Anda di halaman 1dari 15

FENOMENA BUNUH DIRI

Mata Kuliah:
PSIKOPATOLOGI ANAK DAN REMAJA

Dosen Pengampu:
Nur Alina Saidah, M.Psi

Oleh:
Atiya Hanifa (170104040017)
Sri Wulandari (170104040094)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM
BANJARMASIN
2020
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia remaja menurut Psikolog G. Stanley Hall “adolescence is a time of


storm and stress “. Yang berarti remaja adalah masa yang penuh dengan “badai dan
tekanan jiwa”. Karena masa remaja adalah masa di mana terjadi perubahan besar
secara fisik, intelektual dan emosional yang menyebabkan kesedihan dan
kebimbangan, yang disebut konflik, pada dirinya sendiri atau pun lingkungannya
(Seifert & Hoffnung). Dalam hal tersebut, Sigmund Freud dan Erik Erikson meyakini
bahwa perkembangan di masa remaja adalah penuh dengan konflik.

Menurut teori kedua, masa remaja bukanlah masa yang penuh dengan konflik.
Banyak remaja yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang
terjadi pada dirinya, yang juga mencakup kebutuhan dan harapan dari orang tua dan
masyarakatnya.

Jika dikaji, kedua pandangan tersebut memiliki kebenarannya masing-masing.


Meskipun sangat sedikit remaja yang mengalami kondisi yang benar-benar ekstrim
seperti kedua pandangan tersebut, seperti selalu penuh konflik atau selalu dapat
beradaptasi dengan baik. Mayoritas remaja mengalami kedua situasi tersebut, yaitu
penuh konflik atau dapat beradaptasi dengan mulus secara bergantian atau fluktuatif.1

Ada pun untuk kasus para remaja yang penuh dengan konflik dalam ranah
psikologi, dikelompokkan menjadi suatu ilmu yang disebut sebagai psitopatologi
remaja. Di mana di dalamnya membahas tentang permasalahan-permasalahan yang
ada pada remaja. Salah satunya adalah tindakan bunuh diri yang marak ditemui pada
ide-ide remaja saat menghadapi permasalahan yang berat.

1
Miftahul Jannah, Jurnal Remaja Dan Tugas-Tugas Perkembangannya Dalam Islam, (Vol. 1,
No.1,2016)

1
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Bunuh Diri?
2. Penyebab Bunuh Diri?
3. Pravelensi Bunuh Diri Pada Anak dan Remaja?
4. Pencegahan Bunuh Diri?
5. Menangani Klien dengan Kasus Ingin Bunuh Diri?

2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BUNUH DIRI

Secara Etimologi, Bunuh Diri atau Suicide adalah tindakan mengakhiri hidup
sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Alasan atau motif bunuh diri bermacam-
macam, namun biasanya didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa
gagal untuk mencapai suatu harapan.

Pengertian Bunuh Diri diartikan oleh Imam Shalahuddin Al-Jalili (2007)


adalah membunuh diri sendiri yang juga merupkan gambaran dari keputusasaan yang
sudah mencapai titik klimaks. Sepertinya, sudah tidak ada harapan hidup lagi, juga
tidak ada kebahagiaan yang bisa diraih. Karena itu bunuh diri sebagai jalan
keluarnya.

Dari Stuart dan Sundeen (1998), Bunuh Diri adalah tindakan agresif atau
maladaptive dengan melukai diri sendiri dan dapat mengakhiri hidupnya. Menurut
Rawlin’s (1993), bunuh diri adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan
sukarela dan disengaja untuk mengakhiri hidupnya.

Menurut teori Sigmund Freud, Bunuh Diri merupakan tampilan agresi yang
diarahkan ke diri melawan suatu introyeksi, ambivalensi akan kehilangan objek cinta.
Ia melakukan bunuh diri karena sebelumnya ia mempresi keinginan untuk membunuh
seseorang.

Definisi Bunuh Diri yang dihimpun oleh DR. Kartono Kartini (Psikiater
Senior) dalam Hygine Mental, sebagai berikut :

1. Bunuh diri adalah perbuatan dengan sengaja dengan bertujuan secara sadar
mengambil nyawa sendiri.

3
2. Bunuh diri adalah perbuatan manusia yang disadari dan bertujuan untuk
menyakiti diri sendiri dan menghentikan kehidupan sendiri.
3. Bunuh diri adalah pembunuhan secara simbolis, karena ada peristiwa
identifikasi dengan seseorang yang dibenci dengan membunuh diri sendiri
orang yang bersangkutan secara simbolis membunuh orang yang dibencinya.
4. Bunuh diri adalah satu jalan untuk mengatasi macam-macam kesulitan pribadi,
berupa rasa kesepian, dendam, takut, kesakitan fisik, dosa, dll.
5. Bunuh diri merupakan keadaan hilangnya kemauan untuk hidup. 2

Bunuh diri adalah suatu hasrat upaya seorang individu yang disadari dan
bertujuan untuk mengakhiri kehidupannya. 3

Jadi, dapat disimpulkan oleh kami bahwa Bunuh Diri adalah satu perbuatan
tercela dengan menghakimi diri sendiri secara berlebihan dan ingin mendahului takdir
kematian yang ditentukan oleh Allah SWT.

B. PENYEBAB BUNUH DIRI

Ciri universal pada remaja yang Bunuh Diri adalah ketidakmampuan mereka
untuk mendapatkan pemecahan terhadap suatu masalah dan tidak adanya strategi
mengatasi stressor yang segera. Jadi, sempitnya pilihan yang tersedia untuk
menghadapi percekcokkan keluarga yang rekuren, penolakan, atau kegagalan adalah
berperan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan bunuh diri.

Faktor Genetik, bukti-bukti sumbangan genetik pada perilaku bunuh diri


adalah didasarkan pada penelitian risiko bunuh diri keluarga dan tingginya angka
kesesuaian untuk bunuh diri diantara kembar monozigotik dibandingkan kembar
dizigotik. Walaupun resiko untuk bunuh diri adalah tinggi pada orang dengan

2
Muhammad Adam Hussein, “Ebook Kajian Bunuh Diri,” n.d., 17–20.
3
A. Muhith, Pendidikan Keperawatan Jiwa, (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2015.

4
gangguan mental termasuk Skizofrenia, gangguan Depresif Berat, dan gangguan
Bipolar, resiko untuk bunuh diri adalah jauh lebih tinggi pada sanak saudara orang
dengan gangguan mood dibandingkan dengan sanak saudara orang dengan
skizofrenia.

Faktor Biologis Lain, temuan neurokimiawi menunjukkan adanya tumpang


tindih antara orang dengan perilaku agresif dan implusif dan mereka yang melakukan
bunuh diri. Kadar serotonin (5-HT) dan metabolit umumnya, 5-hydroxyindolecetic
acid (5-HIAA) yang rendah, adalah telah ditemukan dalam otak postmortem orang
yang berhasil melakukan bunuh diri. Kadar 5-HIAA yang rendah telah ditemukan
dalam cairan serebrospinalis orang terdepresi yang berusaha bunuh diri dengan cara
kekerasan. Alcohol dan zat psikoaktif lain dapat menurunkan kadar 5-HIAA,
kemungkinan meningkat kerentanan terhadap perilaku bunuh diri pada orang yang
sebelumnya telah terpredisposisi. Mekanisme yang menghubungkan penurunan
fungsi serotonergik dan perilaku agresif atau bunuh diri adalah tidak diketahui, dan
serotonin yang rendah mungkin hanya merupakan pertanda, bukan suatu penyebab,
dari kecenderungan agresi dan bunuh diri.

Tes supresi deksametason menghasilkan temuan yang kurang meyakinkan


pada anak-anak dan remaja yang terdepresi dibandingkan pada orang dewasa. Tetapi,
beberapa penelitian pada anak-anak dan remaja menyatakan adanya suatu hubungan
nonsupresi pada tes supresi deksametason dan usaha bunuh diri yang potensial
mematikan. Pada anak-anak dan remaja hubungan antara bunuh diri dan nonsupresi
adalah tidak selalu dalam konteks gangguan mood berat.

Faktor Sosial, anak-anak dan remaja adalah rentan terhadap lingkungan yang
sangat kacau, menyiksa, dan menelantarkan. Berbagai macam gejala psikopatologis
dapat terjadi sekunder karena pemaparan kepada rumah yang penuh kekerasan dan
penyiksaan. Perilaku agresif, menghancurkan diri sendiri, dan bunuh diri tampaknya

5
terjadi dengan frekuensi terbesar pada orang yang mengalami kehidupan keluarga
yang penuh dengat stress secara kronis.4

Dalam ilmu Sosiologi, ada 3 penyebab bunuh diri dalam masyarakat, yaitu :

1. Egoistic Suicide (bunuh diri karena urusan pribadi)


2. Altruistic Suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain)
3. Anomic Suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi kebingungan).
Menurut Muhammad Adam Hussein, faktor penyebab bunuh diri itu
disebabkan oleh beberapa motif, yaitu :
1. Depresi, pengaruh dari pikiran yang macam-macam, sehingga arah pikiran
menjadi kacau, saking kacaunya sehingga tak mampu berpikir jernih. Bunuh
diri menjadi pilihan dalam pembenaran untuk mengakhiri dari rasa ketakutan
yang berlebihan.
2. Tekanan Emosi, terlalu menuntut ini itu terhadap diri sendiri, sedang
kamampuan diri tidak bisa menjangkaunya hingga akhirnya emosi terpendam.
Saking terpendamnya emosi semakin lama semakin menumpuk yang akhirnya
mengakibatkan keputuasaan tingkat tinggi hingga muncul tindakan percobaan
bunuh diri.
3. Tidak Berani Menghadapi Kenyataan Hidup, banyak hal yang terjadi pada
hidup ini yang tidak sesuai dengan keinginan atau harapan hingga menutupi
kebenaran atau kenyataan hidup, sikap seperti ini sikap lari dari masalah, padal
perlu diketahui masalah tidak bisa dihindarkan dalam hidup ini.
4. Miskin Harta, Ilmu, dan Iman, tidak terpenuhi kebutuhan ekonomi atau
kebutuhan fisiknya untuk mempertahankan hidup maka biasanya akan timbul
pengaruh kurang gairah hidup dengan begitu muncul niat percobaan bunuh diri
sekalipun ini tahapnya masih niat tapi juga bahaya tidak bisa kita anggap
permasalahan gampang.

4
Harold I. Kaplan, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb, SYNOPSIS OF PSYCHIATRY,
(Jakarta : Binarupa Aksara, 1997). Hal.818

6
5. Penyalahgunaan Barang Haram, kecanduan atau ketergantungan terhadap
barang haram seperti sabu-sabu, alcohol, yang sifatnya memabukkan. Itu semua
dapat mengurangi kinerja otak, sehingga akal pikiran tidak bisa menyimpulkan
segala sesuatu dengan baik, dan akan memicu untuk bunuh diri.5

C. PREVALENSI BUNUH DIRI PADA ANAK DAN REMAJA

Pikiran untuk bunuh diri cukup umum ditemukan. Ketika mengalami stress
berat, banyak orang yang terfikir untuk bunuh diri. Survei berskala nasional
menemukan bahwa 13% dari orang dewasa AS melaporkan pernah memiliki pikiran
untuk bunuh diri dan 4,6% melaporkan telah berusaha bunuh diri. Secara klinis resiko
bunuh diri jauh lebih tinggi diantara para penderita depresi dibandingkan dalam
populasi secara umum. Studi tidak lanjut secara konsisten menunjukkan bahwa 15
sampai 20% dari semua pasien dengan gangguan suasana perasaan pada akhirnya
akan bunuh diri. Meskipun demikian, sejumlah besar orang yang tidak menderita
depresi juga melakukan upaya bunuh diri, beberapa diantaranya berhasil, terutama
orang yang mengalami gangguan kepribadian ambang.

Angka bunuh diri meningkat di kalangan remaja dari 1970-an sampai


pertengahan 1990-an, yang berkaitan dengan meningkatnya prevalensi depresi dan
penurunan umur onset untuk depresi. Bunuh diri telah menjadi penyebab kematian
utama ketiga bagi orang antara usia 15-24 tahun, dan penyebab utama kematian ke
delapan dalam populasi secara umum. Setengah lebih (54%) dari suatu sampel yang
merupakan 694 mahasiswa tahun pertama dilaporkan telah memikirkan bunuh diri
paling tidak dalam satu kesempatan. Dalam sampel yang besar dari remaja di Oregon,

5
Hussein, “Ebook Kajian Bunuh Diri,” 59–67.

7
hampir 1 dari 5 orang (19%) dilaporkan memiliki pikiran-pikiran bunuh diri pada
suatu titik dalam kehidupan mereka.6

Di dalam penelitian Gardner, terdapat angka 2,8% dari pasien RSJ yang
berusia 12-18 tahun yang mencoba bunuh diri, dan besar kemungkinan jika dikeadaan
sebenarnya jumlahnya lebih besar dari itu.
Gangguan dalam hubungan remaja dengan orang tua, memang menjadi faktor
psikososial utama dalam gejala bunuh diri pada remaja. Hal tersebut dibuktikan oleh
berbagai penelitian di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa 72% dari kasus
bunuh diri adalah remaja yang tidak tinggal bersama orang tuanya atau orang tuanya
tidak di rumah, 68% kedua orang tua bekerja, 59% orang tuanya menikah sedikitnya
dua kali, dan 83% merasa terasing dari orang tua.7

Berdasarkan data yang dilansir World Health Organization (WHO, 2005),


Indonesia masuk dalam kategori negara dengan tingkat bunuh diri yang tinggi,
bahkan peringkat Indonesia nyaris mendekati “negara-negara bunuh diri ASIA”
layaknya Jepang dan Cina. Tercatat, setidaknya 50.000 orang Indonesia melakukan
aksi bunuh diri setiap tahunnya. Angka tersebut menunjukkan bahwa setidaknya
terjadi 150 kasus bunuh diri per hari ditanah air. Perihal yang lebih memperhatinkan
lagi adalah turut meningkatnya kecenderungan angka bunuh diri pada penduduk usia
muda yaitu usia 16-30 tahun.

Gejala bunuh diri di kalangan anak dan remaja di Indonesia nampaknya dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Fenomena ini baru menjadi perhatian publik
sejak 1998. Ketua umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait,
menyebutkan penyebab bunuh diri terbanyak adalah urusan putus cinta remaja (8
kasus), frustasi akibat ekonomi (7 kasus), anak yang berasal dari keluarga yang tidak
harmonis (4 kasus), dan masalah sekolah (1 kasus). Kasus anak bunuh diri termuda

6
“[Fatmawati Fadli, et al.] Bunga Rampai Apa Itu Psikopatologi.Pdf,” n.d., 53.
7
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 227-
228.

8
adalah berusia 13 tahun. Tingginya angka bunuh diri anad dan remaja ini tentu sangat
memprihatinkan.8

D. PENCEGAHAN BUNUH DIRI


Ada pun pencegahan psikopatologi remaja pada kasus bunuh diri, dapat
dilakukan dengan:
1. Berusaha menciptakan lingkungan keluarga yang utuh dan harmonis
Keadaan keluarga yang ditandai dengan hubungan suami-istri yang harmonis
akan lebih menjamin remaja yang bisa melewati masa transisinya dengan lebih
mulus dibandingkan pada hubungan suami-istri yang terganggu.
2. Peran orang tua dalam menyadari bahwa setiap remaja itu unik
Menyamaratakan remaja dengan saudara-saudaranya adalah tindakan keliru
yang sering kali dilakukan oleh orang tua. Hal tersebut justru dapat
menyebabkan munculnya rasa iri di dalam diri remaja, yang mengarahkannya
pada tindakan-tindakan yang dapat menggiringnya pada keadaan depresi.
Sehingga, penting untuk mendengar dan memahami remaja dengan sudut
pandang mereka. Karena masing-masing mereka memiliki keunikan yang
berbeda-beda.
3. Menempatkan anak pada lembaga pendidikan yang baik
Pendidikan adalah salah satu faktor penting dimana remaja akan memahami
banyak norma-norma yang dapat diterapkannya dalam kehidupan
bermasyarakat. Remaja yang sejak usia dini sudah dididik dengan baik, akan
memiliki nilai-nilai yang baik dalam jiwanya. Sehingga jiwanya akan
mengalami pergolakan yang sedikit yang akan berdampak pada ketenangannya
dalam menghadapi pergolakan yang ada di luar dari dirinya.
4. Membantu mengarahkan remaja pada peningkatan kemampuannya dalam
bidang-bidang tertentu
8
“[Fatmawati Fadli, et al.] Bunga Rampai Apa Itu Psikopatologi.Pdf,” 53–54.

9
Berorganisasi atau mengikuti kelompok-kelompok seni atau pun yang lainnya,
dapat meningkatkan percara diri remaja dan membantunya dalam membentuk
dan mengembangkan identitasnya. Perlu diingat kepada orang tua, bahwa
prestasi tidak hanya berada dalam ranah akademik. Sehingga penting untuk
orang tua mendukung remaja untuk bersosialisasi dalam bidang yang ia
senangi.9

E. MENANGANI KLIEN DENGAN KASUS INGIN BUNUH DIRI


Penanganan yang diterapkan pada remaja terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Penanganan Individual
a. Pemberian Petunjuk atau Nasihat (Guidance)
Konselor atau psikolog memanfaatkan pengetahuannya yang notabennya
lebih banyak dari klien, memberikan informasi tentang bagaimana jalan
keluar baru yang mungkin belum diketahui klien sebelumnya.
b. Konseling
Dalam hal ini, tugas konselor atau psikolog adalah sebagai tempat
penyaluran perasaan atau sebagai pedoman atau sebagai pemberi semangat
saat klien sedang merasa putus asa. Maka dari itu, hendaknya konselor
menempatkan kesejajaran antara dirinya dengan klien dan menumbuhkan
rasa memahami.
c. Psikoterapi
Remaja yang memutuskan untuk bunuh diri, biasanya mengalami depresi
yang berat. Dan salah satu penanganan yang dapat diterapkan adalah
psikoterapi.
2. Penanganan Keluarga

9
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h.139-
140

10
Dasar teori yang digunakan dalam jenis penanganan ini adalah teori Lapangan
dari Kurt Lewin. Menurutnya, saling memahami peran masing-masing pada
setiap anggota keluarga dapat membantu kesembuhan remaja. Karena seringkali
ditemui antaranggota keluarga memiliki dinding pemisah psikologik. Hal
tesebut ditandai dengan perasaan saling segan, saling gengsi, takut
menyinggung perasaan dan lain sebagainya.
3. Penanganan Kelompok
Pada jenis penanganan ini, konselor biasanya mengumpulkan orang-orang yang
memiliki masalah yang sama dalam satu proses konseling. Konselor atau
psikolog bertugas untuk merangsang aggota terapi kelompok untuk saling
bertukar pikiran, saling memotivasi, saling membantu memecahkan persoalan
dan lain sebagainya.10

Remaja yang mencoba bunuh diri harus diperiksa sebelum diambil keputusan
untuk merawat mereka di rumah sakit atau memulangkan mereka ke rumah. Mereka
yang masuk ke dalam kelompok risiko tinggi harus dirawat di rumah sakit sampai
sikap bunuh diri tidak adalagi. Orang dengan risiko tinggi adalah mereka yang
sebelumnya pernah mencoba bunuh diri, laki-laki yang berusia lebih dari 12 tahun
dengan riwayat perilaku agresif atau penyalahgunaan zat, mereka yang pernah
mencoba bunuh diri dengan cara yang mematikan, seperti dengan senjata atau
menelan zat racun, mereka dengan gangguan depresif berat yang ditandai oleh
menarik diri dari lingkungan sosial, putus asa, dan tidak adanya tenaga. Anak
perempuan yang melakukan usaha bunuh diri dengan cara lain daripada menelan zat
toksij dan tiap orang yang menunjukkan ide bunuh diri yang menetap. Seorang anak
atau remaja dengan ide bunuh diri harus di rawat di rumah sakit jika klinisi memiliki
keraguan tentang kemampaun keluarga untuk mengawasi anak atau bekerja sama
dengan terapi dalam lingkungan rawat jalan. Dalam situasi tersebut, jasa
perlindungan anak dapat dipulangkan.

10
Sarlito Wirawan Sarwono, 235-240.

11
Jika remaja dengan ide bunuh diri melaporkan bahwa mereka tidak lagi ingin
bunuh diri, pemulangan dapat dipertimbangkan hanya jika rencana pemulangan telah
siap. Rencana harus termasuk psikoterapi, farmakoterapi, dan terapi keluarga sesuai
yang diindikasikan. Perjanjian tertulis dengan remaja, yang menjelaskan persetujuan
remaja tersebut untuk tidak terlibat dalam perilaku bunuh diri dan memberikan suatu
alternative jika ide bunuh diri terjadi kembali, harus siap. Di samping itu, perjanjian
follow-up rawat jalan harus dilakukan sebelum pemulangan, dan nomor telepon yang
siap dihubungi 24 jam harus diberikan bagi remaja dan keluarga kalau sewaktu-waktu
ide bunuh diri tampak kembali sebelum terapi dimulai.11

11
Harold I. Kaplan, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb, SYNOPSIS OF PSYCHIATRY,
(Jakarta : Binarupa Aksara, 1997). Hal.819-820

12
PENUTUP

KESIMPULAN

Bunuh Diri adalah satu perbuatan tercela dengan menghakimi diri sendiri
secara berlebihan dan ingin mendahului takdir kematian yang ditentukan oleh Allah
SWT. Remaja yang ingin Bunuh Diri adalah ketidakmampuan mereka untuk
mendapatkan pemecahan terhadap suatu masalah dan tidak adanya strategi mengatasi
stressor yang segera. Jadi, sempitnya pilihan yang tersedia untuk menghadapi
percekcokkan keluarga yang rekuren, penolakan, atau kegagalan adalah berperan
dalam pengambilan keputusan untuk melakukan bunuh diri.

Banyak sekali upaya untuk pencegahan pada bunuh diri, tetapi yang sangat
berperan adalah diri kita sendiri bagaimana untuk meningkatkan iman kita kepada
Allah SWT, dan juga peran dari keluarga yang selalu memberikan keharmonisan
dalam keluarga, memberikan edukasi, dan selalu memberikan motivasi hidup kepada
kita agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

A.Muhith, Pendidikan Keperawatan Jiwa, (Yogyakarta: Penerbit ANDI),

2015.

Adam Hussein Muhammad, “Ebook Kajian Bunuh Diri,”.

“[Fatmawati Fadli, et al.] Bunga Rampai Apa Itu Psikopatologi.Pdf,”.

Harold I. Kaplan, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb, SYNOPSIS OF

PSYCHIATRY, (Jakarta : Binarupa Aksara, 1997).

Jannah Miftahul, Jurnal Remaja Dan Tugas-Tugas Perkembangannya Dalam

Islam, (Vol. 1, No.1,2016)

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2006).

Anda mungkin juga menyukai