasi
dan kepatuhan anak.14
14
Bradley T.Erford, 40 TEKNIK YANG HARUS DIKETAHUI SETIAP KONSELOR,
(Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR, 2016). Hal.50-51